Anda di halaman 1dari 5

Nama : Tri Ageng Aifi

NIM : 2016101103113519
Kelas :F
Tugas : TT16

BIDANG/LAPANGAN HUKUM ACARA PERDATA

Hukum Acara perdata merupakan bagian dari hukum perdata dalam arti luas
yang terdiri dari  hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata
material lebih dikenal dengan sebutan “hukum perdata” adalah keseluruhan
peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antar perorangan yang
satu dengan perorangan yang lain, atau hubungan hukum yang mengatur kepentingan
pribadi atau individu.1

A. Pengertian Hukum Acara Perdata.


Hukum acara perdata, yang disebut juga Hukum Perdata Formal, merupakan
bagian dari tata hukum Hindia Belanda yang masih berlaku di Indonesia hingga
saat ini.2
Hukum acara perdata adalah rangkain peraturan yang menetukan cara-cara
mengajukan kedepan pengadilan mengenai perkaara-perkara perdata yang
meliputi hukum dagang. Cara melaksanakan keputusan-keputusan yang
dijatuhkan oleh hakim juga berdasarkan peraturan-peraturan tersebut. Hukum
acara perdata juga merupakan rangkaian peraturan hukum yang meliputi cara-
cara memelihara dan mempertahankan Hukum Perdata Materiil.3
Hukum acara perdata adalah peraturan-peraturan hukumyang menentukan
bagaimana cara mengajukan perkara-perkara perdata ke muka pengadilan
perdata (termasuk juga hukum dagang) dan cara-cara melaksanakan putusan-
putusan hakim perdata. Dapat juga dikatakan peraturan-peraturan hukum yang
mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata
materiil.4

B. Asas-asas Hukum Acara Perdata.


a) Asas Hakim Bersifat Menunggu.
Pasal 118 HIR dan Pasal 142 RBg. Inisiatif untuk mengajukan
tuntutan hak diserahkan sepeuhnya kepada yang bersangkutan. Jadi apakah
aka nada proses atau tidak, apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu akan
diajukan atau tidak semua diserahkan kepada pihak yang berkepentingan,
sedangkan Hakim bersifat menunggu datagnya tuntutan hak diajukan
kepadanya.5
Akan tetapi sekali perkara diajukan kepadanya, Hakim tidak boleh
menolak untuk memeriksa dan mengadilinya, sekalipun dengan dalih bahwa
Hukum tidak atau kurang jelas (Pasal 16 UU No. 4/2004). Larangan untuk
menolak memeriksa perkara sebabkan anggapan bahwa hakim tahu akan
hukumnya ( ius curi novit ), kalau sekiranya ia tidak dapat menemukan
Hukum tertulis, maka ia wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
nilai Hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 UU No. 4/2004).6

1
Rudini, Hukum Perdata, http://rudini76ban.wordpress.com, 10 Desember 2016.
2
Rokhman Lutfi, Hukum Acara Perdata, http://rokhmanlutfi.blogspot.com, acces 10 Desember
2016.
3
Ibid.
4
Ibid.
5
Andrunk, Hukum Acara Perdata, http://andruhk.blogspot.co.id/, acces 10 Desember 2016.
6
Ibid.

