Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Lingkungan hidup adalah tempat dimana kita melakukan aktifitas sehari – hari,
tempat kita belajar, tempat kita berinteraksi, tempat kita memahami kehidupan dan bahkan
tempat kepribadian seseorang terbentuk, seperti dikatalan ahli psikologi Cattel bahwa yang
banyak mempengaruhi kepribadian individu, adalah lingkungan fisik seperti letak geografis
dimana individu itu tinggal, dan lingkungan sosialnya seperti tata cara pola asuh. Sang
Pencipta pun menjelaskan penciptaan alam dengan lingkungan hidupnya adalah merupakan
anugrah untuk manusia seperti apa yang tercantum dalam Al – Qur’an yaitu diantaranya,
untuk kesenangan manusia dan untuk binatang ternaknya,dan dalam Surah An-Naziat 31-33
: untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Seiring perkembangan zaman manusia dengan pemikirannya terus menciptakan hal –
hal yang dapat mempermudah semua hal yang ia lakukan, contohnya seperti tekhnologi yang
kian marak dihasilkan, tidak lain adalah unuk mengefektifkan dan mengefisienkan tugas
manusia sehari – hari. Namun ternyata hal – hal yang diciptakan manusia itu banyak
memiliki dampak yang merugikan bagi manusia itu sendiri, seperti timbulnya perusakan dan
pencemaran lingkungan, baik dari proses penghasilan penemuan manusia seperti adanya
sebuah bangunan mewah dan manusia harus menebang pohon, mengeruk pasir, menambang
bebatuan yang akhirnya menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan atau sebab dari
pemakaian hal – hal yang ditemukan manusia, seperti alat – alat elektronik yang berakibat
pemanasan global.
Bila telah terjadi kerusakan tentu banyak yang merasa dirugikan sedang dalam Pasal 65 ayat
(1) UU PPLH, dijelaskan bahwa : setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia, dan Pasal 67 menjelaskan bahwa : setiap orang
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Jika terjadi kerusakan dan pencemaran
akibat seseorang tidak menjaga kelestarian lingkungan dan menimbulkan korban lalu apa
yang bisa korban lakukan untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
haknya, dan membatasi pada sanski perdata yang membahas masalah ganti rugi maka
bagaimana tanggung gugat yang akan diterima pelaku.

1
Berkaitan dengan manusia sebagai faktor penyebab terjadiya masalah hukum, maka perlu
adanya suatu upaya hukum yang dapat menjadi landasan dalam melakukan penegakan hukum
terhadap para pelaku perusakan lingkungan terutama penegakkan hukum lingkunga

B.Rumusan Masalah

1.Apa pengertian Hukum Lingkungan Keperdataan ?


2. Bagaimana gugatan lingkungan dapat dilakukan ?
3. Bagaimana Tanggung Gugat Lingkungan dan Beban Pembuktian?
4. Bagaimana hukum lingkungan keperdataan di Indonesia ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahuai pengertian hukum lingkungan keperdataan;


2. Untuk mengetahui gugatan lingkungan dapat dilakukan;
3. Untuk mengetahui tanggung gugat lingkungan dan beban pembuktian;
4. Untuk mengetahui penegakaan hukum lingkungan keperdataan di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Lingkungan Keperdataan

Hukum Lingkungan secara susbtansial memuat ketentuan yang berkaitan dengan


pemenuhan hak-hak keperdataan seseorang, kelompok orang dan badan hukum perdata
dalam kaitannya dengan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Jika hak-hak keperdataan ini
dirugikan oleh salah satu pihak, misalnya karena terjadi pencemaran atau perusakan
lingkungan, maka dalam upaya perlindungan hukumnya digunakan sarana hukum lingkungan
keperdataan. Hal ini diberikan dengan cara memberikan hak kepada penggugat untuk
mengajukan gugatan ganti kerugian atau tindakan pemulihan lingkungan terhadap pencemar.

