Anda di halaman 1dari 14

Modul Hukum Acara Peradilan Agama

PERTEMUAN 3
SUMBER HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Sumber Hukum Acara
Peradilan Agama.
1.1 Mempelajari Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama
1.2 Mempelajari Sumber Hukum Acara Peradilan Agama

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama

Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan


Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur
secara khusus dalam Undang-undang ini.
Menurut Prof. Dr. Wiryono Prodjodikoro, SH., hukum acara perdata
adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang
harus bertindak di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus
bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-
peraturan hukum perdata.
R. Suparmono SH. memberikan definisi hukum acara perdata adalah
keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang cara-cara bagaimana
mempertahankan, melaksanakan dan menegakkan hukum perdata materiil
melalui proses peradilan (peradilan negara).
Prof. Dr. Soedikno Mertokusumo, SH. menyatakan, hukum acara
perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari putusannya.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 1


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

Hukum acara adalah aturan-aturan yang mengatur bagaiamana


beracara di depan persidangan pengadilan. Hukum acara disebut juga
hukum formil sebagai kebalikan dari hukum materiil. Hukum formil yaitu
aturan-aturan yang mengatur tata cara untuk mempertahankan hukum
materiil. Sebagaimana diketahui bahwa Peradilan agama adalah peradilan
perdata dan peradilan Islam di Indonesia, jadi ia harus mengindahkan
peraturan perundang-undangan Negara dan syariat Islam sekaligus. Oleh
karena itu rumusan Hukum acara Peradilan Agama diusulkan sebagai
berikut, yaitu : Hukum acara peradilan agama adalah segala peraturan baik
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan negara maupun dari
syariat Islam yang mengatur bagaiamana cara bertindak di persidangan
Pengadilan Agama dan juga mengatur bagaimana cara Pengadilan Agama
menyelesaikan perkaranya untuk mewujudkan hukum materiil Islam yang
menjadi kekuasaan Peradilan Agama.
Hukum acara Peradilan Agama selain mengatur tata cara beracara di
persidangan bagi para pihak yang berperkara di pengadilan, juga mengatur
tata cara Pengadilan untuk memeriksa dan memutus perkara yang diajukan
ke Pengadilan agar tercapai keadilan dan ketertiban hukum.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hukum Acara Peradilan
Agama adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana
orang harus bertindak di muka pengadilan yang terdiri dari cara
mengajukan tuntutan dan mempertahankan hak, cara bagaimana
pengadilan harus bertindak untuk memeriksa serta memutus perkara dan
cara bagaimana melaksanakan putusan tersebut di lingkungan Peradilan
Agama. Jadi, Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama adalah sebagai
berikut:
1. Mengatur tata cara beracara di persidangan bagi para pihak yang
berperkara di pengadilan Agama

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 2


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

2. Mengatur tata cara Pengadilan untuk memeriksa dan memutus perkara


yang dijatuhkan oleh pengadilan Agama agar tercapai keadilan dan
ketertiban hukum.

Tujuan Pembelajaran 1.2:


Sumber Hukum Acara Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah Peradilan Negara yang sah, disamping


sebagai peradilan khusus, yakni peradilan Islam di Indonesia yang diberi
wewenang oleh peraturan perundang-undangan Negara untuk mewujudkan
hukum material Islam dalam batas-batas kekuasaannya.
Untuk melaksanakan tugas pokoknya (menerima, memeriksa dan
mengadili serta menyelesaikan perkara) dan fungsinya (menegakkan
hukum dan keadilan) maka peradilan Agama dahulunya menggunakan
acara yang berserak-serak dalam berbagai perundang-undangan, bahkan
juga acara dalam hukum yang tidak tertulis (maksudnya hukum formal
Islam yang belum diwujudka dalam bentuk peraturan perundang-undangan
Negara Indonesia).
1. Hukum Acara yang secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama beserta perubahan-
perubahannya.
Setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989, yang mulai
berlaku sejak diundangkan (29 Desember 1989), maka hukum acara
Peradilan Agama menjadi konkrit. Sesuai dengan pasal 54 Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi:
“Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus
dalam Undang-undang ini”.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 3


