Anda di halaman 1dari 9

Pembagian Hukum Acara Berdasarkan Wilayah:

a. Jawa dan Madura  HIR


b. Luar Jawa dan Madura  R.bg.

Asas peradilan Perdata:


Pasal 2 ayat 4 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:
Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan

Penggugat:
Subyek Hukum (orang atau badan hukum) yang “merasa” haknya dilanggar oleh pihak lain. Kalau
subyek hukum tidak “merasa” ada haknya yang terganggu, maka dia tidak akan mengajukan gugatan
terhadap pihak lain.

Tergugat:
Subyek Hukum (orang atau badan hukum) yang dianggap melakukan pelanggaraan terhadap hak-hak
pihak lain atau tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain, baik itu berdasarkan perjanjian maupun
berdasarkan undang-undang.

Gugatan dan Permohonan


1. Gugatan (Contentiosa)
 Ada Sengketa
 Dua belah pihak atau lebih
 Produk Hukum berupa Putusan
 Ada tahap jawaban, replik, duplik dan kesimpulan
 Keputusan Hakim dapat bersifat deklaratoir, constitutif, dan condemnatoir
 Mengenal asas nebis in indem
 Ditangani oleh Majelis Hakim

2. Permohonan (Voluntaria)
 Ada Sengketa
 Satu pihak
 Produk Hukum berupa Penetapan
 Tidak ada tahap jawaban, replik, duplik dan kesimpulan
 Keputusan Hakim hanya bersifat deklaratoir
 Tidak Mengenal asas nebis in indem
 Ditangani Hakim Tunggal

Pengajuan Gugatan
1. Secara Tertulis (Pasal 118 HIR)
2. Secara Lisan (Pasal 120 HIR)Ketua Pengadilan Negeri membuat atau menyuruh dibuat
gugatan dimaksud

Kompetensi Pengadilan :
1. Kompetensi Absolut
Berkaitan dengan pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan
Contoh :
a. Peradilan Umum berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara perdata dan
pidana sesuai ketentuan perundang-undangan.
b. Peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara antara orang-
orang yang beragama islam
c. Peradilan militer berwenang memutus perkara tindak pidana militer
d. Peradilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa, mengadili dan memutus sengketa
tata usaha negara.

2. Kompetensi Relatif
Berkaitan dengan pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa.
Contoh:
Berdasarkan Reglemen indonesia yang Diperbarui:
a. Tempat tinggal Tergugat (Pasal 118 ayat 1 HIR);
b. Tempat tinggal salah satu Tergugat (jika terdapat beberapa Tergugat) yang dipilih oleh
Penguggat (Pasal 118 ayat 2 HIR);
c. Tempat tinggal Penggugat atau salah satu Penggugat, jika tempat tinggal Tergugat tidak
diketahui (Pasal 118 ayat 3 HIR);
d. Tempat benda tidak bergerak terletak, apabila perkara mengenai sengketa atas benda
tidak bergerak (Pasal 118 ayat 3 HIR);
e. Tempat kedudukan yang dipilih oleh para pihak, bila atas perkara tersebut telah
ditentukan pilihan hukum (Pasal 118 ayat 4 HIR)

Actor Sequitur Forum Rei = Tergugat digugat di tempat tinggalnya si tergugat

Kumulasi Gugatan dan Penggabungan perkara (voeging van zaken) tidak diatur dalam HIR akan tetapi
dalam Pasal 134 dan 135 RV
 Penggabungan gugat hanya diperkenankan sepanjang masih dalam batas-batas tertentu, yaitu
apabila pihak penggugat dan tergugat masih itu-itu juga orangnya.
 Tidak diperkenankan apabila gugatan diajukan terhadap seseorang dalam dua kualitas
 Untuk menggabungkan perkara dijatuhkan putusan sela, yang disebut putusan insidentil

Asas-asas Hukum Acara Perdata :


1. Hakim Bersifat Menunggu
 Inisiatif untuk mengajukan gugatan diserahkan kepada mereka yang berkepentingan

2. Hakim Pasif
 Hakim dalam memeriksa perkara bersifat pasif
 Ruang Lingkup atau Luas Pokok Sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada
asasnya ditentukan oleh pihak-pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim
 Hakim mengejar kebenaran formal, yakni kebenaran yang hanya didasarkan bukti-bukti yang
diajukan di depan persidangan, tanpa harus disertai keyakinan hakim.

3. Hakim Aktif
 Dalam beracara dengan HIR/RBg. Hakim harus aktif sejak perkara dimasukkan ke pengadilan,
memimpin sidang, melancarkan jalannya persidangan, membantu para pihak dalam mencari
kebenaran, penjatuhan putusan sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi)
 Karena dalam HIR/Rbg. Tidak ada keharusan menunjuk kuasa hukum.

