Anda di halaman 1dari 227

PLKH 6 – LITIGASI PERDATA

I. PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA


Hukum acara perdata, adalah Serangkaian peraturan yang
mengatur bagaimana mempertahankan hak-hak perdata dimuka
pengadilan.

II. TUJUAN Hukum Acara Perdata


Adalah: Memelihara dan mempertahankan hukum perdata
materiil.

III.SIFAT Hukum Acara Perdata


Hukum privat adanya campur tangan negara

1
IV. Sumber hukum acara perdata Positif

1. Het Herziene Inlandsch Reglemen (HIR


Stbl.1941 no.44) untuk wilayah pulau Jawa
dan Madura, dan
Reglement Buitengewesten (RBg Stbl.1927
no.227) untuk wilayah luar pulau Jawa dan
Madura.

2
2. Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering

(tidak berlaku, Kecuali Vrijwaring, Poeging,


Intervensi).

3. Undang-undang no.48 tahun 2009 tentang


Kekuasaan Kehakiman (lembaran negara R.I.
tahun 2009 no.157 tambahan lembaran negara
R.I. no.5076).

3
4. UU no.14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung (lembaran negara RI tahun 1985 no.73)
tambahan lembaran negara RI no.3316)
sebagaimana telah diubah dengan UU no.5 tahun
2004 tentang Perubahan atas UU no.14 tahun
1985 tentang Mahkamah Agung (lembaran negara
RI tahun 2004 no.9, tambahan lembaran negara
RI no.4359), Jo UU no.3 tahun 2009 tentang
Perubahan kedua atas UU no.14 tahun 1985
tentang Mahkamah Agung.

4
5. Peradilan Umum diatur dalam:
a. UU RI no.8 tahun 2004 (lembaran negara RI tahun
2004 no.34, tambahan lembara negara RI no.4379)
tentang Perubahan UU RI no.2 tahun 1986
tentang Peradilan Umum (lembaran negara RI tahun
1986 no.20, tambahan lembaran negara RI
no.3327).
b. UU RI no.49 tahun 2009 (lembaran negara
no.158 tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas
UU RI no.2 tahun 1986 tentangPeradilan Umum.
6. Perma no.1 tahun 2016 tentang Mediasi
7. Burgerlijk wet book voor Indonesia (Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil).
5
V. Sejarah Hukum Acara Perdata

Pada zaman Belanda, Acara di muka Raad van Justitie


dan residentie-gerecht sebagian tersebar dan diatur
dalam Kitab Hukum yang bernama “Reglemet op de
Burgerlijke Rchtvordering’, (RV).

Untuk RV diganti, oleh Jhr.Mr.H.L.Wichers seorang Jurist


bangsawan Ketua Mahkamah Agung dan Mahkamah
Agung Tentara pada tahun 1846 di Batavia dan Ia juga
Presiden Hoogerechtshof di Jakarta, berdasarkan Beslit
Gubernur Jendral VOC Jhr.Mr.H.L.Wichers

6
• Pada tgl. 5 Desember 1846, diberi tugas untuk
membuat rancangan reglemen tentang
administrasi, polisi / pidana, dan perdata bagi
golongan orang Indonesia.
• Rancangan Wichers diterima oleh Gubernur
Jendral, dan di umumkan pada tanggal 5 April
1848 dengan Stbl 1848 No.16 dengan sebutan
Het Inland Reglement disingkat I.R. dan mulai
berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. Pada tanggal 20
September 1849, I.R.ini disyahkan dan dikuatkan
oleh firman raja No.93 dan diumumkan dalam
Stbl 1849 No.63.
7
Kemudian terjadi perubahan yang mendalam, sehingga selanjutnya
disebut het Herziene Indonesisch Reglement atau disingkat H.I.R.
sekarang disebut juga R.I.B (reglement Indonesia yang
diperbaharui)

Namun perubahan RV menjadi H.I.R. ini ternyata mengandung


kelemahan, terutama mengenai tidak diaturnya dalam H.I.R
tentang Intervensi/Tussenkomt, Poeging, Vrijwaring dan Reques
Civils yang justru diatur oleh RV. Hanya untungnya dalam H.I.R
terdapat pasal 393 H.I.R. yang menyatakan dengan tegas bahwa
H.I.R, yang berlaku, akan tetapi apabila benar-benar dirasakan
perlu dalam perkara dapat dipergunakan aturan lain yang sesuai
(yang diatur dalam RV).

8
Bagi Llandraad pengadilan kabupaten dan lain-
lain untuk Jawa dan Madura berlaku Kitab
Hukum yang bernama Het Herzine Inlandsch
Reglement (H.I.R.) Staadblaad 1941 No.44. dan
untuk daerah-daerah diluar Jawa dan Madura,
berlaku sebuah kitab lain yang bernama Rechts
reglement Voor de buitengewesten,” (Rbg)
staadblad 1927 No.227.

9
Selama zaman Jepang Hukum acara Perdata yang
berlaku adalah termuat dalam “Herziene
Inlandsch Reglement” dan Rechtsreglement voor
de Buitengewesten, ”sedang beberapa bagian
dari “Reglement op de Burgerlijk
Rechtvordering” masih dipakai juga bagi
beberapa perhubungan hukum di antara orang-
orang Eropah dan yang disamakan dengan
mereka.

10
.
Ketentuan Hukum acara perdata pada masa Hindia Belanda, masih
diberlakukan, untuk mencegah kekosongan hukum di
Indonesia .yaitu pada saat ditetapkan tata hukum Indonesia ( UUD
RI 1945), tanggal 17 Agustus 1945, berdasarkan pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945 (Pasal 1 UUD 1945 Amademen ke IV), yang
menyatakan “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-undang dasar ini.”

