DOSEN PENGAMPU
TEDY SUBRATA, SH,.MH
PENGERTIAN DAN RUANG
LINGKUP
Hukum Acara Pidana: ”Mengatur tata cara
penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
peradilan, pelaksanaan, pengawasan, dan
putusan hakim.”
Hukum Pidana Formal (HAP): Mengatur
bagaimana negara melalui alat-alat
kekuasaannya melaksanakan haknya untuk
memidana dan menjatuhkan pidana. (D.
Simons).
TUJUAN
”Untuk menemukan kebenaran terutama kebenaran materil
setidak-tidaknya mendekati kebenaran, adalah kebenaran
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum pidana secara jujur dan tepat,
dengan tujuan untuk mencari siapa pelakunya yang dapat
didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan
guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan”.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa tujuan HAP : Mencari
dan menemukan hukum pidana materil.
FUNGSI DAN TUJUAN HAP
H.Pidana materil berfungsi untuk menentukan perb.2
apa yang dapat dipidana, siapa yang dapat dipidana
dan jenis pidana apa yang dapat dilakukan.
Sedangkan fungsi HAP: melaksanakan HP material
artinya: menetapkan cara bagaimana negara dengan
mempergunakan alat-alat perlengkapannya dapat
mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau
membebaskan seseorang.
Ruang Lingkup HAP:
Penyidikan perkara pidana
Penuntutan
Pemeriksaan di Pengadilan
Upaya Hukum
Pelaksanaan keputusan hakim
Pengawasan dan pengamatan terhadap
Keputusan Hakim
Peninjauan kembali keputusan.
Orang-orang yang terlibat dalam
HAP
Tersangka/terdakwa
Penyidik (polisi)
Penuntut Umum
Penasehat Hukum
Hakim
Saksi
SUMBER2 HAP
UUD 1945
KUHAP No. 8 Tahun 1981 ttg HAP
UU No. 2 Thn 1986 ttg Peradilan Umum jo. UU No. 8 Thn 2004 ttg
Prbhan Atas UU No. 2 /1986 ttg Prdilan Umum jo. UU No. 49 Thn 2009
ttg Prbhan Kedua Atas UU No. 2/1986 ttg Prdilan Umum.
UU No. 14 Thn 1985 ttg MA jo. UU No. 5 Thn 2004 ttg Prbhan Atas UU
No. 14 Thn 1985 ttg MA jo. Prbhan kedua dg UU No. 3 Thn 2009.
UU No. 48 Thn 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman, pd saat UU ini
berlaku, UU No. 4 Thn 2004 ttg Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
SUMBER HAP
UU No. 18 Thn 2003 ttg Advokat yg mlai berlaku sejak
diundangkan tanggal 5 April 2003.
UU No. 2 Thn 2002 Ttg Kepolisian Negara Republik Indonesia.
UU No. 16 Thn 2004 ttg Kejaksaan Republik Indonesia.
UU No. 7 Thn 1992 ttg Pokok Perbangkan, khususnya Pasal 37
jo. UU No. 10 Thn 1998.
UU No. 31 Thn 1999 ttg Pmbrntasan Tindak Pidana Korupsi.
UU ini mngtur acara pidana khusus utk delik korupsi. Kaitannya
dg KUHAP ialah dlm Psl 284 KUHAP. UU tsb dirubah dg
UU No. 20 Thn 2001 ttg Prbhan Atas UU No. 31 Thn 1999 ttg
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU No. 13 Thn 1970 ttg Tata Cara Tindakan Kepolisian thdp
anggota MPRS dan DPR Gotong Royong. UU ini msh brlku dan
kata MPRS seharusnya dibaca MPR, sdngkan DPR seharusnya
tanpa Gotong Royong.
SUMBER HAP
UU No. 5 (PNPS) Thn 1959 ttg Wwnang
Jaksa Agung/Jaksa Tentara Agung dan
memperberat ancaman hukuman terhadap
tindak pidana tertentu.
UU No. 7 (drt) Thn 1955 ttg Pengusutan,
Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana
Ekonomi.
Peraturan Pemerintah No. 27 Thn 1983 ttg
Pelaksanaan KUHAP.