4. Sidang Pengadilan Terbuka Untuk Umum


 Setiap orang dibolehkan menghadiri dan mendengarkan pemeriksaan perkasa di persidangan
 Pasal 13 ayat 1 UU No.48 tahun 2009 putusan hakim diumumkan di sidang yang terbuka
untuk umum, tidak dipenuhinya syarat ini mengakibatkan putusan tidak sah dan tidak
mempunyai kekuatan hukum, dengan akibat putusan batal demi hukum

5. Mendengar Kedua Belah Pihak


 Kedua belah pihak harus diberlakukan sama, tidak memihak, dan didengar bersama-sama
(asas audi et alteram partem atau eines mannes rede ist keines mannes rede, man sol sie
horen ale beide)
 Hakim tidak boleh menererima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar apabila lawan
tidak didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
 Pengajuan alat bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak
(pasal 158 ayat 1 dan 2)

6. Putusan Harus Disertai Alasan-alasan


 Putusan hakim harus memuat alasan-alasan putusan yang menjadi dasar untuk mengadili
(Pasal 23 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, Pasal 184 ayat (1) HIR, Pasal 195.RBg, 61
Rv)
 Alasan-alasan merupakan pertanggungjawaban hakim dari pada putusannya terhadap
masyarakat
 Putusan yang tidak lengkap atau kurang pertimbangannya (onvoldoende gemotiveerd)
merupakan alasan untuk kasasi dan putusan demikian harus dibatalkan.

7. Hakim Harus Menunjuk Dasar Hukum Putusannya


 Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang ditujukan
kepadanya
 Larangan untuk menolak memeriksa perkara disebabkan adanya anggapan bahwa hakim
tahu akan hukumnya (ius curia novit).
 Seandainya dalam suatu perkara hakim tidak menemukan hukum tertulis, maka Hakim wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal
27 UU No 14 tahun 1970)
 Hakim karena jabatan wajib menambah dasar-dasar hukum yang tidak dikemukakan oleh
para pihak (Pasal 178 ayat 1 HIR, 189 (1) RBg)

8. Hakim Harus memutus Semua Tuntutan


 Hakim harus memutus tuntutan dari pihak (Pasal 178 ayat 2 HIR, 189 (2) RBg)
 Hakim tidak boleh memutus lebih atau lain dari pada yang dituntut (Pasal 178 ayat 3 HIR, 189
ayat (3) HIR)

9. Beracara Dikenakan Biaya


 Seseorang yang akan berperkara di pengadilan pada asasnya dikenakan biaya (Pasal 182.183
HIR, 145 (4), 192-194 Rbg)
 Yang tidak mampu dapat dapat mengajukan perkara secara Cuma-Cuma (prodeo) dengan
melampirkan surat keterangan tidak mampu dari instansi yang berwenang (camat) dan
disetujui Ketua Pengadilan Negeri.

10. Tidak Ada keharusan Mewakilkan


 HIR tidak mewajibakan orang untuk mewakilan kepada orang lain .

Gugatan Wanprestasi dan Perbuatan Melanggar Hukum


1. Wanprestasi (Pasal 1238 Junto Pasal 1243)
 Didasarkan pada perikatan yang lahir karena suatu perjanjian
 Menurut Subekti unsur-unsurnya :
 Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
 Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
 Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
 Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

2. Perbuatan Melanggar Hukum (onrechtmatige daad)


 Didasarkan pada perikatan yang lahir karena suatu ketentuan peraturan perundang-
undangan
 Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata
 Unsur-unsurnya :
 Adanya suatu perbuatan;
 Perbuatan tersebut melawan hukum;
 Adanya kesalahan dari pihak pelaku;
 Adanya kerugian bagi korban;
 Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Tiga jenis bunga, dalam hukum Indonesia:


1. Bunga Moratoir
Ganti Rugi dalam wujud sejumlah uang sebagai akibat dari tidak, atau terlambat dipenuhinya
perikatan yang berisi kewajiban pembayaran sejumlah uang oleh debitur (besarnya 6%)
2. Bunga Konventional
Bunga yang diperjanjikan oleh para pihak dalam suatu perjanjian.
3. Bunga Kompensatoir
Semua Bunga yang bukan bunga Moratoir dan Bunga Konventional.
Beda bunga Moratoir dan Kompensatoir  bunga moratoir tidak perlu dibuktikan adanya
kerugian oleh kreditur  bunga kompensatoir harus ada kerugian atau dianggap ada