Demikian halnya pada saat Negara Kesatuan republic Indonesia,


berubah menjadi Negara Serikat, dan dibawah konstitusi RIS 1949,
berdasarkan Pasal 192 Konstitusi RIS 1949, menunjuk pula pada
ketentuan pada masa Pemerintahan Hindia Belanda
Pada zaman Republik Indnesia Srikat “Landrechter menjadi
pengadilan Negeri dan “Apelraad,” menjadi pengadilan Tinggi
(tingkat banding).
11
• Pada masa berlakunya UUDS 1950, selama Kitab
HukumAcara Perdata ini belum ada, maka berlakulah
ketentuan dalam pasal 142 UUDS RI tahun 11950,
yang menyatakan :
• “Peraturan-peraturan undang undang dan ketentuan
ketentuan tata-usaha yng sudah ada pada tanggal 17
agustus 1950 tetap berlaku dengan tidak berubah
sebagai peraturan-peraturan dnn ketentuan-
ketentuan Republik Indonesia sendiri, selama dan
sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-
ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau dirubah
oleh undang-undang dan ketetentuan-ketentuan tata
usaha Undang-undang dasar ini.”
12
Selanjutnya berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959, bangsa Indonesia menyatakan kembali
kepada UUD 1945, dan berdasarkan Pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945 atau Pasal 1 UUD
1945 Amandemen ke 4), kembali menunjuk
ketentuan pada masa Hidia belanda antara lain
untuk hukum acara perdata, yaitu H.I.R untuk
Jawa dan Madura, RBg untuk luar jawa Dn
Madura, disamping ketentuan Rv untuk
kepentingan praktek

13
VI. Susunan Badan Peradilan dan Wewenangnya

1. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara


yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna meneggakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
demi terselenggaranya negara hukum RI.
Badan peradilan yang berada dibawah
Mahkamah Agung meliputi badan peradilan
dalam lingkungan peradilan umum, peradilan
agama, peradilan militer, dan peradilan Tata
Usaha Negara.
14
2. Mahkamah Agung adalah pelaku kekeuasaan
kehakiman.

3.Peradilan umum berwenang memeriksa,


mengadili, dan memutus perkara pidana dan
perdata, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

15
4.Pengadilan Agama, berwenang memeriksa,
mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara
antara orang-orang yang beragama islam sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5.Peradilan Militer, berwenang memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara tindak pidana
militer sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.l

16
6. Peradilan Tata Usaha Negara, berwenang
memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang –undangan.
7. Pengadilan Hubungan Industrial berwenang
memeriksa, mengadili dan memutus sengketa
ketenagakerjaan antara Pengusaha/Majika dengan
pekerja/buruh.
8. Pengadilan Niaga berwenang memeriksa, mengadili
dan memutus perkara pailit, Merek, dan Haki.

17
9.Mahkamah konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final, untuk :
a. Hak Uji Materiil (UUD 1945).
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga
negara
c. Memutus pembubaran partai politik
d. Memutus perselisihan tentang hasil Pemilu

18
II. 2 (dua) macam perkara perdata:
a. Perkara Gugatan
b. Perkara Permohonan

III. Penggugat adalah:


Orang yang merasa dirinya dirugikan oleh
Tergugat yang tidak secara sukarela memenuhi
tuntutan Penggugat.
Tergugat adalah:
Seseorang yang dirasa merugikan Penggugat dan
tidak secara sukarela memenuhi tuntutan
Penggugat. 19
Turut Tergugat adalah :
Orang yang ditarik sebagai tergugat walaupun
tidak menguasai barang sengketa akan tetapi
dimaksudkan untuk melengkapi para pihak yang
berperkara dan taat pada putusan.

Pemohon adalah
Seseorang yang mengajukan permohonan

Termohon adalah Seseorang yang dimohonkan


oleh Pemohon
20
Subjek Hukum yang berhak berperkara Perdata dan Kuasa

Subyek hukum adalah seseorang atau badan hukum yang


memiliki hak dan kewajiban, dan pada dasarnya setiap subyek
hukum berhak untuk berperkara perdata di muka pengadilan,
akan tetapi karena tidak semua orang berwenang bertindak
dalam hukum (melakukan perbuatan hukum), seperti mereka
yang belum dewasa, dan orang yang sakit ingatan tidak dapat
berperkara di pengadilan, karena harus diwakili oleh orang
tuanya atau wakilnya, dan bagi mereka yang sakit ingatan oleh
pengampunya.
Perwakilan di atas ini berdasarkan Undang-undang. Badan
hukum, seperti Perseroan Terbatas (PT), yayasan, koperasi,
Negara, Pemerintah dapat menjadi pihak dalam perkara perdata.

21
PT. yang dapat bertindak mewakili PT dimuka pengadilan
berdasarkan anggaran dasarnya adalah direkturnya,
sedangkan Yayasan sesuai akta pendiriannya adalah
ketua yayasan, demikian juga koperasi ketua koperasi.
Apabila Negara yang digugat, maka gugatan harus
diajukan terhadap Pemerintah Republik Indonesia,
mewakili Negara Republik Indonesia, dalam perkara ini
dianggap bertempat tinggal pada Kementrian Koperasi
dan usaha Kecil Dan Menengah. Misalnya yang berhak
mewakili Negara dimuka pengadilan adalah jaksa atau
pegawai bagian hukum yang ditunjuk oleh pimpinan
instansi tersebut, dengan membawa surat kuasa khusus
atau surat penunjukan dari menteri atau kepala instansi
pemerintah yang bersangkutan. 22
Perwakilan di atas berdasarkan perjanjian pemberian kuasa, dimana seseorang
menunjuk orang lain dengan memberi kuasa untuk mewakilinya dalam
mempertahankan kepentingannya di depan pengadilan.

Disini harus diperhatikan dengan baik dan benar bahwa orang yang mewakili
adalah orang yang berhak mewakili.

Jika diwakili oleh Orang yang tidak berhak mewakili maka dapat
mengakibatkan gugatan penggugat atau jawaban tergugat tidak dapat
diterima. Apabila hal ini terjadi maka baik penggugat atau tergugat akan
kehilangan waktu, biaya dan tenaga dengan percuma.

H.I.R. tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada oranglain,


sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para
pihak yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu
atau diwakili oleh kuasanya, kalau dikehendakinya (pasal 123 H.I.R.pasal 147
Rbg), dengan demikian hakim tetap wajib memeriksa sengketa yang diajukan
kepadanya, meskipun para pihak tidak mewakilkan kepada seorang kuasa.
23
Walaupun H.I.R. menentukan, bahwa para pihak dapat dibantu atau
diwakili, akan tetapi ditentukan bahwa seorang wakil harus seorang
ahli atau sarjana hukum yang memiliki profesi Advokat yang
memiliki ijin preaktek dari Peradi (Persatuan Advokat Indonesia).
Pada pemberian surat kuasa oleh Penggugat kepada kuasanya tidak
perlu menyebutkan nomor perkaranya, karena gugatan baru
diajukan dan didaftarkan di kepaniteraan perdata Pengadilan negeri,
sedangkan orang yang mewakili tergugat harus berdasarkan surat
kuasa yang menyebut nomor perkara pengadilan negeri yang
dimana dan pihak-pihak yang berperkara.
Apabila tergugat hendak mengajukan gugat balik (rekonpensi), maka
dalam surat kuasa khusus harus dimuat dengan tegas mengenai
akan mengajukan gugat balik tersebut terhadap penggugat atau
salahseorang penggugat, apabila penggugatnya terdiri dari beberapa
orang.

