Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Hukum Acara Perdata secara Umum

dan Asas-asasnya.

- Secara umum,

Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan


hukum formil dengan fungsi mempertahankan
keberlangsungan hukum perdata materiil pada saat
muncul tuntutan hak.

hukum perdata materiil itu meliputi segala peraturan


perundang-undangan yang mengatur kepentingan
antarwarga negara dalam konteks hubungan
antarindividu.

Hukum acara perdata, yang juga disebut hukum formil


tersebut merupakan peraturan hukum yang memuat
ketentuan untuk menjamin ditaatinya hukum perdata
materiil dengan perantaraan hakim.

Hukum acara perdata juga mengatur tata cara


pengajuan tuntutan hak, memeriksa, memutuskan dan
melaksanakan putusan.
menurut Wirjono Prodjodikoro, pengertian hukum acara
perdata adalah rangkaian peraturan yang mengatur
cara orang bertindak terhadap dan di muka
pengadilan serta bagaimana pengadilan harus
bertindak untuk memastikan pelaksanaan ketentuan
hukum perdata. Ada atau tidaknya perkara yang
berkaitan dengan hukum acara perdata tergantung pada
inisiatif dari seseorang atau kelompok yang merasa
haknya dilanggar. Karena itu, dalam perkara perdata,
penggugat memiliki pengaruh besar terhadap jalannya
penanganan kasus. Proses perkara perdata akan
bergantung pada keputusan penggugat untuk
mempertahankan, mengubah, atau mencabut
gugatannya. Asas-asas Hukum Acara Perdata Hukum
acara perdata merupakan hukum formil yang menjamin
berjalannya pelaksanaan hukum perdata materiil. Dengan
demikian, hukum acara perdata diterapkan untuk
menjamin ketentuan hukum materiil perdata ditaati. Dalam
beracara secara perdata, terdapat asas-asas yang
menjadi pedoman. Penerapan asas-asas itu penting untuk
memastikan adanya perlindungan hukum, transparansi,
dan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

Berikut ini asas-asas hukum acara perdata:

1. Asas Wajib mendamaikan :


Dalam putusan pasti ada pihak yang dikalahkan dan di
menangkan. Karena proses litigasi adalah menang dan
kalah atau winning and loosing, sedangkan proses
perdamaian adalah win-win solution. Tapi sering dalam
praktek, hakim sering menodai dengan bentuk
pemaksaan dan memakai filsafat belah bamboo.
Sampai dimana peran hakim mendamaikan pihak-pihak
yang berperkara ? Perannya terbatas sampai anjuran,
nasehat, penjelasan dan memberi bantuan dalam
perumusan sepanjang hal itu diminta oleh kedua belah
pihak. Hasil akhir perdamaian harus benar-benar
kesepakatan kehendak bebas dari kedua belah pihak
(Pasal 1320 BW)
2. Asas Sederhana. Cepat dan Biaya Ringan.
Pasal 5 ayat (2) UU No.4 Tahun 2004 :
Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk
dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan.
Penjelasan :
Peradilan harus memenuhi harapan dari pencari
keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang
cepat, tepat, adil dan baiaya ringan. Tidak diperlukan
pemeriksaan dan acara yang berbelit-belit yang dapat
menyebabkan proses sampai bertahun-tahun, bahkan
kadang-kadang harus dilanjutkan oleh ahli waris
pencaari keadilan.
Biaya ringan artinya biaya yang serendah mungkin
sehingga dapat terpikul oleh masyarakat. Ini semua
tanpa mengorbankan ketelitian untuk mencari
kebenaran dan keadilan.
Asas ini bertujuan untuk menyuruh hakim memeriksa
dan memutus perkara dalam tempo satu atau
setengah jam saja, akan tetapi yang dicita-citakan
adalah suatu proses pemeriksaan yang relatif tidak
memakan jangka waktu lama sampai bertahun-tahun,
sesuai dengan kesedehanaan hukum acara itu sendiri.
Apa yang memang sederhana, jangan dipersulit oleh
hakim kea rah pemeriksaan yang berbelit-belit dan
tersendat-sendat.
3. Hakim Bersifat Menunggu
Segala tuntutan hak sepenuhnya diserahkan pada
pihak yang berkepentingan. Apabila tidak ada tuntutan
hak dari pihak tertentu, hakim tidak berhak mengurus
perkara (Wo kein Klager ist, ist kein Richter, nemo
judex sine actore).
4. Hakim Pasif (Ultra Petita Non Cognoscitur)
Ruang lingkup pokok sengketa yang diajukan dalam
sengketa perdata ditentukan oleh para pihak yang
berperkara, bukan oleh hakim.

hakim dalam memeriksa suatu perkara bersikap pasif.


