Tugas Paper
Oleh:
Galih Setya Nugroho
Alif Sunan Narendra
2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Isi
I. Pengertian Perusahaan
A. Menurut KKBI
“Kegiatan yang diselenggarakan dengan peralatan atau dengan cara teratur dengan
tujuan mencari keuntungan (dengan mengasilkan sesuatu, mengolah atau membuat
barang-barang, berdagang, memberikan jasa, dan sebagainya).”
B. Menurut Molengaraaff (1966)
Keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar,
untuk memperoleh penghasilan, dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan
barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
II. Unsur-Unsur Perusahaan
- Badan usaha, setiap perusahaan memiliki bentuk tertentu, apakah berbadan hukum
atau bukan badan hukum. Contoh: Usaha dagang, CV, PT, Koperasi, dan lain-lain.
- Kegiatan di bidang Ekonomi, meliputi perindustrian, perdagangan, jasa, dan
pembiayaan.
- Terus-menerus, artinya kegiatan usaha yang dilakukan perusaahn sebagai mata
pencaharian, dilakukan secara terus-menerus bukan kegiatan insidentil.
- Bersifat tetap, kegiatan usaha yang dilakukan tidak berubah dalam waktu singkat,
namun dapat berubah dalam waktu panjang.
- Diketahui public, usaha yang dijalankan diketahui dan ditunjukkan untuk public
secara umum, diakui dan dibenarkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia.
- Mendapatkan laba, tujuan dari usaha tersbeut adalah untuk mendapatkan
keuntungan dari setiap kegiatan usaha.
- Pembukuan, sebuah perusahaan harus melakukan pencatatan tentang hak dan
kewajiban yang berhubungan dengan aktivitas usaha.
III. Dasar Hukum perusahaan
- Perundang-undangan
• Undang-Undang No. 40 tahun 2007 mengenai perseroan terbatas.
• PP no.15 tahun 2009 mengenai pajak dalam suatu penghasilan.
• Undang-undang No.33 dan No.34 tahun 1964 mengenai asuransi kecelakaan
kerja.
3|Page
• UU No. 7 tahun 1987 mengenai konstruksi UU No. 6 tahun 1982.
• Undang-undang No.19 tahun 2003 mengenai perusahaan milik negara.
• Undang-undang No.19 tahun 2002 tentang Hak cipta
• Dan lain-lain
- Kontrak Perusahaan
Kontrak perusahaan atau yang biasa juga disebut dengan perjanjian selalu
ditulis dan dianggap sebagai sumber utama hak dan kewajiban pihak-pihak yang
terlibat dalam suatu kesepakatan. Apabila saat tertentu terjadi perselisihan antara
pihak-pihak terkait, dalam hal ini saat kontrak perusahaan masih berlaku, maka
penyelesaian dapat dilakuan melalui perdamaian, arbitrase, atau pengadilan umum
sekalipun jika tidak ditemui penyelesaian yang jelas.
- Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah sumber hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-
pihak terkait. Hal ini akan mengisi kekosongan hukum, terutama jika terjadi suatu
sengketa terkait pemenuhan hak dan kewajiban.
- Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber hukum khusus yang tidak tertulis secara formal.
Karena itulah kebiasaan yang telah berlaku dan berkembang dikalangan pengusaha
dalam menjalankan perusahaan dengan lazim menjadi panutan untuk mencapai
tujuan sesuai kesepakatan.
IV. Jenis-Jenis Perusahaan
1. Perusahaan Berbadan Hukum
Perusahaan ini bisa dimiliki oleh negara atau swasta. Contoh perusahaan
berbadan hukum diantaranya:
a. PT (Perseroan Terbatas)
b. PT. Tbk
c. Perusahaan Umum
2. Perusahaan Bukan Berbadan Hukum
Jenis perusahaan ini adalah perusahaan swasta yang dimiliki beberapa orang
pengusahan dalam bentuk kerjasama.
a. Perusahaan perseorangan
b. Firma
c. Yayasan-Foundation
4|Page
V. Persekutuan Komanditer/Commanditaire Vennootschap (CV)
Menurut pasal 19 KUHD CV suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan
yang dibentuk satu orang atau beberapa orang yang secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung jawab slider) pada satu pihak, dan satu
orang lebih sebagai pemberi modal (geldscheiter) pada pihak yang lain.