24
Dalam berperkara perdata perwakilan harus dilakukan
dengan surat kuasa khusus. Dalam pasal 1792
KUHPerdata menyatakan pemberian kuasa adalah suatu
persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan
kepada orang lain yang menerimanya untuk
melaksanakannya sesuatu untuk dan atas nama orang
yang memberikan kuasa.
Surat kuasa khusus dapat dilimpahkan kepada orang lain,
apabila pemberian kuasanya disertai hak untuk
dilimpahkan .
Dalam praktek, surat kuasa khusus yang dilimpahkan
pada bagian akhirnya “ surat kuasa diberikan dengan hak
substitusi”, Perkataan Substitusi artinya menggantikan,
jadi menggantikan orang yang semula diberi kuasa. 25
Apabila surat kuasa yang bersangkutan telah dilimpahkan
seluruhnya untuk selanjutnya penerima kuasa semula, yang
telah melimpahkan haknya, tidak berhak lagi untuk mewakili
pihak yang bersangkutan di persidangan pemeriksaan perkara
tersebut dan menandatangani surat-surat yang berhubungan
dengan perkara yang bersangkutan.
Lain halnya apabila yang disubstitusikan hanyalah untuk
sebagian saja, misalnya kuasa tersebut menunjuk seseorang
sekedar untuk menyerahkan jawaban atau menghadap pada
suatu sidang tertentu, atau kuasa substitusi hanya diberi kuasa
untuk menerima surat replik.
Apabila dalam surat kuasa tidak dimuat kalimat “surat kuasa ini
diberikan dengan hak substitusi” dan kemudian ternyata
disubstitusikan kepada lain orang, maka pelimpahan tersebut
adalah tidak sah.
26
Perlu dicatat disini bahwa dengan dicantumkannya dalam surat kuasa khusus
adanya hak substitusi, maka jika hendak dilimpahkan harus dibuat surat
kuasa limpahan tersebut.
Pemberian kuasa dapat juga dilakukan dengan lisan dimuka persidangan.
Apabila pemberian kuasa tersebut bermaksud pula untuk dapat dilimpahkan
atau untuk mengajukan gugat balasan, atau termasuk, mengajukan
permohonan banding atau kasasi, maka mengenai hal itu harus secara tegas
dikatakan sewaktu pemberian kuasa lisan tsb. Pemberian kuasa semacam itu
harus dimuat dengan lengkap dalam berita acara pemeriksaan sidang,
sehingga apabila dikemudian hari diajukan permohonan banding atau kasasi
oleh kuasa tersebut, maka tidak diperlukan surat kuasa khusus lagi.
Pemberian kuasa diatur dalam pasal 1792-1819 KUHPerdata. Menurut pasal
1792 KUHPerdata, pemberian surat kuasa sebagai suatu perjanjian atau
persetujuan, dengan mana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain
yang menerimanya atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Karena
surat kuasa termasuk dalam lapangan hukum perjanjian, maka berlaku
ketentuan dalam buku III KUHperdata.

27
Dalam pasal 1793 KIUHPerdata , Surat kuasa tertulis dapat dibuat dengan
akta di bawah tangan atau dengan akta otentik dihadapan seorang notaris,
dan dapat juga dibuat secara lisan dengan cara diucapkan didepan hakim
dalam proses sidang pengadilan.
Yang dimaksud pemberian surat kuasa khusus, adalah surat kuasa yang
isinya hanya mengenai satu kepentingan atau lebih yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedangkan pemberian surat kuasa
umum isinya meliputi segala kepentingan pemberi kuasa, yang satu dengan
yang lainnya tidak saling berhubungan.
Mengenai batas kewenaqngan penerima kuasa, diatur dalam pasal 1797
KUHPerdata, dimana penerima kuasa Tidak boleh bertindak melebihi dari
kuasa yang diberikan dan kuasa itu untuk menyelesaikan suatu urusan.
Kuasa atau Wakil Penggugat atau Tergugat dapat bertindak dimuka
persidangan apabila mempunyai surat kuasa khusus dan ditunjuk sebagai
kuasa atau wakil dalam surat gugatannya.
Untuk menjadi wakil/kuasa di muka persidangan diluar kuasa/wakil dari
suatu instansi pemerintah, haruslah seorang advokat yang telah mendapat
ijin praktek sesuai Undang-undang no.18 tahun 2003.
28
Dalam surat kuasa Penggugat, antara lain memuat :
1.Identitas Pemberi kuasa dan penerima kuasa, baik nama,
kewarganegaraan maupun alamat masing-masing.
2.Penerima kuasa bertindak atas nama pemberi kuasa dalam kedudukan/
kapasitas sebagai Penggugat.
3.Masalah lapangan hukum yang menjadi dasar gugatan, misalnya
wanprestasi atau PMH.
4.Nama pengadilan yang berwenang, misal Pengadilan Negeri Jakarta
Barat.
5.Alasan gugatan, misal tidak membayar hutang yang ditetapkan dalam
perjanjian hutang piutang tgl___ thn ____
6.Kekuasaan bertindak yang dapat dilakukan si penerima kuasa untuk
kepentingan pemberi kuasa.
7.Kuasa diberikan dengan hak substitusi (dapat dilimpahkan)
8.Tanggal, bulan, dan tahun surat kuasa.
9.Tandatangan pemberi kuasa di atas materai dan tanda tangan penerima
kuasa. 29
Dalam surat kuasa Tergugat, antara lain memuat :
1.Identitas Pemberi kuasa dan penerima kuasa, baik nama, kewarganegaraan
maupun alamat masing-masing.
2.Penerima kuasa bertindak atas nama pemberi kuasa dalam kedudukan/
kapasitas sebagai Tergugat.
3.Untuk menjawab sehubungan dengan adanya surat gugatan penggugat
mengenai masalah apa, dengan menyebutkan nomor perkara yang terdaftar
di pengadilan dan pihak-pihak yang berperkara.
4.Menyebutkan gugat balik yang akan diajukan jika ada.
5.Kekuasaan bertindak yang dapat dilakukan si penerima kuasa untuk
kepentingan pemberi kuasa.
6.Kuasa diberikan dengan hak substitusi (dapat dilimpahkan).
7.Tanggal, bulan, dan tahun surat kuasa.
8.Tandatangan pemberi kuasa di atas materai dan tanda tangan penerima
kuasa.
Surat kuasa khusus yang akan dipergunakan dimuka persidangan, harus
didaftarkan sebagai kuasa isidentil kepada kepaniteraan perdata di pengadilan
negeri yang bersangkutan. 30
Berakhirnya surat kuasa, dikarenakan :
1.Dicabutnya surat kuasa oleh pemberi kuasa atau
penerima kusa (secara sepihak),
2.Pemberi atau penerima kuasa meninggal dunia.
3.Pemberi dan penerima kuasa menjadi tidak waras atau
gila.
4.Telah selesainya pekerjaan yang dikuasakan.
5.Kawinya si wanita yang memberikan atau menerima
kuasa.
6.Jangka waktu pemberian kuasa telah berakhir.
7.Dibatalkan berdasarkan kesepakatan bersama antara
pemberi dan penerima kuasa.
8.Karena putusan pengadilan, dinyatakan batal. 31
Gugatan Class Action