Yang dapat dituntut kreditur, apabila debitur lalai (Pasal 1246 KUHPer)
1. Ganti Rugi
2. Biaya
3. Bunga

Gugur dan Perstek


1. Gugur (Pasal 124 HIR)
 Jikalau Penggugat walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap PN pada hari yang
ditentukan, dan tidak menyuruh orang lain menhadap selaku wakilnya, maka gugatannya
dipandang gugur dan si penggugat diuhukum membayar biaya perkara
 Apabila gugatan digugurkan, maka dibuatlah suatu putusan dan penggugat dihukum
membayar biaya perkara, dan ia diperkenankan untuk mengajukan gugatannya sekali lagi
setelah terlebih dahulu membayar biaya perkara (kekurangannya) dan membayar persekot
untuk perkaranya yang berbaru.

2. Perstek (Pasal 125 HIR)


 Perstek adalah pernyataan, bahwa tergugat tidak hadir meskipun ia menurut acara harus
datang. Perstek hanya dapat dinyatakan, apabila pihak tergugat kesemuanya tidak datang
menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila perkara diundurkan sesuai dengan Pasal
126 HIR, juga pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi.
 Apabila tergugat atau para tergugat pada sidang yang pertama hadir dan pada sidang-sidang
berikutnya tidak hadir atau apabila tergugat atau para tergugat pada sidang pertama tidak
hadir, lalu hakim mengundurkan sidang berdasarkan Pasal 126 HIR, dan pada sidang yang
kedua itu tergugat atau para tergugat hadir dan kemudian pada sidang-sidang selanjutnya
tidak hadir lagi, maka perkara akan diperiksa menurut acara biasa dan putusan dijatuhkan
secara contradictoir
 Putusan Perstek yang mengabulkan gugat diharuskan adanya syarat-syarat sebagai berikut :
1) Tergugat atau para tergugat kesemuanya tidak datang pada hari sidang yang telah
ditentukan;
2) Ia atau mereka tidak mengirimkan wakil/ kuasanya yang syah untuk menghadap;
3) Ia atau mereka kesemuanya telah dipanggil dengan patut;
4) Petitum tidak melawan hak;
5) Petitum beralasan.
 Putusan Contradictoir  tidak diperkenankan melakukan perlawanan
 Putusan Perstek  dapat diajukan perlawanan

Pasal 126 HIR memberi kebebasan kepada hakim, apabila ia menganggap perlu, untuk apabila pada
sidang pertama baik penggugat maupun tergugat kesemuanya atau salah satu dari mereka tidak
datang, mengundurkan sidang dan memerintahkan lagi untuk memanggil pihak atau pihak-pihak yang
tidak datang sekali lagi.
Kebebasan yg diberikan kepada Hakim berdasarkan Pasal 126 HIR tersebut berarti bahwa tidak ada
keharusan untuk menjatuhkan suatu putusan perstek atau putusan gugur, meskipun pihak tergugat
kesemuanya atau penggugat kesemuanya tidak datang

Perlawanan (terhadap Perstek)


 Perlawanan (Verzet) terhadap Perstek hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara, tidak
boleh oleh pihak ketiga.
 Perlawanan terhadap putusan Perstek , diajukan seperti mengajukan surat gugat biasa, dalam hal
ybs but ahuruf dapat mengajukan perlawanan berdasarkan Pasal 129 HIR
 Tenggang waktu mengajukan perlawanan :
1) Dalam waktu 14 hari setelah putusan perstek diberitahukan kepada pihak yang dikalahkan
itu sendiri;
2) Sampai hari kedelapan stelah teguran dimaksud pasal 196 HIR
3) Kalau ia tidak datang waktu ditegur, sampai hari kedelapan setelah sita eksekutorial (Pasal
197 HIR)
 Perlawanan menangguhkan ekseskusi, kecuali apabila putusan perstek itu telah dijatuhkan
dengan ketentuan Pasal 180 HIR (Keputusan dapat dijalankan lebih dahulu biarpun ada
perlawanan atau banding)
 Perlawanan terhadap putusan perstek hanya dapat diajukan sekali saja, terhadap putusan perstek
yang kedua hanya diperkenankan mengajukan permohonan banding