Beberapa Keputusan Presiden yang
mengatur tentang acara pidana yaitu :
SUMBER HAP
Kep. Presiden Republik Indonesia No. 73 Thn 1967 ttg Pmbrian
Wwnang Kpd Jaksa Agung Mlkkan Pengusutan, Pemeriksaan
Pendahuluan Thdp Mrk Yg Mlkkan Tindakan Penyeludupan;
Kep. Presiden Republik Indonesia No. 228 Thn 1967 ttg
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi;
Intruksi Presiden Republik Indonesia No. 9 Thn 1974 ttg Tata
Cara Tindakan Kepolisian Thdp Pimpinan/Anggota DPRD
Tingkat II dan II;
Kep. Presiden Republik Indonesia No. 7 Thn 1974 ttg
Organisasi Polri;
Kep. Presiden Republik Indonesia No. 55 Thn 1991 ttg Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;
Kep. Presiden Republik Indonesia No. 43 Thn 1983 ttg
Tunjangan Hakim
Kep. Presiden Republik Indonesia No. 44 Thn 1983 ttg
Tunjangan Jaksa
Sejarah singkat HIR, RBg dan BRv
1. HIR
HIR singkatan dari Herziene Inlandsch Reglement, merupakan
salah satu sumber hukum acara perdata bagi daerah Pulau
Jawa dan Madura peninggalan kolonial Hindia Belanda yang
masih berlaku dinegara kita hingga kini. HIR sebenarnya
berasal dari Inlansch Reglement (IR) atau Reglement
Bumiputera.
2. 2. BRv
BRv atau Rv singkatan dari Reglement op de Burgerlijke
Rechtsvordering, merupakan Hukum Acara Perdata untuk
golongan Eropa
3. RBg
RBg adalah singkatan dari Rechtsreglement voor de
Buitengewesten (Reglement untuk daerah seberang),
merupakan Hukum Acara Perdata bagi daerah-daerah luar
pulau Jawa dan Madura.
HAP yang pernah dilaksanakan
kerajaan Belanda di Indonesia :
Reglement op Rechterlijk Organisatie (Reg. Organisasi
Kehakiman) S.1848-57. memuat ttg ketentuan org.
Kehakiman.
Reglement op de Burgerlijke Rechts Vordering (Reglement
HAPerdata) S. 1849-63.
Reglement op de Strafvoordering (Reglement HAP) S.1849-
63 yang memuat HAP bagi gol. Pddk eropah dan disamakan
dengan mereka.
Land Gerechts Reglement (Hakim Kepolisian) S.1914-317
Memuat Hukum Acara di muka kehakiman yang memeriksa
dan memutus perkara-perkara kecil untuk segala gol.
Penduduk.
Inlandsch Reglement (IR)/(HIR) yang disebut: Reglement
Bumi Putra S. 1949-19. HAPerdata dan Hukum Acara Pidana
di muka pengadilan landrat bagi gol pddk Indonesia dan
Timur Asing hanya berlaku di jawa dan Madura.
Reglement vor de Buitengewesten (RBg) S.1927-227 yang
memuat Hukum Acara Perdata bagi pddk Indonesia dan
Timur Asing yang di luar Pulau Jawa dan Madura
IR menjadi HIR
Dalam perkembangan IR mengalami perubahan oleh
karena tugas-tugas residen dalam pemerintahan
semakin meningkat sehingga tugas peradilan
menjadi terabaikan. Untuk mengatasi hal ini maka
timbbul gagasan untuk melakukan perubahan
terhadap ketentuan2 IR, karena sepanjang
menyangkut tugas penuntutan dan pemeriksaan.
Gagasan tersebut kemudian menjadi kenyataan
melalui S. 1941-44 IR diperbaharui menjadi HIR
(Herziene Inlandsch Reglement).
MASA JEPANG
Semasa pendudukan bala tentra jepang tidak
dilakukan perubahan yang mendasar di
bidang hukum, kecuali nama pengadilan
yang disesuaikan dengan nama jepang yaitu:
GUNSERE (OSAMU SEREI) = UU Nomor 1
Tahun 1942 dimana Landrat menjadi: TIE
HOOIN dan diberlakukannya sebagai Hukum
Acaranya adalah: HIR. Kemudian
Landgerecht diubah namanya menjadi:
KEIZAIHOOIN. Dengan Hukum Acaranya
Landgerecht Reglement.
Perbedaan HIR dengan KUHAP
Tidak dikenal dalam HIR:
Hak tersangka (Psl 50-51 KUHAP)
Bantuan hukum (Psl 69-70 KUHAP)
Dasar hukum dalam surat perintah
penangkapan (Psl 16-17 KUHAP)
Ganti rugi (Rehabilitasi Psl 95-96-97)
Pra Peradilan ( Psl 1 ayat 10 KUHAP)
Penggabunan (perdata+pidana Psl 98-101)
Koneksitas (Psl 89-90 KUHAP)
Peninjauan Kembali Psl 263 KUHAP)
MASA INDONESIA MERDEKA
Berdasarkan Pasal II AP UUD’45 di bidang Hukum Acara Pidana masih tetap
diberlakukan HIR dan Landgerecht Reglement. Baru pada tanggal 14 Januari
1951 melalui UU No.1 Drt 1951 dilakukan keseragaman HAP sebagai tindakan
sementara untuk menyelenggarakan kesatuan dalam keseragaman kekuasaan
dan acara pengadilan sipil di Indonesia. Atas dasar peraturan tsb maka sejak
saat itu diseluruh wil. Indonesia dikenal pengadilan sehari-hari untuk segala gol.