Yang dimaksud dengan gugatan claas action


adalah:
Suatu cara yang diberikan kepada sekelompok
orang yang mempunyai kepentingan dalam suatu
masalah, baik seorang atau lebih anggotanya
menggugat atau digugat sebagai perwakilan
kelompok tanpa harus turut serta dari setiap
anggota kelompok.

32
Gugatan Citizen Law Suit :

Gugatan Citizen Law Suit adalah:


Untuk menggugat pemerintah yang dianggap lalai
dalam memenuhi hak-hak warga negara.
Kelalaian tersebut diibaratkan sebagai bentuk
Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Gugatan citizen law suit harus diajukan di


peradilan umum sebagai peradilan yang
menangani kasus perdata.
33
WEWENANG MENGADILI
• Agar permohonan gugat berhasil, maka pertama-
tama harus diperhatikan, apakah pengadilan negeri,
dimana permohonan gugat disampaikan, adalah
berkuasa untuk memeriksa perkara itu.
• Jadi surat gugatan harus diajukan secara tepat dan
benar kepada Pengadilan yang berwenang untuk
memeriksa dan mengadili perkara tersebut, sebab
jika salah dalam mengajukan gugatan kepada
pengadilan yang tidak berwenang, maka surat atan
gugatan penggugat akan di eksepsi oleh pihak
tergugat, dan akibatnya oleh pengadilan surat gugat
ditolak. 34
Dalam hukum Acara Perdata, mengenai wewenang mengadili,ada 2 (dua)
macam:
1. Wewenang Mutlak atau Absolute Competentie (Atributie rech macht)
2. Wewenang Relatif atau Relatif Competentie (Distributie rech macht)

• Kekuasaan (wewenang) absolute yaitu semua ketentuan tentang apa yang


termasuk kekuasaan atau wewenang berbagai jenis pengadilan dalam
suatu Negara.

• Wewenang mutlak merupakan pembagian kekuasaan antar badan-badan


pengadilan, seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah
Agung, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan
Hubungan Industrial, Pengadilan Niaga, dan lain-lain, atau wewenang
mutlak itu mempertanyakan badan peradilan mana yang berwenang
mengadili suatu perkara? misal dalam mengajukan gugatan perkara
perceraian antara mereka yang melangsungkan perkawinan menurut
agama islam, harus diajukan kepada pengadilan mana?. apakah gugatan
diajukan kepada pengadilan negeri atau pengadilan agama. 35
• Wewenang relative merupakan pembagian kekuasaan antara pengadilan
negeri atau menyangkut wewenang macamnya pengadilan yang
setingkat, atau mempertanyakan macam pengadilan negeri manakah
yang berwenang mengadili perkara?. misal antara pengadilan negeri
Jakarta barat dengan pengadilan negeri Jakarta Utara, atau antara
pengadilan negeri Tanggerang dengan pengadilan negeri bekasi. Dan
lain-lain.

• Wewenang relative mengatur pembagian kekuasaan mengadili antar


pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat. Asasnya
yang berwenang adalah pengadilan negeri tempat tinggal tergugat. Asas
ini dalam bahasa latin dikenal dengan sebutan “Actor Sequitur Forum
Rei”. Dalam hukum Acara Perdata “tempat tinggal dan tempat kediaman
dibedakan. Tempat tinggal biasanya ditujukan pada keterangan yang
terdapat dalam Kartu Tanda Penduduk orang tersebut. Jadi tempat
tinggal adalah tempat berdiam seseorang dan tercatat sebagai penduduk,
sedangkan tempat kediaman dalam tempat dimana seseorang berdiam,
misal di rumah kontrakannya di grogol.
36
• Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman tidak diketahui,
maka ia digugat pada pengadilan negeri tempat tinggalnya yang
terakhir, dan dalam surat gugat harus disebutkan “Paling akhir
tempat tinggalnya, misal “di Jl Tanjung Duren Raya No.1 Jakarta
Barat, sekarang alamat tidak diketahui”

• Terhadap asas tempat tinggal tergugat atau Actor Sequitor Forum


Rei, terdapat pengecualian, yang diatur dalam Pasal 118 H.I.R.

