Fungsi umum :
- Mengatur hidup kemasyarakatan atau
menyelenggarakan ketertiban dalam masyarakat.
Fungsi khusus :
• Melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan
yang memperkosanya dengan sanksi yang berupa
pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan
dengan sanksi yang terdapat pada cabang-cabang
hukum lain.
• Obat terakhir (ultimum remidium)
• Mengiris daging sendiri atau pedang bermata dua.
• Accessoir terhadap bidang hukum lain.
KAITAN HUKUM PIDANA
DENGAN BIDANG HUKUM
LAIN
Perbedaan Hukum Publik dengan
Hukum Privat
Hukum Publik Hukum Privat
- Mengatur hubungan yang sub - Mengatur hubungan yang
ordinair, membawahi dimana kedudukannya sejajar, yakni
terdapat hirarchi antara negara antara penduduk dengan tidak
dan penduduk. memperhatikan tingkat
- Mengatur kepentingan umum. kedudukannya di dalam
- Harus dipertahankan oleh alat masyarakat, tingkat
negara. intelektualnya,dst.
- Berlaku umum (ius commune). - Mengatur kepentingan
perorangan.
- Yang ingin
mempertahankannya
diserahkan kepada orang yang
berkepentingan sendiri.
- Menurut Mr.Hk.Hamaker,
hukum perdata merupakan
hukum khusus (ius speciale)
Ilmu Hukum Pidana dengan
Kriminologi
• Ilmu Hukum Pidana • Kriminologi
• Objek: hukum pidana • Objek: Kejahatan sebagai
gejala masyarakat,
positif yang berlaku
kejahatan yg secara
pada suatu saat di konkret terjadi dalam
suatu negara masyarakat dan orang yg
• Tujuan: Agar para melakukan kejahatan
penegak hukum • Tujuan: untuk memahami
dapat menerapkan sebab-sebab terjadinya
kejahatan serta upaya-
hukum pidana secara upaya
adil dan tepat penanggulangannya
CATATAN
Pasal V Peraturan Peralihan UU No. 1 Tahun 1946
tentang KUHP temporer (tidak tetap) negatif, fiktif
Sifatnya dapat befungsi sebagai regulator dan toet steen
terhadap peraturan lama dalam KUHP dengan
mengambil kriteria peraturan hukum pidana yang :
a. Seluruhnya atau sebagian tidak dapat dijalankan
sekarang.
b. Bertentangan dengan kedudukan RI sebagai negara
merdeka.
c. Tidak mempunyai arti lagi.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), jenis-jenis pidana
diatur dalam Pasal 10, yang meliputi:
a. Pidana Pokok:
- Pidana mati;
- Pidana penjara;
- Pidana kurungan;
- Pidana denda;
b. Pidana Tambahan:
- Pencabutan hak-hak tertentu;
- Perampasan barang-barang tertentu;
- Pengumuman putusan hakim.
BAB II
HUKUM PIDANA DI INDONESIA
• Induk peraturan hukum pidana Indonesia
terdapat dalam KUHP (Wetboek Van Strafrecht
Voor Nederlansch Indie), karena semua
ketentuan hukum pidana tunduk pada buku ke
satu KUHP.
• Salinan KUHP Belanda 1886 = berlaku di
Indonesia 1 Januari 1918 = asas konkordansi.
• Setelah Indonesia merdeka telah diadakan
perubahan-perubahan, didasarkan pada UU
No.1 Tahun 1946.
• Setelah Indonesia kembali menjadi
Negara kesatuan,berlaku 2 KUHP.
Pertama KUHP menurut UU No.1 tahun
1946 dan kedua Wetboek Van Strafrecht
Voor Nederlansch Indie yang telah
mengalami beberapa perubahan.
• UU No. 73 tahun 1958: KUHP yang
berlaku adalah KUHP berdasarkan UU
No. 1 tahun 1946.
• Juga diakui berlakunya hukum pidana
tidak tertulis, yaitu hukum pidana adat.
