Anda di halaman 1dari 61

HUKUM PIDANA (HUKUM PUBLIK)

KEJAHATAN &
PELANGGARAN
MENERIMA
POLISI JAKSA PN MEMERIKSA
MENGADILI

HAKIM
MEMUTUSKAN

DI
DI HUKUM
BEBASKAN
CATATAN BACA LITERATUR :

1. Azas-azas hukum pidana : Andi Zainal Abidin Farid


2. Hukum pidana oleh : omar send adjie
3. Azas-azas hukum pidana oleh : Moeljatno
4. Bunga rampai kebijakan hak pidana oleh : Nawawi Bada Arif
5. Ajaran sifat melawan hukum materil dalam hukum pidana oleh : Emong S
Komariah
6. Dasar-dasar hukum pidana indonesia oleh : P.A.F Lumintang
7. Hukum pidana oleh : Poernomo Bambang
8. Perbuatan pidana dan tanggung jawab pidana oleh : Roslan Saleh
9. Hukum pidana material oleh : Teguh Prasetyo
10. Hukum pidana dan perkembangan oleh : Sudarto
11. KUHP dan KUHAP oleh : Andi Hamzah
A. DEFENISI H.PIDANA MENURUT PARA PAKAR HUKUM
BARAT DAN PAKAR HUKUM INDONESIA

PAKAR HUKUM PIDANA PARA PAKAR HUKUM


BARAT PIDANA INDONESIA
 POMPE  MOELJATNO
 APELDOORN  SATOJHID KARTANEGARA
 D.HAZEWINKEL SURINGA  SOEDARTO
 VOS  ROSLAN SALEH
 ALGRA JANSSEN  BAMBANG PURNOMO
DISIMPULKAN
Hukum pidana adalah sekumpulan peraturan hukum yang dibuat
oleh negara yang isinya berupa larangan maupun keharusan, sedang
bagi pelanggaran terhadap larangan dan keharusan tersebut
dikenakan sanksi yang dapat di pakai oleh negara

Kesimpulan defenisi tersebut diatas mencakup empat aspek pokok


yang terkait satu dengan yang lain :

• Aspek peraturan {KUHP dan UU yang lain}


• Aspek perbuatan {baik aktif maupun pasif}
• Aspek pelaku {orang yang memiliki keterkaitan dalam perbuatan
satu atau lebih}
• Aspek pemidanaan (Nestapa)
B. PEMBAGIAN HUKUM PIDANA

Menurut keadaan
HUKUM PIDANA DALAM KEADAAN DAN DALAM KEADAAN
BERGERAK. HUKUM PIDANA MATERIAL DAN HUKUM PIDANA
FORMIL
Menurut obyek dan subyek
HUKUM PIDANA OBYEKTIF DAN HUKUM PIDANA SUBYEKTIF

Menurut sumber
HUKUM PIDANA UMUM DAN HUKUM PIDANA KHUSUS

Menurut wadah
HUKUM PIDANA TERTULIS DAN HUKUM PIDANA TIDAK TERTULIS

Menurut wilayah
HUKUM PIDANA UMUM DAN HUKUM PIDANA LOKAL
C. TUJUAN HUKUM PIDANA
ADA DUA ALIRAN
ALIRAN KLASIK ALIRAN MODERN
• tujuan pidana adalah untuk menakut-nakuti • tujuan untuk pidana adalah untuk mendidik
sikap orang jangan sampai melakukan perbuatan- orang yang melkukan perbuatan tidak baik
perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam
• untuk melindungi indifidu dari kekuasaan negara kehidupan lingkungannya.

Untuk mencapai tujuan


Pemidanaan/hukuman
Ada 3 teori

TEORI PEMBALASAN Diaddakannya pidana adalah berusaha


untuk mencegah kesalahan pada masa-
Diadakannya pidana adalah untuk masa yang akan datang
pembalasan, teori ini dikenal abat ke
18 pengikutnya : Immanuel Kant,
Hegel, Herbert dan Stahl TEORI TUJUAN/RELATIF
TEORI GABUNGAN

Diadakan pidana untuk pencegahan terhadap gejala-


gejalah sosial yang kurang sehat disampaikan
pengobatan bagi yang sudah melakukan perbuatannya
MATERI II

