Tugas Paper
Oleh:
Galih Setya Nugroho
2122.01.084
2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Isi
I. Pengertian Perusahaan
A. Menurut KKBI
“Kegiatan yang diselenggarakan dengan peralatan atau dengan cara teratur dengan
tujuan mencari keuntungan (dengan mengasilkan sesuatu, mengolah atau membuat
barang-barang, berdagang, memberikan jasa, dan sebagainya).”
B. Menurut Molengaraaff (1966)
Keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar,
untuk memperoleh penghasilan, dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan
barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
II. Unsur-Unsur Perusahaan
- Badan usaha, setiap perusahaan memiliki bentuk tertentu, apakah berbadan hukum
atau bukan badan hukum. Contoh: Usaha dagang, CV, PT, Koperasi, dan lain-lain.
- Kegiatan di bidang Ekonomi, meliputi perindustrian, perdagangan, jasa, dan
pembiayaan.
- Terus-menerus, artinya kegiatan usaha yang dilakukan perusaahn sebagai mata
pencaharian, dilakukan secara terus-menerus bukan kegiatan insidentil.
- Bersifat tetap, kegiatan usaha yang dilakukan tidak berubah dalam waktu singkat,
namun dapat berubah dalam waktu panjang.
- Diketahui public, usaha yang dijalankan diketahui dan ditunjukkan untuk public
secara umum, diakui dan dibenarkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia.
- Mendapatkan laba, tujuan dari usaha tersbeut adalah untuk mendapatkan
keuntungan dari setiap kegiatan usaha.
- Pembukuan, sebuah perusahaan harus melakukan pencatatan tentang hak dan
kewajiban yang berhubungan dengan aktivitas usaha.
III. Dasar Hukum perusahaan
- Perundang-undangan
• Undang-Undang No. 40 tahun 2007 mengenai perseroan terbatas.
• PP no.15 tahun 2009 mengenai pajak dalam suatu penghasilan.
• Undang-undang No.33 dan No.34 tahun 1964 mengenai asuransi kecelakaan
kerja.
3|Page
• UU No. 7 tahun 1987 mengenai konstruksi UU No. 6 tahun 1982.
• Undang-undang No.19 tahun 2003 mengenai perusahaan milik negara.
• Undang-undang No.19 tahun 2002 tentang Hak cipta
• Dan lain-lain
- Kontrak Perusahaan
Kontrak perusahaan atau yang biasa juga disebut dengan perjanjian selalu
ditulis dan dianggap sebagai sumber utama hak dan kewajiban pihak-pihak yang
terlibat dalam suatu kesepakatan. Apabila saat tertentu terjadi perselisihan antara
pihak-pihak terkait, dalam hal ini saat kontrak perusahaan masih berlaku, maka
penyelesaian dapat dilakuan melalui perdamaian, arbitrase, atau pengadilan umum
sekalipun jika tidak ditemui penyelesaian yang jelas.
- Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah sumber hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-
pihak terkait. Hal ini akan mengisi kekosongan hukum, terutama jika terjadi suatu
sengketa terkait pemenuhan hak dan kewajiban.
- Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber hukum khusus yang tidak tertulis secara formal.
Karena itulah kebiasaan yang telah berlaku dan berkembang dikalangan pengusaha
dalam menjalankan perusahaan dengan lazim menjadi panutan untuk mencapai
tujuan sesuai kesepakatan.
IV. Jenis-Jenis Perusahaan
1. Perusahaan Berbadan Hukum
Perusahaan ini bisa dimiliki oleh negara atau swasta. Contoh perusahaan
berbadan hukum diantaranya:
a. PT (Perseroan Terbatas)
b. PT. Tbk
c. Perusahaan Umum
2. Perusahaan Bukan Berbadan Hukum
Jenis perusahaan ini adalah perusahaan swasta yang dimiliki beberapa orang
pengusahan dalam bentuk kerjasama.
a. Perusahaan perseorangan
b. Firma
c. Yayasan-Foundation
4|Page
V. Persekutuan Komanditer/Commanditaire Vennootschap (CV)
Menurut pasal 19 KUHD CV suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan
yang dibentuk satu orang atau beberapa orang yang secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung jawab slider) pada satu pihak, dan satu
orang lebih sebagai pemberi modal (geldscheiter) pada pihak yang lain.