ASAS LEGALITAS
Milda Istiqomah
BAB III
ASAS LEGALITAS
• Berpangkal pada asas liberalisme /
individualisme
• Diperjuangkan oleh Montesquiue (1689-1755),
dan disempurnakan oleh Von Feuerbach (1775-
1833) “Nullumdelictum nullapoena sina pravia
lege” = tidak ada tindak pidana, tidak ada pidana
tanpa peraturan terlebih dahulu.
• Pertama kali dirumuskan dalam Pasal 8
Declaration des droits de I’homme et ductoyen
(1979)
Dalam KUHP Tercantum Dalam:
A. Asas Teritorialitet
Menurut asas teritorialitet
berlakunya hukum pidana
didasarkan pada tempat
terjadinya tindak pidana, dalam
wilayah berlakunya hukum
pidana yang bersangkutan. (
Pasal 2 KUHP )
Asas Teritorialitet
• Pasal 2 KUHP: setiap orang adalah…,
wilayah indonesia meliputi…,
• Asas ini diperluas dengan ketentuan pasal
3 KUHP
• Berdasarkan UU No. 4 tahun 1976,
ketentuan pasal 3 KUHP diperluas
sehingga meliputi kendaraan air dan
pesawat udara.
B. Asas Personalitet (Asas Nasional Aktif)
1. Kemampuan
1. Perbuatan bertanggung jawab
(manusia); (Ps. 44 );
2. Memenuhi 2. Adanya hubungan
rumusan UU; batin baik berupa
3. Bersifat dolus/culpa;
melawan
3. Tiada alasan pemaaf.
hukum;
4. Tiada alasan
pembenar.
Aliran Monistis
Simon: E. Mezger
• Perbuatan manusia • Perbuatan dalam arti
(positif/negatif) yang luas dari manusia
• Diancam dengan pidana • Sifat melawan hukum
• Melawan hukum • Dapat dipertanggung
• Dilakukan dengan jawabkan kepada
kesalahan seseorang
• Oleh orang yang mampu • Diancam pidana
bertanggungjawab
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Aliran Monistis
• Memandang semua syarat untuk menjatuhkan pidana
sebagai unsur tindak pidana.
• Aliran ini tidak memisahkan unsur yang melekat pada
perbuatannya (criminal act) dengan unsur yang melekat
pada orang yang melakukan tindak pidana (criminal
responsibility/criminal liability=pertanggungjawaban
dalam hukum pidana.
• Memandang bahwa strafbaar feit tidak dapat dipisahkan
dengan orangnya, dibayangkan bahwa dalam setiap
strafbaar feit selalu adanya si pembuat yang dapat
dipidana.
Simon, Hamel, Mezger,Karni,
Wiryono Prodjodikoro
Aliran Dualistis
Prof. Moelyatno HB. Vos
• Perbuatan • Kelakuan
(manusia); manusia
• Memenuhi • Diancam pidana
rumusan undang- WPJ Pompe
undang; • Perbuatan
• Bersifat melawan • Diancam pidana
dalam ketentuan
hukum. undang-undang
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Aliran Dualistis
• Memisahkan antara criminal act dengan criminal
responsibility, yang menjadi unsur tindak pidana menurut
aliran ini hanyalah unsur-unsur yang melekat pada
criminal act (perbuatan yang dapat dipidana)
• Memandang strafbaar feit semata-mata pada akibat dan
perbuatan yang dilarang
• Jika perbuatan yang dilarang telah dilakukan, baru
melihat pada orangnya, jika mempunyai kemampuan
bertanggungjawab, maka perbuatan itu dapat
dipersalahkan kepadanya.
