Anda di halaman 1dari 27

Tugas Kelompok Tata Ruang

“5 Putusan Penataan Ruang”

Disusun oleh :

TUGAS KELOMPOK : 1
PERTEMUAN KE : 3
TOPIK : “5 Putusan Penataan Ruang”

NAMA KELOMPOK : KELOMPOK HUKUM TATA RUANG 1


ANGGOTA KELOMPOK :
Carissa Vania Irawan 3018210146
Ferdy Ramadhan Iswandi 3019210226
Ghina Farizqina Ganada 3018210146
Hafiz Ardiansyah 3018210294
Ilham Alief Hariyandha 3019210215
Nur Azizah 3018210083
Rachma Istiana Salsabila 3019210210

PUTUSAN 1

No. Putusan Nomor : 51/G/KI/2017/PTUN-BDG

Pihak Penggugat
KEPALA DINAS PENATAAN RUANG KOTA BANDUNG
(PPID Pembantu Pada Dinas Tata Ruang)

Pihak Tergugat PERKUMPULAN PEMILIK PENGHUNI SATUAN RUMAH


SUSUN (P3SRS) Gateway Ahmad Yani Bandung
Gugatan 1. Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan

operasional, pemeliharaan, dan perawatan

bagian bersama, benda bersama, dan tanah

bersama.
2. Pengelolaan rumah susun sebagaimana

dimaksud apada ayat (1) harus dilaksanakan

oleh pengelola yang berbadan hukum, kecuali

rumah susun umum sewa, rumah susun khusus,

dan rumah susun Negara.

3. Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) harus mendaftar dan mendapatkan izin

usaha dari bupati/walikota.

Eksepsi 1. Bahwa Tergugat/Termohon Keberatan semula

Pemohon Informasi telah mengajukan eksepsi

yang pada pokoknya menyatakan, Pemohon

memiliki legal standing atau kedudukan hukum.

2. Bahwa dalam surat gugatan/permohonan

keberatan Pemohon Keberatan/ Penggugat

semula Termohon Informasi dalam poin I

mendalilkan bahwa Pemohon Informasi tidak

memiliki legal standing karena belum

mendaftar dan mendapat izin usaha dari

Walikota/Bupati sehingga Kedudukan

Tergugat/Termohon Keberatan/pemohon

Informasi belum sempurna.

3. Bahwa untuk menguji legal standing harus

dikaitkan dengan kepentingan dari pemohon


informasi karena legal standing seseorang atau

badan hukum perdata harus dinilai/ diuji apa

tujuan dari informasi yang diminta, hal ini

penting mengingat seberapa jauh keterkaitan/

hubungan hukum antara kepentingan si

Pemohon informasi dengan informasi yang

dimohonkan.

4. Bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan

menguji kepentingan Pemohon

informasi/Terggugat/Termohon Keberatan

terhadap dokumen yang diminta, sedangan

pertimbangan hukum komisi informasi tidak

mengulas secara komprehensif mengenai

kepentingan Pemohon.
Mengadili Mengabulkan Penggugat/pemohon keberatan/dahulu

Termohon Informasi untuk seluruhnya ;

1. Menyatakan batal putusan Komisi Informasi

Jawa Barat Nomor : 887/PTSN-MK/KI-

JBR/III/2017 tanggal 15 Maret 2017;

2. Memerintahkan kepada KEPALA DINAS

PENATAAN RUANG KOTA BANDUNG

(PPID Pembantu Pada Dinas Tata Ruang) untuk

menolak memberikan seluruh informasi yang

diminta oleh Tergugat/Termohon


Keberatan/dahulu Pemohon Informasi ;

3. Menghukum Tergugat/Termohon

Keberatan/Dahulu Pemohon Informasi

YAYASAN FIRMAR ABADI, Badan Hukum,

beralamat di Perumahan Graha untuk

membayar biaya perkara yang timbul dalam

perkara ini sebesar Rp 309.000( tigaratus

Sembilan ribu rupiah);

PUTUSAN 2

No. Putusan Nomor 6/Pdt.G/LH/2020/PN Bls


Pihak Penggugat
YAYASAN FIRMAR ABADI,
Pihak Tergugat 1. Alek/Akiang Pemilik Kebun Kelapa Sawit , beralamat di
Desa Muara Dua Kecamatan Siak Kecil Kabupaten
Bengka