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

Menurut pasal di atas, Hukum Acara Peradilan Agama bersumber kepada


dua aturan, yaitu:
1. Yang terdapat dalam Undang- Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, dan
2. Yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum.
Berdasarkan pasal tersebut di atas sumber hukum acara pada
Peradilan Agama selain hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan
di lingkungan Peradilan Umum sebagai (lex genalis), berlaku juga hukum
khusus (lex specialis) sebagaimana diatur secara khusus dalam UU No.7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama beserta perubahan-perubahannya.
Sepanjang apa yang telah diatur secara khusus dalam UU No.7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama maka ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan di lingkungan
Peradilan Umum menjadi tidak berlaku atau disebut lex specialis derogate
legi genalli (peraturan yang lebih khusus dapat mengesampingkan
peraturan yang bersifat umum).
UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mengalami
beberapa kali perubahan dengan UU No.3 tahun 2006 tentang Perubahan
atas UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan UU No.50 tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, maka perubahan tersebut jaga menjadi dasar hukum acara
Peradilan Agama.
Hukum acara pada Peradilan Agama diatur dalaM UU No.7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama beserta perubahan-perubahannya mengatur
tentang:
 Hukum acara yang berlaku di pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama (pasal 54 UU No.7 1989 tentang Peradilan Agama/UU No.7/89)
 Dimulainya pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama (ps.55 UU
No.7/89)

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 4


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

 Pengadilan harus memeriksa perkara yang diajukan dan kemungkinan


adanya perdamaian (ps.56 UU No.7/89)
 Tata cara persidangan di Pengadilan Agama (ps.57/UU No.7/89)
 Upaya hukum banding dan kasasi (ps.61, 63, 64/UU No.7/89)
 Tata cara pembuatan penetapan dan putusan Pengadilan Agama
(ps.62/UU No.7/89)
 Pemeriksaan sengketa perkawinan (ps.65/UU No.7/89)
 Pemeriksaan cerai talak (ps.66/UU No.7/89)
 Pemeriksaan cerai gugat (ps.73/UU No.7/89)
 Pemeriksaan cerai dengan alasan zina (ps.87/UU No.7/89)
 Biaya perkara (ps.89/UU No.7/89)

2. Hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku pada Peradilan Umum.


Hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana cara
menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim.
Sumber hukum acara perdata di Peradilan Umum masih tersebar dalam
berbagai peraturan-peraturan yang sebagian merupakan peninggalan
pemerintahan Kolonial Belanda dan sebagian lagi merupakan produk
hukum pemerintah Republik Indonesia.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi inti Hukum Acara
Peradilan Umum, antara lain:
1. HIR ( Het Herziene Inlandsche Reglement) atau disebut juga RIB
(Reglemen Indonesia yang di Baharui).
2. RBg ( Rechts Reglement Buitengewestenn) atau disebut jugaReglemen
untuk daerah sebrang ( luar Jawa- Madura )

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan


Ulangan.
4. Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (BRV atau RV), yaitu
hukum acara perdata yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur
Asing Tionghoa.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 5


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

5. BW (Burgelijke Wetboek) atau disebut KUH Perdata khususnya Buku IV


tentang Pembuktian dan Lewat Waktu (Daluwarsa) yang memuat
perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap
hubungan-hubungan hukum.
6. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleider Yustitie (RO)
peraturan yang mengatur tentang Organisasi Kehakiman
7. UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
8. UU Nomor 1 tahun 1974 dan PP Nomor 9 tahun 1975, tentang
Perkawinan dan Pelaksanaannya.
9. UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dirubah menjadi
UU Nomor 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 14 tahun
1985 tentang Mahkamah Agung dan UU Nomor 3 tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung
10. UU Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum dirubah menjadi UU
Nomor 8 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 tahun 1986
tentang Peradilan Umum dan UU Nomor 49 tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas UU Nomor 2 tahun 1985 tentang Peradilan
Umum.
11. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) yang khusus ditujukan kepada Pengadilan-pengadilan di
bawahnya (Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi) yang berisi
instruksi-instruksi dan petunjuk-petunjuk bagi para hakim menghadapi
perkara perdata dan mempengaruhi hukum acara perdata.
12. Yurisprudensi: putusan hakim agung yg diikuti hakim-hakim dalam
memberikan putusannya dalam kasus yang serupa.

3. Kompilasi Hukum Islam (KHI)


Kompilasi Hukum Islam merupakan salah satu sumber hukum acara
yang berlaku di Peradilan Agama selain hukum acara yang diatur dalam UU

