Hukum materiil yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan. Hukum formil yaitu hukum yang mengatur cara-cara mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil. Dengan kata lain, hukum yang memuat peraturan yang mengenai cara-cara mengajukan suatu perkara ke muka pengadila dan tata cara hakim memberi putusan.
Hukum Materiil Peradilan Agama
Hukum materiil Peradilan Agama pada masa lalu bukan merupakan hukum tertulis (Hukum Positif) dan masih tersebar dalam berbagai kitab fiqh karya ulama, karena tiap ulama fuqoha penulis kitab-kitab fiqh tersebut berlatar sosiokultural berbeda, sering menimbulkan perbedaan ketentuan hukum tentang masalah yang sama, maka untuk mengeliminasi perbedaan tersebut dan menjamin kepastian hukum, maka hukum-hukum materiil tersebut dijadikan hukum positif yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Hukum materiil peradilan agama tersebut dalam peraturan perundang-undangan ialah antara lain: 1. Al-Qur’an dan Hadist; 2. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; 3. PP No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan pelaksaan UU No. 1 Tahun 1974; 4. PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik; 5. UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo UU No. 3 Tahun 2006; 6. Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam; 7. UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat; 8. UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf; 9. Rancangan Undang-undang terkait hukum materiil PA yang masih dalam proses legislasi: - RUU Terapan Peradilan Agama; - RUU Perbankan Syariah; - RUU SBSN (Surat Berharga Syariah Nasional); - Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Hukum Formil Peradilan Agama Hukum Formil/Hukum Prosedural/Hukum Acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Agama adalah sama dengan yang berlaku pada lingkungan peradilan Umum, kecuali hal-hal yang telah diatur secara khusus dalam UU No. 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Adapun sumber hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum diberlakukan juga untuk lingkungan Peradilan Agama adalah sebagai berikut: 1. Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering (B.Rv); 2. Inlandsh Reglement (IR); 3. Rechtsreglement voor de Buitengewesten (R.Bg); 4. Bugerlijke Wetbook voon Indonesie (BW); 5. Wetboek van Koophandel (WvK); 6. Peraturan Perundang-undangan; 1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang acara perdata dalam hal banding bagi pengadilan tinggi di Jawa Madura sedang daerah diluar Jawa diatur dalam pasal 199- 205 R.Bg; 2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman. Dalam UU memuat beberapa ketentuan tentang Hukum acara perdata dalam praktek peradilan di Indonesia; 3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Makamah Agung RI jo UU No. 5 Tahun 2004 yang memuat tentang acara perdata dan hal-hal yang berhubungan dengan kasasi dalam proses berperkara di Mahkamah Agung; 4) Undang-undang nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan umum yang diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004. Dalam UU ini diatur tentang susunan dan kekuasaan Peradilan di lingkungan Peradilan Umum serta prosedur beracara di lingkungan Pradilan Umum tersebut; 5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang perkawinan tersebut; 6) Undang-undang nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, pada pasal 54 dikemukakan bahwa Hukum Acara yang berlaku di Peradilan Agama adalah sama dengan hukum acara yang berlaku di peradilan umum, kecuali yang diatur khusus dalam UU ini; 7) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Instruksi Pemasyarakatan Kompilasi hukum Islam, yang terdiri dari tiga buku yaitu hukum Perkawinan, Kewarisan dan Wakaf. 7. Yurisprudensi; 8. Surat Edaran Mahkamah Agung RI; 9. Dokrin atau Ilmu Pengetahuan;