SISTEMATIKA, RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA


SERTA SISTEM HUKUMAN
A. SISTEMATIKA HUKUM PIDANA

Berdasarkan Kodifikasi
KUHP

BUKU I BUKU II BUKU III

 memuat tentang  mengetur kejahatan  mengatur untuk


ketentuan umum {MISDRIJVEN} pelanggaran
{Algemene Leerstrukken {PS : 104-488} {OVERSTRDINGEN}
Bapalegan} {PS : 489-569}
{PS : 1-103}

BERDASARKAN KONSEP
RANCANGAN KUHP
TAHUN 2006
BUKU I BUKU II
 memuat ketentuan  memuat kejahatan
UMUM PS : 1-208 PS : 209-272
B. RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA

Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan


tindak pidana sesuai atas lingkungan berlakunya KUHP pidana, Azas,
Ruang lingkup berlakunya hukum pidana itu ada empat

AZAS TRITORIAL {Teritorialitets Beginsel}


PS 2 KUHP.

AZAS NASIONAL AKTIF {Actief NasionalitetsBeginsel}


PS 5 KUHP

AZAS NASIONAL PASIF {Pasief Nationaliteits Beginsel}


PS 4 KUHP.

AZAS UNIVERSAL
PS 9 KUHP
C. SISTEM HUKUMAN

PS : 10 KUHP

HUKUMAN POKOK HUKUMAN TAMBAHAN


 HUKUMAN MATI  PENCABUTAN BEBERAPA HAK TERTENTU
HUKUMAN PENJARA PERAMPASAN BARANG-BARANG TERTENTU
 HUKUMAN KURUNGAN  PENGUMUMAN PUTUSAN HAKIM
 HUKUMAN DENDA
PIDANA TUTUPAN
PS 10. PS 53. PS 104.
PS 131. PS 140. PS 187. CATATAN : PS 62
PS 170. PS 209. PS 241. Konsep KUHP yang baru {2006}
PS 242. PS 244. PS 254. Hukuman pokok hanya.
PS 281. PS 285. PS 300.
PS 303. PS 304. PS 310.
 HUKUMAN PENJARA
PS 311. PS 315. PS328.
PS 338. PS 340. PS 352.
 HUKUMAN TUTUPAN
PS 362. PS 363. PS 364.  HUKUMAN PENGEWASAN
PS 365. PS 368. PS 372.  HUKUMAN DENDA
PS 374. PS 378. PS 406.
PS 480. PS 485. KUHP
MATERI III

HUKUM PIDANA DAN ILMU PENGETAHUAN.


SEJARAH PEMBENTUKAN KUHPIDANA.
SERTA PENAFSIRAN UU HUKUM PIDANA.
A. HUKUM PIDANA DAN ILMU HUKUM PIDANA

Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku


disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan
untuk menentukan :

Perbuatan yang tidak baik dilakukan yang dilarang dan


disertai dengan ancaman hukuman.

Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada


mereka yang melanggar aturan tersebut.

Menentukan dengan cara bagaimana penyelenggaraan


pidana itu dapat dilaksanakan, ada orang yang disangka
telah melanggar aturan tersebut
Ilmu Hukum Pidana hukum pidana dan pelaksanaan
hukum pidana merupakan objek beberapa ilmu pengetahuan
ditinjau dari segi metode, maka dibagi didalam :

1. Ilmu pengetahuan hukum pidana Sistematik


• H Pidana = Hukum pidana materil {KUHP}
• H. Acara Pidana = Hukum pidana formil {KUHAP}

1. Ilmu hukum pidana Empiris Antara lain :


• KRIMINOLOGI {Ilmu kejahatan}
• KRIMINALISTIK {Ilmu penyelidikan}
• SOSOLOGI HUKUM PIDANA {Ilmu yang mempelajari
gejala masyarakat
• Objek ilmu pengetahuan hukum pidana
adalah hukum pidana positif dan peraturan-
peraturan lain diluar KUHP.