H.B Vos, WPJ Pompe,
Moelyatno
Hazewingkel Suringa
Tidak menganut aliran monistis maupun dualistis :
• Unsur tingkah laku manusia;
• Unsur melawan hukum;
• Unsur kesalahan;
• Dalam tindak pidana materiel diperlukan adanya akibat
konstitutif;
• Beberapa tindak pidana diperlukan syarat tambahan
untuk dapat dipidana, yaitu keadaan yang terjadi setelah
terjadinya perbuatan yang diuraikan dlm uu yg justru
merupakan sifat tindak pidana itu;
• Beberapa tindak pidana memerlukan unsur keadaan
yang menyertai.
• Dalam praktek tidak pernah dipersoalkan
mengenai pembedaan tsb;
• Pada kenyataannya dalam rumusan t.p
tertentu ada rumusan yang
mencantumkan tentang unsur2 mengenai
diri pelaku ( mis.sengaja), sedangkan
mengenai kemampuan bertanggung
jawab, tidak pernah dicantumkan dalam
semua rumusan t.p;
• Kemampuan bertanggung jawab menjadi hal yang
sangat penting dlam hal penjatuhan pidana, bukan
dalam hal terjadinya tindak pidana. Untuk terwujudnya
t.p cukup dibuktikan terhadap semua unsur yang ada
pada t.p tsb;
• Jika hakim mempertimbangkan tentang tidak terbuktinya
salah satu unsur tindak pidana, tidak terwujudnya t.p
yang didakwakan, maka putusan hakim berisi
pembebasan dari segala dakwaan ( vrijspraak)
• Jika hakim mempertimbangkan bahwa pada diri
terdakwa terdapat ketidakmampuan bertanggung jawab
(psl 44 KUHP), amar putusan akan berisi “pelepasan
dari segala tuntutan hukum” (ontslag van
rechtsvervolging)
SUBJEK TINDAK PIDANA
Subjek hukum pidana = manusia (Psl 59 KUHP)
a. Rumusan tindak pidana dalam undang-
undang pada umumnya dimulai dengan
kata “barang siapa”
b. Jenis-jenis pidana dalam pasal 10 KUHP
hanya dapat dikenakan kepada manusia.
c. Dalam pemeriksaan perkara pidana
diperhatikan ada/tidaknya kesalahan
pada terdakwa menunjukkan yang dapat
dipertanggungjawabkan hanya manusia.
JENIS-JENIS TINDAK PIDANA
• Sistem KUHP: Kejahatan dan pelanggaran;
• Cara Perumusan: Tindak pidana formil dan tindak pidana
materiil;
• Macam Perbuatan: Tindak pidana commisionis, tindak
pidana omissionis, tindak pidana commissionis per
omissionem commissa;
• Bentuk Kesalahan: Tindak pidana dolus dan tindak pidana
kulpa;
• Perlu tidaknya pengaduan: Tindak pidana aduan dan
tindak pidana bukan aduan;
• Berat-ringannya pidana yang diancamkan:Tindak pidana
sederhana, tindak pidana diperberat, tindak pidana ringan.
Perumusan Tindak Pidana
Dalam merumuskan tindak pidana dikenal tiga
cara, yaitu :
a. Menguraikan atau menyebutkan satu persatu
unsur2 tindak pidana tanpa menyebutkan
kualifikasinya. Psl. 281, 305 KUHP;
b. Hanya menyebutkan kualifikasinya saja tanpa
menyebutkan unsur2nya. Psl. 351 KUHP;
c. Penggabungan cara pertama dan kedua, yaitu
menguraikan unsur2 tindak pidana sekaligus
menyebutkan kualifikasi tindak pidana yg
bersangkutan. Psl 338, 362 KUHP.
TEORI KAUSALITAS
• Kausalitas = Causalitet = Causa = sebab.
• Dimaksudkan untuk menentukan hubungan objektif
antara perbuatan (manusia) dengan akibat yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang.
• mempunyai arti penting dalam dlm t.p materiel dan t.p
yang dikualifikasikan oleh akibatnya.
• t.p materiel = unsur akibat konstitutif, perlu ditelusuri
apa yang menjadi sebab dari akibat konstitutif tsb, dan
siapa yang dapat dipertanggung jawabkan.
