MATA KULIAH
HUKUM PIDANA
Oleh
Bangun P Simamora, SH., MH
Buku Wajib
1. Asas-asas Hukum Pidana, Moeljatno;
2. Asas-asas Hukum Pidana, Andi Hamzah;
3. Pelajaran Hukum Pidana 1 & 2, Adami
Chazawi;
4. Hukum Pidana Indonesia, P.A.F. Lamintang,
Djisman Samosir;
5. KUHP, R. Soesilo;
6. KUHAP.
PEMBAGIAN HUKUM
HUKUM
PUBLIK : PRIVAT :
1. PIDANA; 1. PERDATA;
2. H T N; 2. BISNIS
3. H A N; 3. DAGANG
4. H Intl, dll; 4. Dll
Moeljatno, SH
Bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan
dasar-dasar dan aturan aturan untuk :
Simons
Peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan
melawan hukum yang diancam pidana dan
dilakukan seseorang yang mampu
bertanggung jawab. Sedangkan arti delik
merupakan istilah perbuatan pidana yang
membedakan dari perbuatan hukum selain
pidana.
Unsur-unsur perbuatan pidana, yaitu :
Kelakuan dan akibat (=perbuatan);
Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai
perbuatan;
Keadaan tambahan yang memberatkan
pidana;
Unsur melawan hukum yang obyektif;
Unsur melawan hukum yang subyektif.
SEJARAH HUKUM PIDANA
Zaman VOC
Di daerah Cirebon berlaku papakeum cirebon yang
mendapat pengaruh VOC. Pada tahun 1848 dibentuk lagi
Intermaire strafbepalingen. Barulah pada tahun 1866
berlakulah dua KUHP di Indonesia :
1. Het Wetboek van Strafrecht voor Europeanen (stbl.1866
Nomor 55) yang berlaku bagi golongan eropa mulai 1
januari 1867.kemudian dengan Ordonasi tanggal 6 mei
1872 berlaku KUHP untuk golongan Bumiputra dan timur
asing;
2. Het Wetboek van Strafrecht voor Inlands en daarmede
gelijkgestelde (Stbl.1872 Nomor 85), mulai berlaku 1
januari 1873.
Zaman Hindia Belanda
Contoh :
• “dipercayakan” dalam Pasal 432 KUHP secara
contoh :
”menggugurkan kandungan”, dalam Pasal 347
KUHP. Kandungan dipandang sebagai manusia
hidup (Pasal 2 BW). Tetapi bila janin telah mati,
tidak bisa disebut menggugurkan kandungan.
5. Penafsiran Logis
Contoh :
UU No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan
Subversi (dicabut dengan UU No. 26 tahun 1999), di
dalam menafsirkan rumusan yang ada dalam UU itu
mengenai suatu kasus tertentu, selalu didasarkan pada
maksud dari pembentuk UU itu, yaitu untuk
memberantas setiap perbuatan atau upaya-upaya yang
menggangu dan menggoyang kelangsungan dan atau
kestabilan kekuasaan pemerintahan negara ketika itu.
7. Penafsiran Analogis
Tafsiran pada sesuatu peraturan hukum
dengan memberi ibarat (kiyas) pada kata-
kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya;
contoh :
Pasal 388 ayat (1) yang melarang oang
melakukan pebuatan curang pada waktu
menyerahkan keperluan angkatan laut atau
angkatan darat; Bagaimana dengan Angkatan
Udara ?
8. Penafsiran Esktensip
contoh :
Pasal 362 KUHP tentang pencurian barang
(benda). Pencurian “aliran listrik” termasuk
juga pencurian “benda”.
9. Penafsiran a Contrario
4. Asas Universalitas
Jenis kejahatan yang diancam pidana menurut asas ini
sangat berbahaya bukan saja dilihat dari kepentingan
Indonesia tapi kepentingan dunia secara universal
kejahatan ini dipandang perlu dicegah dan diberantas.
Demikianlah, sehingga orang Jerman menamakan asas ini
welrechtsprinhzip (asas hukum dunia) disini kekuasaan
kehakiman menjadi mutlak karena yuridiksi pengadilan
tidak tergantung lagi pada tempat terjadinya delik atau
nasionalitas atau domisili terdakwa.
SIFAT PIDANA TERHADAP KEJAHATAN
Dalam permasalahan tindak pidana terkait erat hubungan
antara : TINDAKAN dan orang yang melakukan
TINDAKAN. Sebab tidak mungkin ada suatu tindakan
tanpa ada orang yang melakukannya. Oleh karena itu sangat
penting sebagai elemen mendasar dalam rangka penjatuhan
pidana.