• Ilmu pengetahuan Hukum Pidana adalah


untuk mencari pengertian obyektif dan
aturan hukum pidana, hasil penyelidikan
tersebut diharapkan mendapatkan hasil
sesuai dengan kenyataan yang logis
B. SEJARAH PEMBENTUKAN KUHP

SEJARAH PEMBENTUKAN KUHP

Crimineel Wetboek VOOR Dibuat : 1795


Het Koninkrijk Holland Barlaku : 1809-1811

Code Penal Prancis


Berlaku : 1811-1886
Nepaleon Bonaparte

Wetboek Van Strafrecht Dibuat : 1881


Nederlanceh Berlaku : 1886

Komnklijk besluit {titah raja} no : 33


Wetboek Van Strafrecht
15 Okt 1915
Nederlan Idie {LOVSNI} Berlaku : 1 januari 1918

Wetboek Van Strafrecht UU No 1/1946 tentang peraturan


{W.V.S} = “KUHP” Hukum pidana indonesia

UU No : 73/1958 yang memberlakukan


UU No 1/1946 untuk seluruh wilayah
Indonesia
C. PENAFSIRAN UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

 PENAFSIRAN GRAMATIKAL
 PENAFSIRAN OUTENTIK
 PENAFSIRAN SISTIMATIS
 PENAFSIRAN SEJARAH MENURUT UU
 PENAFSIRAN SEJARAH MENURUT HUKUM
 PENAFSIRAN EXTENSIF
 PENAFSIRAN ANALOG
 PENAFSIRAN TELOLOGIS
 PENAFSIRAN MEMPERTENTANGKAN
 PENAFSIRAN MEMPERSEMPIT
PENAFSIRAN GRAMATIKAL

PENAFSIRAN YANG DIDASARKAN KEPADA TATA BAHASA


SEHARI-HARI (APABILA DALAM UU ADA ISTILAH YANG
KURANG JELAS MAKA DAPAT DITAFSIRKAN MENURUT
TATA BAHASA)

PENAFSIRAN OTENTIK

PENAFSIRAN YANG DIBERIKAN OLEH UU ITU SENDIRI


(LIHAT PASAL 86 S/D 101 KUHP DICANTUMKAN
PENAFSIRAN OTENTIK)
PENAFSIRAN SISTEMATIS

PENAFSIRAN YANG MENGHUBUNGKAN DENGAN BAGIAN


DARI SUATU UU DENGAN BAGIAN LAIN DARI UU ITU
JUGA.

PENAFSIRAN MENURUT SEJARAH UU

PENAFSIRAN DENGAN MELIHAT KEPADA BERKAS-BERKAS


ATAU BAHAN-BAHAN WAKTU UU ITU DIBUAT.
PENAFSIRAN MENURUT SEJARAH HAUKUM

PENAFSIRAN DENGAN MELIHAT SEJARAH HUKUM YANG


PERNAH BERLAKU.

PENAFSIRAN EKSTENSIF
PENAFSIRAN DENGAN MEMPERLUAS ARTI DARI SUATU
ISTILAH YANG SEBENARNYA .

PENAFSIRAN ANALOGIS
PENAFSIRAN SUATU ISTILAH BERDASARKAN KETENTUAN
YANG BELUM DIATUR OLEH UU TETAPI MEMPUNYAI ASAS
YANG SAMA DENGAN SESUATU HAL TELAH DI ATUR
DALAM UU.
PENAFSIRAN TELOLOGIS

PENAFSIRAN YANG DIDASARKAN KEPADA TUJUAN


DARIPADA UU ITU SENDIRI

PENAFSIRAN MEMPERTENTENGKAN

PENAFSIRAN SECARA MENEMUKAN KEBALIKAN DARI


PENGERTIAN SUATU ISTILAH YANG SEDANG DI HADAPI

PENAFSIRAN MEMPERSEMPIT

PENAFSIRAN YANG MEMPERSEMPIT PENGERTIAN SUATU


ISTILAH.
CATATAN :
Khusus Penafsiran Secara Analog.

Ada 2 Aliran :

1. Paham Klasik : oleh Simons untuk menjaga kepastian hukum


maka penafsiran analog tidak dibolehkan {dasar Ps 1 ayat 1
KUHP}
2. Paham Modern : Pompe

a. Walaupun Ps 1 ayat 1 bertujuan mencegah kesewenag-


wenangan negara, sedangkan sekarang telah ada
pencegahan kesewenang-wenangan penguasa.
b. hukum dan UU statis sedangkan masi dinamis
c. hakim selalu mengambil keputusan secara analog, tetapi
mendasarkan pada penafsiran exstensif
ASAS Hukum Pidana menurut waktu
• AZAS LEGALITAS PS : 1 AYAT 1 KUHP
Asas legalitas adalah sebagai tiang penyangga hukum pidana yang
juga sebagai dikenal azas Nulla Poenale.
Berasal dari bahasa latin oleh : Van Feuerbach berbunyi “Nullum
Delictum Nulla Poena Sine Preavia Lege Poenale” artinya : tidak ada
kejahatan tiada pidana, kecuali sudah diatur dalam undang-undang
yang mengancam dengan pidana.