• teori kausalitas mempersoalkan apakah akibat yang
terjadi disebabkan oleh perbuatan petindak.
• Post hoc non propter hoc = suatu peristiwa yang terjadi
setelah peristiwa lain belum tentu merupakan akibat dari
peristiwa yang mendahuluinya.
Untuk mengatasi kesulitan dalam
memecahkan causalitet ini, dikenal
beberapa teori
MILDA ISTIQOMAH
• Kesengajaan merupakan salah satu
bentuk hubungan batin antara petindak
dengan perbuatannya.
• Dalam MvT, yang dimaksud dengan
sengaja adalah willens en weten; bahwa
seseorang yg melakukan perbuatan
dengan sengaja, harus menghendaki serta
harus mengerti akan akibat dari perbuatan
tsb
Teori-Teori Kesengajaan
a. Teori Kehendak (Willstheori) ; adalah
kehendak untuk mewujudkan unsur2 t.p
dalam rumusan UU
b. Teori pengetahuan atau membayangkan
( Voor stelling theorie) ; sengaja diartikan
sbg mengetahui atau membayangkan
akan timbulnya akibat perbuatannya.
Bentuk-Bentuk Kesengajaan
• Kesengajaan sebagai maksud ( opzet als
oogmerk); petindak memang bermaksud
menimbulkan akibat yang dilarang UU.
• Kesengajaan dengan sadar kepastian ( opzet
net zekerheids bewustzijn); di samping
bertujuan mencapai akibat yang dikehendaki
terjadi pula akibat yang tidak dikehendaki yang
pasti terjadi sebagai syarat untuk mencapai
akibat yang dikehendaki.
• Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (
voorwaarelijk opzet); menyadari kemungkinan
adanya akibat yang dilarang, dan kemudian
akibat itu benar2 terjadi.
Sifat Kesengajaan
• Kesengajaan berwarna; kesengajaan dalam
melakukan tindak pidana, tidak cukup hanya
menghendaki melakukan perbuatan, melainkan
petindak harus mengetahui bahwa
perbuatannya bersifat melawan hukum
Merupakan beban yang berat bg hakim, krn harus
membuktikan bhw terdakwa menyadari
perbuatannya bersifat melawan hukum.
Pandangan ini banyak ditinggalkan
• Kesengajaan tidak berwarna; terjadinya
kesengajaan cukup apabila petindak
menghendaki melakukan perbuatan yang
ternyata terlarang.
Hal-Hal yang Diliputi Kesengajaan
• Pada prinsipnya unsur-unsur yang harus
diliputi unsur sengaja adalah semua unsur
yang terletak di belakang unsur sengaja.
• Dalam MvT : “ unsur-unsur tindak pidana
yang terletak di belakang perkataan
opzetteijk (dengan sengaja) dikuasai atau
diliputi olehnya”.
Pembuktian Unsur Sengaja
• Membuktikan unsur sengaja tidak mudah,
karena sengaja merupakan sikap batin
seseorang.
• Digunakan teknik meng”objektifkan”kan
unsur sengaja itu dari keadaan lahir yang
tampak dari luar.
Rumusan Unsur Sengaja dlm UU
• Opzettelijk (dengan sengaja), pasal 333, 338,
372 KUHP;
• Wetende dat (sedang ia mengetahui), Pasal
279, 220 KUHP;
• Waarvan hij weet (yang ia ketahui), pasal 480
KUHP;
• Met het oogmerk ( dengan maksud), pasal 362
KUHP;
• Tegen beter weten in (bertentangan dengan apa
yang diketahui) Pasal 311 KUHP
Jenis-Jenis Kesengajaan
• Dolum premiditatus; suatu kesengajaan yang
disertai dengan rencana terlebih dahulu;
• Dolus determinatus dan indeterminatus;
didasarkan pd kepastian objeknya. Dolus
determinatus objeknya pasti orang tertentu,
dolus indeterminatus objeknya tidak pasti
ditujukan pd orang tertentu, misalnya
menembak ke arah kelompok orang yg sedang
unjuk rasa.