B.Gugatan Lingkungan
Dalam hukum perdata disebutkan bahwa ada dua subjek hukum yaitu individu dan
badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dimana manusia atau individu yang
secara kodrati telah dimiliki oleh manusia sejak lahir sampai mati dan juga dimiliki oleh
pribadi hukum yang secara sengaja diciptakan oleh hukum sebagai subyek hukum yaitu
badan hukum.
Pertambahan penduduk merupakan faktor yang paling mempengaruhi lingkungan
melalui proses perluasan dan pembukaan pemukiman baru, kemudian kemajuan industri yang
awal maksud untuk meningkatkan kualitas hidup manusia tapi malah sebaliknya, yang
seharusnya dapat meningkatkan produksi dalam arti mampu menjual produk barang dan jasa
pelayannan sehingga mendatangkan keuntungan besar mengoptimalkan penggunaan bahan
baku industri dan energi, memperbaiki dan menjaga keselamatan ( safety ), kesehatan ( health
), dan perlindungan lingkungan ( enviromental protection ) atau disingkat SHE. UUD 1945
Pasal 28 H ayat 1 menyebutkan : ‘’Setiap orang berhak atas hidup sejahterah lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan’’. Namun, sekarang banyak sekali permasalahan
dilingkungan hidup dimana terjadi banyak pengrusakan dan pencemaran sehingga lingkungan
yang baik dan sehat tidak dapat terjamin lagi.
Dari kasus pengrusakan dan pencemaran lingkungan itu akhirnya terjadilah sengketa
lingkungan dimana untuk memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat. Berdasarkan
pasal 1 ayat 25 UU PPLH, sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan anatara dua pihak

3
atau lebih yang timbul dari kegiaatan yang berpotensi dan atau telah berdampak pada
lingkungan hidup. Dengan demikian, seumber sengketa lingkungan adalah peristiwa
pencemadanatauperusakanlingkungan.
Salah satu pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup adalah menggunakan instrumen
hukum perdata dimana dengan penerapan kaidah-kaidah hukum perdata terutama untuk lebih
memberikan perlindungan hukum terhadap alam lingkungan/hutan maupun korban yang
menderita kerugian sebagai akibat dari perusakan hutan. Selain fungsi tersebut, dalam
kaitannya dengan persoalan lingkungan hidup hukum perdata mempunyai dua fungsi lain,
yaitu melalui hukum perdata dapat dipaksakan ketaatan pada norma-norma hukum
lingkungan baik yang bersifat hukum privat maupun hukum publik, hukum perdata dalam
memberikan penentuan norma-norma dalam masalah lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa lingkungan dilakukan dengan mengajukan ‘’gugatan
lingkungan ‘’ berdasarkan pasal 87 UUPLH jo. Pasal 1365 BW tentang ‘’ganti kerugian
akibat perbuatan melanggar hukum’’ ( ‘’’onrechtmatigedad’’). Berangkat dari pengertian
yang terkandung dalam pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum
haruslah mengandung unsur-unsur :
1. Adanya suatu perbuatan;
2. Perbuatan tersebut melawan hukum,
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku,
4. Adanya krugian bagi korban,
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Berdasarkan pasal 87 ayat 1 UUPPLH, agar dapat diajukan Gugatan Lingkungan untuk
memperoleh ganti rugi harus memenuhi unsur- unsur sebagai berikut :
1.Setiap/penanggung jawab usaha /kegiatan;
2. Melakukan perbuatan melanggar hukum;
3. Berupa pencemaran atau perusakan lingkungan;
4. Penanggng jawab kegiatan dan atau usaha membayar ganti rugi dan atau melakukan
tindakan tertentu;
Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan
dan didalam pengadilan tercantum dalam pasal 84 ayat 1 UU No. 32 tahun 2009 yang artinya
gugatan yang disampaikan masyarakat dapat diselesaikan melalui pengadilan dan diluar
pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dijelaskan pada pasal
85 ayat 1 bahwa : Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk

4
mencapai kesepakatan mengenai :
1. Bentuk dan besarnya ganti rugi;
2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan atau perusakan;
3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan atau perusakan
4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini tidak berlaku terhadap tindak pidana yang
diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009,hal ini tercantum dalam pasal 85 ayat 2. Menurut pasal
85 ayat 3 dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan
jasa mediator dan atau arbitrase yang berfungsi untuk membantu menyelesaiakn sengketa
lingkungan hidup itu sendiri. Arbitrase adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak
yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa lingkungan hidup yang
diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Mediator adalah seorang atau lebih yang
ditunjuk dan diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam rangka penyelesaian sengketa
lingkungan hidup yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan.