Page | 55
Page | 56
b) Asas Hakim bersifat pasif.
Hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif dalam arti
kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada
hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang
berperkara dan bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu para pencari
keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk
dapat tercapainya peradilan (pasal 5 ayat (2) UU no. 4 tahun 2004).7
Hakim harus aktif memimpin sidang, melancarkan jalannya
persidangan, membantu kedua belah pihak dalam mencari kebenaran, tetapi
dalam memeriksa perkara perdata hakim harus bersikap tut wuri. Hakim
terikat pada peristiwa yang diajukan oleh para pihak(secundum allegata
iudicare). Para pihak dapat secara bebas mengakhiri sendiri sengketa yang
telah diajukannya ke muka pengadilan, sedang hakim tidak dapat
mengahalang-halanginya. Hal ini dapat berupa perdamaian atau pencabutan
gugatan (pasal 130 HIR, 154 Rbg).8
Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari pada
yang dituntut (pasal 178 ayat 2 dan 3 HIR, 189 atar 2 dan 3 Rbg). Apakah
yang bersangkutan akan mengajukan banding atau tidak itupun bukan
kepentingan dari pada hakim (pasal 6 UU 20/1947, 199 Rbg). Hanya
peristiwa yang disengketakan sajalah yang harus dibuktikan. Hakim terikat
pada peristiwa yang menjadi sengketa yang diajukan oleh para pihak. Para
pihaklah yang diwajibkan untuk membuktikan dan bukan hakim. Azas ini
disebut Verhandlungsmaxime.9
c) Asas Mendengarkan kedua belah pihak.
Di dalam hokum acara perdata kedua belah pihak haruslah
diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama. Pengadilan
mengadili menurut hokum dengan tidak membedakan orang, seperti yang
dimuat dalam pasal 5 ayat (1) UU no. 4 tahun 2004, mengandung arti di
dalam hokum acara perdata yang berperkara harus sama-sama diperhatikan,
berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus diberi
kesempatan untuk member pendapatnya. Asas bahwa kedua belah pihak
harus didengar lebih dikenal dengan asas “audi et
alterampartem” atau “Eines Mannes Redeistkeines Mannes Rede, man
sollsiehorenallebeide.” Hal ini berarti bahwa hakim tidak boleh menerima
keterangan dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak diberi
kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Hal itu berarti juga bahwa
pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh
kedua belah pihak (pasal 132a, 121 ayat 2 HIR, 145 ayat 2, 157 Rbg, 47
Rv).10
d) Sifat Terbuka Persidangan.
Pasal 19 (1) dan Pasal 20 UU No. 4 Tahun 2004. Bahwa setiap orang
dibolehkan hadir, mendengar, dan menyaksikan pemeriksaan persidangan
(kecuali di tuntut lain oleh UU). Tujuannya untuk memberi perlindungan
hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin
obyektifitas peradilan dengan pertanggung jawaban pemeriksaan yang fair,

7
Rokhman Lutfi, Hukum Acara Perdata, http://rokhmanlutfi.blogspot.com, acees 10 Desember
2016.
8
Ibid.
9
Ibid.
10
Ibid.

Page | 57
tidak memihak serta putusan yang adik kepada masyarakat, (Pasal 19 ayat 1
UU No. 4/2004).11
Namun ada juga persidangan yang sifatnya tertutup, misalnya perkara
perceraian, akan tetapi sidang pembacaan putusan harus terbuka, jika tidak
dinyatakan terbuka untuk umum keputusan itu tidak sah dan tidak
mempunyai kekuatan hukuk serta mengakibatkan batalnya putusan itu
menurut Hukum.12
e) Putusan Harus Disertai Alasan-alasan.
Pasal 25 UU No. 1/2004 Pasal 184 (1), 319 HIR dan Pasal 195, 618
RBg. Semua putusan hakim harus memuat alasan-alasan putusan yang
dijadikan dasar untuk mengadili (Pasal 25 ayat 1 UU No.4/2004, Pasal 184
ayat 1, 319 HIR, Pasal 195, 618RBg).13
Betapa pentingnya alasan-alasan sebagai dasar putusan dapat kita lihat dari
beberapa putusan MA yang menetapkan, bahwa putusan yang tidak lengkap
atau kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan
harus dibatalkan.14
f) Asas Beracara dikenakanBiaya
Untuk berperkara pada asasnya dikenakan biaya (pasal 3 ayat (2) UU
no. 4 tahun 2004, 121 ayat (4), 182, 183 HIR, 145 ayat (4), 192-194 Rbg).
Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk panggilan,
pemberitahuan para pihak serta biaya materi. Di samping itu apabila diminta
bantuan seorang pengacara, maka harus pula dikeluarkan biaya.15
Bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara, dapat
mengajukan perkara secara cuma-cuma (pro deo) dengan mendapatkan izin
untuk dibebaskan dari pembayaran biaya perkara, dengan mengajukan surat
keterangan tidak mampu yang dibuat oleh kepala polisi (pasal 237 HIR, 273
Rbg). Namun dalam prakteknya surat keterangan ini cukup dibuat oleh
camat yang membawahi daerah tempat yang berkepentingan tinggal.
Pemohon perkara secara pro deo akan ditolak oleh pengadilan apabila
penggugat ternyata bukan orang yang tidak mampu.16
g) Asas tidak ada keharusan mewakilkan
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang
lain, sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap
para pihak yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat
dibantu atau diwakili oleh kuasanya kalau dikehendakinya (pasal 123 HIR,
147 Rbg). Dengan demikian hakim tetap wajib memeriksa sengketa yang
diajukan kepadanya, meskipun para pihak tidak mewakilkan kepada seorang
kuasa.17

