Anda di halaman 1dari 16

RESUME HUKUM ACARA PIDANA

BAB 1 DAN BAB 2

NAMA : TITANIA VERA MODESTY


NPM : 0216047491 / SMT V (B)

UNIVERSITAS PEKALONGAN
BAB 1
A. Istilah dan Pengertian Hukum Acara Pidana
Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana adalah dua pilar yang tidak dapat
dipisahkan dalam proses penegakan hokum pidana. (Lubis 2003:7)

Ketentuan pasal 285 Undang Undang no 8 tahun 1981 tentang kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 285 berbunyi : “Undang undang ini
disebut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana”. Sedangkan ketentuan pasal
285 RUU-KUHAP berbunyi : “Undang undang tentang Hukum Acara Pidana ini
merupakan kodifikasi yang disebut denganKitab Undang Undang Hukum Acara
Pidana”.

Ketentuan tersebut meneunjukan kecanggungan, karena Undang Undang diberi


nama “Kitab” semestinya kodifikasinya yang diberi nama “Kitab”, yaitu: Undang
Undang yang dinamai “Kitab” tetapi kodifikasinya. (Hamzah, 2002:1)

Iatilah Hukum Acara Pidana itu sudah tepat dari “Hukum proses Pidana” atau
“Hukum tuntutan Pidana”. (Hamzah, 2002:1). Adapun istilah lainya dalam bahasa
Belanda, Strafprocesreht, formeel strafrecht. (Predjodikoro, 1985:20) dalam
bahasa inggris, Criminal Procedu Law dalam bahasa Prancis Code d’instruction
Criminelle sedangkan istilah yang dipakai di Amerika Serikat adalah Criminal
Procedure Rules. (Hamzah, 2002:2)

Di Indonesia terdapat istilah yang popular yaitu criminal justice system (system
peradilan pidana) kemudian menjadi integrated criminal justice system (system
peradilan pidana terpadu). Istilah hukuam acara pidana dan system peradilan
pidana berbeda ruang lingkupnya. Hukum acara pidana mempelajari hal-hal yang
terkait dengan “hukum” saja tetapi system peradilan pidana lebih luas seperti
dikatakan Joan Miller yaitu Materi system peradilan pidana mulai dari
pembentukan undang undang di DPR sampai pembinaan narapidana hingga
keluar dari lembaga pemasyarakatan, (Hamzah, 2002:3).

Hukum Pidana dibedakan menjadi 2 macam, yaitu hukum pidana materiil (hukum
pidana susbstansif) atau biasa disebut dengan hukum pidana dan hukum pidana
formil (hukum acara pidana). Hukum pidana adalah hukum yang mengatur
tentang perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana , syarat-syarat untuk
menjatuhkan pidana dan pidana. Sedangkan hukum acara pidana adalah hukum
yang mempelajari peraturan yang diciptakan Negara karena adanya pelanggaran
undang undang pidana. (Sutarto, 1991:1). Dengan demikian dapat disimpulkan,
hukum pidana formil (hukum acara pidana) fungsinya adalah untuk menegakan
hukum pidana materiil (hukum pidana) . dengan kata lain hukum pidana (materiil)
tidak mempunyai arti sama sekali tanpa adanya hukum acara pidana.

Definisi Hukum Acara Pidana dari pendapat para Sarjana:

1. J.de Bosch Kemper


Hukum acara pidana adalah sejumlah asas asas dan peraturan peraturan
undang undang yang mengatur wewenang Negara untuk menghukum
bilamana undang undang pidana dilanggar.
2. Simons
Hukum acara pidana bertugas mengatur cara cara Negara dengan alat
perlengkapanya mempergunakan wewenangnya untuk memidana dan
menjatuhkan pidana.
3. Wirjono Prodjodikoro
Hukum acara pidana ialah peraturan yang mengatur cara bagaimana badan
pemerintah berhak menuntut, jika terjadi suatu tindak pidana, cara
bagaimana akan didapat suatu putusan pengadilan yang menjatuhkan
suatu hukuman dapat dilaksanakan.
4. Sudarto
Hukum acara pidana ialah aturan aturan yang memberikan petunjuk apa
yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dan pihak pihak atau
orang orang lain yang terlibat di dalamnya apabila ada persangkaan bahwa
hukum pidana dilanggar. (Sutarto, 1991:2)
5. Bambang Poernomo
a. dalam arti sempit, hukum acara pidana merupakan peraturan hukum
tentang penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang dan
putusan pengadilan serta peraturan tentang susunan pengadilan.
b. Dalam arti luas hukum acara pidana mencakup peraturan peraturan
kehakiman lainnya yang ada kaitanya dengan perkara pidana.
c. Dalam arti sangat luas, hukum acara pidana adalah hal hal yang terkait
dengan materi peraturan pada tahap eksekusi putusan hakim (pidana)
meliputi peraturan pelaksanaan hukuman yang mengatur alternative jenis
pidana dan cara menyelenggarakan pidana sejak awal sampai selesai
menjalani pidana sebagai pedoman pelaksanaan pemberian pidana.
(Waluyadi,1999:11)
6. Van Bemmelen
Hukum acara pidana ialah kumpulan kententuan ketentuan hukum yang
mengatur cara bagaimana Negara, bila dihadapkan pada suatu kejadian
pelanggara hukum pidana dengan perantaraan alat-alatnya mencari
kebenaran, menetapkan di muka hakim keputusan mengenai perbuatan
yang didakwakan dan memutuskan hal yang telah terbukti. (waluyadi
1999:10)

B. Ruang Lingkup dan Sumber Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana tujuanya untuk mencari dan menemukan kebenaran.


dalam penjelasan Pasal 2 huruf a KUHAP disebutkan, bahwa : Ruang lingkup
undang undang ini mengikuti asas asas yang dianut oleh hukum pidana Indonesia.
Asas asas yang dimaksud dalam penjelasan tersebut tidak hanya yang tercantum
dalam Pasal 1 – Pasal 9 KUHP (asas territorial dan asas universal) tetapi meliputi
asas asas yang termuat dalam perundangan hukum acara pidana diluar KUHAP
(asas legalitas dan asas opportunitas) tetapi termasuk asas asas yang diatur dalam
KUHAP maupun undang undang nomor 48 th 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
Sedangkan sumber utama hukum acara pidana adalah undang undang nomor 8 th
1981 tentang KUHAP. (Sutarto, 1991:6). Adapun sumber hukum acara pidana
lainnya adalah sebagai berikut :

1. Undang undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang


merupakan induk dan pedoman bagi lingkungan Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.
2. Undang undang nomor 14 tahun 1985 jo Undang undang nomor 5 tahun
2004 jo Undang Undang nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
3. Undang Undang nomor 2 tahun 1986 jo Undang undang nomor 8 tahun
2004 tentang perubahan atas Undang undang nomor 2 tahun 1986 tentang
Peradilan Umum.
4. Undang undang nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian
5. Undang undang nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan
6. Undang undang nomor 18 tahun 2003 tentang advokad
7. Undang undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan
8. Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1983 tentang pedoman
pelaksanaan KUHAP

Selain itu terdapat pula Undang Undang diluar KUHP yang memuat hukum pidana
materiil dan hukum pidana formil sekaligus, antara lain:

1. Undang Undang Darurat nomor 7 tahun 1955 tentang pengusutan


penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi
2. Undang Undang nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak
pidana terorisme
3. Undang Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang
undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi
4. Undang Undang nomor 15 tahun 2002 sebagaimana diubah tentang
undang undang nomor 25 tahun 2003 dan terakhir dengan Undang undang
nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang

Hukum acara pidana merupakan dasar bagi pemeriksaan perkara pidana kecuali
undang undang tersebut secara tegas menentukan lain sesuai dengan asas lex
specialis derogate legi generali yaitu :

1. Ketentuan pasal 37 ayat (1) Undang Undang nomor 31 tahun 1999 jo


Undang Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak
pidana korupsi tentang pembuktian terbalik (omkering van bewijlast)
sebagai penyeimpangan dari ketentuan pasal 66 KUHAP yang menyatakan
terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
2. Ketentuan pasal 17 KUHAP tentang perintah penangkapan dilakukan
terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan
bukti permulaan yang cukup. Menurut pasal 19 ayat (1) KUHAP
penangkapan tersebut (Pasal 17) dapat dilakukan untuk paling lama satu
hari (1x24jam). Namun menurut Undang Undang nomor 15 tahun 2003
tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, penangkapan dapat
dilakukan untuk waktu paling lama 1x7 hari (Pasal 26 ayat 2) dan menurut
pasal 28 penangkapan tersebut dapat dilakukan paling lama 3x24 jam atas
ijin dari ketuan atau wakil ketua pengadilan negeri.