• Ayat (1). Gugatan Perdata, yang pada tingkat pertama masuk


kekuasaan pengadilan Negeri, harus dimasukan dengan surat
permintaan yang ditanda tangani oleh Penggugat atau oleh
wakilnya menurut pasal 123. Kepada ketua pengadilan negeri di
daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak
diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya..
37
• Ayat (2). Jika Tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di
dalam itu dimajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat tinggal salah
seorang dari tergugat itu, yang dipilih oleh penggugat. Jika tergugat-
tergugat satu sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama dan
penanggung, maka gugatan itu dimasukan kepada ketua pengadilan negeri
di tempat orang yang berutang utama dari salah seorang dari pada orang
berutang utama itu, kecuali dalam hal yang ditentukan pada ayat (2) dari
pasal 6 dari reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta
kebiaksanaan kehakiman (R.O.).
• Ayat (3). Bilamana tempat diam dari tergugat tidak dikenal, lagi pula tempat
tinggal sebetulnya tidak diketahui, atau jika teergugat tidak dikenal, maka
surat gugatan itu dimasukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat
tinggal penggugat atau salah seorang dari pada penggugat, atau jika surat
gugat itu tentang barang tetap, maka surat gugat itu dimasukan kepada
ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa terletak barang itu.
• Ayat (4). Bila dengan surat syah dipilih dan ditentukan suatu tempat
kedudukan, maka penggugat, jika ia suka, dapat memasukan surat gugat itu
kepada ketua pengadilan negeri dalam daerah hukum siapa terletak
tempat kedudukan yang dipilih itu. 38
• Pengecualian lain yang diatur diluar H.I.R, yang terdapat dalam BW,
RV,Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 Jo PP No.9 tahun 1975, UU
Kepalitian, ,UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo UU No.2 tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Dinas Provinsi
DKI Jakarta, UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan Jo UU No.17 tentang
UU Kepabeanan, antara lain, adalah :
1.Gugatan terhadap Tergugat yang dibawah umur dalam menghadap di muka pengadilan,
gugatan diajukan kepada pengadilan negeri tempat tinggal orang tuanya atau
walinya.
2. Gugatan terhadap masalah ketenaga kerja, misalnya Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) di Pengadilan Hubungan Industrial.
3. Gugatan yang mneyangkut keberatan atas penetapan tarif pajak yang
ditetapkan pejabat pajak, gugatan diajukan kepada Pengadilan Tinggi Pajak.
4. Gugatan terhadap pegawai negeri, yang berwenang untuk
mengadilinya adalah pengadilan negeri di daerah mana ia bekerja. (pasal 20
BW)
5. Tentang penjaminan (Vrijwaring) yang berwenang untuk mengadilinya
adalah pengadilan negeri yang pertama dimana pemeriksaan dilakukan
(pasal 99 ayat 14 RV)
39
6.Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada
pengadilan negeri dalam daerah hukum dimana perkawinan
dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami istri, suami
atau istri (pasal 25 jo pasal 63 ayat (1) b UU No.1 tahun 1974,
pasal 38 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah (PP) No.9 tahun
1975).
•7. Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan negeri tempat
kediaman penggugat,dalam hal tergugat berada atau bertempat
tinggal di luar negeri, maka gugatan dapat diajukan kepada
pengadilan negeri tempat kediaman penggugat, dan ketua
pengadilan negeri menyampaikan gugatan tersebut kepada
tergugat melalui perwakilan Republik Indonesia setempat ( pasal
63 ayat (1)b UU No.1 tahun 1974, pasal 20 ayat (2) PP.No.9 tahun
1975.
•8. Penggugat yang keberatan atas tariff pajak yang ditetapkan
pejabar bead dan cukai dapat mengajukan upaya hukum banding
kepada Pengadilan Pajak (Pasal 95 UU Kepabeanan). 40
• 9. Gugat perceraian diajukan kepada pengadilan negeri
tempat tinggal suami.Hanya dalam hal-hal tertentu saja,
mislnya dlam hal suami telah meninggalkan tempat tinggal
bersama dengan maksud jahat (kwaadwiligeverlating),
gugat diajukan pad pengadilan negeri tempat kediaman
si istri yang sebenarnya. (pasal 207 BW).
• 10. Apabila salah satu Pihak dari Para pihak yang
berperkara menolak penyelesaian perselisihan
Ketenagakerjaan diluar pengadilan yaitu melalui Dinas
Tenaga Kerja Dan Trasmigrasi, dengan cara Bipartit,
Konsiliasi,Mediasi atau arbitrase, maka pihak yang
menolak itu mempunyai hak untuk mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat Pekerja/buruh
bekerja.
41
PENGAJUAN GUGATAN.
• Peraturan hukum acara perdata bagi pengadilan negeri yaitu
yang termuat dalam H.I.R. dan RBg tidak mengenal
penyebutan syarat-syarat bagi isi gugatan, ini bukan berarti,
bahwa bagi pengadilan negeri tidak ada sama sekali syarat-
syarat itu. Akan tetapi menganggap adanya syarat-syarat,
yaitu pada pasal 119 H.I.R. dan pasal 143 R.Bg, yang
mewajibkan hakim supaya memberi nasehat dan
pertolongan kepada penggugat pada waktu memasukan
gugatannya.

• Pasal 118 H.I.R. mengatur, apa yang harus dimuat dalam


surat gugat. dan Gugaan hendaknya diajukan kepada ketua
pengadilan negeri tempat tinggal atau tempat kediaman
tergugat, apabila tempat tinggalnya tidak diketahui. 42
• Pasal 118 mengemukakan bahwa gugat harus diajukan
dengan “Surat gugat” kepada ketua pengadilan negeri,
dan bahwa surat gugat dapat ditandatangani oleh :
1. Penggugat atau para penggugat sendiri :
2. Kuasa penggugat, ialah orang yang diberi kuasa
khusus oleh penggugat atau para penggugat untuk
membuat dan menandatangani surat gugat : dan :
3. Hakim, apabila penggugat atau para penggugat buta
huruf.

• Surat gugat yang ditandatangani dengan cap jempol harus


dilegalisasi terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang,
misal oleh Notaris atau hakim pengadilan negeri yang
ditunjuk untuk itu. 43
• Yang menyangkut pengajuan gugatan secara lisan, diajukan
kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk
mengadili perkara itu. Ketua pengadilan Negeri mencatat
atau menyuruh mencatat gugat tersebut, seperti ditetapkan
dalam pasal 120 H.I.R. Namun pada masa sekarang ini
karena bangsa kita sudah banyak yang pandai menulis dan
membaca. serta kemajuan Iptek,maka sebaiknya gugat lisan
tidak perlu dipertahankan lagi.