Regulasi: Pasal 19-21 KUHD
Karakteristik CV yang tidak dimiliki Badan Usaha lainnya adalah terdapat dua jenis
keanggotaannya yaitu:
A. Perser Aktif (persero kerja)
B. Persero Pasif (persero komanditer)
CV dapat didirikan dengan sayarat dan prosedur yang lebih mudah daripada PT, yaitu
hanya mensyaratkan pendirian oleh dua orang, dengan menggunakan akta Notaris yang
berbahasa Indonesia. Untuk pendirian CV, tidak diperlukan adanya pengecakan nama
CV terlebih dahulu. Oleh karena itu prosesnya akan lebih cepat dan mudah
dibandingkan dengan pendirian PT.
VI. Badan Hukum
1. Perseroan Terbatas (PT)
PT adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dala m saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang – Undang
serta peraturan pelaksanannya.
Regulasi : UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2. Jenis Perseroan Terbatas (PT)
a. PT Terbuka
Perusahaan jenis ini memiliki saham yang dapat dimiliki oleh masyara kat luas
melalui pasar modal. PT jenis ini juga sudah go-public atau Initial Pub lic
Offering (IPO). Contoh dari perusahaan ini adalah PT. Bank Bank Central Asia
Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan lainnya.
b. PT Tertutup
Ini merupakan perusahaan perseorangan terbatas yang sahamnya hanya dimiliki
oleh kalangan tertutup, contohnya seperti perusahaan keluarga. Contoh dari
perusahaan ini adalah Sinar Mas Group dan Bakrie Group.
5|Page
c. Perseroan Kosong
Pada jenis ini, perusahaan yang telah memiliki izin usaha dan perizinan lainnya,
hanya saja belum memiliki kegiatan yang dilakukan. Contoh dari peru sahaan
ini adalah PT Semen Kupang, PT Bayur Air dan lainnya.
d. PT Asing
Ini merupakan jenis PT yang didirikan di luar negeri dengan mengikuti dan
menjalankan peraturan yang berlaku dalam negara tersebut.
e. PT Domestik
3. Modal PT
Permodalan merupakan aspek penting yang wajib dipertimbangkan sebelum
mendirikan perusahaan. Modal merupakan aset yang wajib dimiliki setiap
perusahaan b aik CV, PT, Firma, Persekutuan Perdata maupun Yayasan. Modal
dalam Perseroan Ter batas (PT) terbagi atas nominal saham yang dapat diubah atau
disesuaikan oleh pemeg ang saham dari waktu ke waktu. Permodalan PT diatur oleh
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU No.
40/2007”).
a. Modal dasar
Modal PT terdiri atas modal dasar, disetor dan ditempatkan. Mo dal dasar
adalah total jumlah dari keseluruhan saham yang dimiliki per seroan. Sebelum
6|Page
berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 te ntang Cipta Kerja (“UU No.
11/ 2020”), minimal modal dasar yang har us dimiliki PT adalah sebesar Rp
50.000.000,- (lima puluh juta Rupia h). Dimana, dari besaran modal dasar tersebut
yang wajib untuk disetor kan oleh para pemegang saham pada rekening perusahaan
adalah sebes ar 25% dari total jumlah modal dasar tersebut. Namun dengan
lahirnya omnibus law atau Undang Undang Cipta Kerja, syarat minimal modal
menjadi dihapuskan. Ketentuan ini diatur pada Pasal 109 angka 3 UU No. 11 Tahun
2020 yang mengatur sebagai berikut:
Lebih lanjut, hal tersebut juga diatur dalam salah satu aturan pe laksana
undang-undang cipta kerja yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021
tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendir ian, Perubahan, dan
Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria u ntuk Usaha Mikro dan Kecil
(“PP No. 8/2021”).
