Anda di halaman 1dari 10

Nama : Syarifah Nurul Aulia Latf Al-Bafadhal

Stambuk : D10120353

Setelah amandemen UUD 1945, lembaga-lembaga negara di Indonesia terdiri dari beberapa
lembaga diantaranya, yaitu :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR adalah lembaga negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sekarang ini
bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Ia adalah lembaga negara yang
sederajat dengan lembaga negara lainnya. Dengan tidak adanya lembaga tertinggi
negara maka tidak ada lagi sebutan lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi
negara. Semua lembaga yang disebutkan dalam UUD 1945 adalah lembaga negara.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana kedaulatan
rakyat oleh karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah para
wakil rakyat yang berasal dari pemilihan umum. MPR bukan pelaksana sepenuhnya
kedaulatan rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945
,perubahan ketiga bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut undang-undang dasar. Ketentuan mengenai keanggotaan MPR tertuang
dalam Pasal 2 Ayat (1) UUD 1945 sebagai berikut:
• Tugas dan Wewenang MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur
lebih lanjut dengan undang-undang. MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu :
➢ Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
➢ Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam
sidang paripurna MPR;
➢ Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk
memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya setelah
presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan
penjelasan di dalam sidang paripuma MPR;
➢ Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya;
➢ Memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya
dalam waktu enam puluh hari;
➢ Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan
dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden dan wakil presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden
dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga
puluh hari;
➢ Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.

2.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


• Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:
➢ Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
➢ Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)
➢ Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat
dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA
dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah)
➢ Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
➢ Menetapkan UU bersama dengan Presiden
➢ Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang
diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU

• Terkait dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang:


➢ Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden)
➢ Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak,
pendidikan dan agama
➢ Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang disampaikan oleh BPK
➢ Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun
terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara

• Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang :


➢ Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah
➢ Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD
(terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan dan agama)

• Tugas dan wewenang DPR lainnya, antara lain:


➢ Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat
➢ Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk:
(1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain;
(2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial.
➢ Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal:
(1) pemberian amnesti dan abolisi;
(2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain
➢ Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
➢ Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang
akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden
➢ Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga negara yang diakui secara
konstitusional dan dibentuk untuk mewakili aspirasi daerah. Aspirasi di tingkat
daerah tersebut akan berpengaruh pada pembentukan kebijakan atau pengambilan
keputusan politik di tingkat pusat. DPD sendiri merupakan lembaga negara yang lahir
setelah proses amandemen UUD 1945. Mengutip modul PPKN, DPD merupakan
wakil provinsi dan bagian dari keanggotaan MPR yang dipilih melalui pemilu di tiap
provinsi di Indonesia.

• Fungsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Berdasarkan Undang-Undang RI No.17


Tahun 2014, DPD memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1. DPD mengajukan RUU terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah kepada DPR
2. DPD ikut dalam pembahasan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
3. DPD berfungsi sebagai pemberi pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang
APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
4. Berfungsi sebagai pengawas atas pelaksanaan UU terkait otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama.

• Tugas dan Wewenang DPD Mengutip laman resmi DPR, kewenangan DPD diatur
dalam Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal tersebut, kewenangan
DPD di bidang legislasi adalah:
➢ Berwewenang dalam pengajuan RUU tertentu.
➢ Berwewenang untuk ikut membahas bersama DPR dan Pemerintah terhadap
penyusunan RUU tertentu.
➢ Berwewenang memberikan pandangan dan pendapat terhadap RUU tertentu
Berwewenang memberikan pertimbangan terhadap RUU tentang APBN dan RUU
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama, serta pengawasan
terhadap pelaksanaan UU tertentu Detail tugas dan wewenang DPD
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.17 Tahun
2014 adalah sebagai berikut:
1. Mengajukan RUU kepada DPR terkait dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lain, dan yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan hal no.1.
3. DPD bertugas dan berwewenang menyusun sekaligus menyampaikan daftar
inventaris masalah RUU yang berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan
dengan hal no.1.
4. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
5. DPD melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU terkait otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lain, pelaksanaan APBN,
pajak, pendidikan, dan agama.
6. DPD menyampaikan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada no.5
kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
7. DPD menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) sebagai bahan pertimbangan kepada DPR tentang RUU yang
berkaitan dengan APBN.
8. DPD dapat memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota
BPK.
9. DPD menyusun program legislasi nasional terkait otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.