• Pengajuan gugatan dapat dimasukan secara tertulis, dalam


hal mana penggugat harus menulis pengajuan gugatannya
dan menandatangani surat itu. Penandatanganan ini dapat
juga dilakukan oleh seorang yang khusus dikuasakan oleh
penggugat untuk itu (pasal 118 ayat 1 H.I.R. atau pasal 142
ayat 1 R.Bg.). 44
Dalam H.I.R dan Rbg tidak ada ketentuan yang mensyaratkan suatu
gugatan.Namun persyaratan mengenai isi gugatan dapat diketemukan
dalam pasal 8 nomor 3RV yang mengharuskan gugatan pada pokoknya
memuat, setidak-tidaknya secara garis besar memuat, tanggal gugatan,
Pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut,
dan menyebutkan indentitas para pihak , yaitu nama lengkap pihak-pihak
yang berperkara baik penggugat dan tergugat atau kuasa hukumnya
Penggugat dan tergugat, tempat tinggal/ alamat yang jelas, tepat dan
benar,pekerjaan, agamanya,kewarganegaraan, termasuk menyebitkan
kapasitas atau kedudukannya, apakah sebagai penggugat, tergugat,
pemohon. Termohon,pelawan, terlawan.( Persona standi injudicio), dan
dalam surat gugatan harus juga diterangkan sejelas-jelasnya apakah yang
menjadi soal perselisihan atau kejadian materil, atau duduknya perkara,
dan juga menguraikan tentang dasar hukumnya (positum
/posita/fundamenteum petendi).Gugatan juga memuat apa yang diminta
supaya diputuskan dan atau diperintahkan oleh pengadilan (petitum atau
tuntutan). yang terakhir penandatangaan surat gugat oleh penggugat atau
kuasanya. Dan saat ini ada pengadilan yang mensyaratkan
penandatanganannya di atas materai. 45
• Perihal petitum yaitu bagian dari tuntutan /permohonan gugat yang
mengenai penegasan apa yang dimohonkan secara khusus atau terutama
(primer) supaya diputuskan dan/atau diperintahkan oleh hakim, dapat
juga dimohonkan subsidiair, (permintaan pengganti) yaitu menunjukan
apa yang dimohon lagi apabila permohonan khusus ditolak, bahwa yang
diinginkan oleh penggugat setidak-tidaknya ialah supaya hakim
menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).

• Setelah surat gugat yang dibuat dalam beberapa rangkap (untuk


diserhkan nantinya kepada hakim, penitera, pihak lawan, panitera
perdata dan arsip) atau setelah gugat lisan dibuat, maka surat itu harus
didaftarkan kepada kepaniteran pengadilan negeri yang bersangkutan,
serta harus membayar terlebih dahulu persekot uang perkara
sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 121 ayat (4) H.I.R. Dan untuk
penerimaan persekot uang perkara dari penggugat atau kuasanya akan
diberikan kuitansi tanda penerimaan uang yang resmi sekaligus nomor
perkarnya.
46
• Disamping itu dapat juga berperkara tanpa biaya
(prodeo) berdasarkan ketentuan pasal 237 H.I.R.
artinya tanpa suatu pembayaran perkara, hanya
saja harus melampirkan persyaratan keterangan
meski dari RT,RW,Kelurahan dan Camat.

• Menurut 178 ayat (3).H.I.R. hakim wajib


mengadili semua bagian dari tuntutan yang
diminta oleh penggugat. Namun sudah barang
tentu hakim tidak boleh mengabulkan lebih
daripada apa yang tidak diminta.
47
2 (dua) TAHAP BERPERKARA DI PENGADILAN

1. Tahap pendaftaran perkara


a. Pendaftaran secara langsung kebagian
panitera perdata PN
b. On-line melalui aplikasi e-court Mahkamah
Agung RI
Catatan: membayar biaya perkara / prodeo
- Pemanggilan sidang yang berperkara
2. Tahap yudisial

48
PANDUAN PENDAFTARAN PENGGUNA DAN PENDAFTARAN PERKARA PADA
APLIKASI E-COURT MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Definisi dan Pengertian e-Court


adalah sebuah instrumen Pengadilan sebagai bentuk pelayanan terhadap
masyarakat dalam hal pendaftaran perkara secara online, pembayaran
secara online, pengiriman dokumen persidangan (Replik, Duplik,
Kesimpulan, dan Jawaban), dan pemanggilan secara online.
Aplikasi e-Court diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dalam
fungsinya menerima pendaftaran perkara secara online dimana
masyarakat akan menghemat waktu dan biaya saat melakukan
pendaftaran perkara.

Aplikasi e-Court dapat diakses melalui

tautan https://ecourt.mahkamahagung.go.id/

49
A.Pendaftaran Pengguna

Langkah pertama menggunakan aplikasi e-Court adalah mendaftarkan akun


pengguna (advokat). Saat ini, hanya advokat yang dapat mendaftarkan akun di
aplikasi e-Court.
Pendaftaran akun dilakukan dengan menekan tombol “Register Pengguna
Terdaftar”.
Untuk melakukan pendaftaran, pengguna harus sudah memiliki email terlebih
dahulu. Pendaftaran tidak bisa dilakukan apabila pengguna tidak memiliki email.
Isikan data-data berupa Nama Lengkap, Email, dan Password, beri centang pada
kotak bertuliskan “I’m not robot”, kemudian tekan tombol “Register”.

Setelah langkah tersebut dilakukan, akun pengguna harus diaktivasi terlebih dahulu
sebelum pengguna dapat menggunakan aplikasi e-Court. Aktivasi dapat dilakukan
dengan membuka email yang telah dikirimkan oleh sistem pada inbox email
pengguna dan menekan link aktivasi.
Setelah aktivasi, pengguna dapat masuk pada aplikasi e-Court dengan menekan
tombol “Login” pada halaman utama.

50
B.Login dan Pengisian Data Advokat

Setelah melakukan Login, pengguna akan diarahkan untuk


melengkapi data-data advokat dengan lengkap.
Lengkapi kolom-kolom yang tersedia dengan informasi yang benar.
Kolom yang memiliki tanda bintang (*) berwarna merah
merupakan kolom yang wajib diisi. Setelah terisi, simpan informasi
tersebut dengan menekan tombol “Simpan” pada bagian bawah
halaman.

Langkah berikutnya melengkapi dokumen pendukung pengacara


seperti KTA, Dokumen Penyumpahan, dan KTP.
Pilih file dokumen yang diperlukan, kemudian tekan tombol
“Upload”.