C. Fungsi, Tugas Pokok dan Tujuan Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana mengatur tentang cara bagaimana atau tindakan apa yang
harus dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap hukum pidana yang
meliputi hal-hal (Sutarto, 1991:8) sebagai berikut :

1. Negara melalui alat perlengkapanya menemukan kebenaran terjadinya


pelanggaran terhadap hukum pidana
2. Usaha yang dijalankan untuk mencari pelaku
3. Tindakan yang dilakukan untuk menangkap dan menahan pelaku
4. Mencari alat-alat bukti ke depan sidang pengadilan
5. Bagaimana hakim memeriksa dan menjatuhkan putusan hakim
6. Upaya hukum bagi putusan hakim
7. Pelaksanaan putusan hakim, pengawasan serta pengamatannya.

Fungsi hukum acara pidana adalah untuk menegakkan hukum pidana. Tugas
pokok hukum acara pidana, yaitu mencari dan mendapatkan kebenaran materiil,
memberikan suatu putusan hakim, melaksanakan putusan hakim.

Dari ketiga tufas pokok tersebut, maka penekananya diletakkan kepada tugas
mencari serta mendapatkan kebenaran materiil (matriele waarheid) sebagai dasar
putusan hakim. Sedangkan tujuan hukum acara pidana adalah mencari
kebenaran materiil (substantial truth) sekaligus memberikan perlindungan
terhadap hak asasi manusia (protection of human right).
D. Pihak yang Terlibat dalam Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana adalah tata cara dan pedoman penegakan hukum dalam
melaksanakan tugasnya dan petunjuk bagi pihak yang terlibat di dalamnya
(dramatis personae) yaitu:

1. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum acara pidana
seperti tersangka, terdakwa, saksi dan ahlu
2. Pejabat Kepolisian (penyelidik, penyidik, dan penyidik pembantu) dan
pejabat PPNS tertentu yang diberikan wewenang khusu oleh Undang
Undang
3. Pejabat kejaksaan bertugas melakukan penuntutan dan eksekusi putusan
pengadilan seperti jaksa dan penuntut umum
4. Pejabat Pengadilan yang bertugas memeriksa dan memutus perkara di
sidang pengadilan seperti hakim, panitera, wakil panitera, panitera muda
dan panitera pengganti
5. Advokad yaitu orang yang memenuhi syarat yang ditentukan undang
undang untuk memberikan bantuan hukum
6. Pejabat aparat panitensier yang bertugas melaksanakan undang undang
pelaksanaan pidana (panitentiaire reht) seperti pejabat Lapas yang bertugas
melaksanakan pidana penjara dan kurungan. (sutarto, 1991:10)

Rangkuman

Fungsi hukum acara pidana adalah untuk menegakan hukum pidana. Tugas pokok
hukum acara pidana, pertama mencari dan mendapatkan kebenaran materiil,
kedua memberikan suatu putusan hakim, ketiga melaksanakan putusan hakim.
BAB 2

ASAS ASAS HUKUM ACARA PIDANA

A. Hubungan Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana berhubungan erat dengan Hukum Pidana merupakan


rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah,
yaitu, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan yang harus bertindak guna mencapai
tujuan Negara. (Prodjofikoro, 198:20)

Dalam melaksanakan fungsinya hukum acara pidana mempunyai tujuan mencari


kebenaran materiil serta memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut , terdapat dua kepentingan yang harus
dilindungi (dijamin) oleh hukum acara pidana, yaitu:

1. Kepentingan hukum berupa kepentingan masyarakat, terdiri atas


ketertiban hukum (rechtsorde) atau ketertiban umum (publiekeorde) yang
harus dijamin agar masyarakat dapat melangsungkan kehidupan secara
aman tentram
2. Kepentingan hukum individu yang merupakan kepentingan individu yaitu
hak individu yang harus dijaamin hukum acara pidana. (Sutarto, 1991:16)
B. Asas-Asas Hukum Acara Pidana