Mediasi (Perdamaian)
 Pasal 130 ayat 1 HIR : Hakim sebelum memeriksa perkara perdata harus berusaha untuk
mendamaikan kedua belah pihak, malahan usaha perdamaian itu dapat dilakukan sepanjang
proses berjalan, juga dalam taraf banding
 Apabila hakim berhasil untuk mendamaikan kedua pihak maka dibuat akta perdamaian dari kedua
belah pihak dihukum untuk mentaati isi dari akta perdamaian tersebut.
 Akta perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu putusan hakim yang biasa yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde)
 Pasal 130 ayat 3 HIR  terhadap putusan perdamaian tidak diperkenankan untuk mengajukan
banding atau kasasi.
 Seandainya suatu waktu diajukan kembali persoalan yang sama (yang sudah dibuat akta
perdamaian) oleh salah satu pihak atau ahli warisnya maka gugatan akan dinyatakan “nebis in
idem” dan karenanya dinyatakan tidak dapat diterima

Hak tergugat untuk mengajukan bantahan terhadap gugatan, dapat diajukan melalui :
1) Eksepsi, yaitu tangkisan tergugat atas surat gugatan penggugat, baik yang bersifat prosesuil
maupun materiil;
2) Konvensi (Jawaban), yaitu jawaban tergugat atas pokok/ fundamentum petenti gugatan
penggugat;
3) Rekonvensi, yaitu gugatan balik dari tergugat kepada penggugat

Eksepsi
 Eksepsi prosesuil :
a. eksepsi terkait kompetensi absolut pengadilan negeri
b. eksepsi terkait kompetensi relatif pengadilan negeri

1. Eksepsi diluar eksepsi kompetensi, antara lain:


a) Eksepsi terhadap surat kuasa khusus yang tidak sah;
b) Eksepsi error in persona (cacat subyek pada gugatan, mis: penggugat tidak memiliki
hak untuk menggugat, salah menarik tergugat, atau kurang pihak)
c) Eksepsi nebis in idem ,suatu perkara telah diajukan untuk kedua atau berulang,
padahal perkara telah ditolak putusan sebelumnya
d) Eksepsi obscuur libel, gugatan penggugat tidak terang, mis: dasar hukum tidak jelas,
objek sengketa tidak jelas, petitum tidak jelas

2. Eksepsi materiil, antar lain


a) Exeptio dilatoria, yaitu eksepsi bahwa gugatan penggugat masih prematur;
b) Exeptio peremptoria, eksepsi yang bermaksud menyingkirkan gugatan antara lain:
1) Exeptio temporis, yaitu daluarsanya gugatan
2) Exeptio non pecuniae numeratae, sangkalan tergugat bahwa uang yang
dijanjikan untuk dibayar kembali tidak pernah diterimanya
3) Expetio doli mari, keberatan mengenai penipuan yang telah dilakukan dalam
perjanjian
4) Exeptio matus, gugatan penggugat bersumber dari perjanjian yang
mengandung paksaan
5) Exeptio non adimpleti contractus, seseorang tidak berhak menggugat apabila
dia sendiri tidak memnuhi apa yang menjadi kewajibannya (perjanjian timbal
balik)
6) Exeptio Dominii, obyek barang yang digugat bukan milik penggugat
7) Exeptio litis pendentis, sengketa yang digugat sama dengan perkara yang
sedang diperiksa oleh pengadilan.

 Eksepsi kekuasaan relatif tidak diperkenankan diajukan setiap waktu, melainkan harus diajukan
pada permulaan sidang, yaitu sebelum tergugat menjawab pokok perkara.
 Eksepsi kekuasaan absolut dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan perkara berlangsung
 Apabila Eksepsi ditolak karena tidak beralasan maka dijatuhkan putusan sela dan dalam putusan
tersebut sekalian diperintahkan agar supaya kedua belah pihak melanjutkan perkara tersebut.
 Menurut Pasal 136 HIR eksepsi selain yang menyangkut kekuasaan hakim absolut dan relatif, harus
dibahas dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara

Konvensi (Jawaban)
Konvensi dalam jawaban atas pokok perkara dapat dilakukan dalam 3 hal yaitu:
1. Pengakuan, baik atas sebagian atau seluruh gugatan
2. Membantah dalil gugatan, yang mencakup:
a. Bantahan atas kebenaran dalil gugatan;
b. Bantahan atas kejadian atau fakta;
c. Melumpuhkan kekuatan pembuktian.
3. Tidak memberi pengakuan maupun bantahan