SUDARTO :
Di dalam Hukum Pidana, pada umumnya yang
mempertanggungjawabkan adalah si pembuat,
walaupun tidak selalu demikian. Oleh karena itu,
ada dua hal yang perlu dibedakan :
1. Pelaku Kejahatan;
2. Kesalahan dalam Pidana;
3. Kesengajaan (DOLUS);
4. Kealpaan (CULPA);
5. Kemampuan bertanggungjawab;
6. Pembahayaan Masyarakat.
LOCUS DELICTI dan TEMPUS DELICTI
Locus delicti menentukan :
1. Apakah Hukum Pidana Indonesia berlaku
terhadap perbuatan pidana itu atau tidak
(Pasal 2 s.d 8 KUHP);
2. Kejaksaan dan pengadilan manakah yang
berwenang mengurus perkara itu.
Locus delicti ada 2 aliran/teori :
3. Aliran yang menentukan di satu tempat,
tempat di mana terdakwa berbuat;
4. Aliran yang menentukan di beberapa
tempat, yaitu mungkin tempat kelakuan,
mungkin tempat akibat.
Tempus delicti : Waktu peristiwa pidana terjadi.
SIFAT MELAWAN HUKUM PIDANA
WEDERRECHTELYK
Terdapat 2 pendapat :
(indeterminisme);
Pidana mati ditentukan pada beberapa jenis kejahatan
yang dilakukan;
Tidak ada reset empiris (penelitian yang mendasarkan
terjadi kejahatan.
ALIRAN MODERN (ABAD 19)/ALIRAN
POSITIFISME (John Austin, Hans Kelsen) :
kebebasan berkehendak;
Menghapuskan pidana mati;
Melakukan reset empiris;
Pemberian pidana yang tidak ditentukan
Mis: Ps 362
“mengambil barang tanpa mempersoalkan
akibat tertentu”
Mis: Ps 263
“membuat dengan cara memalsukan” tanpa
mempersoalkan akibat tertentu.
Mis:
Ps 164 tentang Permufakatan jahat;
Ps 531 tidak memberikan pertolongan;
Ps 224 tidak memenuhi panggilan
KESENGAJAAN
Van HAMEL
Conditio sine qua non harus dilengkapi dengan
teori SCHULDLEER, namun bagi MOELJATNO dengan
melengkapi teori schuldleer maka akan tidak
berguna bagi delik yang dikualifisir (dilihat dari
akibat yang ditimbulkan) tetapi bagi Van Hamel,
keliru mengadakan pemberatan pidana tanpa
melihat kesalahan dan delik dikualifisir tidak perlu
diadakan dalam wet tetapi diserahkan pada hakim;
Batasan antara SYARAT dan MUSABAB
1. GENERALISEERINGTHEORIE : mengadakan
batasan umum abstrak, tidak terikat pada
perkara tertentu saja karena itu mengambil
pendirian pada saat sebelum timbul akibat
(ante faktum);
2. INDIVIDUALSEERINGTHEORIE: mengadakan
batasan khusus konkret mengenai perkara
tertentu saja karena itu mengambil pendirian
harus pada saat sesudah timbul akibat (post
faktum)
Teori-teori Generaliseering
J von Kries (mathematics) :
ADEQUAT TEORI : Musabab dari suatu kejadian
adalah syarat yang pada umumnya menurut
jalannya kejadian normal yang mampu
menimbulkan akibat atau kejadian tersebut.
SIMONS :
Karena kelakuan itu sendiri dapat ditimbulkan
akibat (tidak perlu terdakwa terikat pada apa
yang diketahui atau dikira-kira).
POMPE :
Tendens, Strekking : Mengandung kekuatan
menimbulkan akibat (apakah hal itu syarat atau
hal itu musabab)
PERCOBAAN
Diatur dalam Pasal 53 KUHP
Unsur-unsurnya :
1. Ada Niat;
2. Adanya Permulaan Pelaksanaan;
3. Perbuatan tidak selesai bukan karena
kehendak pelaku.
SIMONS
Delik Formal yaitu delik yang dianggap selesai
PERCOBAAN OBYEKTIF
Dasar patut dipidananya percobaan
terletak pada sifat bahayanya perbuatan;
contoh : Kejahatan terhadap orang
PENYERTAAN
Terdapat 2 pandangan/teori :
1. Dengan dasar memperluas dapat dipidananya
orang atau pelaku;
2. Dengan dasar memperluas dapat dipidananya
perbuatan.
MOELJATNO
Teori yang pertama sesuai pandangan individual,
karena yang diutamakan adalah dapat
dipidananya orang;
Teori yang kedua sesuai dengan alam Indonesia,
karena yang diutamakan adalah dapat
dipidananya perbuatan.
Penyertaan
Diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP;
Pasal 55 merumuskan Pelaku, sedang Pasal 56
merumuskan Pembantu.
PASAL 55, disebut Pelaku (PLEGER):
(1) Pelaku(Pleger), Yang menyuruh melakukan
(Doen Pleger), Yang turut serta melakukan
(Medepleger).
(2) Penganjur (Uitlokker).
Pasal 49
(1) NOODWEER (Pembelaan Darurat);
(2) NOODWEER EXCES
TEORI-TEORI PEMIDANAAN