Arbitrase sudah lama dikenal di Indonesia bersamaan dengan berlakunya ( Reglement op


Deburgelijke Rechtsvordering ) arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang memiliki arti
memutuskan atas kebijakan arbiter. Dan arbitrasi memiliki beberapa keunggulan yaitu
dijamin kerahasiaan, dihindari keterlambatan karena prosedural dan administrasi, dapat
memilih arbiter sesuai kesepakatan, dapat menentukan pilihan hukum, putusan arbitrase
bersifat mengikat.
Mediasi sendiri sudah lama dipakai dalam kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan,
pertanahan, perumahan, sengketa konsumen,dan sebagainya. Mediasi berasal dari bahasa
latin mediare yaitu berada ditengah-tengah. Memilih mediator didasarkan atas kepercayaan
maka ada persyaratan menjadi mediator dilihat dari sisi eksternal yaitu kemampuan personal
meditor dalam menjalankan para pihak dan internal mediator adalah persyaratan formal
seorang mediator.
Bentuk-bentuk penyelesaian lingkungan hidup diluar pengadilan ini menganut konsep
Alternative Dispute Resolution ( ADR ), meski ADR relatif bar tapi sebenarnya penyelesaian
secara konsensus sudah lama dilakukan masyarakat ADR mempunyai daya tarik khusus di
Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial, budaya, dan tradisional yang
berdasarkan musyawarah mufakat dan dewasa ini dikenal antara lain istilah PPS ( pilihan
penyelesaian sengketa ) kemudian mekanisme alternatif penyelesaian sengketa ( MAPS )

5
yang dilakukan dalam wujud mediasi ataupun arbritasi. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa
ini memang memperkenankan untuk hadirnya orang ketiga sebagai penengah dan bukan
penentu kebijakan.
Masyarakat pun dapat turut campur dalam upaya penyelesaian sengketa lingkungan ini
dengan membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang
bersifat bebas dan tidak berpihak, dalam hal tersebut pemerintah dan pemerintah daerah dapat
memfasilitasi pembentukan lembaga tersebut yang ketentuan lebih lanjutnya akan diatur
dalam sebuah Peraturan Pemerintah.

Philip D Bostwick menyatakan bahwa ADR merupakan serangkaian praktik-praktik


dn teknik-teknik hukum yang ditujukan untuk :

a. Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaikan dluar pengadilan untuk keuntungan


dan kebaikan para pihak yang bersengketa;
b. Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui litigasi
konvensional;
c. Mencegah agar sengketa – sengketa hukum tidak dibawa kepengadilan.

Menurut M. Yahya Harahap faktor-faktor yang menjadikan perlunya penyelesaian


sengketa adalah :
a. Adanya tuntutan dunia bisnis;
b. Adanya berbagai kritik yang dilontarkan kepada lembaga peradilan;
c. Peradilan umum kurang responsif;
d. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah;
e. Kemampuan hakim bersifat generalis;
f. Adanya berbagai ungkapan yang mengurangi citra pengadilan;
g. Pencegahan terjadinya sengketa akan memperkecil sengketa.

Sedang didalam pengadilan dalam sengketa lingkungan hidup ada beberapa macam
gugatan :

1. Gugatan Biasa
Pengajuan tuntutan hak melalui gugatan biasa merupakan suatu pengajuan tuntutan
hak oleh subjek hukum yang satu kepada subjek hukum yang lain atas suatu sengketa

6
keperdataan, baik wan prestasi maupun perbuatan melawan hukum, dimana pada diri pihak
yang engajukan tuntutan hak ( gugatan) mengalami kerugian langsung maupun kerugian
materiil sebagai akibatnya.

2. Gugatan Class Action

Gugatan ini dijelaskan dalam pasal 91 UU No. 32 tahun 2009, masyarakat berhak
mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan atau untuk
kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan taua kerusakan
lingkungan hidup. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa,
dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya,
ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undang. Class action berasal dari bahasa inggris yaitu gabungan dua kata dari class dan
action.

3. Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup

Gugatan ini dijelaskan dalam pasal 92 UU No. 32 tahun 2009 dalam rangka
pelaksanaan tanggung jawab perlingungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi
lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan
tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan :
a. Berbentuk badan hukum;
b. Menegaskan didalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk
kepentingan fungsi lingkungan hidup; dan
c. Telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (
dua ) tahun.

4. Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah

Gugatan ini dijelaskan pada pasal 90 UU No. 32 tahun 2009 bahwa instansi
pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup
berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan teetentu terhadap usaha dan atau

7
kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang
mengakiatkan kerugian lingkungan hidup.