Namun, penting untuk kita ketahui bahwa tidak seluruh PT dipe rbolehkan
menentukan besaran modal dasarnya sendiri. Pasal 5 PP No. 8/2021 menyatakan:
“Perseroan yang melaksanakan kegiatan usaha te rtentu, besaran minimum modal
dasar Perseroan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Adapun contoh beberapa bidang atau kegiatan usaha tertentu yang wajib memenuhi
ketentuan m inimal modal dasar sesuai peraturan perundang-undangan adalah PT
ya ng bergerak dalam bidang perbankan (perhimpunan dana masyarakat), asuransi,
konstruksi/ pembangunan tertentu dan sebagainya.
7|Page
- RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisa ris guna
menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS sebagaiman a dimaksud pada
ayat (1) untuk jangka waktu paling lama 1 ta hun.
- Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-
waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
8|Page
modal yang d itempatkan tersebut nantinya akan menjadi bukti kepemilikan
dalam bentuk saham sebuah perusahaan.
Modal yang dianggap nyata atau riil, sebab modal tersebut sudah benar-benar
disetorkan ke dalam perusahaan. Pemegang saham yang menanamkan modal di
PT pun dianggap sudah menyetorkan modal pendirian PT secara riil. Penyeto
ran yang sudah dilakukan pun sudah dianggap sah berdasarkan pada UU PT ya
ng menyebutkan besaran modal ditempatkan minimal adalah 25 persen dari m
odal dasar yang disetorkan. Penyetoran itu pun harus disertakan dengan bukti
penyetoran yang sah, misalnya bukti pemasukan uang yang dilakukan oleh pe
megang saham ke dalam rekening bank milik perusahaan.
VII. Organ PT
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ Perseroan Terbatas yang memiliki kewenangan eksklusif yang
tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan
dalam Undang-Undang dan/atau anggaran dasar. RUPS memiliki kewenangan untuk;
Direksi memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan perusahaan sesuai
dengan tujuan perusahaan tersebut. Direksi yang diangkat oleh perusahaan tidak harus
memiliki kewarganegaraan Indonesia tetapi juga dapat memiliki kewarganegaraan
asing. UU PT sendiri tidak mengatur mengenai ketentuan warga negara apa yang dapat
men duduki jabatan direktur.
Namun, dalam Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa “Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang menguru
si personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu”, sehingga dapat diartikan jika kerja
9|Page
asing boleh menjadi direktur suatu perusahaan kecuali untuk jabatan yang mengurusi
atau berhubungan langsung dengan kepegawaian atau personalia seperti Direktur HRD.
Direksi memiliki wewenang untuk menjalankan pengurusan perusahaan
dengan kebijakan yang dipandang tepat dan dengan batas yang ditentukan oleh
Undang-Undang dan/atau anggaran dasar. Selain itu, memiliki kewajiban untuk;
1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
rapat rapat
2. Membuat laporan tahunan untuk disampaikan kepada RUPS.
3. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan diatas
dan dokumen Perseroan lainnya.
Prinsip pengelolaan suatu perusahaan dalam literatur dikenal beberapa prinsip yakni :
1. Prinsip Kolegial
Menurut prinsip ini, kedudukan para direktur sama tingginya sehingga tidak ada
yang menjadi Presiden Direktur, Perbedaan hanya terletak tugas, wewenang
dan tanggung jawab.
2. Prinsip Direktorial
Menurut prinsip ini seorang direktur menjadi presiden direktur atau direktur
utama. Sedangkan direktur lainnya, berada di bawahnya dan bertanggung jawab
kepadanya. Sedangkan presiden direktur bertanggung jawab kepada dewan
komisaris.
3. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberikan nasihat kepada Direk si. Kewajiban, disebutkan di dalam Pasal 108
ayat (1) UU PT adalah melakukan peng awasan atas kebijakan pengurusan,
pengelolaan pada umumnya, baik mengenai Perser oan maupun usaha
Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah perorangan yang
mampu mela ksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit
atau menjadi anggota D ireksi atau menjadi anggota Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan perser oan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah
dihukum karena melakukan tindak pida na yang merugikan keuangan negara
dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkat an. Kewajiban lain yang
terdapat dalam Pasal 116 UU PT, berupa:
- Membuat rapat Dewan Komisaris dan menyimpannya;
10 | P a g e
- Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikannya dan/atau
keluargany a pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;
- Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama
tahun buku yang baru berakhir kepada RUPS.
11 | P a g e
dokumen perusahaan tidak hanya dapat berbentuk dokumen tertulis saja, tapi juga
rekaman video dan juga suara yang dapat digunakan sebagai bukti hukum yang jelas.
Dokumen perusahaan menurut UU Nomor 8 Tahun 1997 pasal 2 dan 3
disebutkan bahwa yang termasuk dalam kategori dokumen perusahaan adalah:
● Dokumen keuangan terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung
administrasi keuangan, yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta
kegiatan usaha suatu perusahaan.
● Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi ketera ngan yang
mempunyai nilai guna bagi perusahaan meskipun tidak terkait langsung dengan
dokumen keuangan.
12 | P a g e
● Pasal 10 (Ketentuan mengenai bentuk catatan yang wajib dihasilkan da lam bentuk
fisik (kertas) dan juga catatan yang bisa berbentuk lainnya (selain kertas))
● Pasal 11 (Ketentuan mengenai jangka waktu penyimpanan dokumen pe rusahaan
yang telah disebutkan pada pasal-pasal sebelumnya)
● Pasal 12 (Ketentuan mengenai pengalihan dokumen perusahaan dan m edia yang
digunakan)
● Pasal 13 (Kewajiban legalisasi atas dokumen perusahaan yang dialihka n)
● Pasal 14 (Ketentuan legalisasi melalui berita acara dan isi yang setidak nya harus
terkandung di dalam berita acara tersebut)
● Pasal 15 (Keabsahan dan legalitas untuk dokumen yang sudah dialihkan menjadi
mikrofilm atau media lainnya lalu dicetak)
● Pasal 16 (Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengalihan dokumen yang
diatur oleh peraturan daerah)
● Pasal 17 (Ketentuan pemindahan dokumen perusahaan)
● Pasal 18 (Kewajiban penyerahan dokumen perusahaan tertentu kepada Arsip
Nasional dan ketentuan pembuatan berita acara terkait penyerahan dokumen
perusahaan tersebut kepada Arsip Nasional)
● Pasal 19 (Ketentuan pemusnahan dokumen perusahaan)
● Pasal 20(Ketentuan pemusnahan dokumen perusahaan yang sudah diali hkan ke
mikrofilm ataupun media lainnya)
● Pasal 21 (Ketentuan mengenai pembuatan berita acara tentang pemusn ahan
dokumen perusahaan)
● Pasal 22 (Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyerahan dan pemusnahan
dokumen yang diatur oleh peraturan daerah)
● Pasal 23 (Ketentuan jangka waktu penyimpanan terkait buku, surat, cat atan, dan
neraca yang sesuai dengan ketentuan pasal 6 pada Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesia, Staatsblad 1847 : 23 / KUHD))
● Pasal 24 (Ketentuan jangka waktu penyimpanan salinan surat dan teleg ram
berdasarkan pasal 6 KUHD)
● Pasal 25 (Ketentuan pemusnahan dokumen perusahaan bagi perusahaa n yang telah
meminta pertimbangan kepada ketua BPK dan juga terhitu ng satu tahun sejak
diterbitkan UU ini belum diberikan pertimbangan)
13 | P a g e
● Pasal 26 (Ketentuan pemusnahan dokumen perusahaan bagi perusahan yang telah
meminta pertimbangan kepada kepala Arsip Nasional dan juga terhitung satu tahun
sejak diterbitkan UU ini belum diberikan pertimbangan)
● Pasal 27 (Ketentuan jadwal retensi dokumen perusahaan bagi perusaha an yang
telah meminta pertimbangan kepada kepala Arsip Nasional da n juga terhitung satu
tahun sejak diterbitkan UU ini belum diberikan pertimbangan)
● Pasal 28 (Pihak-pihak yang nantinya memberlakukan ketentuan dalam UU
tersebut)
● Pasal 29 (Keberlakuan mengenai semua ketentuan pada peraturan peru ndang-
undangan terkait pelaksanaan Pasal 6 KUHD)
● Pasal 30 (Keterangan lainnya saat UU ini berlaku)
● Pasal 31 (Waktu berlakunya UU ini)
14 | P a g e
bukti pembukuan) wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak akhir
tahun buku perusahaan yang bersangkutan.