Asas-asas hukum pidana diatur dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981


tentang KUHAP dan Undang Undang nomot 48 tahun 2009tentang kekuasaan
kehakiman sebagai berikut:
1. Asas penyelenggaraan peradilan yang baik antara lain:
a. Peradilan harus dilakukan secara cepat, sederhana, dengan biaya ringan,
bebas, jujur, tidak memihak dan diterapkan dalam seluruh peradilan (asas
contante justitie atau asas speedy trial dan fair trial)
b. Tersangka sejak dilakukan penangkapan dan penahanan wajib
diberitahukan dakwaan dan pasal apa yang didakwakan kepadanya serta
wajib diberitahukan haknya seperti hak untuk menghubungi dan meminta
bantuan advokad
c. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa
(onmiddelijkheid van het process)
d. Pemeriksaan pengadilan bersifat terbuka untuk umum kecuali dalam hal
diatur dalam undang undang (asas openbaarheid van het procces)
e. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan perkara pidana dilakukan
oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan

2. Asas Perlindungan terhadap hak asasi manusia , antara lain:

a. Asas insonomia atau equality before the law yaitu, setiap orang
mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan tidak ada
perbedaan perlakuan
b. Asas principle of legality, yaitu penangkapan, penahanan, penggledahan,
dan penyitaan dilakukan berdasarkan perintah tertulis pejabat
berwenang menurut cara yang diatur dalam undang undang
c. Asas presumption of innoncence (praduga tak berslah), yaitu setiap
orang yang disangka, ditangkap, ditahan, diituntut dan diadili harus
dianggap tak bersalah sampai adanya putusan hakim yang menyatakan
kesalahannya dan mempunyai kekuatan hukum tetap
d. Asas remedy and rehabilitation (pengembalian nama baik) yaitu, hak
atas ganti rugi atau kesengajaan atau kelalaian penegak hukum apabila
terjadi salah tangkap maupun penahanan
e. Asas contante justitie atau speed trial dan fair trail yaitu peradilan harus
dilakukan dengan cepat, sederhanaan, dan biaya ringan bebas, jujur,
serta tidak memihak
f. Asas legal assistance untuk memperoleh bantuan hukum bagi
kepentingan pembelaan atas dirinya (terdakwa)
g. Asas mirande rule, yaitu hak menghubungi advokad dan minta bantuan
hukum sejak dilakukan penangkapan dan penahanan
h. Asas presentasi atau onmiddelijkheid van het onderzoek yaitu
pengadilan memeriksa dengan hadirnya terdakwa
i. Asas openbaarheid van het process yaitu, sidang pengadilan terbuka
untuk umum kecuali undang undang menentukan lain
j. Asas pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan bagi perkara pidana
yang dilakukan ketua pengadilan negeri yang bersangkutan

Penerapan asas asas tersebut harus memperhatikan perundangan yang berlaku


serta perubahan dan kemajuan masyarakat maupun perkembangan teknologi dan
bentuk kejahatan tertentu yang dilakukan oleh pelaku.

C. Ilmu Pengetahuan Pembantu Hukum Acara Pidana

Pelaksanaan hukum acara pidana memebutuhkan ilmu pengetahuan


pembantu (hulpwetenchapen) untuk mencari dan mendapatkan kebenaran
materiil (maateriele waarheid) (sutarto, 1991:18)
Bagi aparat penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa, hakim, advokad dan
petugas lembaga pemasyarakatan perlu memiliki ilmu pengetahuan lain
sebagai ilmu pembantu hukum acara pidana. (Sutarto, 1991:22). Ilmu
pengetahuan pembantu hukum acara pidana tersebut antara lain