• MAKNA AZAS LEGALITAS


1. tidak ada perbuatan yang dilarang yang diancam dengan
pidana kalau dalam scara tegas perbuatan itu diatur dalam
UU hukum pidana
2. tidak boleh digunakan penafsiran secara analog
3. undang-undang hukum pidana tidak berlaku surut
• TUJUAN AZAS LEGALITAS
1. menegaskan kepastian hukum
2. Mencegah kesewenang-wenangan penguasa

Ada beberapa pengertian didalam Azas legalitas yaitu :


1. Tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan pidana
menurut undang-undang
2. Tidak ada penerapan undang-undang berdasarkan analog
3. Tidak dapat dipidana berdasakan kebiasaan
4. Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas
5. Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana
6. Tindak pidana lain kecuali yang ditentukan oleh undang-
undang
7. Penentuan pidana hanya menurut cara yang ditentukan
undang-undang
Selain itu ada Azas Hukum Pidana yang kita kenal antara
lain adalah :
1. Azas Equality Before The Low
2. Azas Persemption Of Innoncent
3. Azas Personalitas
4. Azas Nebis in Idem
5. Azas Substansi dan Proporsionalitas
6. Azas Publisitas
7. Azas Transitoir
8. Azas Retroaktif
9. Azas Dobio in Proreo
10. Azas Simmilia Similiabus
11. Gress Straft Zonder Schuld
B. AZAS HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT ATAU WILAYAH ANTARA
LAIN :

1. AZAS TERITORIAL {PS 2 & PS 3KUHP}

berlakunya unudang-undang pidana suatu negara semata-mata


digantungkan tempat dimana tindak pidana atau perbuatan pidana
dilakukan, dan tempat tersebut harus terletak didalam wilayah negara
yang bersangkutan.
menurut simon berlakunya azas teritorial berdasarkan atas kedaulatan
negara sehingga setiap orang wajib dan taat kepada perundang-undang
negara tersebut.
PS 2 KUHP. Berhubung dengan perkembangan zaman telah terjadi
perubahan UU No 4/1976 maka pasal 3 tersebut berbunyi :
ketentuan pidana dalam perundang-undang indonesia berlaku bagi
setiap orang yang diluar wilayah indonesia melakukan tindak pidana
didalam air atau pesawat udara indonesia.

CATATAN : UU No 4/1976 adalah perubahan dan tambahan KUHP yang


berkaitan dengan kejahatan penerbangan lihat PS 95a UU penerbangan
2. AZAS PERLINDUNGAN, AZAS NASIONAL PASIF PS 4 KUHP

menurut azas ini peraturan hukum pidana indonesia berfungsi untuk melindungi
keamanan kepentingan hukum terhadap gangguan dari setiap orang diluar indonesia
terhadap kepentingan hukum indonesia.
tidak semua kepentingan hukum dilindungi melainkan hanya kepentingan yang vital
dan berhubungan dengan kepentingan umum :
dalam PS 4 ayat 1.2.3.4 KUHPidana
 kepala negara dan wakil kepala negara
 kepercayaan terhadap mata uang materai, merek indo yang dipalsukan
 Kepercayaan terhadap surat utang bersertifikat, utang yang dikeluarkan oleh
pemerintah RI
 alat-alat pelayanan R.I yang dibajak

Catatan : azas ini melindungi kepentingan yang bersifat umum dan luas dan bukan
kepentingan pribadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebenarnya
kepentingan pribadi W.N.I. Sendiri kurang dilindungi