51
C. Pendaftaran Perkara pada e-Court :
1. Dari halaman utama setelah Login, tekan tombol “Tambah Gugatan”.
2. Selanjutnya pilih Pengadilan tempat advokat akan beracara dari daftar.
Untuk memudahkan, pengguna juga dapat langsung mengetikkan nama
Pengadilan untuk mencari dengan cepat.
Setelah itu, tekan tombol “Lanjut Pendaftaran”.
3. Dengan menekan tombol “Lanjut Pendaftaran”, maka tampilan berikutnya
adalah sebagai berikut. Pada tampilan ini, pengguna akan mendapatkan
nomor Registrasi Online, bukan nomor perkara.
Setelah memahami dan menyetujui syarat dan ketentuan dalam
pendaftaran online, tekan tombol “Daftar”.
4. Langkah berikutnya adalah pendaftaran kuasa yang dilakukan cara
mengunggah Surat Kuasa. Syarat pendaftaran lain seperti Berita Acara
Sumpah, Kartu Anggota Advokat, dan KTP tidak perlu dicantumkan lagi
karena sudah terlampir dalam setiap pendaftaran perkara.Untuk mengunggah
Surat Kuasa, tekan tombol “Upload Surat Kuasa”, beri judul dokumen,
misalnya “Surat Kuasa Klien A”, pilih file Surat Kuasa, kemudian tekan tombol
“Upload”. Untuk melanjutkan ke tahap berikutnya, tekan tombol “Lanjut Isi
Data Pihak”. 52
5. Untuk mengisi data pihak, tekan tombol “Tambah Pihak”. Lengkapi
kolom yang tersedia dengan informasi yang benar. Kolom yang
memiliki tanda bintang (*) merah merupakan kolom yang wajib diisi.
Dengan mengisi kolom Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan, biaya
panjar dapat ditaksir sesuai besaran radius wilayah Pengadilan sesuai
ketetapan Ketua Pengadilan. Setelah melengkapi informasi, tekan
tombol “Simpan” untuk menyimpan informasi. Untuk melanjutkan ke
tahap berikutnya, tekan tombol “Lanjut Upload Berkas”.

6. Pada tahapan ini, pengguna perlu mengunggah Berkas Gugatan dan


Persetujuan Prinsipal. Untuk mengunggah, tekan tombol “Upload
Dokumen”, pilih jenis dokumen yang sesuai, beri nama judul dokumen,
misalnya “Surat Gugatan Klien A”, pilih file dokumen yang diperlukan,
kemudian tekan tombol “Upload”. Berikut adalah tampilan setelah
pengguna mengunggah Berkas Gugatan dan Persetujuan Prinsipal.
Untuk melanjutkan, tekan tombol “Lanjut Perhitungan SKUM Panjar
Perkara”.
53
7. Setelah selesai melengkapi data pendaftaran dan dokumen-
dokumen pendukung, pengguna akan mendapatkan taksiran
panjar biaya perkara dalam bentuk Electronic SKUM (e-SKUM)
yang di-generate secara otomatis oleh sistem. Besaran taksiran
panjar biaya perkara ini sudah diperhitungkan dengan rumusan
sesuai dengan Penentuan Taksiran Biaya Panjar untuk perkara
Gugatan, namun demikian apabila terdapat kekurangan maka
akan diberikan tagihan untuk tambah biaya panjar. Sebaliknya,
apabila terdapat kelebihan maka kelebihan tersebut akan
dikembalikan kepada pihak yang mendaftar perkara. Berikut
adalah tampilan e-SKUM dari aplikasi e-Court. Untuk
melanjutkan, tekan tombol “Lanjut Pembayaran”.
8. Setelah mendapatkan taksiran panjar atau e-SKUM, pengguna
akan mendapatkan Nomor Pembayaran (Virtual Account) sebagai
rekening virtual untuk melakukan pembayaran. Berikut adalah
contoh tampilan setelah pengguna menyelesaikan pembayaran.
54
9. Selanjutnya, pengguna tinggal menunggu
proses validasi dan verifikasi dari pihak
Pengadilan untuk mendapatkan nomor perkara.
Berikut adalah tampilan apabila Pengadilan telah
selesai melakukan verifikasi pendaftaran.

10. Dengan mendapatkan nomor perkara maka


seluruh proses pendaftaran telah selesai dan
pengguna tinggal menunggu pemanggilan dari
Pengadilan. Pengguna juga akan mendapatkan
email pemberitahuan sehingga informasi dapat
tersampaikan dengan cepat.
55
Panggilan sidang oleh panitera melalui juru sita kepada
penggugat dan tergugat

Tahap yudisial atau tahap jawab menjawab


a. surat gugatan dari penggugat
b. mediasi, Perma no.1 th. 2016
c. Jawaban tergugat, eksepsi, pokok perkara, dan gugat balik
d. Replik dari penggugat
e. duplik dari tergugat
f. pembuktian dari penggugat dan tergugat
g. kesimpulan dari penggugat dan tergugat
h. putusan hakim
i. upaya hukum
56
• Penyelesesaian perkara di pengadilan niaga (sama dengan
perkara gugatan di PN)
menyangkut perkara, antara lain: HAKI / MERK, (20
TAHUN 2016. TENTANG. MEREKDAN INDIKASI
GEOGRAFIS.) dan PAILIT (UU no.37 thn.2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)

• Proses perkara di pengadilan hubungan industrial (sama


dengan gugatan di PN), dalam perkara PHK dan
Perselisihan Hak, dan harus terlebih dahulu melalui
bipartit, dan tripartit, baru ke pengadilan Hubungan
Industrial, (UU no.13 thn.2003 tentang Ketenagakerjaan)

• Proses perkara di pengadilan tata usaha negara 57


Prosedur Pengajuan Gugatan dan Biaya Perkara

1. Tahapan pertama
- Pihak Berperkara (Penggugat) Datang Ke Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta (PTUN Jakarta) Dengan Membawa :
- Surat Gugatan Rangkap 8 (Delapan) Disertai Soft Copy Gugatannya;
- Foto Copy Objek Sengketa Sejumlah 1 (Satu) Eksemplar (Apabila
Sudah Ada);
- Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Para Pihak Sejumlah 1 (Satu)
Eksemplar;
- Surat Kuasa Sejumlah 8 (Delapan) Eksemplar Disertai Foto Copy
Kartu Pengenal Advokat (Apabila Dikuasakan).