Regulasi: Pasal 19-21 KUHD
Karakteristik CV yang tidak dimiliki Badan Usaha lainnya adalah terdapat dua jenis
keanggotaannya yaitu:
A. Perser Aktif (persero kerja)
B. Persero Pasif (persero komanditer)
CV dapat didirikan dengan sayarat dan prosedur yang lebih mudah daripada PT, yaitu
hanya mensyaratkan pendirian oleh dua orang, dengan menggunakan akta Notaris yang
berbahasa Indonesia. Untuk pendirian CV, tidak diperlukan adanya pengecakan nama
CV terlebih dahulu. Oleh karena itu prosesnya akan lebih cepat dan mudah
dibandingkan dengan pendirian PT.
VI. Badan Hukum
1. Perseroan Terbatas (PT)
PT adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dala m saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang – Undang
serta peraturan pelaksanannya.
Regulasi : UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2. Jenis Perseroan Terbatas (PT)
a. PT Terbuka
Perusahaan jenis ini memiliki saham yang dapat dimiliki oleh masyara kat luas
melalui pasar modal. PT jenis ini juga sudah go-public atau Initial Pub lic
Offering (IPO). Contoh dari perusahaan ini adalah PT. Bank Bank Central Asia
Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan lainnya.
b. PT Tertutup
Ini merupakan perusahaan perseorangan terbatas yang sahamnya hanya dimiliki
oleh kalangan tertutup, contohnya seperti perusahaan keluarga. Contoh dari
perusahaan ini adalah Sinar Mas Group dan Bakrie Group.
5|Page
c. Perseroan Kosong
Pada jenis ini, perusahaan yang telah memiliki izin usaha dan perizinan lainnya,
hanya saja belum memiliki kegiatan yang dilakukan. Contoh dari peru sahaan
ini adalah PT Semen Kupang, PT Bayur Air dan lainnya.
d. PT Asing
Ini merupakan jenis PT yang didirikan di luar negeri dengan mengikuti dan
menjalankan peraturan yang berlaku dalam negara tersebut.
e. PT Domestik
3. Modal PT
Permodalan merupakan aspek penting yang wajib dipertimbangkan sebelum
mendirikan perusahaan. Modal merupakan aset yang wajib dimiliki setiap
perusahaan b aik CV, PT, Firma, Persekutuan Perdata maupun Yayasan. Modal
dalam Perseroan Ter batas (PT) terbagi atas nominal saham yang dapat diubah atau
disesuaikan oleh pemeg ang saham dari waktu ke waktu. Permodalan PT diatur oleh
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU No.
40/2007”).
a. Modal dasar
Modal dasar adalah nominal modal disebutkan dalam anggaran dasar dan
menj adi penentu pertama perusahaan beroperasional. Seperti yang diamanatkan
dal am UU No 40 Tahun 2007 modal dasar adalah sebesar Rp 50 juta. Sementara
dalam PP No 8 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Ciptaker menye but
bahwa modal dasar perseroan harus ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit
25% atau dua puluh lima persen yang dibuktikan dengan bukti penyeto ran yang
sah.
● Syarat Minimal Modal PT tahun 2022
Modal PT terdiri atas modal dasar, disetor dan ditempatkan. Mo dal dasar
adalah total jumlah dari keseluruhan saham yang dimiliki per seroan. Sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 te ntang Cipta Kerja (“UU No. 11/
6|Page
2020”), minimal modal dasar yang har us dimiliki PT adalah sebesar Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta Rupia h). Dimana, dari besaran modal dasar tersebut yang wajib untuk
disetor kan oleh para pemegang saham pada rekening perusahaan adalah sebes ar 25%
dari total jumlah modal dasar tersebut. Namun dengan lahirnya omnibus law atau
Undang Undang Cipta Kerja, syarat minimal modal menjadi dihapuskan. Ketentuan ini
diatur pada Pasal 109 angka 3 UU No. 11 Tahun 2020 yang mengatur sebagai berikut:
Lebih lanjut, hal tersebut juga diatur dalam salah satu aturan pe laksana undang-
undang cipta kerja yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal
Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendir ian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan
yang Memenuhi Kriteria u ntuk Usaha Mikro dan Kecil (“PP No. 8/2021”).
