HUKUM PERDATA
“BAB I (a-b)”
DISUSUN OLEH :
Nama :
ADE OZY RAMANDANU
NIM. A1012171237
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
B. Pengertian Hukum Perdata
C. Pluralisme Hukum Indonesia
D. Sejarah Hukum Perdata
E. Hukum Perdata di Indonesia
1. Dasar Hukum Berlakunya Hukum Perdata Eropa
2. Bidang-bidang Hukum Perdata
3. Bagian-bagian Burgeriijk Wet boek yang Tidak Berlaku Lagi
4. Hukum Perdata Bersifat Pelengkap dan Memaksa
5. Sistematika Hukum Perdata -‘ 58
A. Pendahuluan
Pada hakikatnya manusia sebagai individu mempunyai kebebasan
asasi, balk dalam hal hidup maupun kehidupannya. Hak asasi tersebut dalam
pelaksanaannya harus dilakukan berdasarkan aturan perundang-undangan
yang berlaku, terutama di Indonesia, yaitu hak asasi berfungsi sosial, artinya
dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan ke pentingan orang lain
yang juga mempunyai hak asasi. Sebagai makhluk sosial (zoon politicoon),
manusia tidak dapat berbuat sekehendaknya. Hal itu disebabkan terikat oleh
norma-norma yang ada dan berkembang di masyarakat serta terikat oleh
kepentingan orang lain. Oleh karena itu, dalam melaksanakan segala
keperluan hidup dan kehidupan, setiap manusia harus melakukannya
berdasarkan aturan atau norma yang ada dan berlaku di masyarakat, baik
norma agama, norma susila, norma adat maupun norma hukum. Meskipun
jauh berkembangnya norma hukum di masyarakat, norma susila, norma adat,
dan norma agama telah ada dan berkembang, masyarakat masih tetap
memerlukan norma hukum.
Hal tersebut disebabkan beberapa hal,antara lain sebagai berikut.
1. Tidak semua orang mengetahui, memahami, menyikapi, dan melaksanakan
aturan-aturan yang ada serta berkembang dalam norma-norma tersebut.
2. Masih banyak kepentingan manusia yang tidak dijamin oleh norma-norma
tersebut, misalnya dalam pelaksanaan aturan lalu lintas yang
mengharuskan setiap orang dan/atau kendaraan berjalan di sebelah kiri.
3. Ada sebagian kepentingan yang bertentangan dengan norma tersebut,
padahal masih memerlukan perlindungan hukum.
1 Satjipto Rahardjo dan Anton Tabah, Polisi: Pelaku dan Pemikir, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993, hIm. 13.
3. Secara ilmiah (wetenschappetyk receptie), Hukum Romawi yang telah
dipelajari oleh para mahasiswa hukum dikembangkan Iebih lanjut di negara
asalnya melalui perkuliahan di perguruan tinggi. Hal ini karena tidak sedikit
mahasiswa yang telah mempelajani hukum tersebut setelah kembali ke
negaranya bekerja sebagai pengajar atau dosen.
4. Secara tata hukum (positiefrechttelyke receptie), setelah dipelajari dan
diajarkan di perguruan tinggi, kemudian dijadikan hukum positif di
negaranya masing-masing disesualkan dengan situasi dan kondisi negana
tersebut. ‘
Dengan demikian, sebagai akibat timbulnya pengaruh secana timbal
balik, salah satunya harus mempersiapkan keberadaan hukum yang
mempunyai ciri khusus dan sesuai dengan nilai-nilai luhur suatu bangsa.
Demikian pula, di Indonesia sebagai negana yang lama dijajah oleh bansa
Eropa harus mampu menjawab tantangan dalam menghadapi pensaingan
yang semakin kompetitif dengan bangsa-bangsa Iainnya, terutama
menghadapi masuknya unsur-unsur asing (foreign element) yang telah
melintasi batas negara sehingga keberadaan hukum yang mapan dan sesuai
dengan nilai-nilai luhun bangsa Indonesia harus disiapkan.