Contoh : seorang [X] WNA menganiaya WNI [Y] dinegara orang itu belum tertangkap
dan melarikan diri di indonesia tidak dapat berbuat apa-apa walaupun [X] kebetulan
bertemu dengan [Y] di indonesia dan melaporkan peristiwa kepada polisi indonesia
3. AZAS PERSONAL [NASIONAL AKTIF] PS 5 KUHP
menurut azas ini ketentuan pidana berlaku bagi setiap WNI yang melakukan tindakan
pidana di luar indonesia PS 5 KUHP berisi ketentuan tetapi pembatasan tertentu yaitu
yang jika dilakukan adalah perbuatan yang diatur dalam :

1. BAB .I.II buku kedua KUHP terhadap kejahatan, terhadap keamanan negara,
terhadap martabat presiden dan wakil presiden [PS 104-139]
2. PS 160, 161 KUHP menghasut dimuka umum untuk menentang penguasa umum
[PS 240, PS 279 PS 450-451 KUHP]

4. AZAS UNIVERSAL PS 9 KUHP


azas ini untuk menjaga keseimbangan dunia serta ikut menjaga ketertiban dunia. KUHP
indonesia mengatur tentang dapat dipidana perbutan-perbuatan seperti pembajakan
laut, udara kejahatan pelayanan-pelayanan penerbangan.
azas ini disebut sebagai azas universal karena bersifat dunia dan tidak membeda-bedakan
warga negara apapun yang penting adalah terciptanya/terjaminnya ketertiban dan
keselamatan dunia.

Catatan : PS 9 KUHP bahwa berlakunya PS 2-7 dan 8 KUHP dibatasi denga pengecualian
yang diakui hukum internasional misalnya : kekebalan atau imunitas deplomatik dan hak
eksteritorial yang dimiliki oleh kepala negara asing , duta besar, para diploma, angkatan
perang negara asing.
A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA

Dalam kamus besar bahasa indonesia tercantum sebagai berikut : Tindak


pidana (DELIK) adalah perbuatan yang dapat dihukum karena
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana

Ada beberapa unsur dalam rumusan tersebut antara lain :


 sutu perbuatan manusia
 Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukum oleh
undang-undang.
 perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat
dipertaggung jawabkan.

ISTILAH TINDAK PIDANA (DELIK).

 Prof Moeljatmo menggunakan istilah Delik = Tindak pidana


 Prof Wiryono Prodjodikoro menggunakan istilah Delik = Peristiwa pidana
 Departemen kehakiman menggunakan istilah Delik = tindak pidana
juma menurut Prof Sudarto diikuti oleh Teguh Prasetyo
Delik = Tindak Pidana

Catatan : bahwa semua UU menggunakan istilah Tindak pidana


UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA

UNSUR TINDAK PIDANA

OBYEKTIF SUBYEKTIF

Perbuatan Manusia Dolus/Sengaja


1. Sengaja dan sebagai maksud
2. Sengaja sebagai keinsafan akan
Sifat Melawan Humum terjadi.
3. Sengaja sebagai kemungkinan akan
terjadi
Kualitas dari sipelaku
Culpa/Kelalayan
Kausalitas 1. Tidak berhati-hati
2. Dapat menduga
3. kelalayan

Maksud
Merencanakan terlebih dahulu
Perasaan Takut
B. SUBYEK TINDAK PIDANA
C. PENGERTIAN PERBUATAN
D. CARA MERUMUSKAN TINDAK PIDANA
E. JENIS - JENIS TINDAK PIDANA ( DELIK )

KEJAHATAN & DELIK MATERIIL & DELIK DOLUS DAN


PELANGGARAN FORMIL DELIK CULPA

DELIK COMMISIONISS & DELIK ADUAN & JENIS DELIK


DELIK OMMISIONIS DELIK BIASA LAINNYA

1. JENIS-JENIS DELIK
• Delik berturut-turut
• Delik yg berlangsung terus
• Delik berkualifikasi
• Delik dengan prefilige
• Delik Politik
• Delik Proppria
F. LOKUS DELICTI DAN TEMPUS DELICTI

LOCUS DELICTI TEMPUS DELICTI

Tempat dilakukannya tindak PS 1 ayat 2 KUHP terhadap perubahan


pidana dan tempus delicti UU, Tempus Delicti = waktu terjadinya
saat dilakukannya tindak tindak pidana menjadi penting untuk
pidana [kompetensi absolut] menentukan UU yang mana yang
baca PS 10 UU No4/2004 akan diterapkan kepada pelaku,
hukum kekuasaan kehakiman kecuali pelaku belum cukup umur