Namun, penting untuk kita ketahui bahwa tidak seluruh PT dipe rbolehkan
menentukan besaran modal dasarnya sendiri. Pasal 5 PP No. 8/2021 menyatakan:
“Perseroan yang melaksanakan kegiatan usaha te rtentu, besaran minimum modal dasar
Perseroan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Adapun
contoh beberapa bidang atau kegiatan usaha tertentu yang wajib memenuhi ketentuan m
inimal modal dasar sesuai peraturan perundang-undangan adalah PT ya ng bergerak dalam
bidang perbankan (perhimpunan dana masyarakat), asuransi, konstruksi/ pembangunan
tertentu dan sebagainya.
● Cara Penambahan Modal Dasar PT
Tata cara penambahan modal PT diatur dalam Pasal 41 UU No. 40/2007 yang
menyebutkan:
- Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetuj uan RUPS.
- RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisa ris guna
menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS sebagaiman a dimaksud pada ayat (1)
untuk jangka waktu paling lama 1 ta hun.
- Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-waktu
dapat ditarik kembali oleh RUPS.
7|Page
Lebih lanjut, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) penamba han modal
ditempatkan dan disetor wajib untuk dihadiri dengan kuoru m min. lebih dari 50%
(lima puluh persen) dari total jumlah saham. Se dangkan, syarat sahnya keputusan
RUPS untuk penambahan modal adalah min. lebih besar dari 50% (lima puluh persen)
dari total suara ya ng dikeluarkan (kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran
dasar).
Keputusan RUPS kemudian dituangkan dalam suatu akta yang berbentuk
notariil yang dinamakan Akta RUPS. Akta ini wajib ditanda tangani oleh seluruh
anggota pemegang saham pada waktu dan tempat yang sama. Namun, dalam hal
terdapat pemegang saham yang sedang berada diluar kota/ luar negeri, maka para
pemegang saham tidak perlu mengadakan RUPS secara langsung. Para pemegang
saham dapat men yatakan keputusannya dalam suatu sirkuler, dimana para pemegang
sah am cukup menandatangani sebuah surat Keputusan Para Pemegang Sa ham
("KPPS") dalam bentuk bawah tangan secara bergilir terlepas da ri lokasi masing-
masing pemegang saham yang berbeda-beda. Apabila KPPS tersebut telah
ditandatangani oleh seluruh pemegang saham, ma ka notaris akan menyatakan sirkuler
tersebut dalam suatu Akta Pernyat aan KPPS ("PKPPS"). Akta PKPPS inilah yang
kemudian akan didaft arkan pada Kementerian Hukum dan HAM untuk memperoleh
persetuj uan.
Modal yang dianggap nyata atau riil, sebab modal tersebut sudah benar-benar
disetorkan ke dalam perusahaan. Pemegang saham yang menanamkan modal di
PT pun dianggap sudah menyetorkan modal pendirian PT secara riil.
Penyetoran yang sudah dilakukan pun sudah dianggap sah berdasarkan pada
8|Page
UU PT ya ng menyebutkan besaran modal ditempatkan minimal adalah 25
persen dari m odal dasar yang disetorkan. Penyetoran itu pun harus disertakan
dengan bukti penyetoran yang sah, misalnya bukti pemasukan uang yang
dilakukan oleh pe megang saham ke dalam rekening bank milik perusahaan.
VII. Organ PT
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ Perseroan Terbatas yang memiliki kewenangan eksklusif yang
tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan
dalam Undang-Undang dan/atau anggaran dasar. RUPS memiliki kewenangan untuk;
i. Pengambilan keputusan sesuai dengan ketentuan forum yang terdapat dalam U U
PT.
ii. Mengubah anggaran dasar sesuai dengan ketentuan forum yang terdapat dalam
UU PT.
iii. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, peng
ajuan permohonan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubar an
Perseroan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU PT.