● Data pendukung administrasi keuangan (data pendukung yang tidak m erupakan
bagian dari bukti pembukuan), jangka waktu penyimpanann ya disesuaikan dengan
kebutuhan perusahaan yang bersangkutan
● Dokumen lainnya (data atau setiap tulisan yang berisi keterangan Yan g
mempunyai nilai guna bagi perusahaan meskipun tidak terkait langs ung dengan
dokumen keuangan) jangka waktu penyimpanannya diteta pkan berdasarkan nilai
guna dokumen tersebut.
● Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3), dis usun oleh
perusahaan yang bersangkutan dalam suatu jadwal retensi y ang ditetapkan
dengan keputusan pimpinan perusahaan.
● Kewajiban penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) tidak menghilangkan fungsi dokumen yang bersangku tan sebagai
alat bukti sesuai dengan kebutuhan sebagaimana ditentuk an dalam ketentuan
mengenai daluwarsa suatu tuntutan yang diatur d alam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, atau untuk kepent ingan hukum lainnya.
Pengaturan mengenai pemusnahan dokumen keuangan dilaksanakan
berdasarkan keputusan pimpinan perusahaan. Pimpinan perusahaan tersebut atau
pejabat lain yang ditunjuk bertanggungjawab atas segala kerugian perusahaan
dan/atau pihak ketiga sebagai akibat dari pemusnahan Dokumen Perusahaan, dalam
hal pemusnahan Dokumen Perusahaan dilakukan sebelum habis jangka waktu
penyimpanan; atau pemusnahan Dokumen Perusahaan dilakukan, sedangkan
diketahui atau patut diketahui bahwa Dokumen Perusahaan tersebut masih tetap
harus disimpan, karena mempunyai nilai guna baik yang berkaitan dengan
kekayaan, hak dan kewajiban perusahaan maupun kepentingan lainnya.
15 | P a g e
2. Merek (simbol, nama dagang) UU No.15 Th.2001 Pasal 1 Ayat 1
3. Desain Industri (fisik produk) UU No.31 Th.2000 Pasal 1 Ayat 1
Manfaat HKI:
X. Saham
Prinsip separate legal personality diatur secara normatif dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT
yang menyebutkan bahwa pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi
atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertanggung jawab atas kerugian PT
melebihi saham yang dimiliki. Namun, ketentuan di atas tidak berlaku dan pemegang
saham dapat dimintai pertanggungjawaban hukum berdasarkan Pasal 3 ayat (2) U UPT
apabila:
16 | P a g e
Perlindungan Hukum bagi Pemegang Saham PT Persekutuan Modal
1. Mengajukan Gugatan Terhadap PT
Pasal 62 ayat (1) UUPT; Pemegang saham berhak meminta kepada PT agar
sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak
menyetujui tindakan PT yang merugikan pemegang saham atau PT, berupa:
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan PT yang mempunyai nilai lebih dari
50% kekayaan bersih PT; atau
c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
3. Hak Pemeriksaan Terhadap PT
17 | P a g e
a. Persyaratan PT sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung
de ngan itikad buruk memanfaatkan PT untuk kepentingan pribadi;
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh PT; atau
d. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung se
cara melawan hukum menggunakan kekayaan PT, yang mengakibatkan kekay
aan PT menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang.