2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan


Republik Indonesia Cq Dinas Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Provinsi Riau Cq UPT KPH Unit V
Bengkalis. Wilayah Administrasi Provinsi Riau
Beralamat di jalan Jend.Sudirman No.024 Kab.
Bengkalis,
3. kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Cq.
Pemerintah provinsi Riau Cq Pemerintah Daerah
Kabupaten Bengkalis ( Bupati Bengkalis )
4. Kementrian ATR/ BPN Provinsi Riau Cq Kementrian
BPN Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Beralamat
Jalan Kartini No 14 Bengkalis Kota Kecematan Bengkali
Gugatan 1. Bahwa berdasarkan Pasal 62 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

menyatakan “ Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan

Masyarakat melakukan pengawasan terhadap


pengelolaan dan atau pemanfaatan hutan yang

dilakukan oleh pihak ketiga“.

2. Bahwa berdasarkan Pasal 69 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentan Kehutanan,

menyatakan “ Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta

memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan

dan perusakan “; 3. Bahwa berdasarkan Pasal 73

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang

Kehutanan, yang menyatakan : (1) Dalam rangka

pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan hutan,

organisasi bidang kehutanan berhak mengajukan

gugatan perwakilan untuk kepentingan pelestarian

fungsi hutan (2).Organisasi bidang kehutanan yang

berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a.

berbentuk badan hukum; b. organisasi tersebut dalam

anggaran dasarnya dengan tegas menyebutkan tujuan

didirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian

fungsi hutan ,dan ; c. telah melaksanakan kegiatan

sesuai dengan anggaran dasarnya

4. Bahwa PENGGUGAT adalah merupakan badan

hukum, yaitu sebuah organisasi sosial kemanusiaan

yang didirikan dengan salah satu tujuannya, yaitu untuk

meningkatkan peranserta masyarakat dalam upaya

pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup secara


swadaya masyarakat, hal ini sebagaimana dinyatakan

secara tegas dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e Akta

Pendirian Yayasan Firmar Abadi. (Bukti P-1 dan Bukti

P-2 ) ; 5. Bahwa PENGGUGAT telah melaksanakan

kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya, yaitu telah

melakukan Investigasi di bidang kehutanan, melakukan

hak gugat organisasi ke pengadilan (legal standing)

dalam bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Bukti

P-3, dan Bukti P-4) ; 6. Bahwa berdasarkan uraian

tersebut di atas (Poin 4 dan poin 5 ), maka dengan

demikian Yayasan Firmar Abadi (PENGGUGAT) telah

memenuhi syarat formil untuk dapat mengajukan hak

gugat organisasi (legal standing) di bidang Kehutanan,

sebagaimana diatur dalam Pasal 73 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang

Kehutanan,sehingga PENGGUGAT berkapasitas untuk

mengajukan hak gugat organisasi [legal standing] di

bidang kehutanan terhadap PARA TERGUGAT ; 7.

Bahwa TERGUGAT I adalah merupakan badan usaha

yang melakukan usaha di bidang perkebunan kelapa

sawit, dan salah satu perkebunan kelapa sawitnya

adalah terletak di Desa MUARA DUA Kecematan Siak

Kecil Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau ; 8. Bahwa

TERGUGAT I dalam tindak tanduknya telah merusak

Kawasan Hutan dengan cara mengolah/mengerjakan,

menguasai serta merubah fungsi dan peruntukan


Kawasan Hutan menjadi perkebunan kelapa sawit di

dalam Hutan Produksi Terbatas [ HPT } Siak Kecil

Kabupaten Bengkalis. 9. Bahwa luas areal perkebunan

kelapa sawit yang dibangun oleh TERGUGAT I

tersebut adalah seluas ± 1100 (Seribu se ratus ) hektar,

dan dalam hal ini adalah sebagai OBJEK SENGKETA.

(Bukti P-5) ; 10. Bahwa selain membangunan kebun

kelapa sawit tersebut, TERGUGAT I juga telah

membangun jalan poros membuat parit pembatas serta

jalan blok dan jalan panen kebun, serta telah

membangun mess atau perumahan karyawan di atas

OBJEK SENGKETA {Bukti P = 6 } 11. Bahwa

TERGUGAT I merubah fungsi dan peruntukan OBJEK

SENGKETA mejadi Perkebunan kelapa sawit adalah

sejak tahun 2008 yang lalu, dan adapun kegiatan

tersebut dilakukan secara bertahap, Tahapan yang

dilakukan nya ± 470 dalam HUTAN PRODUKSI

TERBATAS (HPT) ± 150 HUTAN PRODUKSI

KOMPERSI (HPK) dan sampai saat ini masih tetap

berlanjut, dimana TERGUGAT I masih tetap

menduduki kawasan hutan tersebut, guna memelihara

dan memanen hasil tanaman kelapa sawit yang ada di

atasnya{Bukti P – 7 } 12. Bahwa secara administrasi,

letak dan posisi OBJEK SENGKETA adalah berada di

Desa Muara Dua Kecematan Siak Kecil Kabupaten

Bengkalis Provinsi Riau . 13. Bahwa secara geografis


letak dan posisi OBJEK SENGKETA adalah berada di

antara titik koordinat sebagai berikut :