Berkaitan dengan hal ¡tu, Mr. R. Soepomo, seonang pakan hukum yang
sangat disegani dan dihormati oleh kalangan ilmuwan hukum di Indonesia
pernah mengemukakan dan mengingatkan bangsa Indonesia dalam pidato
Dies Natalis di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tanggal 17 Agustus
1947,”Bahwa hukum dalam masyanakat itu dipengaruhi oleh perkembangan
masyarakat itu sendini, maka Hukum Perdata Nasional nantinya hanus pula
dapat menyesuaikan dirinya dengan cita-cita Nasional menurut aspirasi
Bangsa Indonesia ....“ Dalam menanggapi perkembangari hukum perdata saat
ini, perlu adanya arus pembawaan jiwa dan kebudayaan nasional menuju
penemuan Hukum Pendata Nasional yang dapat memenuhi kebutuhan
tindak-tindak perdata, lhiik yang bersifat dan benaliran Barat maupun yang
bensendi norma-norma kebudayaan Timur.2
Berdasarkan gagasan tersebut, hal ini dapat diartikan agar para
penerus bangsa ini untuk lebih memerhatikan kehidupan bangsanya, di
samping tetap memerhatikan pergaulan dengan bangsa lainnya. Dikatakan
demikian karena berbagai produk peraturan peninggalan penjajahan
Belanda, balk Burgerlijk Wetboek (BW) selanjutnya disebut KUHPerdata
maupun Wetboek Van Koophandel (WvK) selanjutnya disebut dengan
KUHDagang, dapat dikatakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan.
OIeh karena itu, lahir berbagai produk peraturan perundang undangan
yang dikeluarkan oleh negara, seperti Undang-Undang Pokok Agraria No.5
tahun 1960, Undang-Undang Pokok Perkawinan No. 1 tahun 1974, Undang-
Undang Perseroan Terbatas No. 1 tahun 1995, Undang Undang Hak
Tanggungan Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atas Tanah No.4
tahun 1996, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 tahun 1999, Undang-
Undang Yayasan No. 16 tahun 2001, Surat Edaran Mahkamah Agung No.3
tahun 1963, dan lain-lain. Lahirnya berbagai perundang-undangan tersebut
dan peraturan lainnya merupakan upaya untuk keluar dan pengaruh hukum
peninggalan penjajahan.
Sahardjo ketika menjadi Menteri Kehakiman Rl pada tahun 1962
memunculkan suatu gagasan yang diajukan dalam rapat Badan Perancang
Hukum Nasional (BPHN) untuk menyarankan,”Khusus KUHPerdata
(peninggalan Belanda) tidak lagi sebagai undang-undang, tetapi sebagai
dokumen yang hanya menggambarkan suatu kelompok hukum yang tidak
tertulis.”3 Selanjutnya, gagasan Sahardjo tersebut dikemukakan lagi dalam
Kongres Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) di Yogyakarta tahun
1962 melalui prasarari Wirjono Prodjodikoro dengan judul Keadaan Transisi
6 Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni, 2006, hlm.
1.
ada di dunia dikenal dengan dua sistem hukum yang besar, yaitu sistem
hukum Anglo-Saxon disebut Common Law System dan Eropa Kontinental
atau disebut juga sistem Hukum Romawi atau Civil Law System. Sistem
hukum Anglo-Saxon adalah sistem hukum yang mengutamakan hukum tidak
tertulis yang berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan
digunakan oleh hakim dalam menyelesaikan perkara yang ditujukan
kepadanya.Adapun sistem hukum Eropa Kontinental adalah sistem hukum
yang dibuat dalam bentuktertulis dan terkodifjkasi.7
Perbedaan sistem hukum mi membawa pengaruh bagi sistem
pembuktian dalam peradilan negara-negara yang menganut sistem hukum
tersebut. Di negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon,
seperti Amerika dan lnggris, menggunakan sistem jun pada peradilannya dan
pembuktian diutamakan pada adanya saksi, bukti tertulis hanya merupakan
penunjang dan keterangan saksi. Di negara negara yang menganut sistem
hukum Eropa Kontinental, seperti Belanda dan Prancis, pembuktian
diutamakan pada bukti tertulis. Hal tersebut membawa pengaruh pada
perbedaan masalah kenotariatan antara negara penganut sistem hukum
Anglo-Saxon dan negara penganut sistem hukuin Eropa Kontinental.
Di negara-negara penganut sistem hukum Anglo-Saxon dikenal adanya
notary public, namun tugas dan wewenangnya berbeda dengan notaris di
negara penganut sistem hukum Eropa Kontinental. Sebagai contoh, di lnggris
dibedakan antara notary public di City of London dan notary public di tempat
lain yang provensial. Notary public provensial bertugas membantu
menyatakan kebenaran tanda tangan dan surat untuk keperluan di luar
negeri dan dalam hal protes wesel, untuk menjadi notary public provensial
tidak dibutuhkan pendidikan yuridis ataupun magang. Notary public di
London tergabung dalam Scrivener Company, yaitu para yurist yang
menjalankan tugas sebagai notary public dan harus mengikuti ujian yang
diadakan Scrivener Company, di samping harus mengikuti magang pada
7 Wasis SP,, Pengantar ilmu Hukurn, Malang UMM Press, 2002, hlm. 29—31.
notary public London selama lima tahun. Tugas notary public di London
memberikan nasihat, kadang-kadang juga penyusunan redaksi suatu
dokumen untuk keperluan penggunaannya dalam hubungan perjanjian luar
negeri.