1. Logika, yaitu berpikir dengan akal sehat berdasar atas hubungan beberapa
fakta (beripikir rasional) . Peranan hukum acara pidana sangat penting
terkait persangkaan atau pembuktian ysng dilakukan melalui tahapan:
a. Orientasi yaitu tindakan yang dilakukan penegakan hukum (penyidik)
untuk mencari dan mengumpulkan bukti bukti yang selengkap-
lengkapnya di tempat kejadian (TKP)
b. Hipotesa, yaitu bukti bukti yang terkumpul kemudian disusun dan
dibuat hipotesa apakah kejadian tersebut merupakan penganiyaan,
pembunuhan, atau bunuh diri.
c. Verifikasi, yaitu mencocokan bukti bukti yang dikumpulkan dengan
keterangan-keterangan yang diperoleh di TKP baik saksi maupun ahli
dengan fakta fakta sesudahnya termasuk kalau ada bukti-bukti atau
keterangan maupun fakta fakta baru
d. Konstruksi yaitu menyusun dan merangkai bukti bukti yang ada
dengan keterangan yang diperoleh menjadi suatu konstruksi yang
logis tentang ada atu tidaknya atau sesuai dengan tindak pidana yang
dipersangkakan
e. Rekonstruksi yaitu tindakan menggambarkan kembali tindak pidana
yang terjadi melalui reka ulang perbuatan yang dilakukan dengan
membawa pelaku, korban dan saksi saksi ke TKP sehingga diperoleh
gambaran dan kesimpulan lebiha jelas tentang tindak pidana yang di
persangkakan.
2. Psikologi yaitu,ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan
mendalami jiwa manusia (orang yang diperiksa) dengan tujuan untuk
memperlakukanya secara tepat dan bauk. Penegakan hukum (penyidik,
penuntut umum, dan hakim) pada saat memeriksa tersangka dan terdakwa
maupun ahli harus benar benar orang dewasa, pelajar, atau mahasiswa,
pendidikan serta budayanya
3. Kriminalistik yaitu, ilmu yang mempelajari kejahatan sebagai maslah tehnik
terkait bagaimana kejahatan itu dilakukan dan dengan apa pelaku
melakukan kejahatan tersebut serta penyelidikan ilmu pengetahuan alam
mengenai segala sesuatu yang menjadi bukti tentang suatu tindak pidana
yang dalam bekerjanya harus didukung ilmu forensic yaitu ilmu
pengetahuan yang dapat memberikan keterangan atau kesaksian bagi
pengadilan secara meyakinkan terkait kebenaran ilmiah yang dapat
mendukung pengadilan dalam menetapkan keputusanya.

Ilmu forensic terdiri dari ilmu kedokteran forensic, ilmu alam forensic, dan ilmu
alam forensic

a. Ilmu kedokteran forensic (kedokteran kehakiman), yaitu ilmu yang


mempelajari manusia (organnya) terkait tindak pidana, seperti sebab-
sebab kematian, identifikasi, keadaan mayat post mortem, luka yang
diderita, perzinahan, perkosaan, pemeriksaan noda darah dan lainya
b. Toksikologi forensic yaitu ilmu yang mempelajari tentang racun yang ada
hubungannya dengan pengadilan terkait tindak pidana yang dilakukan
yang mengakibatkan kematian pada seseorang
c. Ilmu kimia forensic, yaitu ilmu pengetahuan yang dapat membantu
pengadilan memakai dasar ilmu kimia analitik terkait kejahatan yang
dilakukan dengan zat zat kimia seperti narkotika, pemalsuan barang,
noda yang tertinggal dalam saksi diam (silent winess) atau barang bukti.
d. Ilmu alam forensic yaitu ilmu pengetahuan yang dapat membantu
pengadilan memakai dasar ilmu alam, antara lain:
1. Balistik kehakiman (forensic balistic) yaitu ilmu pengetahuan yang
mempelajari masalah peluru kejahatan (geincrimineerde kogel)
dan selongsong peluru serta senjata api yang digunakan untuk
melakukan kejahatan
2. Dactyloscopie, yaitu ilmu yang mempelajari tentang sidik jari
(finger prinst) terkait tindak pidana. Sebagai dasarnya adlah tidak
ada dua orang yang memiliki sidik jari sama dan sidik jari
seseorang tidak akan berubah selama hidupnya.

