Sampai saat ini kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Perdata yang bersifat nasional, sebagaimana halnya dengan hukum acara pidana.
Walaupun pada tahun 1967 sebenarnya kita telah memiliki Rancangan Undang-
Undang Hukum Acara Perdata, terbatas pada rancangan undang-undang hukum
acara perdata untuk peradilan umum, yang telah disahkan oleh Badan Pekerja
BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia) namun sampai saat ini masih belum pernah menjadi undang-
undang. Oleh karenanya hukum acara perdata masih berlaku hukum acra perdata
peninggalan jaman kolonial dan masih bersifat pluralistis.
Namun walaupun sampai saat ini kita belum memiliki kitab undang-undang
hukum acara perdata nasional, janganlah diartikan bahwa tidak ada sumber
hukum acara perdata. Adapun sumber-sumber hukum acara perdata, adalah
sebagai berikut:
1. Menurut Undang-undang Darurat Nomor1 Tahun 1951, masih ditunjukan
Het Herziene Indonesisch Reglement (selanjutnya disebut HIR) atau
Reglemen Indonesia yang diperbaharui Stb.1848 Nomor 16, Stb. 1941
Nomor 44 yang hanya berlaku untuk daerah Pulau Jawa dan Madura, serta
Reglement Buitengewesten (selanjutnya disebut Rbg) atau Reglemen
Daerah Seberang Stb. 1927 Nomor 227 yang berlaku untuk daerah luar
pulau Jawa dan Madura.
Herziene Indonesich Reglement (HIR) berasal dari Inlandsche Reglement
(IR) yang judul lengkapnya adalah Reglement op de uit oefening van de
politie, de Burgelijke rechtspleging en de strafvordering onder de
Inlanders en de Vremde Oosterlingen op Java en Madura (Peraturan
tentang pelaksanaan tugas kepolisian, perkara perdata dan hukum acara
pidana terhadap golongan pribumi dan golongan Timur Asing di Jawa dan
Madura)
Pasal 5 ayat (1) UU Darurat Nomor 1 Tahun 1951, berbunyi:
Susunan, kekuasaan, acara dan tugas Pengadilan Negeri dan Kejaksaan
yang dimaksudkan dalam pasal 2 bab d tersebut dilakukan, dengan
mengindahkan ketentuan-ketentuan peraturan ini, menurut peraturan-
peraturan Republik Indonesia dahulu yang telah ada dan berlaku untuk
Pengadilan Negeri dan Kejaksaan dalam daerah Republik Indonesia
dahulu itu, dengan ketentuan, bahwa segala Pegawai pada Pengadilan-
pengadilan dan pada alat-alat Penuntutan Umum padanya yang dihapuskan
menurut ketentuan dalam pasal 1 ayat (1) bab d tersebut, dianggap pada
saat peraturan ini diundangkan telah diangkat dalam jabatan yang sama
pada Pengadilan Negeri dan Kejaksaan yang diadakan baru itu, dan