Akan tetapi, produk dan notary public di Inggris bukan merupakan alat
bukti yang kuat atau bersifat autentik menurut ukuran notariat Latin. Contoh
lain negara yang menganut sistem Anglo Saxon adalah Amerika Serikat yang
mengenal istilah notary public. Notary public di Amerika Senikat tidak
menjalani pendidikan sebagai yurist dan menjabat dalam jangka waktu
tertentu. Selain ¡tu, kewenangan notary public tidak lebih dan pembuatan
certificates dan tugasnya hanya membubuhkan stempel dan tanda
tangannya. Sebagai alat bukti, kekuatannya tidak mengikat dan berada di
bawah keterangan saksi. Dapat disimpulkan dan contoh-contoh tersebut
bahwa dalam hukum pembuktian dalam sistem Anglo-Saxon, kepercayaan
terhadap bukti tulisan bergantung pada pembuktian dengan ketenangan
saksi.8
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tugas notaris di negana
negara penganut sistem Anglo-Saxon hanya pengesahan surat-surat/ akta-
akta, yang bagi notaris di Indonesia yang menganut sistem hukum Eropa
Kontinental menupakan waarmerking (pengesahan surat di bawab tangan).
Notaris pada sistem hukum Anglo-Saxon tidak berperan dalam pembuatan
dan menentukan isi sunat/akta. Selain ¡tu, untuk menjadi seorang notary
public di negara-negara penganut sistem Anglo-Saxon tidak diperlukan
adanya pendidikan khusus.
Di negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, kedudukan
notaris sangat berbeda dengan notary public di negara penganut sistem
hukum Anglo-Saxon. Notaris di negara penganut sistem hukum Eropa
Kontinental atau disebut Notaris Latin merupakan profesi yang dilakukan
8 Herlien Budiono, Akta Otentik dan Notaris pada Sistem Hukum Anglo-Saxon dan Sistem
Hukum Romawi, Percikan Gagasan tentang Hukum Ke-Ill (Kumpulan Karangan llmiah
Alumni FH Unpar), Bandung: Mandar Maju, 1998, hIm. 104.
oleh ahli hukum (yurist) yang dijabat seumur hidup atau hingga memasuki
masa pensiun. Notaris Latin dapat memberikan nasihat kepada kliennya
dalam pembuatan alat bukti tentulis, yaitu akta autentik yang bensifat
memaksa bagi para pihak. Akta yang merupakan produk Notaris Latin
mempunyai kekuatan bukti formal, materiel, dan untuk perbuatan hukum
tertentu juga mempunyai kekuatan executorial.
Kekuatan alat bukti tertulis berupa akta autentik mempunyai tempat
yang tertinggi, terkuat, dan terpenuh atau alat bukti sempurna dalam hukum
pembuktian Eropa Kontinental. Oleh karena itu, kedudukan notaris dalam
sistem hukum Eropa Kontinental sangat penting karena tugas dan
kewenangannya dalam membuat akta autentik.9 Kewenangan Notaris Latin
tidak hanya pengesahan surat-surat sebagaimana yang dilakukan oleh
Notaris Anglo-Saxon, tetapi juga mencakup pemberian nasihat dalam
pembuatan akta. Akta yang dibuat oleh Notaris Latin memiliki kekuatan
sempurna sebagai alat bukti tertulis yang mempunyai tingkatan tertinggi di
antara alat bukti lainnya. Selain itu, untuk dapat menjadi notaris, seseorang
harus menempuh pend idikan tertentu.