Ada dalam Doktrin hukum


pidana ttg Locus Delich Aliran-aliran dalam tindak
pidana
• ajaran perbuatan fisik
• ajaran instrumen 1. ALIRAN MONITIS
• ajaran akibat • Suati perbuatan
• ajaran tempat dan waktu • Melawan hukum
• Diancam dengan sanksi
• Dilakukan dgn kesalahan

2. ALIRAN DUALISTIS
• Suatu perbuatan
• Melawan Hukum
• Diancam dgn sanksi pidana
A. PENGERTIAN SIFAT MELAWAN HUKUM

Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat obyektif adalah sifat
melawan hukum, hal ini dikaitkan dengan Azas Legalitas pada PS 1 ayat 1
KUHP.
Pembentuk UU menjadikan unsur melawan hukum sebagai unsur yang
tertulis, tanpa unsur ini rumusan UU akan menjadi terlampau luas, selain itu
sifat dapat dibelah kadang dimasukkan dalam rumusan Delik, yaitu dalam
rumusan Delik Culpa.
POMPE Seseorang dapat dipidana telah dituduh melakukan tindak
pidana ada ketentuan didalam hukum acara

a. Tindak pidana yang dituduhkan atau didakwakan itu harus


dibuktikan
b. Tindak pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi
semua unsur yang terdapat didalam rumusannya.
Para sarjana hukum menyatakan bahwa melawan hukum
merupakan unsur-unsur dari tiap-tiap Delik baik dinyatakan
secara Exsplisitan tidak, tetapi tidak semua pasal KUHP
mencantumkan unsur melawan hukum ini secara tertulis
B. PAHAM-PAHAM SIFAT MELAWAN HUKUM

PERBUATAN MELAWAN PERBUATAN MELAWAN


HUKUM FORMIL HUKUM MATERIL

Suatu perbuatan melawan Perbuatan melawan hukum


hukum apabila perbuatan meteril yaitu terdapat suatu
tersebut sudah diatur dalam perbuatan melawan hukum
UU [sandarannya adalah] walaupun belum diatur dalam
hukum yang tertulis UU

[sandarannya adalah] azas


umum yaitu nilai-nilai
keadilan, kepatutan,
kepantasan yang berkembang
dan berlaku dalam masyarakat
C. PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUHP

Konsep KUHP yang beru menganut azas melawan hukum materil PS 17


yang dirumuskan sbb :

“ perbuatan yang dituduhkan harus merupakan perbuatan yang dilarang


dan diancam dengan pidana oleh suatu peraturan per UU dan perbuatan
tersebut juga bertantangan dengan hukum”.

kemudian penegasan ini juga dilanjutkan dalam pasal 18 yaitu :

“setiap tindak pidana selalu bertentangan dengan pengaturan perundang-


undangan atau bertentangan dengan hukum, kecuali terdapat alasan
pembenar dan alasan pemaaf
A. PENGERTIAN KESALAHAN

 Hakikat dari kesalahan adalah = pertanggung jawab pidana.

Menurut :
 METZGER : [kesalahan syarat yang meberi dasar untuk adanya
pencelaan pribadi terdapat pelaku hukum pidana]
 SIMON : [keadaan psikis
 VAN HAMEL : [keadaan psikologis]
 POMPE : [segi luar]
 MOELJATNO : [segi masy]

B. UNSUR-UNSUR KESALAHAN

 Adanya kemampuan yang bertanggung jawab sipelaku dalam anti jiwa


si pelku dalam keadaan sehat dan normal.
 Adanya hubungan batin di antara sipellaku dengan perbuatannya, baik
yang disengaja [dolus] maupun karena kelpaan [Culpa]
 Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan.