• Dolus altermatifus; kesengajaan yang ditujukan
kepada salah satu dari objek yang dipilih.
• Dolus indirectus; bhw semua akibat dari
perbuatan yang disengaja, diduga atau tidak
diduga, dianggap sebagai hal yang ditimbulkan
dengan sengaja.
• Dolus directus; kesengajaan ini tidak hanya
ditujukan kepada perbuatannya, tetapi juga
akibat dari perbuatannya itu.
• Dolus generalis; maksud petindak telah tercapai,
walaupun mungkin akibat itu bukan disebabkan
perbuatan petindak.
Kesesatan
• Kesesatan berarti adanya sikap batin petindak
yang salah kira mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan perbuatannya.
a. Error factie; kesesatan mengenai hal2 yang
berkaitan dengan perbuatannya. Tidak
mengakibatkan pemidanaan.
b. Error iuris; merupakan kesesatan di bidang
hukumnya. Mengakibatkan pemidanaan.
c. Error in objecto/in persona; bentuk kesesatan
mengenai objek dari tindak pidana
Kealpaan
Milda Istiqomah
• Merupakan bentuk kesalahan yang tidak berupa
kesengajaan akan tetapi juga bukan suatu
kebetulan;
• Dalam kealpaan, sikap batin seseorang
menghendaki melakukan perbuatan, tetapi
sama sekali tidak menghendaki terjadinya akibat
dari perbuatan tsb;
• Tidak ada niatan jahat dari petindak, namun
kealpaan tetap ditetapkan sebagai sikap batin
petindak yang memungkinkan pemidanaan.
MvT
• Pertimbangan: bahwa terdapat keadaan
yang sedemikian membahayakan
keamanan orang/barang, atau
mendatangkan kerugian terhadap
seseorang yang sedemikian besarnya dan
tidak dapat diperbaiki lagi.
Pengertian Kealpaan
• Van Hammel: • Simmons:
a. Tidak menduga- Tidak adanya kehati-
duga sebagaimana hatian dan tidak
diharuskan oleh menduganya akibat.
hukum;
b. Tidak mengadakan
kehati-hatian seperti
diharuskan oleh
hukum.
• Kealpaan yang dapat dipertanggungjawabkan
adalah culpa lata, kekurang hati-hatian yang
cukup besar. Ukuran untuk menentukan
kealpaan ini adalah sebagaimana ia harus
berbuat seperti orang pada umumnya.
• Kealpaan ringan (culpa levis) tidak dapat
dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana.
Ukuran kealpaan ringan adalah sikap hati-
hatinya orang yang sangat cermat.
Persamaan dan perbedaan
kesengajaan dan kealpaan
• Persamaan : kedua-duanya menunjuk
kepada arah yang keliru dari kehendak
atau perasaan.
• Perbedaan : mengenai keadaan jiwa dari
masing2 pembuat, bahwa faktor kehendak
yang ada pada diri si pembuat mulai dari
kehendak sebagai maksud sampai kepada
kealpaan yang disadari keadaannya
semakin lemah.
Tindak Pidana Pro Parte Dolus,
Pro Parte Culpa
• Adalah tindak pidana yang perumusannya
mengandung unsur kesengajaan dan
kealpaan seklaigus dalam satu pasal
dengan ancaman pidana yang sama.
• Pasal 480, 438, 287 KUHP dll
• 287 KUHP :” barang siapa bersetubuh ….,
padahal diketahui atau sepatutnya harus
diduga bahwa umurnya belum lima belas
tahun”
Kesalahan pada Pelanggaran
• Pada tindak pidana pelanggaran unsur
kesalahan tidak pernah dirumuskan dalam
UU;
• Dalam tindak pidana pelanggaran berlaku
ajaran perbuatan materiil ( feit materiil ),
yang terpenting bahwa telah terpenuhinya
perbuatan sebagaimana dirumuskan
dalam UU.