Pdd sipil di bidang peradilan umum yang terdiri-dari pengadilan negeri sebagai
pengadilan tk I, PT sebagai Pengadilan Tk akhir dan MA.
Di dalam memenuhi perintah Ps. 24 UUD\45 maka dikeluarkanlah UU No. 19
tahun 1964 yang kemudian diganti dengan UU No. 14 Th 1970 ttg Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman. Menurut pasal 12 UU Nomor 14 th 1970, HAP
harus dibuat berdasarkan UU tersendiri untuk memenuhi harapan UU tsb pada
tahun 1979 pemerintah mengajukan RUU Acara Pidana ke DPR yang kemudian
setelah melalui proses legislatif pada taggal 23 Sept. 1981 disetujui DPR dan
pada tanggal 31 Desember 1981 disahkan menjadi UU Nomor 8 tahun 1981 LN
1981-76.
Dengan lahirnya UU ini maka segala ketentuan Acara Pidana yang termuat
dalam HIR dan UU No.1 Drt 1951 dan dalam berbagai perUUngan lainnya
sepanjang menyangkut HAP dinyatakan tidak berlaku lagi.
ASAS….
KESEIMBANGAN
Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c
yang menegaskan bahwa dalam penegakan
hukum harus bcrlandaskan prinsip
keseimbangan yang serasi antara:
1.perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia dengan,
2. perlindungan terhadap kepentingan dan
ketertiban masyarakat.
- perlindungan terhdp harkat & martbt
man, kepentingan dan termasy.
Asas………
PRADUGA TAK BERSALAH (Presumption
of innocent): Penjelasan butir 3 huruf c
asas praduga tak bersalah, telah dirumuskan
dalam Pasal 8 Undang undang Pokok
Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970,
yang berbunyi: "Setiap orang yang sudah
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap".
PRINSIP PEMBATASAN PENAHANAN
Masalah penahanan, merupakan persoalan yang
paling esensial dalamsejarah kehidupan
manusia. Setiap yang namanya penahanan,
dengan sendirinya menyangkut nilai dan
makna, antara lain:
perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang
yang ditahan,
menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan
harkat martabat kemanusiaan,
menyangkut nama baik dan pencemaran atas
kehormatan diri pribadi.
Setiap penahan dengan sendirinya menyangkut
pembatsan dan pencbutan smeentara sebagian
hak-hak aasi manusia
ASAS GANTI RUGI DAN
REHABILITASI (Psl 95, 96, dan Psl
97)
PENGGABUNGAN PIDANA
DENGAN TUNTUTAN GANTI RUGI
(Psl 98 s/d Psl 101)
ASAS PERADILAN SEDERHANA,
CEPAT DAN BIAYA RINGAN.
PERADILAN TERBUKA UNTUK
UMUM (Pasal 153 ayat 3)
DASAR HUKUM :
a.Undang-undang RI No.8 Tahun 1981, Tentang
Hukum Acara
Pidana, LN.RI No.76. TLN. No.3309
b. Undang-undang RI No.4 Tahun 2004, Tentang
Kekuasaan
Kehakiman, LN.RI No.8/ 2004
3. Undang-undang RI No.5 Tahun 1991, Tentang
Kejaksaan RI, LN.RI.No.59/ 1991
4. Undang-undang RI No.2 Tahun 2002, Tentang
Kepolisian Negara
Republik Indonesia, LN.RI No 2002
5. Undang-undang RI No.18 Tahun 2003, Tentang
Advokat, LN.RI No.49/ 2003, TLN No.4282
6. Undang-undang RI No.5 Tahun 2004, Tentang
Perubahan atas UU No.14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, LN.RI No.9/ 2004
7. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, seperti
SEMA dan PERMA. Dll.
ILMU-ILMU PEMBANTU HUKUM
ACARA PIDANA
1. LOGIKA
• Logika diperlukan dalam menghubungkan keterangan
yang satu dengan yang lain seperti masalah pembuktian
dan metode penyelidikan.
2. PSIKOLOGIKA
• Mengerti tingkah laku dan dapat memberi penilaian atas
hal itu. Hakim seharusnya mempunyai rasa seni, yang
dapat mengerti dan menilai fakta-fakta yang sangat
halus dan penyimpangan2 yang lahir dari unsur
kejiwaan terdakwa. Jadi berguna dalam hal menghadapi
manusia (Tersangka/terdakwa).