Artinya, ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang
diajukan kepada hakim ditentukan oleh pihak yang
beperkara dan bukan oleh hakim.

Dengan kata lain, penggugat menentukan apakah ia


akan mengajukan gugatan, seberapa luas (besar)
tuntutan, juga tergantung para pihak
(penggugat/tergugat) suatu perkara akan dilanjutkan
atau dihentikan, misalnya lewat perdamaian atau
gugatan dicabut. Semua tergantung para pihak, bukan
pada hakim.

Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan


menilai siapa di antara para pihak yang berhasil
membuktikan kebenaran dalilnya dan mana yang
benar dari dalil yang dikemukakan tersebut.

5. Hakim Aktif
Hakim harus aktif sejak perkara dimasukkan ke
pengadilan, dalam artian untuk memimpin sidang,
melancarkan jalannya persidangan, membantu para
pihak mencari kebenaran, sampai dengan
pelaksanaan putusan (eksekusi).

Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang


menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut
atau mengabulkan lebih dari yang dituntut
sebagaimana dimaksud Pasal 178 ayat (2) dan
(3) HIR, Pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg.

Adapun asas hakim pasif dan aktif dalam hukum acara


perdata disebut dengan verhandlungsmaxime.

Meskipun hakim bersifat pasif (tidak menentukan


luasnya pokok perkara), bukan berarti hakim tidak
berbuat apa-apa. Sebagai pimpinan sidang, hakim
harus aktif memimpin jalannya persidangan,
menentukan pemanggilan, menetapkan hari sidang,
karena jabatan memanggil sendiri saksi (apabila perlu),
serta memerintahkan alat bukti untuk disampaikan di
depan persidangan.

6. Persidangan Bersifat Terbuka Untuk Umum


Setiap orang diperbolehkan untuk hadir dan
mendengarkan pemeriksaan di pengadilan saat sidang
perkara perdata.

7. Mendengar Kedua Belah Pihak

Dalam penanganan perkara perdata, hakim wajib


memberikan kesempatan yang sama bagi kedua belah
pihak yang bersengketa untuk melakukan pembelaan.
Asas ini berdasarkan pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
berbunyi: “(1) Pengadilan mengadili menurut hukum
dengan tidak membeda-bedakan orang.”

8. Putusan Harus Disertai Alasan-Alasan

Alasan-alasan yang mendasari putusan di perkara


perdata perlu ada sebagai pertanggungjawaban hakim
atas putusannya terhadap para pihak, masyarakat,
pengadilan yang lebih tinggi, dan ilmu hukum.

9 Beracara Dikenakan Biaya

Pihak yang berperkara dikenakan biaya kepaniteraan,


panggilan, pemberitahuan, dan materai.

10 Tidak Ada Keharusan Mewakilkan

Setiap orang yang berkepentingan di perkara perdata


dapat melewati dan menjalani pemeriksaan di
persidangan secara langsung. Di sisi lain, para pihak
juga dapat diwakili oleh pengacara selama beracara di
muka Pengadilan.
11.Peradilan bebas dari campur tangan pihak-
pihak diluar kekuasaan kehakiman.
Kebebasan dalam melaksanakan wewenang judiciel
menurut UU No. 14 tahun 1970 yang diubah menjadi
UU No. 4 tahun 2004 tidak mutlak sifatnya, karena
tugas daripada hakim adalah untuk menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dengan
jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar hukum
serta asas-asas yang menjadi landasannya, melalui
perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga
keputusannya mencerminkan perasaan keadilan
bangsa dan rakyat Indonesia.

12.Hakim Harus Memutus Semua Tuntutan


Selain asas hukum acara perdata bahwa hakim harus
menunjuk dasar hukum dalam putusan, hakim harus
memutus semua tuntutan penggugat. Hakim tidak
boleh memutus lebih atau lain dari pada yang dituntut.

Ini dikenal dengan iudex non ultra petita atau ultra


petita non cognoscitur adalah hakim hanya
menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan
tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya.

Misalnya penggugat mengajukan tuntutan agar tergugat


dihukum mengembalikan utangnya, tergugat dihukum
membayar ganti rugi, dan tergugat dihukum membayar
bunga. Maka, tidak ada satu pun dari tuntutan tersebut
yang boleh diabaikan hakim.

Anda mungkin juga menyukai