1. 1° 2’ .50” N - 102° 2’ 7.” E

2. 1° 2’ 34.” N - 102° 2’ .7” E 3. 1° 3’ 8” N - 102° 2’ 8”

E 4. 1° 3’ 9.” N - 101° 59’ 54” E 5. 1° 2’ .34” N - 101°

59’ 55” E 14. Bahwa adapun batas-batas OBJEK

SENGKETA adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara

berbatas dengan Parit Gajah ; b. Sebelah Selatan

berbatas dengan Parit Gajah ; c. Sebelah Timur berbatas

dengan Parit Gajah : d. Sebelah Barat berbatas dengan

Parit Gajah ; 15. Bahwa berdasarkan letak dan posisi

geografis OBJEK SENGKETA sebagaimana tersebut

pada poin 13 di atas, terlihat dengan jelas bahwa letak

dan posisi OBJEK SENGKETA dalam perkara a quo

adalah berada di dalam Kawasan Hutan Produksi

Terbatas (HPT), hal ini adalah berdasarkan pada Peta

Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan

Republik Indonesia Nomor : 173/Kpts-II/1986 tanggal 6

Juni 1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah

Provinsi Dati I Riau sebagai Kawasan Hutan.(Bukti P-6

dan Bukti P-7); 16. Bahwa berdasarkan hal tersebut di

atas (poin 15), maka sejak tahun 1986 status OBJEK

SENGKETA dalam perkara a quo sudah berstatus

sebagai Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) ; 17.

Bahwa kemudian pada tahun 1987, Kawasan Hutan


Produksi Terbatas (HPT) tersebut diatas (poin 15) telah

dilakukan tata batas dilapangan oleh Direktorat Jenderal

Inventarisasi dan Tata Guna Hutan, dengan panjang

batas 167,5 KM dan kemudian Kawasan Hutan

Produksi Terbatas tersebut diberi nama dengan

“Kawasan Hutan Produksi Terbatas Desa Muara Dua

Kecematan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis (Bukti P-8)

. 18. Bahwa pada butir c Berita Acara Tata Batas

Kawasan Hutan Produksi Terbatas Desa Muara Dua

Kecematan Siak Kecil tersebut disebutkan secara tegas

bahwa di dalam kawasan hutan produksi terbatas Desa

Muara Dua Kecematan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis

di maksud tidak terdapat lagi tanah-tanah penduduk

maupun pihak ketiga yang mempunyai milik atau hak

lainnya

19. Bahwa kemudian pada tahun 2018 OBJEK

SENGKETA Kawasan Hutan Produksi Terbatas Desa

Muara Dua Kecematan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis

tersebut di atas (poin 18) telah terjadi penangkapan oleh

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupa

2 (dua) alat berat dan 2 (dua) orang pekerja perkara

TINDAK PIDANA; 20. Bahwa berdasarkan hal tersebut

di atas ( poin 15, poin 16, poin 17, poin 18 dan poin 19),

maka secara hukum status OBJEK SENGKETA adalah

merupakan Kawasan Hutan Produksi Terbatas Desa


Muara Dua Kecematan Siak Kecil Kabupaten

Bengkalis;{BUKTI P-9} 21. Bahwa kemudian pada

tanggal 29 September 2014 telah diterbitkan pula Surat

Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor : SK. 878/Menhut-II/2014 tentang Kawasan

Hutan Provinsi Riau, yang mana berdasarkan pada Peta

lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut,

lembar 0917, terlihat bahwa status OBJEK SENGKETA

dalam perkara a quo dirubah kembali menjadi Kawasan

Hutan Hutan Produksi Tetap, dengan arti kata

perubahan yang ada dalam Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.

673/Menhut-II/2014 adalah dibatalkan.(Bukti P-10 ) ;

22. Bahwa kemudian pada tanggal 20 April 2016

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan

Surat Keputusan Nomor : SK.