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 6


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan hukum acara yang berlaku di
pengadilan di lingkungan Peradilan Umum.
Setelah diundangkannya UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama masih dirasa adanya kekurangan bagi hakim peradilan agama akan
adanya hukum materiil yang menjadi patokan dalam menangani perkara-
perkara di Pengadilan Agama. Lain halnya di Pengadilan Umum di perkara
pidana sudah terdapat hukum materiil yang berupa Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).
Dalam menangani perkara-perkara di Pengadilan Agama para hakim
agama berpegang pada kitab-kitab fikih karangan para ulama fikih sehingga
dalam penanganan suatu perkara yang sama terdapat perbedaan dalam
penetapan maupu putusan Pengadilan Agama sebagai produk-produk
Pengadilan Agama.
Terjadinya perbedaan produk Peradilan Agama digambarkan oleh
Yahya Harahap, sebagai berikut:
“Akibat sikap dan perilaku para hakim yang mengidentikan fikih dengan
syari’ah atau hukum Islam, lahirlah berbagai produk putusan Pengadilan
Agama sesuai dengan latar belakan mazhab yang dianut dan digandrungi”.
Karena terjadinya perbedaan dalam memberikan penetapan maupun
menjatuhkan putusan putusan terhadap perkara yang sama maka
diperlukan adanya keseragaman dan standarisasi hukum materiil di
Pengadilan Agama.
Pada tahun 1991 tercapailah keseragaman dan standarisasi hukum
materiil di Pengadilan Agama dengan adanya Kompilasi Hukum Islam
dengan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 yang menginstruksikan
Menteri Agama agar menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam yang terdiri
dari:
a. Buku I tentang Hukum Perkawinan;
b. Buku II tentang Hukum Waris;
c. Buku III tentang Hukum Perwakafan.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 7


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

Sebagaimana telah diterima baik oleh para alim ulama Indonesia


dalam lokakarya di Jakarta pada tanggal 2 sampai dengan 5 Februari 1998
untuk digunakan oleh Instansi Pemerintah dan oleh masyarakat yang
memerlukannya.
Dengan adanya Inpres tersebut Menteri Agama menindaklanjuti
dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni tahun 1991 yang berisi agar
seluruh instansi Departemen Agama dan Instansi Pemerintah lainnya yang
terkait menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam dan sedapat mungkin
menerapkan Kompilasi Hukum Islam disamping peraturan perundang-
undangan lainnya dengan menyelesaikan masalah-masalah di bidang
perkawinan, kewarisan, dan perwakafan.
Fungsi Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut:
a. Salah satu langkah awal/sasaran antara untuk mewujudkan kodifikasi
dan unifikasi hukum nasional yang berlaku untuk masyarakat Indonesia;
b. Sebagai pegangan para hakim Peradilan Agama dalam memeriksa dan
mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangannya;
c. Sebagai pegangan bagi masyarakat mengenai hukum Islam.

4. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah


Dalam perkara ekonomi syari’ah belum ada pedoman bagi hakim
dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Untuk memperlancar
proses pemeriksaan dan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah,
dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah.
Pasal 1 PERMA tersebut menyatakan:
1) Hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan agama yang memeriksa,
mengadili dan _ menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 8


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

syari'ah, mempergunakan sebagai pedoman prinsip syari'ah dalam


Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah.
2) Mempergunakan sebagai pedoman prinsip syari'ah dalam Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari'ah sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak
mengurangi tanggungjawab hakim untuk menggali dan menemukan
hukum untuk menjamin putusan yang adil dan benar.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terdiri dari:


1. Buku I tentang Subyek Hukum dan Amwal
2. Buku II tentang Akad
3. Buku III tentang Zakat dan Hibah
4. Buku IV tentang Akuntansi Syariah

5. Qanun
Terdapat pengkhususan Dalam Lingkungan Peradilan Agama di
Indonesia dengan adanya Undang-Undang ini , yaitu untuk daerah
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pelaksana peradilan di NAD adalah
Mahkamah Syar’iyah untuk peradilan tingkat pertama Mahkamah Syar’iyah
Propinsi sebagai pengadilan tingkat Banding dan untuk tingkat kasasi
dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai peradilan tertinggi.
Kewenangan Mahkamah Syar’iyah di dasarkan atas syari’at Islam
dalam system hukum hukum nasional yang diatur dalam Qanun Nanggroe
Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Qanun Nomor 10 tahun 2002
tentang Peradilan Syari’at Islam, kewenangan Peradilan Agama di Aceh
meliputi:
1. Ahwal syahsiyah (hukum keluarga)
2. Muamalah (hukum perdata)
3. Jinayah (hukum Pidana)
Yang didasarkan atas syari’at Islam dan akan diatur dalam Qanun Aceh.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 9