C. Alat-alat bukti Hukum acara Perdata


Alat bukti Hukum Acara Perdata yang tercantum dalam Pasal 1866 B.W.,
sebagai berikut:
 Tulisan/Surat
 Saksi-saksi
 Persangkaan

11
Andrunk, Hukum Acara Perdata, http://andruhk.blogspot.co.id/, acces 10 Desember 2016.
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Ibid.
15
Rokhman Lutfi, Hukum Acara Perdata, http://rokhmanlutfi.blogspot.com, acces 10 Desember
2016.
16
Ibid.
17
Ibid.

Page | 58
 Pengakuan
 Sumpah18

D. Sumber-sumber Hukum Acara Perdata.


Sumber hukum material yaitu sumber hukum dalam arti bahan diciptakannya
atau disusun suatu norma hukum. Sumber hukum formal yaitu sumber hokum
dalam arti dapat ditemukannya atau dapat digalinya satu norma hokum sebagai
satu dasar yuridis suatu peristiwa hokum atau suatu hubungan hokum tertentu.19
Sumber hukum material:
 Sumber dalam arti sumber filosofis.
 Sumber dalam arti sumber sosiologis.
 Sumber dalam arti sumber historis.
 Sumber dalam arti sumber yuridis.20
Sumber hukum formal:
 Sumber hukum tertulis
 HIR (S. 1884 no.16, S. 1941 no.44), rbg (S. 1927 no.227), RV (S.
1847 no.52, 1849 no. 63)
 BW buku IV, wvkdanperaturankepailitan
 UU no. 1 tahun 1974 (LN 1) tentang perkawinan
 UU no 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman
 UU no.5 tahun 2004 perubahan atas undang-undang no.14 tahun
1985 tentang Mahkamah Agung
 UU no.8 tahun 2004 perubahanatasundang-undang no.2 tahun
1986 tentangperadilanumum
 UU no.18 tahun 2003 tentang advokat
 UU no. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup
 UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen
 Undang-undang khusus lainnya dan peraturan-peraturan
pelaksana lainnya dalam bidang peradilan.21
 Sumber hokum tidak tertulis
 Yurisprudensi
 Doktrin dan ilmu pengetahuan
 Kebiasaan
 Perjanjian internasional.22

E. Dasar-dasar Hukum Acara Perdata


 HIR (Het Herizeine Indonesiche Reglement) atau RIB ( Reglement
Indonesia Baru) mrupakan hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah
pulau Jawa dan Madura
 RBg (Rechstreglement voor de Buitengewesten) atau Reglement daerah
sekarang, adalah hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah luar pulau
jawa dan madura
 Rv (Reglement op de burgerlijke rechtvordering) merupakan hukum acara
perdata untuk golongan eropa yang sekarang sudah tidak berlaku lagi.23

18
Rahmat Yudistiawan, Pembuktian dan Alat bukti dalam Hukum Acara Perdata.
http://rahmatyudistiawan.wordpress.com, acces 10 Desember 2016.
19
Rokhman Lutfi, Hukum Acara Perdata, http://rokhmanlutfi.blogspot.com, acces 10 Desember
2016.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid.
23
Hasil Perkuliahan. 24 Desember 2016.

Page | 59

Anda mungkin juga menyukai