Indonesia merupakan negara bekasjajahan Belanda sehingga sistem
hukum yang dianut di Indonesia sebagaimana yang dianut oleh Belanda
adalah sistem hukum Eropa Kontinental. OIeh kanena ¡tu, penan notaris
sebagai pejabat pembuat akta autentik mempunyai andil besar dalam sistem
hukum di Indonesia. Notariat sepenti yang dikenal pada zaman Republik der
Verenigde Nederlanden mulai masuk pada permulaan abad ke-1 7 di
Indonesia. Pada tahun 1620, Melchior Kenchem diangkat sebagai notaris
pertama di Indonesia.10 Setelah pengangkatan tersebut, jumlah notaris di
Indonesia tenus bentambah dengan disesuaikan menurut kebutuhan pada
saat itu. Sesuai dengan perkembangannya dan waktu ke waktu, pemerintah
Belanda pada saat ¡tu terus mempenbarui penaturan penundang-undangan
9 Herlien Budiono, Akta Otenlik dan Notaris pada Sistem ..., hIm 104.
10 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Perjalanan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1993, hIm. 22.
mengenai Jabatan Notaris di Indonesia. Peraturan yang terus berlaku hingga
setelah Indonesia merdeka adalah Staatsblaad 1860 Nomor 3 yang dikenal
sebagai Notaris Reglement atau Peraturan Jabatan Notaris. Staatsblaad tahun
1860 Nomor 3 kemudian mengalami beberapa perubahan, yang terakhir
perubahan dilakukan dengan lahir nya Undang-Undang Nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris yang merupakan undang-undang pertama bagi
dunia kenotariatan di Indonesia karena sebelumnya Peraturan Jabatan
Notaris yang dikenal di Indonesia adalah produk sejak masa pemerintahan
kolonial Belanda.
OIeh sebab itu, hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum
perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa
penjajahan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (dikenal KUHPerdata)
yang berlaku di Indonesia adalah terjemahn yang kurang tepat dan Burgeriijk
Wetboek (BW) yang berlaku di Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan
wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk Indonesia
yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, Burgerlijk Wetboek
diberlakukan mulai tahun 1859. Hukum perdata Belanda di sadur dan hukum
perdata yang berlaku di Prancis dengan beberapa penyesuaian.
Dalam kurikulum Pendidikan Tinggi Ilmu Hukumdi Indonesia, pada
awal berdirinya telah ditemui berbagai istilah atau penamaan dan “hukum
perdata baik di Fakultas Hukum, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum maupun
Akademi Hukumnya. Istilah atau penamaan hukum perdata dikenalkan
dengan berbagai istilah dan/atau penamaan hukum perdata di dalam
kurikulum pendidikannya. Demikian juga dengan kalangan sarjana hukum.
Dengan adanya konsorsium ilmu hukum, menurut Z. Ansori Ahmad dalam
khazanah ilmu hukum di Indonesia, pernah dikenal adanya istilah dan
pembedaan antara Hukum Perdata BW dan Perdata Adat.11
Pembedaan tersebut dapat diartikan erat hubungannya dengan sejarah
dan sisa-sisa politik masa Iampau dan penjajahan kolonial Belanda yang
15 C.S.T. Kansil, Pengantar limu Hukum dan Tata Hukum, Jakarta: Balai Pustaka, 1979, hIm.
199.
16 R. Wjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Jakarta: Grafindo Persada, 1979, hIm.
11.
Dengan demikian, hukum perdata menentukan bahwa setiap orang
harus menundukkan din pada semua norma yang harus mereka indahkan.
Hukum perdata memberikan norma-norma yang didasarkan atas keadilan
dan kepantasan. Adapun yang dimaksud dengan hukum perdata dalam arti
luas adalah bahan hukum .sebagaimana tertera dalam KUHPerdata
(Burgerlijk Wetboek), KUHDagang beserta sejumlah undang-undang
tambahan. Dalam arti sempit, hukum perdata adalah semua hal yang tertera
dalam KUHPerdata.
Hukum perdata merupakan aturan-aturan tentang tingkah laku, hak
dan kewajiban perseorangan tentang orang lain untuk melakukan perbuatan
tertentu yang menimbulkan hak dan kewajiban terhadap seorang lainnya.
Selain itu, hukum perdata merupakan hukum antara perseorangan, hukum
yang mengatur wewenang kewajiban dan orang yang satu terhadap orang
lain dalam hubungan keluarga dan pergaulan masyarakat. Dalam masyarakat
luas menuju pada hukum kekayaan, sedangkan dalam pergaulan keluarga
menuju pada hukum keluarga.
Hukum perdata dapat juga diartikan sebagai hukum umum terhadap
hukum dagang sebagai hukum khusus. Artinya, semua hal yang diatur dalam
hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) merupakan aturan-aturan umum,
sedangkan hal-hal yang diatur dalam hukum dagang merupakan aturan-
aturan khusus. Aturan-aturan umum itu juga berlaku terhadap hal-hal yang
khusus dengan mengingat asas lex specialis derogat lexi generous (hukum
yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, secara umum dapat
dikelompokkan dalarn dua konsep pemahaman. Dikatakan demikian karena
pengertian yang dikemukakan lebih memfokuskan pada pengaturan
ketentuannya, seperti yang dikemukakan oleh Sri Soedewi dan Van Dunne.