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 49 tersebut menyebutkan bahwa:


a. Yang dimaksud dengan kewenangan dalam al-ahwal al syahsiyah
meliputi hal-hal yang diatur dalam pasal 49 UU No.7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama beserta penjelasan dari pasal tersebut, kecuali wakaf,
hibah, dan shodaqoh;
b. Yang dimaksud dengan kewenangan di bidang muamalah meliputi
kebendaan dan perikatan seperti:
 Jual-beli hutang-piutang;
 Qiradh (permodalan);
 Musaqah, muzara’ah, mukhabarah (bagi hasil pertanian);
 Wakilah (kuasa), syirkah (perkongsian);
 Arriyah (pinjam-meminjam), hajru (penyitaan harta), syuf’ah (hak
langgeh), rahnu (gadai);
 Ihya’u al-mawat (pembukaan tanah), ma’adin (tambang), luqathah
(barang temuan);
 Perbankan, ijarah (sewa-menyewa), takaful;
 Perburuhan;
 Harta rampasan;
 Wakaf, hibah, shodaqaoh, dan hadiah.
c. Yang dimaksud dengan kewenangan di bidang di jinayah adalah sebagai
berikut:
Hudud yang meliputi:
- Zina
- Menuduh berzina (qadhaf)
- Mencuri;
- Merampok;
- Minuman keras dan napza
- Murtad;
- Pemberontakan (bughat);
Qishash/diat yang meliputi:

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 10


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

- Pembunuhan
- Penganiayaan;
Ta’zir yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada yang melakukan
pelanggaran syari’at selain hudud dan qishash/diat seperti
- Judi
- Khalwat
- Meninggalkan sholat fardlu/wajib dan puasa Ramadhan.
Qanun yang mengatur tentang pelaksanaan Mahkamah Syar’iyah
yang berupa hukum materiil maupun formil, antara lain:
- Qanun Nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam;
- Qanun Nomor 11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam
- Qanun Nomor 12 tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan
Sejenisnya
- Qanun Nomor 13 tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian)
- Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang Khalwat (mesum)
- Qanun Nomor 7 tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat.

6. Doktrin atau Ilmu Pengetahuan


Sebelum adanya UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No.7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama belum ada peraturan resmi yang
mengatur tentang hukum acara di Peradilan Agama. Para Hakim di
lingkungan Peradilan Agama menggunakan kitab-kitab Fiqih sebagai
dasar memeriksa dan mengadili perkara di pengadilan yg
mengakibatkan adanya perbedaan penerapan hukum antara satu
Pengadilan Agama dg Pengadilan Agama lainnya. Departemen Agama
melalui Biro Peradilan Agama mengeluarkan Surat Edaran No.B/1/1735
tgl 18 Feb 1958 yang berisi anjuran agar hakim Peradilan Agama
menggunakan pedoman hukum acara yg bersumber dalam kitab Fiqih,
sebagai berikut:
- Al-Bajuri;

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 11


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

- Fathul Mu’in;
- Sarqawi at-Tahrir;
- Qalyubi wa Umairah/Al Mahalli;
- Fathul Wahahab dan syarahnya;
- Tuhfah;
- Targhib al Mustaq;
- Qawanin Syari’ah li Sayyid bin Yahya;
- Qawanin Syari’ah li Sayyid Shadaqoh;
- Syamsuri lil Fara’id;
- Bughayat al Musytarsyidin;
- Al Fiqh ‘ala Mazhahib al Arba’ah;
- Mughni al Muhtaj.

DAFTAR PUSTAKA
Harahap, M.Yahya. 1993. Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan
Agama UU No.7 Tahun 1989. Jakarta: Pustaka Kartini.
Mertokusumo, Sudikno.1981. Hukum Acara Perdata di Indonesia.Yogyakarta:
Liberty.
Purwono, Joko. 1995. Metode Penelitian Hukum. Surakarta: UNS Press.
Rasyid, Roihan A. 2000. Hukum Acara Peradilan Agama (Ed.2 Cetakan ke-7).
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sadzali, Munawir. 1993. Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam,
dalam Mahfud, Moh. M.D., dkk (Editor), Peradilan Agama dan
Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta:
UII Press.
Soeparmono, R. 2000. Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, , Bandung:
Mandar Maju.
Soetantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. 1997. Hukum Acara
Perdata Dalam Teori dan Praktik. Bandung: Mandar Maju.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 12


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

Subekti, R. 1989. Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta


Supramono, Gatot. 1993. Hukum Pembuktian di Peradilan Agama. Bandung:
Alumni.
Syahrani, Riduan. 2103. Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Wahyudi, Abdullah Tri.2014. Hukum Acara Peradilan Agama. Bandung:
Mandar Maju.
Zulkarnaen dan Dewi Mayaningsih. 2017. Hukum Acara Peradilan Agama Di
Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan


Agama
________, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
________, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama.
________, Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
________, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
________, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung.
________, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kompilasi Hukum Islam
HIR
RBg

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 13


Modul Hukum Acara Peradilan Agama

SOAL/TUGAS
1. Jelaskan sumber hukum acara Peradilan Agama!

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 14

Anda mungkin juga menyukai