4. Lembaga Kepresidenan
Dari awal kemerdekaan, lembaga kepresidenan di Indonesia menjadi satu-satunya
lembaga Negara yang pembentukannya tidak diatur dengan Undang-undang
tertentu dan hanya dalam batang tubuh Undang-undang Dasar sebelum terjadinya
Amandemen terhadap Undang-undang Dasar Tahun 1945,18 sehingga lazim disebut
sebagai masa executive heavy. Pasca terjadi perubahan Undang-undang Dasar
NRI Tahun 1945, terjadi perubahan yang sangat mendasar terkait dengan lembaga
kepresidenan, yang lazim disebut sebagai pergeseran konsep kekuasaan eksekutif
dari executive heavy menjadi legislative heavy. Terdapat beberapa catatan penting
terkait keberadaan lembaga Kepresidenan dalam konteks sistem presidensiil saat ini,
yakni pertama, perubahan cara pengisian jabatan kepresidenan, dari awalnya Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang memilih Presiden dan Wakil Presiden,20 menjadi
dipilih langsung oleh rakyat, sebagaimana perubahan Pasal 6 Ayat (1) UUD NRI 1945.
Kedua, terkait dengan kekuasaan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan, bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan di bidang perundang-
undangan,kekuasaan dibidang yudisial, dan kekuasaan dalam hubungan
luar negeri. Pada hakikatnya, lembaga kepresidenan adalah institusi atau organisasi
jabatan dalam sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945.

• Adapun kedudukan Presiden tersebut sebagaikepala Negara dan kepala


pemerintahan dalam sistem presidensiil. Dalam sistem pemerintahan presidensiil
terdapat beberapa prinsip pokok sebagai berikut:
1. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan legislatif dan
eksekutif;
2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Eksekutif presiden tidak terbagi dan yang
ada hanya presiden dan wakil presiden saja;
3. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala Negara atau sebaliknya, kepala
Negara adalah sekaligus kepala pemerintahan;
4. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan
yang bertanggungjawab kepadanya;
5. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula
sebaliknya;
6. Presiden tidak dapat membubarkan ataupun memaksa parlemen;
7. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam
Sistem presidensil berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan
eksekutif bertanggung jawab pada konstitusi;
8. Eksekutif bertanggungjawab langsung pada rakyat yang berdaulat;
9. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang
terpusat pada parlemen.

• Adapun kewenangan Presiden tersebut antara lain:


1) Kewenangan yang bersifat eksekutif atau menyelenggarakan pemerintahan
berdasarkan UUD;
2) Kewenangan yang bersifat legislatif atau untuk mengatur kepentingan umum;
3) Kewenangan yang bersifat yudisial dalam rangka pemulihan keadilan yang terkait
dengan putusan pengadilan misalnya pengurangan hukuman
memberikan,pengampunan atau penghapusantuntutan;
4) Kewenangan yang bersifat diplomatik yaitu menjalin hubungan dengan Negara
lain atau subjek internasional dalam konteks hubungan internasional;
5) Kewenangan yang bersifat administratif untuk mengangkat dan memberhentikan
orang dalam jabatan-jabatan kenegaraan. Sedangkan wakil Presiden berperan
sebagai wakil yang mewakili Presiden, pengganti yang menggantikan Presiden,
pembantu yang membantu Presiden, pendamping yang mendampingi Presiden dan
sebagai wakil yang bersifat mandiri. Dalam menjalankannya, secara konstitusional
Presiden dan Wakil Presiden harus bertindak sebagai satu kesatuan subjek jabatan
institusional kepresidenan.
5. Mahkamah Agung (MA)
1. Fungsi Peradilan
a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan
kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui
putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-
undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
b. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang
memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
- semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
- permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung
No. 14 Tahun 1985)
- semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya
oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33
dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang
tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan
dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah
Agung Nomor 14 Tahun 1985).