• Arrest pemilik perusahaan susu.
ALASAN PENGHAPUS
PIDANA
Milda Istiqomah
Alasan Penghapus Pidana
Alasan Pembenar
Keabshn
Persamaan: menjnlkn
Melaksanakan 1. Keduanya dsr
perinth ada pd
Undang-Undang uu
peniadaan pidana
(Psl. 50 KUHP) menghapuskan sifat
melawan hkmnya
perb; Kewenangn
Melaksanakan adlh pd
2. Boleh dilakukn
perintah perinth yg
sepanjang menjlnkan
jabatan yg sah kewengn berdsrkn diberkn bdsrkn
(Psl. 51 (1) pernth UU maupn UU sah
KUHP) perinth jabtn.
Daya Paksa
Relatif Keadaan
Darurat
Milda Istiqomah
Kasus I
A dendam pada X laki2 yg menyelingkuhi istrinya, dan
dengan motif itu A memutuskan kehendak utk menghabisi
nyawa X. Dipanggilnya seorang preman pasar yg bernama B
utk melaksanakan pembunuhan terhadap X, kesepakatan
terjadi dengan bayaran 50 juta. B tidak bertindak sendiri,
kemudian dia mengumpulkan 3 orang temannya utk
berembuk dalam hal pelaksanaannya dan pembagian
rejekinya. Pembagian tugas segera dilakukan, yakni B
bertindak sebagai pemimpin yg menentukan, C bertugas
sebagai pengintai. Atas hasil pengintaian C diperoleh
informasi bahwa X dan istri A sedang berselingkuh di sebuah
hotel di Batu. B memutuskan agar C,D dan E segera
melaksanakan pembunuhan. C menjadi supir sekaligus
berjaga-jaga di mobil, D mengetok pintu dan berjaga di pintu,
dan E dengan sepucuk pistol menodong X yg berlagak sbg
seorang petugas polisi dan segera membawanya pergi. Di
tengah hutan mereka berhenti, dan E menyeret X keluar
mobil, dan dlm keadaan tidak berdaya E menembak di kepala
X, dan matilah X. Yang selanjutnya D dan E melempar mayat
itu ke jurang.
PENYERTAAN
Terjadi apabila dalam suatu delict ( tindak pidana)
tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu
orang. ( Kertanegara)
Berasal dari pikiran Von Feuerbach, yg
membedakan penyertaan dalam dua jenis, yaitu:
1. Mereka yg langsung berusaha mll tindak pidana;
2. Mereka yg hanya membantu usaha dilakukannya
tindak pdana oleh mereka yang tersebut dalam
butir 1.
Untuk Menentukan Bentuk2
Penyertaan terdapat 2 Ajaran :
• Ajaran Subjektif;
Kriteria yang digunakan untuk menentukan
bentuk2 penyertaan ialah sikap batin mereka yg
terlibat dlm peyertaan.
• Ajaran Obyektif ;
Kriteria yg digunakan utk menentukan bentuk2
penyertaan ialah wujud dan luasnya perbuatan
yg dilakukan oleh masing2 orang yg terlibat dlm
penyertaan.
Sistem Pokok Pertanggungjawaban
dalam Penyertaan
1. Berasal dr Hukum Romawi:
Bahwa tiap2 peserta dipandang sama nilainya
dengan orang yang melakukan tindak pidana
sendirian.
2. Berasal dari Hukum Italia:
Tiap2 peserta tidak dipandang sama nilainya,
tetapi masing2 dibedakan menurut perbuatan yg
dilakukan, sehingga pertanggungjawabannya
berbeda satu sama lain, tergantung pada bentuk
dan luasnya perbuatan yang dilakukan dlm
mewujudkan tindak pidana itu.
Bentuk – Bentuk Penyertaan
• Pasal 55 KUHP: dipidana sebagai
pembuat (dader) suatu perbuatan pidana:
Ke 1 :
- Mereka yang melakukan (plegen);
- Yang menyuruh lakukan (doenplegen);
- Dan yang turut serta melakukan perbuatan
(medeplegen);
- Yang sengaja menganjurkan (uitloken).