Rekonvensi
 Gugatan Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam
sengketa yang sedang berjalan diantara mereka
 Gugatan Rekonvensi diajukan bersama-sama dengan jawaban.
 Guagatan Rekonvensi dapat diajukan dalam setiap perkara, pengecualiannya adalah 4 hal dalam
pasal 132a HIR:
1) Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat, sedang gugat balasan itu mengenai dirinya
sendiri dan sebaliknya;
2) Jika pengadilan negeri kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh karena
berhubungan dengan pokok perselisihan, memeriksa gugat balasan;
3) Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan;
4) Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimasukkan gugat balasan, maka dalam tingkat
banding tidak boleh memajukan gugatan balasan
 Gugat asal maupun gugat balasan pada umumnya diselesaikan secara sekaligus dengan satu
putusan
 Sehubungan dengan putusan gugat balasan, permohonan pemeriksaan banding kepada
pengadilan tinggi dapat diajukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan terhadap putusan
pengadilan negeri yang telah memutus perkara itu, baik untuk putusan dalam konvensi maupun
dalam rekonvensi
 Fungsi Gugat Rekonvensi :
1) Menghemat ongkos perkara;
2) Mempermudah pemeriksaan;
3) Mempercepat penyelesaian sengketa;
4) Menghindari putusan yang saling bertentangan

PERIHAL PEMBUKTIAN
 Hal-hal atau keadaan-keadaan yang telah diketahui khalayak ramai tidak harus dibuktikan (fakta
notoir)
 Pasal 163 HIR : “Barang siapa mengatakan mempunyai barang suatu hak, atau mengatakan suatu
perbuatan untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain, haruslah
membuktikan hak itu atau adanya perbuatan itu” asas “siapa yang mendalilkan sesuatu dia
harus membuktikannya”
 5 macam alat bukti (Pasal 164 HIR):
1) bukti surat;
2) bukti saksi
3) persangkaan
4) pengakuan
5) sumpah

 Bukti Surat :
 3 macam surat :
a) surat biasa
 surat biasa dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan bukti
b) akta otentik
 akta dibuat dengan sengaja, untuk dijadikan bukti
 akta otentik, yaitu surat yang diperbuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang
berkuasa akan membuatnya.
c) akta di bawah tangan
 Akta di bawah tangan kebalikan dari akta otentik, mis:surat perjanjian hutang-
piutang
 Akta Otentik mempunyai 3 macam kekuatan pembuktian:
a) Kekuatan pembuktian formil  membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah
menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
b) Kekuatan pembuktian materiil  membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar
peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi
c) Kekuatanmengikat  membuktikan antara pihakdan pihak ketiga, bahwa pada tanggal
tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi
dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut

 Bukti Saksi :
 Pasal 171 ayat 2 HIR : yang dapat diterangkan oleh saksi hanyalah apa yang ia lihat, dengar
atau rasakan sendiri, lagipula tiap-tiap kesaksian harus disertai alasan-alasan apa sebabnya,
dan bagaimana sampai ia mengetahui hal-hal yang diterangkan olehnya, perasaaan atau
sangka yang istimewa, yang terjadi karena akal, tidak dipandang sebagai penyaksian.
 Seorang saksi dilarang untuk menarik kesimpulan

 Pasal 145 HIR :


1) Yang tidak dapat didengar sebagai saksi, adalah :
a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan lurus dari salah satu
pihak;
b. Suami atau isteri salah satu pihak, meskipun telah bercerai
c. Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa mereka sudah
berumur lima belas tahun;
d. Orang gila, walaupun kadang-kadang ingatannya terang.
2) Akan tetapi keluarga sedarah atau keluarga semenda tidak boleh ditolak sebagai saksi
karena keadaan itu dalam perkara tentang keadaan menurut hukum sipil daripada orang
yang berperkara atau tentang suatu perjanjian pekerjaan
3) Orang yanng tersebut dalam pasal 146 (1) a dan b, tidak berhak minta mengundurkan
diri daripada memberi kesaksian dalam perkara yang tersebut dalam ayat di muka.
4) Pengadilan negeri berkuasa akan mendengar diluar sumpah anak-anak atau orang gila
yang kadang-kadang terang ingatannya, akan tetapi keterangan mereka hanya dipakai
selaku penjelasan saja

 Pasal 146 HIR


Yang boleh mengundurkan diri untuk memberikan kesaksian, adalah :
a) Saudara laki-laki dan saudara perempuan, ipar laki-laki dan ipar perempuan dari salah
satu pihak;
b) Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus, dan saudara laki-laki dan perempuan
dari laki atau siteri salah satu pihak;
c) Sekalian orang yang karena martabatnya, pekerjaan atau jabatan syah diwajibkan
menyimpan rahasia, akan tetapi hanya semata-mata mengenai pengetahuan yang
diserahkan kepadanya karena martabat, pekerjaan atau jabatannya itu

 Anak yang belum mencapai umur 15 tahun dilarang didengar sebagai saksi, kecuali telah
menikah
 Keterangan anak belum 15 tahun dan keterangan orang gila yang kadang terang ingatannya
hanya dapat dipakai untuk menyusun persangkaan

 Persangkaan :

Anda mungkin juga menyukai