2.3 Tanggung Gugat Lingkungan dan Beban Pembuktian

Tanggung gugat lingkungan mengandung arti bahwa seseorang atau badan hukum
perdata wajib bertangung gugat untuk membayar ganti rugi atau melakukan tindakan tertentu
akibat perbuatan dan kerugian yang mereka lakukan, baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama-sama. Untuk itu dalam konsep tanggung gugat lingkungan selalu dikaitkan
dengan beban pembuktian.
Tanggung gugat digunakana oleh pakar hukum perdata dalam menerjemahkan
liability untuk membedakannya dari pengertian responsibility yang lebih dikenal dalam
hukum pidana dengan istilah “tanggung jawab”.
Ada beberapa jenis konsep tanggung gugat yang dikenal dalam hukum perdata, baik
dalam sistem hukum Eropa Kontinental (civil law system) maupun Sistem Anglo Saxon
(common law system). Berikut ini beberapa jenis konsep tanggung gugat yang dimaksud
yaitu :

1. Tanggung Gugat Berdasarkan Kesalahan (Liability based on Fault / Schuld


Aansprakelijkheid Tort Liability )

Dalam hukum perdata konsep ini tertuang dalam 1365 KUHPerdata tentang perbuatan
melawan hukum, ketentuan ini kemudian diadopsi dalam Pasal 87 (1) UU PPLH 2009.
Dalam konsep ini Tanggung gugat yang didasarkan atas kesalahan (act or omission) yang
menyebabkan terjadinya risiko bagi pihak lain, beban pembuktian ada pada penggugat.
Kelemahan dalam konsep ini adalah sulitnya membuktikan unsur perbuatan melawan hukum
tersebut, terutama kesalahan dan hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian yang
ditimbulkan, apalagi beban pembuktian ada pada pihak korban/penggugat. Oleh karena itu,
gugatan ganti rugi dengan dasar perbuatan melawan hukum berupa pencemaran atau
perusakan lingkungan yang diatur dalam Pasal 87 (1) UU PPLH 2009 jo. 1365 KUHPerdata
cenderung gagal di pengadilan.

8
2. Tanggung Gugat Berdasarkan Kesalahan dengan Beban Pembuktian Terbalik
(Liability based on Burden-Shifting Doctrine)

Konsep tanggung gugat ini termasuk tanggung gugat yang dipertajam, yaitu dengan
membalikkan kewajiban beban pembuktian. Penggugat tidak perlu membuktikan kesalahan
tergugat, tetapi sebaliknya tergugat yang harus membuktikan bahwa dia cukup berupaya
untuk berhati-hati, sehingga dia tidak dapat dipersalahkan.

Konsep ini tertuang dalam Pasal 1367 KUHPerdata ayat (2) jo. Ayat (5) tentang tanggung
gugat orang tua dan wali, dan Pasal 1368 KUHPerdata tentang tanggung gugat pemilik
binatang. Konsep ini tidak diatur dalam UU PPLH 2009.

3. Tanggung Gugat Mutlak (Strict Liability)

Strict Liability mengandung makna bahwa tanggung gugat timbul seketika pada saat
terjadinya perbuatan, tanpa mempersoalkan kesalahan tergugat. Namun demikian tidak
semua kegiatan dapat diterapkan dengan asas ini, melainkan diperuntukkan bagi kasus-kasus
tertentu yang besar dan membahayakan lingkungan.

Pengaturan Strict Liability dalam undang-undang lingkungan sudah ada seja UULH 1982
(Pasal 21) , Pasal 35 UUPLH 1997, dan terakhir pada Pasal 88 UUPPLH 2009 yang
menentukan :
“Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius
terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan”
Lebih jauh lagi penjelasan pasal di atas menyatakan Yang dimaksud dengan “bertanggung
jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak
penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis
dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi
yang dapat dibeb ankanterhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini
dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu”
adalah jika menurut penetapan peraturan perundang- undangan ditentukan keharusan asuransi

9
bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
Kata-kata sampai “batas tertentu” di atas diberikan penekanan karena disitulah karakter strict
liability yang terbatas pada batas tertentu. Hal ini berbeda degan absolute liability dengan
jumlah yang tidak terbatas atau penuh. Jadi jelaslah bahwa konsep ini diterapkan secara
terbatas pada kasus tertentu yang berbahaya seperti pencemaran minyak di laut, dan/atau
perusakan sumber daya alam di wilayah ZEE Indonesia (UU ZEE) dan seperti yang ada
dalam Pasal 88 UUPPLH 2009 mengenai pencemaran dan perusakan yang menggunakan B3.