314/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2016 tanggal 20 April

2016 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan

Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas ± 65.125 (enam

puluh lima ribu seratus dua puluh lima ) hektar di

Provinsi Riau, yang mana berdasarkan pada Peta

Lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan tersebut pada lembar 0917, terlihat

bahwa status OBJEK SENGKETA dalam perkara a quo

statusnya masih tetap sebagai Kawasan Hutan.(Bukti P-

11 ) ; 23. Bahwa kemudian pada tanggal 7 Desember


2017, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

menerbitkan Surat Keputusan Nomor : SK.

903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/2016 tentang Kawasan

Hutan Provinsi Riau, yang mana berdasarkan Peta

Lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan tersebut pada lembar 0917, terlihat

bahwa status OBJEK SENGKETA dalam perkara a quo

statusnya masih tetap sebagai Kawasan Hutan.(Bukti P-

12 )

24. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, yaitu pada

poin 15, poin 16,poin 17, poin 18, poin 19, poin 20,

poin 21, poin 22, dan poin 23 , maka terlihat dengan

jelas bahwa status OBJEK SENGKETA dalam perkara

a quo adalah merupakan Kawasan Hutan ; 25. Bahwa

oleh karena status OBJEK SENGKETA adalah

merupakan Kawasan Hutan, maka pihak yang

berwenang terhadapnya adalah Menteri Kehutanan

Republik Indonesia (sekarang Menteri Lingkungan

Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia), hal ini

sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat

(2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang

Kehutanan, Bagian Ketiga tentang “ Penguasaan Hutan“

yaitu menyatakan : (1).Semua hutan di dalam Wilayah

Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara untuk


sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ; (2).Penguasaan

hutan oleh Negara sebagaimana di maksudkan pada ayat

(1) memberi wewenang kepada Pemerintah untuk ;

a.Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan

dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan ;

b.Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan

hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan

hutan; dan ; c.mengatur dan menetapkan hubungan-

hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta

mengatur perbuatan perbuatan hukum mengenai

kehutanan ; 26. Bahwa berdasarkan ketentuan di atas

(poin 25), maka setiap kegiatan pengurusan,

pemanfaatan, pengelolaan, dan penggunaan kawasan

hutan harus mendapat izin dari Negara Cq Pemerintah

Cq Menteri Kehutanan, namun faktanya TERGUGAT I

dalam tindak tanduknya telah mengolah, mengerjakan,

menguasai, dan merubah fungsi dan peruntukan

kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa

ada izin dari Menteri Kehutanan (sekarang Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan), sehingga dengan

demikian perbuatan TERGUGAT I tersebut adalah

merupakan Perbuatan Melawan Hukum, yaitu

melanggar ketentuan dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a

dan b Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang

Kehutanan, yang berbunyi “ Setiap orang dilarang

mengerjakan dan atau menggunakan dan atau


menduduki kawasan hutan secara tidak sah “ Jo.

Melanggar ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf b Undang-

Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan, yang berbunyi “

Setiap orang dilarang melakukan kegiatan perkebunan

tanpa izin Menteri di dalam Kawasan Hutan “ ; 27.

Bahwa TERGUGAT I telah mengolah/mengerjakan dan

atau merubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan

menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa melalui

prosedur pelepasan kawasan hutan dari Menteri

Kehutanan Republik Indonesia (sekarang Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia),

hal ini sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan

Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 364/Kpts-

II/90, 519/Kpts/HK.50/7/90, dan 23-VIII-1990 tentang

Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan dan Pemberian

Hak Guna Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian

(Bukti P-13 ) ; 28. Bahwa akibat dari Perbuatan

TERGUGAT I maka kawasan hutan yang berada di

wilayah Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau telah

nyata-nyata mengalami kerugian, yaitu luasnya menjadi

berkurang seluas ± 1100,- (Seribu Seratus ) hektar,

sehingga dengan demikian luasan Kawasan Hutan di

wilayah Provinsi Riau semakin menipis , hutan yang

disebut sebagai paru-paru dunia sebagaimana terdapat


dalam salah satu butir yang dihasilkan pada Konfrensi

Tingkat Tinggi di Rio Jeneiro (1992) telah menjadi

rusak dan berkurang, dan hal tersebut semakin memicu

terjadinya pemanasan global (global warming), maka

oleh sebab itu PENGGUGAT sebagai organisasi yang

bergerak di bidang kehutanan yang didirikan dengan

tujuan untuk meningkatkan peranserta masyarakat

dalam upaya pelestarian fungsi hutan dan lingkungan

hidup merasa sangat dirugikan atas tindakan yang

dilakukan oleh TERGUGAT I tersebut, sehingga

dengan demikian PENGGUGAT berhak untuk

melakukan hak gugat organisasi (legal standing)

terhadap TERGUGAT dan PARA TERGUGAT ; 29.