Ke 2:
• Mereka yg dengan memberi atau
menjanjikan sesuatu;
• Dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat;
• Dengan kekerasan;
• ancaman atau penyesatan atau
memberikan sarana atau keterangan
Sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan Pasal 56 KUHP
• Pasal 56 KUHP: dipidana sbg pembantu
(medeplichtig) suatu kejahatan:
Ke 1 : mereka yg sengaja memberi bantuan
pd waktu kejahatan dilakukan
Ke 2 : mereka yg sengaja memberi
kesempatan, sarana atau keterangan
untuk melakukan kejahatan.
Dengan diketahuinya dua bentuk penyertaan,
maka dpt disimpulakn bahwa sistem hukum
pidana kita, dpt diketahui siapa2 yg dpt
membuat t.p dan atau terlibat dlm mewujudkan
t.p, yaitu:
1. Orang yg secara tunggal perbuatannya
mewujudkan t.p, yg disebut sbg pembuat
tunggal (dader);
2. Orang yg disebut dgn para pembuat
(mededader), yg dlm mewujudkan t.p terlibat
banyak orang sbgmn disebut dlm Psl.55;
3. Orang yg disebut dgn pembuat pembantu
(medeplichtige) sebagaimana yg diatur Psl. 56.
Mereka yang Melakukan ( Pleger)
• UU tidak menjelaskan lebih jauh tentang siapa
yang dimaksud dengan pleger;
• Kriteria : ialah perbuatannya telah memenuhi
semua unsur tindak pidana;
• Utk t.p formil, wujud perbuatan ialah sama
dengan perbuatan apa yang dicantumkan dlm
rumusan t.p;
• Dlm t.p materiil, perbuatan apa yang
dilakukannya telah menimbulkan akibat yang
dilarang oleh UU.
Mereka yang menyuruh melakukan
(Doen Pleger)
• Definisi dapat dicari dalam MvT, dapat diarik unsur2
dari pembuat penyuruh:
a. Melakukan t.p dengan perantaraan orang lain sbg alat
di dlam tangannya;
b. Orang lain itu berbuat:
1. Tanpa kesengajaan
2. Tanpa kealpaan
3. Tanpa tanggung jawab, oleh sebab keadaan yang
tidak diketahuinya, karena disesatkan dan karena
tunduk pada kekerasan.
Orang yang disuruh melakukan itu tidak dapat dipidana.
Mereka yang turut serta melakukan
( Medepleger )
• MvT : medepleger ialah setiap orang yang sengaja
berbuat dalam melakukan suatu tindak pidana.
• Van Hammel dan Trapman (pandangan sempit) : turut
serta melakukan terjadi apabila perbuatan masing2
peserta memuat semua unsur tindak pidana.
• Pandangan luas: tidak mensyaratkan bahwa perbuatan
pelaku peserta harus sama dengan perbuatan seorang
dader, tidak perlu memenuhi semua rumusan t.p, cukup
memenuhi sebagian saja dari rumusan t.p asalkan
kesengajaannya sama dengan kesengajaan dari
pembuat pelaksananya.
• Syarat yang harus dipenuhi bagi yang
turut melakukan:
a. Terdapat beberapa orang melakukan t.p,
masing2 ikut berbuat secara langsung;
b. Mereka yang terlibat melakukan t.p
harus mempunyai kesadaran bahwa
mereka bekerja sama.
Orang yang sengaja menganjurkan
( Pembuat penganjur : Uitlokker)
• Orang yang sengaja menganjurkan, tidak mewujudkan
tindak pidana secara materiil, tetapi melalui orang lain.