2. Direksi
9|Page
3. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan diatas
dan dokumen Perseroan lainnya.
Prinsip pengelolaan suatu perusahaan dalam literatur dikenal beberapa prinsip yakni :
1. Prinsip Kolegial
Menurut prinsip ini, kedudukan para direktur sama tingginya sehingga tidak ada
yang menjadi Presiden Direktur, Perbedaan hanya terletak tugas, wewenang
dan tanggung jawab.
2. Prinsip Direktorial
Menurut prinsip ini seorang direktur menjadi presiden direktur atau direktur
utama. Sedangkan direktur lainnya, berada di bawahnya dan bertanggung jawab
kepadanya. Sedangkan presiden direktur bertanggung jawab kepada dewan
komisaris.
3. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberikan nasihat kepada Direk si. Kewajiban, disebutkan di dalam Pasal 108
ayat (1) UU PT adalah melakukan peng awasan atas kebijakan pengurusan,
pengelolaan pada umumnya, baik mengenai Perser oan maupun usaha
Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah perorangan yang
mampu mela ksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit
atau menjadi anggota D ireksi atau menjadi anggota Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan perser oan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah
dihukum karena melakukan tindak pida na yang merugikan keuangan negara
dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkat an. Kewajiban lain yang
terdapat dalam Pasal 116 UU PT, berupa:
- Membuat rapat Dewan Komisaris dan menyimpannya;
- Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikannya dan/atau
keluargany a pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;
- Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama
tahun buku yang baru berakhir kepada RUPS.
10 | P a g e
anggota Direksi tersebut bertindak bertentangan dengan Anggaran Dasar atau
perundang-undangan yang berlaku.
Dampak apabila salah satu organ ini tidak ada maka PT tidak dapat
didirikan a tau harus terjadi perubahan anggaran dasar karena dalam UU PT
telah disebutkan bah wa organ perusahaan adalah RUPS, Direksi dan Dewan
Komisaris.
Macam-Macam PT:
- PT terbuka
- PT tertutup
- PT kosong
- PT domestik
- PT perseorangan
- PT Asing
● Dokumen keuangan terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung
administrasi keuangan, yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta
kegiatan usaha suatu perusahaan.
11 | P a g e
● Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi ketera ngan yang
mempunyai nilai guna bagi perusahaan meskipun tidak terkait langsung dengan
dokumen keuangan.
12 | P a g e
● Pasal 14 (Ketentuan legalisasi melalui berita acara dan isi yang setidak nya harus
terkandung di dalam berita acara tersebut)
● Pasal 15 (Keabsahan dan legalitas untuk dokumen yang sudah dialihkan menjadi
mikrofilm atau media lainnya lalu dicetak)
● Pasal 16 (Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengalihan dokumen yang
diatur oleh peraturan daerah)
● Pasal 17 (Ketentuan pemindahan dokumen perusahaan)
● Pasal 18 (Kewajiban penyerahan dokumen perusahaan tertentu kepada Arsip
Nasional dan ketentuan pembuatan berita acara terkait penyerahan dokumen
perusahaan tersebut kepada Arsip Nasional)
● Pasal 19 (Ketentuan pemusnahan dokumen perusahaan)
● Pasal 20(Ketentuan pemusnahan dokumen perusahaan yang sudah diali hkan ke
mikrofilm ataupun media lainnya)
● Pasal 21 (Ketentuan mengenai pembuatan berita acara tentang pemusn ahan
dokumen perusahaan)
● Pasal 22 (Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyerahan dan pemusnahan
dokumen yang diatur oleh peraturan daerah)
● Pasal 23 (Ketentuan jangka waktu penyimpanan terkait buku, surat, cat atan, dan
neraca yang sesuai dengan ketentuan pasal 6 pada Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesia, Staatsblad 1847 : 23 / KUHD))
● Pasal 24 (Ketentuan jangka waktu penyimpanan salinan surat dan teleg ram
berdasarkan pasal 6 KUHD)
● Pasal 25 (Ketentuan pemusnahan dokumen perusahaan bagi perusahaa n yang telah
meminta pertimbangan kepada ketua BPK dan juga terhitu ng satu tahun sejak
diterbitkan UU ini belum diberikan pertimbangan)
13 | P a g e
● Pasal 29 (Keberlakuan mengenai semua ketentuan pada peraturan peru ndang-
undangan terkait pelaksanaan Pasal 6 KUHD)
● Pasal 30 (Keterangan lainnya saat UU ini berlaku)
● Pasal 31 (Waktu berlakunya UU ini)
14 | P a g e
● Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3), dis usun oleh
perusahaan yang bersangkutan dalam suatu jadwal retensi y ang ditetapkan
dengan keputusan pimpinan perusahaan.