Bahwa Tergugat II adalah pihak yang diberikan tugas

dan tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan

Kawasan Hutan di wilayah Provinsi Riau, dan termasuk

di dalamnya OBJEK SENGKETA dalam perkara a quo,

namun dalam tindak tanduknya telah melakukan

pembiaran yang serius (Omision delict) dan merupakan

lalai dalam melaksanaan tugas, sehingga telah

melanggar ketentuan dalam Pasal 28 huruf h Undang

Undang

Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan, yang berbunyi “Setiap

pejabat dilarang dengan sengaja melakukan pembiaran


dalam melaksanakan tugas dan/atau lalai dalam

melaksanakan tugas”; 30. Bahwa berdasarkan hal

tersebut diatas (poin 29), maka sudah sewajarnya jika

PENGGUGAT memohon kepada Majelis Hakim yang

memeriksa perkara a quo supaya mewajibkan

TERGUGAT II melakukan penindakan secara pidana

terhadap TERGUGAT I.; 31. Bahwa TERGUGAT III

adalah pihak yang diberikan tugas dan tanggung jawab

untuk melakukan perlindungan hutan terhadap kawasan

hutan di wilayah kabupaten Bengkalis , termasuk di

dalamnya terhadap OBJEK SENGKETA, akan tetapi

dalam tindak tanduknya TERGUGAT III telah lalai

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,

sehingga telah mengakibatkan OBJEK SENGKETA

dirusak dengan cara menebang seluruh kayu alam yang

ada di atas OBJEK SENGKETA dan kemudian

dijadikan areal perkebunan kelapa sawit dan

TERGUGAT III telah melakukan pembiaran yang

serius (Omision delict) dan hal tersebut telah melanggar

ketentuan dalam Pasal 28 huruf g dan huruf h Undang

Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan, yang berbunyi “Setiap

pejabat dilarang dengan sengaja melakukan pembiaran

dalam melaksanakan tugas dan/atau lalai dalam

melaksanakan tugas.; 32. Bahwa TERGUGAT IV

adalah pihak yang diberikan tugas dan tanggung jawab


untuk melakukan perlindungan hutan terhadap kawasan

hutan di wilayah kabupaten Bengkalis , termasuk di

dalamnya terhadap OBJEK SENGKETA, akan tetapi

dalam tindak tanduknya TERGUGAT IV telah lalai

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,

sehingga telah mengakibatkan OBJEK SENGKETA

dirusak dengan cara menebang seluruh kayu alam yang

ada di atas OBJEK SENGKETA dan kemudian

dijadikan areal perkebunan kelapa sawit dan

TERGUGAT IV telah melakukan pembiaran yang

serius (Omision delict) dan hal tersebut telah melanggar

ketentuan dalam Pasal 28 huruf g dan huruf h Undang

Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan, yang berbunyi “Setiap

pejabat dilarang dengan sengaja melakukan pembiaran

dalam melaksanakan tugas dan/atau lalai dalam

melaksanakan tugas.;

Eksepsi 1. Menerima dan mengabulkan Eksepsi Terguggat I

untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima

(Niet Ontvankelijk Verklaard)

Menimbang, bahwa atas gugatan penggugat tersebut

Tergugat I , Tergugat III dan Tergugat IV, telah

mengajukan tangkisan/eksepsi yang pada pokoknya


mengemukakan sebagai berikut: a. Tentang Kompetensi

Absolut b. Tentang Penggugat tidak memiliki legal

standing c. Tentang gugatan Penggugat kabur dan Tidak

Jelas (Obscuur Libel) d. Tentang gugatan Kurang Pihak

e. Tentang gugatan Error In Persona


Mengadili DALAM EKSEPSI : Mengabulkan Eksepsi Tergugat I

DALAM POKOK PERKARA - Menyatakan Gugatan

Penggugat tidak dapat diterima (Niet onvantkelijke

verklaard); DALAM REKONVENSI - Menyatakan

Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet

onvantkelijke verklaard); DALAM KONVENSI DAN

REKONVENSI - Membebankan biaya perkara sebesar

Rp.9.567.000,- (Sembilan juta lima ratus enam puluh

tujuh ribu rupiah) kepada Penggugat Konvensi/Tergugat

Rekonvensi dan Penggugat Rekonvensi/Tergugat

Konvensi masing-masing separuh bagian

PUTUSAN 3

No. Putusan Nomor 43 P/ HUM/2019

Pihak Penggugat
1. SARJUM BIN MADRAIS
2. YAYASAN WAHANA LINGKUNGAN HIDUP
INDONESIA
3. KESATUAN NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA
Pihak Tergugat PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Gugatan Permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal

114A Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26


Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional
Eksepsi 1. Menerimadanmengabulkanpermohonaninisecar

akeseluruhan;

2. Menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 13

Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tidak

sah dan tidak berlaku secara umum;

3. Memerintahkan kepada Presiden untuk

mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 13

Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

4. Memerintahkan pemuatan isi putusan ini dalam

Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana

mestinya;
Mengadili 1. Menolak permohonan keberatan hak uji materiil

dari Para Pemohon: I. SARJUM BIN

MADRAIS, II. YAYASAN WAHANA

LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA

(WALHI), III. KESATUAN NELAYAN

TRADISIONAL INDONESIA(KNTI),

tersebut;

2. Menghukum Para Pemohon untuk membayar

biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta


Rupiah);

PUTUSAN 4

No. Putusan Nomor : 51/G/2019/PTUN-JKT

Pihak Penggugat
AHMADI,S.H.

Pihak Tergugat MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN


PERTANAHAN NASIONAL
Gugatan 1. Bahwa didalam Konsideran Mengingat pada Obyek

Sengketa oleh Tergugat tidak mencantumkan Surat Keputusan

dari Presiden kepada Tergugat untuk mendelegasikan

kewenangan menetapkan pemberhentian tidak dengan hormat

kepada Penggugat sebagaimana Pasal 53 UU No. No. 5 Th.

2014 serta didalam Konsideran Mengingat juga tidak

mencantumkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

30 Tahun 2014 dan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian

Negara Nomor 13 Tahun 2013, hal ini tidak sesuai dengan

Pasal 9 ayat (3) UU No. 30 Th. 2014 yang menyebutkan

“Badan dan/atau Pejabat Pemerintah dalam menetapkan

dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan wajib

mencantumkan atau menunjukkan ketentuan peraturan

peraturan perundangundangan yang menjadi dasar

kewenangan dan dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan

keputusan dan/atau Tindakan;

2. Bahwa didalam Konsideran Membaca angka 1 (satu) Obyek


Sengketa dari Tergugat sesuai usulan surat Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat

pada tanggal 10 September 2018 perihal Penyampaian Data

Putusan bukan usulan pemberhentian tidak dengan hormat bagi

Penggugat, ini tidak benar karena tidak sesuai Pasal 266 ayat

(1) huruf b dan Pasal 266 Ayat (2) PP No. 11 Thn. 2017 serta

tidak sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) huruf bUU No. 30 Th.

2014 yang menyebutkan “Badan dan/atau Pejabat Pemerintah

dikategorikan menencampur adukan wewenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila Keputusan

dan/atau Tindakan yang dilakukan bertentangan dengan tujuan

wewenang,
Eksepsi 5. Bahwa Tergugat menolak seluruh dalil-dalil yang

dikemukakan oleh Penggugat kecuali terhadap hal-hal

yang diakui secara tegas. 2. Bahwa tidak semua Keputusan

Tata Usaha dapat dijadikan objek sengketa di Pengadilan

Tata Usaha Negara. Terdapat pengecualian terhadap

Keputusan Tata Usaha Negara dimaksud. Pengecualian ini

tercantum dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 sebagai berikut :

Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha

Negara menurut Undang-Undang ini : a. Keputusan Tata

Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan

pengaturan yang bersifat umum. c. Keputusan Tata Usaha


Negara yang masih memerlukan persetujuan. d. Keputusan

Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-

undangan lain yang bersifat hukum pidana. e. Keputusan

Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil

pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Keputusan

Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional

Indonesia. g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di

pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum


Mengadili 3. DALAM EKSEPSI : Menyatakan eksepsi Tergugat tidak

diterima ;

4. DALAM POKOK SENGKETA :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan batal Obyek Sengketa, yaitu Keputusan

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 502/SK-KP.06/XII/2018 tertanggal 26

Desember 2018 tentang : a. Mencabut Keputusan Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi

Kalimantan Barat No. 75/KEP-61.2/IV/2013 tanggal 25 April

2013 tentang Pemberhentian Sementara dari Jabatan PNS atas

nama Ahmadi, SH ; b. Memberhentikan Tidak Dengan

Hormat sebagai PNS atas nama Ahmadi, SH NIP

196802131989031002 ;

3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut obyek sengketa,


yaitu: Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 502/SK-KP.06/XII/2018

tertanggal 26 Desember 2018 tentang : a. Mencabut

Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi Kalimantan Barat No. 75/KEP-

61.2/IV/2013 tanggal 25 April 2013 tentang Pemberhentian

Sementara dari Jabatan PNS atas nama Ahmadi, SH ; b.