18 | P a g e
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ay
at (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk menghitung besaran dana CSR yang dialokasikan bisa diukur dari laba
bersih atau besaran keuntungan perusahaan, apakah persentasenya 2,5% atau 3% dari
keuntungan selama sesuai dengan asas kepatutan dan kewajaran. Sedangkan dalam
Peraturan Menteri Negara BUMN No. 4 tahun 2007 besarannya sebesar 2% dari laba
(S uharyono, 2015:1) dan (Widyana P:2010:1)
Untuk menghitung besaran dana CSR yang dialokasikan bisa diukur dari laba
bersih atau besaran keuntungan perusahaan, apakah persentasenya 2,5% atau 3% dari
keuntungan selama sesuai dengan asas kepatutan dan kewajaran. Sedangkan dalam
Peraturan Menteri Negara BUMN No. 4 tahun 2007 besarannya sebesar 2% dari laba
(Suharyono, 2015:1) dan (Widyana P:2010:1)
Landasan hukum untuk pemberlakuan CSR juga harus memenuhi 3 (tiga) land asan
tersebut yakni filosofis, sosiologis dan yuridis. Dengan berlandaskan pada ketiga landasan
ini maka lengkaplah landasan hukum pemberlakuan CSR memperoleh keabs ahan filsafati,
sosiologis dan yuridis. (Rahardjo:2006) Pada paper ini, tim penyusun akan lebih berfokus
pada bahasan landasan hukum CSR Yuridis. CSR dikenal juga dengan sebutan TJSL
(Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan) itu sudah diatur sedemikia n rupa dalam:
● UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT)
● UU No. 25 Th 2007 Tentang Penanaman Modal
19 | P a g e
● PP 47 tahun 2012 tentang Tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi
Perseran Terbatas
● Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(Ade Adhari: 2015:1) jo Permeneg BUMN No.PER 05/MBU/2007 tentang
Program kemitraan BUMN dan usaha kecil dan bina lingkungan. (Suharyono,
20 15:1)
● Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin
(Ra hmatullah, 2013:hal 1)
20 | P a g e
Sementara untuk membuktikan ada-tidaknya pengaruh pemegang saham, men
urut Ari dapat dilakukan pembuktiannya melalui beberapa tahap. Tahap pertama, perl
u diselidiki apakah direksi merupakan orang yang ditempatkan oleh pemegang saham
pengendali? Para pemegang saham sering menggunakan modalnya untuk mempengar
uhi direksi dan komisaris dalam mengambil kebijakan yang menguntungkannya.
Bentuk penggunaan pengaruh modal oleh pemegang saham biasanya berupa p
enunjukan direksi dan komisaris. Bila direksi merupakan orang yang ditunjuk oleh pe
megang saham pengendali, maka, dalam konteks pidana, pemegang saham dapat dimi
ntai pertanggungjawaban pidana atas tindakan buruk direksi yang dia pilih.
Tahap kedua, untuk membuktikan keterlibatan pemegang saham dalam kasus
Karhutla adalah dengan melihat dokumen Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). D
alam dokumen RUPS dapat dibaca rencana tindakan korporasi untuk mematuhi persy
aratan yang diatur dalam undang-undang di bidang pembukaan lahan. Seharusnya kor
porasi sudah memahami dengan benar persyaratan yang diatur dalam undang-undang
untuk pembukaan lahan. “Bila dalam dokumen terdapat ketidaksesuaian, maka perlu d
ilihat penyebab ketidaksesuaian tersebut,” urai Ari.