4. Tanggung Gugat Bersama

Konsep ini diterapkan dalam hal tergugat terdiri dari beberapa orang atau badan
hukum dan penggugat tidak dapat secara spesifik menunjuk pelaku pencemaran dari sekian
banyak perusahaan yang potensial menjadi penyebab pencemaran-pencemaran lingkungan.
Dalam UUPPLH 2009 tidak ditemukan pengaturan tanggung gugat bersama, namun ada
dalam Pasal 30 (1) UU No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran.

5. Tanggung Gugat Beradasarkan Andilnya dalam Pencemaran

Dalam kasus-kasus yang sulit mengungkapkan hubungan kausal prinsip-prinsip


kasualitas dan tangggung gugat tradisional dari perbuatan melanngar hukum mulai
ditinggalkan dan timbullah teori market share liability atau tanggung gugat berdasarkan andil
di pasar. Beberapa pakar di Belanda dan di Amerika Serikat berpendapat bahwa konsep ini
dapat digunakan pada perkara-perkara lingkungan. Konsep ini meringankan beban
pembuktian bagi korban yang tidak mungkin menunjukkan hubungan kausal antara
kerugiannya dengan si pembuat kerugian tersebut. Terutama dalam peristiwa kerugian
lingkungan, yang sering tidak dapat ditunjukkan dengan pasti seorang pelaku. Dalam konsep
ini didampingi dengan proses beban pembuktian terbalik.

10
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

A. Dalam pengertian Gugatan dalamhal Hukum Lingkungan keperdataan bisa di lakukan


di luar atau di pengadilan. Jika memnuhi unsur-unsur adanya kesalahan dan pihak
yang di rugiakan oleh tergugat. Maka pemenuhan unsur-unsur tersebut merupakan
dasar berlakunya gugatan dalam sengketa lingkungan hidup.

AGugatan dalam hal Pemberlakuan sengketa lingkungan hidup bisa di tempuh dengan
tanggung gugat dan kemauan dari pihak penggugat. Baik meminta Ganti rugi atau permintaan
lain yang tujuannya untuk menegakan hukum perdata dalm hukum lingkungan. Tetapi
kebanyakan di lakukan ganti rugi baik di pengadialan yang penggugatnya individu, LSM,
maupun pemerintah, dan juga di luar pengadilan berlaku ganti rugi juga sebelum melakukan
gugatan harus bisa membuktikan dengan adanya derita kerugian dari si penggugat.

C.Tangung jawap Dari aktivitas yang di lakukan oleh tergugat baik ekosistem abiotik dan
biotik. Meski pembuktiannya sangat sulit karena obyek suatu dari gugatan yaitu lingkungan
yang rusak dan kompleknya sifat-sifat kimia dan zat lain yang menyebabkan kerusakan
lingkungan. Meski menggunakan tanggung gugat secara mutlak. Tanggung gugat adalah
sama seperti tanggung jawab. Yang berlaku di hukum perdata yang memiliki mekanisme
seperti gugatan.

B.Saran
Melihat segala kerusakan yang terjadi karena perbuatan manusia yang serakah terhadap
lingkungannya sendiri, maka sebagai generasi bangsa marilah kita berusaha untuk
menyelamatkan lingkungan kita dari ancaman-ancaman yang terjadi saat ini dengan memulai
kebiasaan membuang sampah pada tempatnya dan tidak mengeploitasi sumber daya alam
secara berlebihan dan juga dengan memperhatikan berbagai kajian dan laporan masyarakat
Pemerintah Daerah dan aparat penegak hukum sudah harus mengambil tindakan tegas

11
terhadap proses penambangan yang tertanggungjawab. Bagi masyarakat yang mengalami
kerugian.

DAFTAR PUSTAKA

Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan dalam sistem kebijaksanna pembangunan lingkungan


hidup, PT. Refika Aditama, Bandung, 2011.

http://willdanmunji.blogspot.co.id/2014/03/gugatan-lingkungan-dan-tanggung-gugat.html
(diakses pada hari senin, 26 oktober 2015)

http://zriefmaronie.blogspot.co.id/2014/05/hukum-lingkungan-keperdataan_17.html ( diakses
pada hari senin, 26 oktober 2015 )

http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/lingkungan-hidup-pengelolaan-sda-dan-perlindungan-hak-
hak-adat/376-prinsip-tanggunggugat-keperdataan-terhadap-pencemaran-lingkungan-hidup-di-
gunung-botak-pulau-buru. ( diakses pada hari senin, 26 oktober 2015 )

12

Anda mungkin juga menyukai