Ketiga unsur tersebut diatas tidak bisa dipisahkan antra satu dengan yang
lain [Menurut Roslan Saleh]
C. PERTANGGUNG JAWABAN

Pertanggung jawaban pidana mempunyai kaitan


yang erat dengan beberapa hal yang cukup luas :

1. Ada atau tidak kebebasan manusia untuk


menemukan kehendak, antara lain ditentukan
oleh interminisme dan determenisme.
2. Tingkat kemampuan bertanggung jawab, mampu
kurang mampu, atau tidak mampu.
BENTUK KESALAHAN

Willen and Witten


Sengaja sebagai maksud
1. Dolus/Kesengajaan Sengaja dengan kesadaran kepastian
Sengaja sebagai kemungkinan

Dengan sengaja
Cara merumuskan Sedangkan ia mengetahui
Yang diketahuinya
kesengajaan Dengan maksud
Dengan tujuan yang diketahui

PREMEDITATUS [rencanakan]
DETERMINATUS [kesengajaan]
Macam Dolus ALTERNATIFUS
INDIRECTUS
DIRECTUS
GENERALIS

Tidak berhati-hati
2. Culpa/Kealpaan Dapat menduga
Kelalayan
JENIS HUKUMAN PS 10

1. PIDANA POKOK
PIDANA MATI

PIDANA PENJARA

PIDANA KURUNGAN

DENDA
KURUNGAN
2. PIDANA TAMBAHAN

PENCABUTAN HAK-HAK TERTENTU

PERAMPASAN BARANG-BARANG TERTENTU

PENGUMUMAN KEPUTUSAN HAKIM


ALASAN PENGHAPUS PIDANA

Alasan pembenar bersifat menghapus sifat melawan hukum dan


perbuatan yang dilarang dalam KUHP
ALASAN PEMBENARAN [lihat PS 49 ayat 1 (Pembelaan darurat)
[PS 50 KUHP] (Melaksanakan perintah UU)
[PS 51 ayat 1 KUHP] (Melaksanakan Perintah Jabatan yang sah)

Alasan pemaaf menyangkut pertanggung jawaban sekarang


dalam keadaan
1. tidak dapat dipertanggung jawabkan (Sakit Jiwa)
ALASAN PEMAAF
2. pembelaan terpaksa yang melamnpaui batas
3. Daya paksa

Kecuali ada alasan pemaaf dan alasan pembenar pelaku yang


dengan demikian penghapus pemidanaan terhadap pelaku jika
ALASAN PENGHAPUS TUNTUNAN alasan tersebut diterima maka jaksa tidak melakukan
penuntunan
[PS 2-8 KUHP]

ALASAN PENGHAPUS PIDANA


M.V.T. Menyebutkan ada dua alasan penghapus pidana :
1. Alasan tidak dapat dipertanggung jawabkan seseorang
yang terletak pada diri orang itu [PS 44 KUHP]
2. Alasan tidak dapat di pertanggungkan seseorang yang
terletak diluar orang itu. [PS 48, 50, 51, 44, 49, KUHP]
PERCOBAAN (POGING)
Unsur-unsur percobaan PS 53 KUHP
1. Adanya niat
2. Adanya permulaan pelaksanaan
3. Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semat-mata karena kehendak sendiri

PS : 88 Permufakat Jahat NIAT Belum ada perbuatan pada dasarnya


tidak ada ancaman pidana

PS 10
Pada umumnya perbuatan
PERSIAPAN persiapan juga belum diancam
pidana [belum dikriminalisasi
PS 104
PS 106 Permulaan
PS 107 pelaksanaan
DSB Kejahatan biasa lain
MAKAR dengan kekecualian
untuk beberapa pasal

PIDANA SELESAI Tidak selesai bukan Tidak selesai karena


kehendak sendiri kehendak sendiri
PIDANA
MAKAR
PIDANA 1/3 Tidak dipidana
Delik selesai
Percobaan Menarik diri
AJARAN KAUSAILITEIT
SEBAB AKIBAT

Delik Formil Tujuan untuk mencari hubungan sebab dan akibat Delik Materil
seberapa jauh akibat tersebut ditentukan oleh
PS 362 KUHP sebab PS 338 KUHP
PS 242 KUHP PS 351 KUHP
PS 181 KUHP

Teori kausali teit/sebab


akibat
Teori conditio sine guanon Teori dari traegar
(Mutlak) Van Buri [Van Buri]
Ajaran kusa Liteit
dalam KUHP

Teori yang Teori yang


individualisir menggeneralisir
Hub causaliteit dengan
Delik formal o Birmayer o Von Kries
o Binding
o Kohler

Hub. Causali teit


dengan Delik Meteril
PERBARENGAN TINDAK PIDANA [CONCURSUS-
SAMENLOOP VAN STRAFBAARFGIT]

Concursus idialis = PS 63 KUHP


 Perbuatan yang masuk kedalam lebih dari satu aturan
pidana sistim pemberian pidana sistem ABSORSI =
hanya dikenakan hukuman pokok

PERBARENGAN
GABUNGAN Perbuatan Berlanjut = PS 64 KUHP
PERBUATAN
 Perbuatan berlanjut terjadi apabila sesorang
melakukan perbuatan kejahatan dan pelanggaran dan
perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa
sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan
berlanjut.