• Setiap perbuatan yg menggerakkan orang lain utk
melakukan t.p dgn cara2 yg disebut dlm pasal 55 ke 2
KUHP
• Unsur-unsurnya:
a. Pembujuk harus sengaja membujuk orang lain utk
melakukan t.p dgn menggunakan cara2 limitatif
b. Harus ada hubungan kausal antara upaya yg
digunakan penganjur dgn t.p yang dilakukan oleh
orang yg dianjurkan
c. Yang dibujuk telah melakukan/mencoba melakukan t.p
yg dianjurkan
d. Yg dibujuk dpt dipertanggungjawabkan atas t.p yg
dilakukan
Membantu Melakukan (Medeplichtiheid)
Pasal 56 KUHP
• Membantu:
a. Memberi bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan
b. Memberi bantuan kesempatan, sarana
atau keterangan untuk melakukan
kejahatan.
Perbedaan
Menganjurkan Membantu
Niat melakukan t.p berada pada pihak Niat melakukan t.p berada pada pihak
yang menganjurkan yang dibantu
Turut melakukan perbuatan Memberikan bantuan yang sifatnya
sebagaimana dirumuskan dlm UU memberikan pertolongan atau bantuan
GABUNGAN
atau CONCURSUS
Adalah pemeriksaan seorang terdakwa atau
lebih berdasarkan beberapa ketentuan pidana
yang telah dilanggarnya, secara bersama-sama
dalam satu perkara.
Kebalikan dari penyertaan adalah pemeriksaan
terhadap beberapa orang yang secara bersama-
sama melakukan suatu tindak pidana
SISTEM PEMIDANAAN
1. Absorbsi murni
Sistem pemidanaan yang pemidanaannya
didasarkan pada ancaman pidana terberat saja,
dimana seolah-olah ancaman pidana yang lebih
ringan sudah terserap oleh ancaman pidana
yang terberat.
2. Kumulasi murni
Sistem pemidanaan yang pemidanaannya
didasarkan pada semua pidana yang
diancamkan. Masing-masing pidana yang
diancamkan dijatuhkan.
3. Absorbsi dipertajam
Sistem pemidanaan yang pemidanaannya didasarkan
pada ancaman pidana terberat dari beberapa pidana
yang diancamkan ditambah dengan sepertiganya.
4. Kumulasi diperlunak
Sistem pemidanaan yang pemidanaannya didasarkan
pada semua pidana yang diancamkan pada beberapa
tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.
Masing2 ancaman pidana terhadap t.p yg telah
dilakukan harus diterapkan thd terdakwa, akan tetapi
jumlah pidana yg dijatuhkan itu tidak boleh melebihi
ancaman pidana yg terberat ditambah sepertiganya.
Penggunaan sistem pemidanaan dalam
gabungan didasarkan pada dua pertimbangan,
yaitu:
1. Pertimbangan psikologis dimana pemidanaan
yang berupa penjumlahan seluruh pidana yang
dijatuhkan kepada terpidana secara psikologis akan
dirasakan sangat berat. Menurut Saleh
pertimbangan ini tidak mempunyai dasar yang kuat
karena tidak memperhatikan prinsip penyesuaian.
2. Pertimbangan kesalahan dimana terdakwa belum
pernah mendapatkan koreksi atas kesalahannya
pada waktu melakukan tindakan pidana yang
pertama, sehingga kesalahan dlm melakukan tp yg
berikutnya dianggap lebih ringan.
JENIS-JENIS GABUNGAN
1. Gabungan Peraturan (concursus idealis)
pasal 63 KUHP
Ayat 1 → Jika suatu perbuatan masuk dalam
lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanya salah satu diantara aturan-
aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan
yang memuat ancaman pidana pokok yang
paling berat.
Ayat 2 → Jika suatu perbuatan yang masuk dalam
suatu aturan pidana yang khusus, maka hanya yang
khusus itulah yang dikenakan.
Pemidanaan dalam concursus idealis didasarkan pada
sistem absorbsi murni.
Milda Istiqomah
Residif diartikan sebagai seseorang yang
melakukan beberapa tindak pidana dan
diantara tindak pidana itu telah
mendapatkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.