Memberhentikan Tidak Dengan Hormat sebagai PNS atas

nama Ahmadi, SH NIP 196802131989031002 ;

4. Mewajibkan Tergugat untuk merehabilitasi,

mengembalikan kedudukan hukum Penggugat dalam jabatan

sebelumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan

azas-azas umum pemerintahan yang baik;

5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang

timbul dalam sengketa sebesar Rp. 367.000,- (tigaratus

enampuluh tujuh ribu rupiah).

PUTUSAN 5

No. Putusan Nomor : 55/G/2021/PTUN.SBY.

Pihak Penggugat 1. ABU ABDUL HADI, S.H., M.H.;


2. RIZAL ARIES, S.H.;
3. IVAN SEPTIAN SITUMEANG, S.H., M.H.;
4. MOCH. FIRMAN ADI PRASETYO, S.H.;
Kesemuanya Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Advokat
dan Konsultan Hukum pada Kantor “ABU ABDUL HADI
& REKAN”
Pihak Tergugat 1. Nama :IRA TURSILOWATI,S.H.,M.H.;
NIP : 19691017 199303 2 006;
Jabatan : Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota
Surabaya;
2. Nama :AHMAD RIZAL S., S.H.;
NIP : 19761117 200112 1 002;
Jabatan : Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum pada Bagian
Hukum Sekretariat Daerah Kota Surabaya;
3. Nama : BAGUS TIRTA PRAWITA, S.H.;
NIP : 19850325 201001 1 010;
Jabatan : Staf Sub Bagian Bantuan Hukum pada
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surabaya;
4. Nama : MOHAMMAD FAJAR FANANI, S.H.;
NIP : 19890315 201402 1 001;
Jabatan : Staf Sub Bagian Bantuan Hukum pada
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surabaya;
5. Nama : R. ASEP SANNA SUMANILAGA, S.H.;
NIP : 19830910 201001 1 017;
Jabatan : Staf Sub Bagian Bantuan Hukum pada
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surabaya
6. Nama : RATIH PUSPITORINI., S.H., M.Kn.;
NIP : 19861112 201501 2 001;
Jabatan : Staf Sub Bagian Bantuan Hukum pada
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surabaya;
7. Nama : M. RAZ RIXZA FIRDAUS A, S.H.;
NIP : 19881107 201902 1 002;
Jabatan : Staf Sub Bagian Bantuan Hukum pada
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surabaya;
8. Nama : ARIF RAHMAN, S.H.;
NIP : 19961203 202012 1 001;
Jabatan : Staf Sub Bagian Bantuan Hukum pada
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surabaya;
Gugatan Surat Izin Kepala Dinas Perumahan Rakyat Dan
Kawasan Permukiman, Cipta Karya Dan Tata Ruang
Kota Surabaya, Nomor: 188.4/6109- 92/436.7.5/2020,
tentang Izin Mendirikan Bangunan, atas nama Bing
Hariyanto, tertanggal 11 Nopember 2020.