Concursus Realis = 65-71 KUHP


 Concursus Realis apabila seseorang melakukan
beberapa perbuatan dan masing-masing perbuatan
itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana [tidak
perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan].
A. PENGULANGAN (RESIDEVE)
(Pasal 486, Pasal 487, Pasal 488 KUHP}

Pengulangan atau residive terdapat dalam hal seseorang telah melakukan beberapa perbuatan yang masing-
masing merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, diantara perbuatan mana satu atau lebih telah dijatuhi
hukuman oleh pengadilan. Pertanyaan sangat mirip dengan gabungan dari beberapa perbuatan yang dapat
dihukum dan dalam pidana mempunyai arti bahwa pengulangan merupakan dasar yang memberatkan hukuman.

Pengulangan (residivis) menurut sifat terbagi dalam 2 jenis

RESIDIVE UMUM RESIDIVE KHUSUS


1. Seorang telah melakukan 1. Seorang melakukan kejahatan
kejahatan. 2. Yang telah dijatuhi hukuman
2. Terhadap kejahatan mana telah 3. Setelah menjalani ia mengulangi lagi
dijatuhi hukuman yang telah dijalani melakukan kejahatan
3. Kemudian ia menulangi kembali 4. Kejahatan mana merupakan kejahatan
melakukan setiap jenis kejahatan sejenisnya
4. Maka pengulangan ini dapat
dipergunakan sebagai dasar
pemberatan hukum
HAPUSNYA KEWENANGAN
MENUNTUT DAN MELAKSANAKAN
PIDANA

KEPASTIAN PS 76-86 KUHP


HUKUM

NEBIS IN MENINGGA DALUARSA PENYELESAIAN


DI LUAR
IDEM L [PS 84-85] - ABOLISI
[PS 76 DUNIA KUHP - AMNESTI
KUHP] [PS 83] - GRASI
KUHP
PENYERTAAN [DEELNEMING] KEJAHATAN
PS 55 – 56 KUHP

PEMBUAT PEMBANTU
IDADER [PS 55] MEDEPLICHTIGE [PS 56]

PELAKU [PLEGER] KEJAHATAN


PEMBANTU PADA SAAT
DILAKUKAN
YANG MENYURUH
LAKUKAN [DOENPLEGER]

PEMBANTU SEBELUM
YANG TURUT SERTA KEJAHATAN DILAKUKAN
[MEDEPLEGER]

PENGANJUR
[UITLOKKER]
KESIMPULAN MATERI

A. Ada 3 syarat untuk mempidanakan seseorang dalam sistem hukum pidana

1. Adaya orang atau pelaku harus memenuhi unsur kesalahan ada 3 unsur
kesalahan sbb:
a. Adanya sikap batin sengaja maupun tidak sengaja
b. Adanya Tanggung Jawab
c. Tidak ada alasan pemaaf

2. Adanya perbuatan tersebut harus dirumuskan dalam kitab undang-undang


KUHP dan harus adanya sifat melawan hukum

3. Adanya sanksi Pidana yang di atur dalam KUHP (lihat pasal 10 KUHP)
B. ADA TIGA PERLINDUNGAN HUKUM DALAM SISTEM HUKUM PIDANA

A. Pelindungan Hukum Terhadap Perorangan


B. Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat
C. Perlindungan Hukum Terhadap Negara

C. ADA TIGA TUGAS HAKIM DALAM SISTEM PERADILAN HUKUM PIDANA

1. Menerima Perkara
2. Memeriksa Perkara
3. Mengadili serta Mentelesaikan perkara dengan memperhatikan hal2 sbb :
a. Hakim mengkonsartir
b. Hakim mengkualifisir
c. Hakim mengkonstituir

Dalam rangka untuk menciptakan sistem peradilan yang jujur fair yang objektif
dan impersial

Anda mungkin juga menyukai