● Kewajiban penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) tidak menghilangkan fungsi dokumen yang bersangku tan sebagai
alat bukti sesuai dengan kebutuhan sebagaimana ditentuk an dalam ketentuan
mengenai daluwarsa suatu tuntutan yang diatur d alam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, atau untuk kepent ingan hukum lainnya.
Pengaturan mengenai pemusnahan dokumen keuangan dilaksanakan
berdasarkan keputusan pimpinan perusahaan. Pimpinan perusahaan tersebut atau
pejabat lain yang ditunjuk bertanggungjawab atas segala kerugian perusahaan
dan/atau pihak ketiga sebagai akibat dari pemusnahan Dokumen Perusahaan, dalam
hal pemusnahan Dokumen Perusahaan dilakukan sebelum habis jangka waktu
penyimpanan; atau pemusnahan Dokumen Perusahaan dilakukan, sedangkan
diketahui atau patut diketahui bahwa Dokumen Perusahaan tersebut masih tetap
harus disimpan, karena mempunyai nilai guna baik yang berkaitan dengan
kekayaan, hak dan kewajiban perusahaan maupun kepentingan lainnya.
Manfaat HKI:
15 | P a g e
1. Perlindungan terhadap penyalahgunaan/pemalsuan oleh pihak lain.
2. Perusahaan mendapat citra positif.
3. Terhindar dari kerugian akibat pemalsuan.
4. Menjamin kepastian hukum bagi pencipta atau pemegang HKI.
5. Penerimaan negara dari pendaftaran HKI bertambah.
6. Pemerintah mendapat citra positif di mata WTO.
7. Pemegang hak dapat memberikan izin/lisensi kepada pihak lain.
X. Saham
Prinsip separate legal personality diatur secara normatif dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT
yang menyebutkan bahwa pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi
atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertanggung jawab atas kerugian PT
melebihi saham yang dimiliki. Namun, ketentuan di atas tidak berlaku dan pemegang
saham dapat dimintai pertanggungjawaban hukum berdasarkan Pasal 3 ayat (2) U UPT
apabila:
Pasal 62 ayat (1) UUPT; Pemegang saham berhak meminta kepada PT agar
sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak
menyetujui tindakan PT yang merugikan pemegang saham atau PT, berupa:
16 | P a g e
a. perubahan anggaran dasar;
17 | P a g e
CSR dapat dipandang dari aspek hukum (legal), walaupun sejatinya aspek
hukum dari CSR akan selalu terikat dengan ketiga aspek lainnya (filantropi, etis, dan
ekonomi). Pembicaraan mengenai CSR dari perspektif hukum, maka tentu akan
berkenaan dengan tanggung jawab hukum (legal responsibility). Dengan demikian
CSR dilihat sebagai bagian dari tanggung jawab hukum atau tanggung jawab yang
didasarkan atas hukum. menurut Archie Caroll: (Matter: 2006). CSR itu sendiri dan
tulisan ini, secara lebih spesifik akan menyoroti persoalan tersebut dalam bingkai
hukum di Indonesia.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau lebih dikenal corporate
Social Responsibility (CSR) adalah Menurut Pasal 1 angka 3 UUPT No. 40 Tahun 200
7, adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat,
baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Dalam hal ini setiap perseroan memiliki kewajiban dalam melaksanakan TJSL ini
seperti diamanatkan dalam Pasal 74 UUPT No. 40 Tahun 2007 sebagai berikut:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk menghitung besaran dana CSR yang dialokasikan bisa diukur dari laba
bersih atau besaran keuntungan perusahaan, apakah persentasenya 2,5% atau 3% dari
keuntungan selama sesuai dengan asas kepatutan dan kewajaran. Sedangkan dalam