4. Psikiater , yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari jiwa manusia


yang sakit, dimana salah satu syarat untuk menjatuhkan pidana
kepada terdakwa ialah harus terbukti dan dapat
dipertanggungjawabkan kesalahanya sesuai pasal 44 KUHP .
ketentuan pasal 44 KUHP bersifat deskriptif normative sehingga bila
terdakwa pada waktu melakukan perbuatanya mengalami gangguan
jiwa ia harus diputus lepas dari segala tuntutan hukum sehingga
perlu adanya kerja sama antara psikiater dan hakim.
5. Kriminologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dalam arti
luas sebagai suatu masalah manusiawai yang dalamnya tercakup masalah
mengapa, bagaimana, dan apa tujuan orang melakukan kejahatan. Dalam hal ini
kejahtan diartikan secara makro, yaitu melakukan perbuatan jahat yang
bertentangan dengan tata cara yang ada dalam masyarakat. Kejahatan dalam hal
ini tidak terbatas pada kejahatan yang diatur dalam arti hukum pidana saja
(strafrechtelijkmisdaad begrip) yaitu sebagaimana terwujud in abtracto dalam
perundang-undangan pidana.

6. Hukum Pidana (Hukum Pidana Materiil) yaitu hukum pidana formil atau hukum
acara pidana dengan sendirinya membutuhkan ilmu pengetahuan hukum pidana
sesuai dengan fungsinya bahwa hukum acara pidana adalah untuk menegakkan
hukum pidana.

D. Sekilas Sejarah Hukum Acara Pidana


Sebelum lahirnya KUHAP hukum acara yang berlaku bagi peradilan umum
adalah Het Herzine Indonesiach Reglement (S.1941 no.44) atau HIR. Dengan
pasal 6 ayat (1) Undang Undang no 1 Drt th 1951 tentang Tindakan sementara
untuk menyelenggarakan kesatuan susunan dan acara pengadilan.

HIR berasal dari IR (Inlands Reglement S. 1848 nomor 16) yang telah
diumumkan pertama tahun 1948 telah mengalami perubahan terakhir tahun
1941 tentang acara perdata dan acara pidana bagi orang Indonesia asli
(Bumiputera) dan Timur asing (China, arab dan india) dan hukum acara pidana
dan acara perdata yang berlaku bagi orang eropa adalah Reglement op de
strafvordering (S.1847 nomor 40) dan Reglement op de Burgerlijke
Rechtsvordering (S.1847 nomor 52) yang lebih sempurna dari Inlands
Reglement. (Hamzah, 2002:1)

Ketentuan pasal 6 ayat (1) tersebut tujuanya mengadakan unifikasi hukum


acara pidana (sebelumnya terdapat dualisme hukum acara pidana) yaitu HIR
(golongan Bumiputra) dan Reglement op de Strafvordering (orang Eropa) serta
pengadilan bagi golongan bumiputera (Landraad/ pengadilan negeri) dan bagi
golongan eropa (Raad van Justiced/ pengadilan tinggi)
Dalam rangka pembangunan hukum, Undang undang nomor 1 Drt 1951
beserta peraturan pelaksanaanya dan ketentuan peraturan perundangan
lainya dicabut (krena sudah tidak sesuai dengan cita cita hukum nasional)
kemudian diganti Undang Undang nomor 8 th 1981 tentang KUHAP.

Penyusunan KUHAP dimulai : (1) Draft RUU_KUHAP dibicarakan DPR kemudian


ditarik kembali (1965): 2) penyusunan RUU-KUHAP dimuali lagi dengan bentuk
panitia intern department kehakiman (1967) : 3) mengadakan seminar hukum
nasional hukum acara pidana oleh lembaga pembinaan hukum nasional (LPHN)
atau badan pembinaan hukum nasional (BPHN) tanggal 27-30 september 1968
: 4) panitia intern departemen kehakiman menyusun RUU-KUHAP untuk
dibahas tim antar departemen (1973) : 5) menteri kehakiman menyampaikan
keterangan pemerintah tentang RUU-KUHAP pada sidang paripurna DPR-RI
(1979) : 6) sidang gabungan (komisi IIIdan I DPR-RI) pemerintah membahas
RUU-KUHAP tanggal 24 november – 22 mei 1980 di gedung DPR-RI dan
disahkan menjadi Undang undang dan : 8) pada tanggal 31 desember 1981
presiden mengesahkan RUU-KUHAP menjadi Undang Undang yaitu Undang
Undang nomro 8 tahun 1981 tentang KUHAP (LNRI no. 76, TLN no.3209) tgl 31
Desember 1981. (Sutarto, 1991:29).

Anda mungkin juga menyukai