Sebaliknya, pemahaman pengertian lainnya lebih menitikberatkan pada
aspek perlindungan hukum dan ruang Iingkup pembahasannya. Dikatakan
demikian karena perlindungan hukum sebagaimana dimaksud sangat erat
kaitannya dengan perlindungan perseorangan dalam melakukan hubungan
hukum dengan perseorangan yang lainnya. Selanjutnya, dalam hal ruang
Iingkup perhatiannya juga menitikberatkan pada adanya hubungan
kekeluargaan dalam per gaulan masyarakat. Berawal dan pemahaman
pengertian hukum perdata di atas, pada prinsipnya hukum perdata adalah
keseluruhan aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
hubungan kepentingan orang yang satu dengan kepentingan orang lain yang
terjadi karena hubungan kekeluargaan ataupun akibat pergaulan dalam
masyarakat.
Pada dasarnya hukum perdata dapat dilihat dan berbagai sudut
pandang, misalnya dan ruang lingkupnya dan dan sudut isinya. Berdasarkan
ruang lingkupnya, hukum perdata dibagi menjadi berikut ini.
1. Hukum perdata dalam arti luas, termasuk ke dalamnya, di samping hal-hal
yang diatur dalam hukum perdata BW juga termasuk hal-hal yang
berkaitan dengan pengaturan yang terdapat dalam hukum dagang (WvK).
Hal ¡ni disebabkan keadaan yang ditimbulkan dalam perdagangan yang
diatur dalam hukum daghng (WvK) tidak dapat dilepaskan dan adanya
perbuatan keperdataan, seperti jual beli, asuransi, pengangkutan, dan
sebagainya. Adapun pemisahan pengaturan antara hukum perdata BW
dan hukum dagang (WvK) hanya latar belakang sejarah pembuatannya
karena antara hukum perdata BW dan hukum dagang (WvK) pada
dasarnya adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan.
2. Hukum perdata dalam arti sempit, lebih terfokus dengan hal-hal yang
diatur dalam hukum perdata BW dan peraturan lainnya yang berkaitan
dengan masalah keperdataan.
Sementara itu, kondisi dan perkembangan hukum di Indonesia tidak
terlepas dan pengaruh hukum Romawi. Hal ini disebabkan adanya pengaruh
Iangsung dan pemerintahan Hindia Belanda. Kondisi masyarakat dan
kebijakan politik dalam hukum perdata di Indonesia yang dikembangkan
pemerintah Belanda mengakibatkan terjadinya pluralisme atau
kebhinnekaan dalam pelaksanaan hukum perdata di Indonesia. Hukum
perdata bagi golongan pribumi adalah semua kaidah hukum yang menguasai
suatu peristiwa hukum perdata, yang di dalamnya hanya tersangkut orang
golongan pribumi.
Adapun hukum yang berlakunya adalah hukum adat, yaitu hukum yang
tumbuh dan berkembang sejak dahulu di kalangan masyarakat. Hukum adat
sebagian besar masih bersifat tidak tertulis, tetapi hidup dan berkembang
dalam perilaku dan tindakan masyarakat. Menurut ketentuan yang
tercantum dalam Pasal 163 (3)15 mereka yang takiuk pada peraturan
peraturan bagi golongan pribumi ialah:
1. Mereka termasuk penghuni pribumi yang tidak pindah ke lain golongan;
2. Mereka yang tadinya termasuk golongan lain, tetapi telah meleburkan dan
ke dalam golongan pribumi.
Selanjutnya, hukum perdata ada yang tertulis dan ada pula yang tidak
tertulis. Hukum perdata yang tertulis adalah hukum perdata yang termuat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan hukum perdata
yang tidak tertulis adalah hukum adat. Berdasarkan isinya, hukum perdata
dapat dibagi menjadi dua, yaitw sebagai berikut.
1. Hukum perdata materil, yaitu hukum perdata yang berisi peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan orang lain (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata). Contob, peraturan sewa menyewa, utang
piutang, perkawinan, dan sebagainya. Menurut Kansil, hukum perdata
materil yang termuat dalam KUHPerdata berlaku bagi:17 (1) warga negara
Indonesia yang berasal dan golongan Timur Asing Cina dan bukan Cina
(Arab, India, Pakistan, dan lain-lain) untuk sebagian tertentu dan
KUHPerdata;
(2) warga negara Indonesia pribumi untuk beberapa perbuatan hukum
tertentu dalam KUHPerdata.