Peraturan Menteri Negara BUMN No. 4 tahun 2007 besarannya sebesar 2% dari laba
(S uharyono, 2015:1) dan (Widyana P:2010:1)
18 | P a g e
penyusun ak an lebih berfokus pada bahasan landasan hukum CSR Yuridis. CSR
dikenal juga deng an sebutan TJSL (Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan) itu sudah
diatur sedemikian rupa dalam:
Untuk menghitung besaran dana CSR yang dialokasikan bisa diukur dari laba
bersih atau besaran keuntungan perusahaan, apakah persentasenya 2,5% atau 3% dari
keuntungan selama sesuai dengan asas kepatutan dan kewajaran. Sedangkan dalam
Peraturan Menteri Negara BUMN No. 4 tahun 2007 besarannya sebesar 2% dari laba
(Suharyono, 2015:1) dan (Widyana P:2010:1)
Landasan hukum untuk pemberlakuan CSR juga harus memenuhi 3 (tiga) land asan
tersebut yakni filosofis, sosiologis dan yuridis. Dengan berlandaskan pada ketiga landasan
ini maka lengkaplah landasan hukum pemberlakuan CSR memperoleh keabs ahan filsafati,
sosiologis dan yuridis. (Rahardjo:2006) Pada paper ini, tim penyusun akan lebih berfokus
pada bahasan landasan hukum CSR Yuridis. CSR dikenal juga dengan sebutan TJSL
(Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan) itu sudah diatur sedemikia n rupa dalam:
● UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT)
● UU No. 25 Th 2007 Tentang Penanaman Modal
● UU Nomor 23 Tahun 1997 jo UU No. 32 th 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
● UU No.22 Th 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
● PP 47 tahun 2012 tentang Tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi
Perseran Terbatas
● Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(Ade Adhari: 2015:1) jo Permeneg BUMN No.PER 05/MBU/2007 tentang
Program kemitraan BUMN dan usaha kecil dan bina lingkungan. (Suharyono,
20 15:1)
● Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin
(Ra hmatullah, 2013:hal 1)
19 | P a g e
korporasi (PT. SSS), direktur utama PT tersebut sebagai pelaku fungsional, dan manajer
operasion al sebagai pelaku pembakar lahan.
Penetapan korporasi sebagai tersangka kasus karhutla di Riau mendapat sorotan
dari pengamat hukum pidana korporasi Ari Yusuf Amir. Ari mengungkapkan pada
berbagai kasus tindak pidana korporasi di Indonesia, termasuk kasus Karhutla, jajaran
direksi sering menjadi pihak yang rentan ditetapkan sebagai tersangka. Jarang sampai
menyentuh ke level pemegang saham. “Alasan utamanya karena kesulitan pembuktian
keterlibatan pemegang saham,”
Ari menjelaskan, penyidik masih berpedoman pada Pasal 3 ayat (1) UU No. 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Dalam pasal tersebut, pemegang saham
dinyatakan hanya bertanggung jawab sebatas saham korporasi yang dimilikinya.
Keterbatasan tanggung jawab pemegang saham tersebut memiliki dua makna.
Pertama, pemegang saham tidak mungkin melakukan tindak pidana korporasi karena
hanya menanamkan modal, dan tidak terlibat dalam kegiatan operasional. Kedua,
tanggung jawab pemegang saham hanya terbatas besar-kecilnya perolehan deviden atas
sahamnya.
Diungkapkan Ari, berulang-ulangnya kasus karhutla di wilayah konsesi
korporasi tertentu, patut diduga tindak pidana tersebut merupakan kebijakan korporasi.
Disebut kebijakan korporasi, karena Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB)
memerlukan waktu yang lama dan biaya mahal. “Karena tujuan korporasi adalah
memperoleh laba sebesar-besarnya, maka dipilihlah alternatif yang mudah, cepat dan
hemat, yaitu menggunakan teknik pembakaran lahan,” ujar Ari.