2. Fungsi Pengawasan
a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan
di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan
Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan
berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4
dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
b. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
- terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan
Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan
meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan
serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi
kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun
1985).
- Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan
(Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

3. Fungsi Mengatur
a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup
diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk
mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79
Undang-undang No.14 Tahun 1985).
b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap
perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

4. Fungsi Nasehat
a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-
pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37
Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung
memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian
atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun
1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945
Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan
pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi.
Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi
sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaannya.
b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk
kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung).

5. Fungsi Administratif
a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer
dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-
undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai
saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut
Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah
kekuasaan Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan
organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

6. Fungsi Lain-Lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan
setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985,
Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-
undang.
6. Mahkamah konstitusi (MK)
Mahkamah Konstusi adalah lembaga yang berwenang menyelenggarakan peradilan
kontitusional di Indonesia. Mahkamah Konstitusi (MK) di Indonesia memiliki
kedudukan dan derajat sama dengan Mahkamah Agung (MA). Sebagai lembaga
peradilan konstitusional, salah satu wewenang MK adalah melakukan uji materiil
undang-undang terhadap UUD 1945.
Pembentukan MK tidak terlepas dari amandemen Undang-Undang (UUD) Dasar
1945 pada tahun 2001, atau masa setelah reformasi 1998. Dalam amandemen itu,
Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) mengadopsi gagasan mengenai lembaga
Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court) untuk dimasukkan dalam batang tubuh
UUD 1945. Hasil amandemen itu kemudian dirumuskan masuk dalam Pasal 24 ayat
(2), Pasal 24C, dan Pasal 7B UUD 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9
November 2001. Setelah amandemen ketiga UUD 1945 disahkan pada 9 November
2001, pembentukan MK lantas dipersiapkan. Pada periode usai amandemen dan MK
belum terbentuk, MPR memberikan mandat pada MA agar menjalankan sementara
fungsi Mahkamah Konstitusi. Pemberian mandat untuk menjalankan kewenangan
MK pada MA tersebut termaktub dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 dari
hasil amandemen keempat UUD 1945. Kemudian, mengutip laman MK, DPR RI dan
Pemerintah selanjutnya membuat Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah
Konstitusi. Akhirnya, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi disahkan pada 13 Agustus 2003, dan masuk dalam Lembaran Negara
Nomor 98 serta Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316. Dalam tenggat 2 hari usai
pengesahan UU Nomor 24 Tahun 2003, para hakim konstitusi generasi pertama MK
mengucapkan sumpah jabatan di Istana Negara pada 16 Agustus 2003. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 24C ayat (3) UUD 1945, tiga lembaga negara yakni DPR,
Presiden, dan MA mengajukan hakim konstitusi masing-masing tiga orang. Hakim
konstitusi yang diajukan DPR yaitu Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., I Dewa Gede
Palguna., dan Letjen TNI (Purn) Achmad Roestandi, S.H. Sementara Presiden
mengajukan Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S., Prof. H.A.S. Natabaya, S.H., LLM.,
dan Dr. H. Harjono, S.H., MCL., S.H., M.H. Selebihnya, MA mengajukan Prof. Dr. H. M.
Laica Marzuki, S.H., Maruarar Siahaan, S.H., dan Sudarsono, S.H. Sembilan hakim
konstitusi periode pertama dengan masa jabatan 2003-2008 tersebut kemudian
bermusyawarah untuk memilih ketua dan wakil ketua. Hasilnya, Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, S.H. terpilih sebagai Ketua MK dan Prof. Dr. H. M. Laica Marzuki, S.H.
sebagai Wakil Ketua MK. Setelah itu, Mahkamah Konstitusi mengambil alih tugas-
tugas yang sempat dilimpahkan kepada MA sebelum lembaga itu resmi terbentuk.
MK selaku cabang kekuasaan kehakiman secara resmi menjalankan operasional
kegiatannya pada 15 Oktober 2003. UU Nomor 24 Tahun 2003 belakangan
mengalami revisi sampai tiga kali. Yang terakhir, UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang
Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK disahkan pada tanggal
1 September 2020. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar
hukum pembentukan Mahkamah Konstitusi ialah Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan
Pasal 7B UUD 1945 hasil Perubahan Ketiga yang kemudian dipertegas kembali dalam
UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

• Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi memiliki


kedudukan sebagai salah satu lembaga negara yang menjadi pelaku kekuasaan
kehakiman independen untuk menyelenggarakan peradilan dalam menegakkan
hukum dan keadilan. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan
kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, ada 4
wewenang Mahkamah Konstitusi, yakni:
1. Menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang wewenangnya diberikan
oleh UUD 1945
3. Memberikan putusan terkait pembubaran partai politik
4. Memberikan putusan terkait perselisihan mengenai hasil pemilihan umum.
Sementara
• Tugas Mahkamah Konstitusi ialah memberikan putusan terkait dengan pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau
Wakil Presiden. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) sampai (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD
1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24 tahun 2003, kewajiban atau
tugas Mahkamah Konstitusi adalah: "Memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau
perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945."

7. Komisi Yudisial (KY)


• Wewenang Lembaga Komisi yudisial, yaitu :
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial
mempunyai wewenang:

1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung


kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama
dengan Mahkamah Agung;
4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH).
• Tugas Lembaga Komisi Yudisial, yakni:
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR
untuk mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
c. Menetapkan calon hakim agung; dan
d. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa:


1. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
b. Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim;
c. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
d. Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim,
e. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan,
kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran
martabat hakim.
2. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga
mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim.
3. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat
meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan
merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau
Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.
4.Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

8. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)


Badan Pemeriksa Keuangan merupakan institusi yang dibentuk untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dibentuk berdasarkan
Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Pasal 23E menyebutkan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang
bebas dan mandiri.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di
bidang Keuangan Negara, yaitu;
1. UU No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
2. UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
3. UU No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara
Selanjutnya tugas dan wewenang BPK diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan BAB III tentang
Tugas dan Wewenang.
• Tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2006, BAB
III
Bagian Pertama antara lain adalah sebagai berikut:
1. BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
2. Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar Undang-Undang
tentang
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
3. Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan, dan
pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu.
4. Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara,
BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa
sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.
5. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan
undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK
dan
dipublikasikan.
6. Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diserahkan
kepada DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara
tertulis kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
7. Untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan, BPK menyerahkan pula hasil
pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai
dengan
kewenangannya. 8.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut
kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.

• Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2006, BAB


III
bagian kedua adalah sebagai berikut:
1. Dalam menjalankan tugasnya, BPK memiliki wewenang untuk menentukan objek
pemeriksaan, merencanakan serta melaksanakan pemeriksaan. Penentuan waktu
dan
metode pemeriksaan serta menyusun maupun menyajikan laporan juga menjadi
wewenang dari BPK tersebut.
2. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang,
unit
organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
3. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di
tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta
pemeriksaaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening
koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara
4. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK
5. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
6. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara
7. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja
untuk dan atas nama BPK;
8. membina jabatan fungsional pemeriksa;
9. memberi pertimbangan atas standar akuntansi pemerintahan; dan
10. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah
Daerah

Mengenal tiga lembaga utama di Negara Indonesia, yaitu:

1. Lembaga Legislatif
merupakan lembaga atau dewan yang mempunyai tugas serta wewenang
membuat atau merumuskan UUD yang ada di sebuah negara. Di Indonesia
lembaga legislatif dijalankan oleh:
a. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
d. Majelis Permusyawaran Rakyat (MPR)
2. Lembaga Eksekutif
Lembaga Eksekutif adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan undang-
undang. Terdiri dari:
a. Presiden
b. Wakil Presiden
3. Lembaga Yudikatif
Lembaga Yudikatif adalah lembaga yang bertugas menjadi pengawas dan
memantau proses berjalannya UUD dan juga pengawasan hukum di sebuah
negara.
a. Mahkamah Agung
b. Mahkamah Konstitusi
c. Komisi Yudisial

Lembaga negara bantu adalah lembaga yang dalam pelaksanaan fungsinya tidak
memposisikan diri sebagai salah satu dari tiga lembaga kekuasaan sesuai trias
politica.
1. KPK adalah lembaga negara bantu yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun.

Anda mungkin juga menyukai