3. KRIMINALISTIK
Berguna dalam hal menilai faktanya. Fakta-fakta
yang ditemukan oleh hakim harus dapat
dikonstruksikan sebelum ia menjatuhkan
putusannya.
4. PSIKIATRI
Psikiatri yang dipakai dalam hal-hal yang tidak
normal, yaitu psikiatri utk peradilan atau forensik.
5. KRIMINOLOGI
Diperlukan dalam rangka mengetahui sebab2 atau
ltr blkg tjd kejahatan serta akibatnya terhdp masy.
PENYELIDIKAN:
Serangkaian tindakan penyelidik utk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai TP guna menentukan dapat tdknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur UU ini.
Fungsi :
- Mencari dan menemukan peristiwa tindak
pidana
- Menentukan dapat atau tidaknya tindakan
penyidikan dilakukan.
PENYELIDIK
• Fungsi:
- Mencari serta mengumpulkan bukti
- membuat terang TP
- Menemukan tersangkanya
PENYIDIK
• Pengekangan sementara
waktu kebebasan tsk/tdw
• Guna kepentingan
penyidikan atau
penuntutan
SYARAT PENANGKAPAN
• Melakukan tindakan
pemeriksaan dan atau
• Penyitaan dan atau
• Penangkapan
TATA CARA
PENGGELEDAHAN
• PENGGELEDAHAN BIASA
- Harus ada “Surat Izin” Ka.PN
- Petugas membw dan
memperlihatkan surat tugas
- didampingi 2 saksi, jika
penghuni tdk setuju (RT,RW)
- membuat BA penggeledahan
- penjagaan rumah atau tempat
P. DALAM KEADAAN
MENDESAK
• Dapat langsung dilakukan tanpa
lebih dahulu mendpt Izin Ka. PN
- halaman rmh tsk
- tempat lain tsk bertpt tggl
- ditempat tindak pidana dilak.
- penginapan dan tpt umum lain
KEADAAN SANGAT PERLU
DAN MENDESAK
• Diduga keras terdapat terdw
akan melarikan diri
• Mengulangi tindak pidana
• Benda yang dapat disita
dikhawatirkan akan
dimusnahkan (dipindahkan).
KEC.TERTANGKAP TANGAN
DILARANG BERTINDAK MEMASUKI
DAN MELAKUKAN PENGGELEDAHAN
PADA SAAT:
• Ruang dimana sedang berlsg
sidang MPR,DPR atau DPRD
• Sedang berlangsung ibadah
atau upacara keagamaan dan
• Ruang sedang berlangsung
sidang pengadilan
PENAHANAN
• Penempatan tsk atau terdakwa
ditempat ttt oleh penyidik atau
PU atau hakim dlm hal serta
mnrt cara yg diatur KUHAP
• Penydkan: Penydk atau PP atas
Perintah Pydk
• Penuntutan: PU
• Pemeriksaan: Hakim
SYARAT PENAHANAN
• Syarat Objektif:
- Tindak pidana yg dilakukan itu diancam dg
pidana penjara 5 th atau lebih
- Tindak pidana yg kurang dr 5 th ttp tindak
pidana itu disebutkan dlm KUHAP
• Syarat Subjektif:
- Tsk atau tdw diduga keras sbg plk
- Berdasarkan bukti yg cukup
- Adapun kekhawatiran tsk atau tdw akan:
melarikan diri,menghilangkan brg bukti
dan mengulangi Tindak Pidana
JANGKA WT PENAHANAN DAN
PENAHANAN LANJUTAN
PERPJGN PNHN
JK
TK PMRSN PJBT PJBT JK WT JLH
WT
PENYIDIKAN PYDK 20 PU 40 60
PENUNTUTAN PU 20 Ka.PN 30 50
JUMLAH 300
PENGURANGAN MASA
TAHANAN
• Tahanan Rutan= lamanya masa
tahanan
• Tahanan Rumah= 1/3 masa
tahanan
• Tahanan Kota= 1/5 masa
tanahan.
PENYITAAN
• Serangkaian tindakan penyidik
utk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak
atau tdk bergerak, berwujud
atau tdk berwujud guna
kepentingan pembuktian dlm
penyidikan, penuntutan dan
peradilan
TATA CARA PENYITAAN
DALAM KEADAAN BIASA
• Harus ada surat izin dari Ka PN
• Menunjukkan tanda pengenal
• Memperlihatkan benda yg akan
disita
• Disaksikan oleh Kepala Desa
atau ketua lingkungan dengan
dua orang saksi
• Membuat BA penyitaan dan
menyampaikan turunannya
• Membungkus benda sitaan
PENYITAAN DLM KEADAAN
PERLU DAN MENDESAK