Sementara untuk membuktikan ada-tidaknya pengaruh pemegang saham,
menurut Ari dapat dilakukan pembuktiannya melalui beberapa tahap. Tahap pertama,
perlu diselidiki apakah direksi merupakan orang yang ditempatkan oleh pemegang
saham pengendali? Para pemegang saham sering menggunakan modalnya untuk
mempengaruhi direksi dan komisaris dalam mengambil kebijakan yang
menguntungkannya.
Bentuk penggunaan pengaruh modal oleh pemegang saham biasanya berupa
penunjukan direksi dan komisaris. Bila direksi merupakan orang yang ditunjuk oleh
pemegang saham pengendali, maka, dalam konteks pidana, pemegang saham dapat
dimintai pertanggungjawaban pidana atas tindakan buruk direksi yang dia pilih.
Tahap kedua, untuk membuktikan keterlibatan pemegang saham dalam kasus
Karhutla adalah dengan melihat dokumen Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
20 | P a g e
Dalam dokumen RUPS dapat dibaca rencana tindakan korporasi untuk mematuhi
persyaratan yang diatur dalam undang-undang di bidang pembukaan lahan. Seharusnya
korporasi sudah memahami dengan benar persyaratan yang diatur dalam undang-
undang untuk pembukaan lahan. “Bila dalam dokumen terdapat ketidaksesuaian, maka
perlu dilihat penyebab ketidaksesuaian tersebut,” urai Ari.
Menurut Ari, secara teoritis, pemegang saham tidak boleh mempengaruhi
kebijakan direksi, kecuali melalui organ korporasi yaitu RUPS. Namun dalam
kenyataannya seringkali pemegang saham pengendali, dengan kekuasaan yang
dimilikinya, bertindak diluar kewenangannya untuk mengatur direksi dan komisaris
(ultra vires). Terhadap tindakan tersebut, menurut Pasal 3 ayat (2) UU PT, pemegang
saham telah kehilangan hak imunitasnya.
Hak imunitas pemegang saham adalah pertanggungjawaban terbatas atau limited liability.
Dengan kata lain, bila pemegang saham melakukan tindakan ultra vires, maka
pertanggungjawaban pemegang saham tidak lagi sebatas saham yang disetor, melainkan
menurut rumusan pasal 55 KUHP-- menjadi pihak yang menyuruh melakukan atau
membantu melakukan tindak pidana.
Dengan demikian limited liability dapat ditembus atau piercing the corporate
veil, dan pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 ayat (2) UU PT. “Dengan dua tahap pembuktian dan doktrin ultra vires
tersebut, semestinya aparat penegak hukum tidak ragu untuk menjerat pidana
pemegang saham dari korporasi yang melakukan tindak pidana Karhutla,” kata Ari.
Ari menjelaskan, bila pemegang saham selalu berlindung di balik tameng
korporasi maka kasus kejahatan korporasi termasuk kasus karhutla akan terus terjadi.
Sedangkan penerapan sanksi pidana bagi pemegang saham akan membuat mereka lebih
berhati-hati untuk berbuat jahat dan curang, dan dapat membuat korporasi berjalan
lebih sehat. “Korporasi yang sehat akan berdampak positif bagi iklim investasi di
Indonesia, dan menguntungkan negara untuk proses pembangunan ekonomi
berkelanjutan,” tukasnya.
21 | P a g e
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perusahaan merupakan segala bentuk usaha yang mejalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap, terus-menerus, bekerja dan didirikan di wilayah Negara Indonesia dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan atau laba. Perusahaan atau badan usaha terdiri dari perusahaan
berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. Sebuah perusahaan dapat dikatakanh berbadan
hukum apabila memiliki unsur-unsur seperti adanya harta kekayaan yang dipisahkan,
mempunyai tujuan tertentu mempunyai kepentingan sendiri, adanya organisasi yang teratur,
proses pendiriannya mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman.