Menurut Ari, secara teoritis, pemegang saham tidak boleh mempengaruhi kebi
jakan direksi, kecuali melalui organ korporasi yaitu RUPS. Namun dalam kenyataann
ya seringkali pemegang saham pengendali, dengan kekuasaan yang dimilikinya, berti
ndak diluar kewenangannya untuk mengatur direksi dan komisaris (ultra vires). Terha
dap tindakan tersebut, menurut Pasal 3 ayat (2) UU PT, pemegang saham telah kehila
ngan hak imunitasnya.
Hak imunitas pemegang saham adalah pertanggungjawaban terbatas atau limit ed liability.
Dengan kata lain, bila pemegang saham melakukan tindakan ultra vires, m aka
pertanggungjawaban pemegang saham tidak lagi sebatas saham yang disetor, mel ainkan
-- menurut rumusan pasal 55 KUHP-- menjadi pihak yang menyuruh melakukan atau
membantu melakukan tindak pidana.
Dengan demikian limited liability dapat ditembus atau piercing the corporate v
eil, dan pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi. Sebagaimana diatur dala
m Pasal 3 ayat (2) UU PT. “Dengan dua tahap pembuktian dan doktrin ultra vires ters
ebut, semestinya aparat penegak hukum tidak ragu untuk menjerat pidana pemegang s
aham dari korporasi yang melakukan tindak pidana Karhutla,” kata Ari.
Ari menjelaskan, bila pemegang saham selalu berlindung di balik tameng korp
orasi maka kasus kejahatan korporasi termasuk kasus karhutla akan terus terjadi. Seda
21 | P a g e
ngkan penerapan sanksi pidana bagi pemegang saham akan membuat mereka lebih be
rhati-hati untuk berbuat jahat dan curang, dan dapat membuat korporasi berjalan lebih
sehat. “Korporasi yang sehat akan berdampak positif bagi iklim investasi di Indonesia,
dan menguntungkan negara untuk proses pembangunan ekonomi berkelanjutan,”
tukasnya.
22 | P a g e
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perusahaan merupakan segala bentuk usaha yang mejalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap, terus-menerus, bekerja dan didirikan di wilayah Negara Indonesia dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan atau laba. Perusahaan atau badan usaha terdiri dari perusahaan
berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. Sebuah perusahaan dapat dikatakanh berbadan
hukum apabila memiliki unsur-unsur seperti adanya harta kekayaan yang dipisahkan,
mempunyai tujuan tertentu mempunyai kepentingan sendiri, adanya organisasi yang teratur,
proses pendiriannya mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman.
Hukum perusahaan corporate law merupakan hukum yang mengatur tentang seluk
beluk bentuk hukum perusahaan. Hukum perusahaan adalah pengkhususan dari beberapa bab
dalam KUH Perdata dan KUHD (kodifikasi) ditambah dengan sebuah peraturan perundangan
lain yang mengatur tentang perusahaan (hukum tertulus yang belum dikodifikasi). Sesuai
dengan perkembangan dunia perdagangan dewasa ini, maka sebagian dari hukum perusahaan
adalah peraturan-peraturan hukum yang masih baru. Jika hukum dagang (KUHD) adalah
hukum (lex specialis) terhadap hukum perdata (KUH Perdata) yang sifatnya lex generalis,
demikian pula hukum perusahaan merupakan hukum khusus terhadap ilmu dagang.
Dengan mengacu kepada undang-undang wajib daftar perusahaan, maka perusahaan
didefisikan sebagai “setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat
tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayan negara
Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dana tau laba”. Bertitik tolak dari definisi
tersebut, maka lingkup pembahasan hukum perusahaan meliputi 2 (dua) hal pokok, yaitu
bentuk usaha dan jenis usaha.
23 | P a g e