Eksepsi 1. Bahwa Penggugat mengetahui Objek Gugatan pada


tanggal 13 November 2020 berdasarkan informasi
yang diberikan oleh Kepala Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Surabaya pada saat
dilakukan pelepasan stiker atau tanda pelanggaran
bertuliskan “bangunan ini tidak melihat secara
langsung fisik/detail Objek Gugatan pada saat
Pemeriksaan Persiapan tanggal 17 Mei 2021, di
mana Tergugat menunjukan Objek Gugatan di
sidang pemeriksaan persiapan
2. Bahwa atas terbitnya obyek sengketa, Penggugat
telah mengajukan keberatan kepada Tergugat
sebagaimana surat Penggugat tertanggal 27
November 2020. Kemudian atas keberatan yang
diajukan Penggugat, Tergugat menanggapi melalui
suratnya tertanggal 04 Desember 2020 yang pada
pokoknya “Tidak dapat memenuhi permintaan
Penggugat”.
3. Bahwa terhadap penolakan oleh Tergugat,
Penggugat juga sudah menempuh upaya Banding
kepada Walikota Surabaya sebagaimana surat
Penggugat tertanggal 5 Februari 2021, namun tidak
ada tanggapan dari Walikota Surabaya. Oleh karena
itu, upaya administratif terhadap objek gugatan
telah selesai dilakukan terhitung sejak tanggal 22
Februari 2021.
4. Bahwa Gugatan ini Penggugat diajukan dan
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha
Negara Surabaya pada hari Jum’at 30 April 2021,
maka sesuai ketentuan Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi
Pemerintahan Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi
“tenggang waktu pengajuan gugatan di Pengadilan
dihitung 90 (sembilan puluh) hari sejak keputusan
atas upaya administratif diterima oleh warga
masyarakat atau diumumkan oleh badan dan/atau
pejabat administrasi pemerintahan yang
menangani penyelesaian upaya administratif “,
Penggugat dalam mengajukan Gugatan ini masih
dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari
kerja.
Mengadili 1. Bahwa ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang
RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata
Usaha Negara jo Pasal 1 angka 9 Undang-Undang
RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Pengadilan Tata Usaha Negara
mendefenisikan Keputusan Tata Usaha Negara
adalah “suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang
berisi tindakan hukum yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
membawa akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata”.
2. Bahwa dalam hal ini objek Gugatan a quo yang
diterbitkan oleh Tergugat berbentuk keputusan Tata
Usaha Negara dalam rangka melaksakan
wewenang publik yang dimilikinya termasuk
dalam urusan pemerintahan dan keputusan tersebut
merupakan penetapan tertulis yang diterbitkan oleh
Tergugat selaku pejabat/badan tata usaha negara,
sehingga termasuk dalam keputusan yang dapat
digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara,
sehubungan dengan sifatnya yang “konkret,
Individual, dan Final”, serta berakibat hukum yang
merugikan kepentingan Penggugat sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 butir 9 Undang-Undang Nomor 5
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana
diubah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
i. Bahwa objek gugatan dalam perkara a quo
bersifat “konkret”, karena objek yang
ditetapkan oleh Tergugat dalam keputusan
Tata Usaha Negara tersebut tidak abstrak,
tetapi berwujud dan nyata-nyata secara
tegas, di mana Tergugat menyebutkan
memberikan izin kepada Bing Hariyanto
untuk “Berdirinya sebuah bangunan
berlantai dua terbuat dari batu, beton, kayu
guna home industri”.
ii. Bahwa objek gugatan a quo bersifat
“Individual”, walaupun surat
keputusan/objek Gugatan tersebut tidak
ditujukan kepada Penggugat, akan tetapi
objek gugatan ditujukan kepada orang
perorangan bernama Bing Hariyanto dan
tidak ditujukan kepada khalayak umum,
serta berwujud dan nyata-nyata menyebut
nama seseorang/individu dalam objek
gugatan.
iii. Bahwa objek gugatan bersifat final, karena
tidak lagi memerlukan persetujuan dari
instansi tertentu baik bersifat horizontal
maupun vertikal. Dengan demikian surat
keputusan Tergugat tersebut telah bersifat
final dan telah menimbulkan akibat hukum.
3. Bahwa penggugat, dengan alasan-asalan yuridis
sebagaimana dan menganggapnya sebagai tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Penolakan Penggugat ini sebagaimana didefinisikan
dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara
jo Pasal 1 angka 10 Undang-Undang RI Nomor 51
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Pengadilan Tata Usaha Negara, adalah “sengketa
tata usaha negara”;
4. Bahwa ketentuan Pasal 47 Undang-Undang RI
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata
Usaha Negara menegaskan bahwa Pengadilan Tata
Usaha Negara “bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
Tata Usaha Negara”. Berdasarkan argumentasi
sebagaimana diuraikan dalam angka 1 sampai
angka 4 di atas, Penggugat menyimpulkan bahwa
Pengadilan Tata Usaha Negara, dalam hal ini
Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya, yang
yurisdiksinya mencakupi tempat kedudukan
Tergugat sebagaimana telah diuraikan di awal Surat
Gugatan ini, adalah berwenang untuk memeriksa
dan memutus sengketa sebagaimana tertuang dalam
Surat Gugatan ini.

Anda mungkin juga menyukai