Hukum perusahaan corporate law merupakan hukum yang mengatur tentang seluk
beluk bentuk hukum perusahaan. Hukum perusahaan adalah pengkhususan dari beberapa bab
dalam KUH Perdata dan KUHD (kodifikasi) ditambah dengan sebuah peraturan perundangan
lain yang mengatur tentang perusahaan (hukum tertulus yang belum dikodifikasi). Sesuai
dengan perkembangan dunia perdagangan dewasa ini, maka sebagian dari hukum perusahaan
adalah peraturan-peraturan hukum yang masih baru. Jika hukum dagang (KUHD) adalah
hukum (lex specialis) terhadap hukum perdata (KUH Perdata) yang sifatnya lex generalis,
demikian pula hukum perusahaan merupakan hukum khusus terhadap ilmu dagang.
Dengan mengacu kepada undang-undang wajib daftar perusahaan, maka perusahaan
didefisikan sebagai “setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat
tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayan negara
Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dana tau laba”. Bertitik tolak dari definisi
tersebut, maka lingkup pembahasan hukum perusahaan meliputi 2 (dua) hal pokok, yaitu
bentuk usaha dan jenis usaha.
22 | P a g e
Daftar Pustaka
Adminlp2m. 2021. Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI): Pengertian dan Jenisnya. Diakses
Arifi, Bhirawa Jayasidayatra. 2022. Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Saham
PT. Diakses pada 14 November 2022. https://www.hukumonline.com/klinik/a/bentuk-
perlindungan-hukum-terhadap-pemegang-saham-pt-cl1017/
https://www.hukumperseroanterbatas.com/dokumen-perusahaan/dokumen-perusahaan/
Legal, T. 2022. Syarat minimal modal PT Tahun 2022 dan Cara Penambahannya. Legiska.
Diakses pada 16 November 2022 https://www.legiska.co.id/post/syarat-minimal-modal-
tahun-2022-dan-cara-penambahan-modal-pt#:~:text=Modal%20dasar%20adalah%20total
%20jumlah
Pelatihan, J. 2020. Dasar Hukum perusahaan. Dasar Hukum Perusahaan Comments. Diakses
pada 16 November 2022 https://www.pelatihan-sdm.net/dasar-hukum-perusahaan/
Pramana, P. byB. A. 2020. Pengertian dari PT Kosong Dan kegunaannya bagi perusahaan.
Legistra. Diakses pada 22 November 2022 https://legistra.id/berita/pengertian-pt-kosong
Rosita. 2010. Definisi Dan Ruang Lingkup Hukum perusahaan. rosita. Diakses pada 16
November 2022 https://rosita.staff.uns.ac.id/2010/07/23/definisi-dan-ruang-lingkup-hukum-
perusahaan/
S, R. U. 2022. Apa definisi dokumen perusahaan menurut UU no 8 tahun 1997? Prima Doc.
Diakses pada 16 November 2022 https://primadoc.id/apa-definisi-dokumen-perusahaan-
menurut-uu-no-8-tahun-1997/
No.4. Jakarta: Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Al Azhar
Indonesia
23 | P a g e
Tempo.co. 2022. 8 syarat mendirikan pt Atau Perseroan Terbatas, Penuhi Ketentuan Ini.
Tempo. Diakses pada 15 November 2022 https://bisnis.tempo.co/read/1576365/8-syarat-
mendirikan-pt-atau-perseroan-terbatas-penuhi-ketentuan-ini
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1997/8tahun~1997uu.htm#:~:text=Dokumen
%20perusahaan%20adalah%20data%2C%20catatan,dilihat%2C%20dibaca%2C%20atau
%20didengar.
Watupongoh, J. J. 2019. Makalah Kelompok hukum perusahaan " Bentuk Bentuk Hukum
perusahaan ". Makalah Hukum Perusahaan. Diakses pada 16 November 2022
https://www.academia.edu/41002000/MAKALAH_KELOMPOK_Hukum_Perusahaan_Bent
uk_Bentuk_Hukum_Perusahaan_
Zone, S. 2020. Hukum Perusahaan : Pengertian, Unsur-unsur Dan Sumber Hukum. Hukum
Perusahaan : Pengertian, Unsur-unsur dan Sumber Hukum. Diakses pada 16 November 2022
https://hasyimsoska.blogspot.com/2020/04/hukum-perusahaan-pengertian-unsur-
unsur.html
24 | P a g e