58
2. Tahapan kedua
-Petugas Meja Pertama Menerima Gugatan / Permohonan Beserta
Kelengkapannya.
3. Tahapan ketiga
-Petugas Meja Pertama Memeriksa Kelengkapan Berkas Dengan
Menggunakan Daftar Periksa (Check List) dan Meneruskan Berkas yang
Telah Selesai Diperiksa Kelengkapannya Kepada Panitera Muda Perkara
Untuk Menyatakan Berkas Telah Lengkap atau Tidak Lengkap.
4. Tahapan ke empat
-Panitera Muda Perkara Meneliti Berkas :
Apabila Berkas Belum Lengkap : Panitera Muda Perkara Mengembalikan
Berkas Dengan Melampirkan Daftar Periksa Supaya Penggugat Dapat
Melengkapi Kekurangannya;
Apabila Berkas Sudah Lengkap : Dikembalikan Kepada Petugas Meja
Pertama.
•  

59
5. Tahapan ke lima
Pihak Penggugat Membayar Panjar Biaya Perkara Sebesar Rp.
650.000,- (Enam Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) Melalui Bank BRI
Atau Via Transfer ATM Bank BRI Dengan Nama :
Biaya Perkara PTUN Jakarta
Rekening BRI Cabang Jatinegara
No. Rekening : 0122 – 01 – 000912 – 30 – 2
Keputusan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor :
W2.TUN1/1020B/HK.06/IV/2019 tentang Panjar Biaya Perkara dan
Pengelolaannya pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. SK
ketua tentang biaya perkara dan pengelolaannya Surat edaran
MA.RI no.4 thn.2008 tentang pemungutan biaya perkara

6. Tahapan ke enam
Pihak Penggugat Setelah Membayar Panjar Biaya Perkara,
Menyerahkan Slip Bukti Penyetoran Kepada Kasir / Meja Pertama.
60
7. Tahapan ketujuh
Petugas Meja Pertama Membuat Surat Kuasa Untuk Membayar
(SKUM) Sebesar Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah) dan Kasir /
Meja Pertama Mencatat Dalam Buku Jurnal.

8. Tahapan kedelapan
Petugas Meja Kedua Mencatat Gugatan Dalam Buku Register Induk
Perkara. Petugas Meja Pertama Memproses Gugatan.

9. Tahapan kesembilan
Petugas Meja Kedua Memasukan Nomor Perkara, Identitas Para
Pihak, Obyek Sengketa, Posita dan Petitum Gugatan Dalam Aplikasi
Sistem Informasi Administrasi Tata Usaha Negara Jakarta (SIAD TUN
Jakarta)

61
10.Tahapan kesepuluh
Petugas Meja Pertama Menyerahkan SKUM dan
Salinan Gugatan yang Telah Didaftar Serta Telah
Ditandatangani Oleh Panitera Kepada Pihak
Penggugat. PENDAFTARAN SELESAI

Selanjutnya Pihak – Pihak Berperkara akan


Dipanggil Melalui Surat Tercatat Menghadap Ke
Pengadilan Untuk : Dismissal Proses /
Pemeriksaan Persiapan / Persidangan.

62
Ketentuan Pengajuan Gugatan Pada Pengadilan Tata Usaha Negara

• Gugatan
• Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan
atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk
mendapatkan putusan. Sehingga yang menjadi tergugat adalah badan
atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
 
• Sedangkan yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara, yang
menjadi objek sengketa, adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi
tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual,
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata. 63
• Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang
timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang
atau badan hukum perdata dengan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di
daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sengketa tata usaha negara ini diselesaikan
di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan mengajukan
gugatan tertulis yang berisi tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan
batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitas.
64
• Dalam bersengketa warga negara dengan
pemerintah yang  menyangkut kebijakan
pemerintah yang di rasa tidak cocok untuk di
laksakan dan meyangkut hak-hak masyarakat
yang bersengketa. dalam penyelesaian sengketa
harus melalui proses di pengadilan Tata Usaha
Negara. di dalam menyelesaikan sengketa dengan
pemerintah di  PTUN para penggugat harus
memenuhi beberapa syarat agar terlaksananya
sengketa yang di lakukan di PTUN.

65
• Persyaratan gugatan gugatan ini sudah tercantum dalam pasal 56 UU
5/1986. Yaitu
• Gugatan harus memuat:
• Nama,kewarganegaraan,tempat tinggal,dan pekerjaan penggugat, atau
kuasa hukumnya
• Nama jabatan,dan tempat kedudukan tergugat
• Dasar gugatan dan hal yang di minta unutuk di putuskan oleh pengadilan.
• Apabila gugatan di buat dan di tanda tangani oleh seorang kuasa
penggugat,maka gugatan harus di sertai surat kuasa yang sah.
• Gugatan sedapat mungkin juga di sertai KTUN yang di sengketakan oleh
penggugat.
• Jadi pada intinya masyarakat yang bersengketa dengan pemerintah di
PTUN harus memenuhi beberapa syarat yang di tentukan dalam UU
PTUN.jika tidak demikian suara dari gugatan tidak akan di proses oleh
pihak pengadilan.

66
• Dalam gugatan tun di syaratkan:
Pasal 55 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)

• Pasal  55 UU PTUN menyebutkan “Gugatan dapat diajukan hanya dalam


tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya 
atau  diumumkannya  Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”

• penyelesaian persoalan hukum ini semestinya berpedoman pada Surat


Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 tahun 1991. Dalam SEMA tersebut
ada pasal yang menyebut “Memperpanjang masa tenggang waktu
menggugat di PTUN. Hal ini mengingat frasa merasa kepentingannya
dirugikan” tidak hanya dibatasi oleh tenggang waktu 90 hari, tetapi juga
kapan saja ketika tiba-tiba muncul kondisi ada kepentingan yang dirugikan.
•  
• “Dengan SEMA ini sangat dimungkinkan untuk menggugat suatu
keputusan TUN yang sudah diterbitkan puluhan tahun silam,” 
67
• Dalam obyek Pengadilan Tata Usaha Negara, suatu keputusan yang
dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) itu harus bersifat
konkret, individual dan final. Apa maksud dari ketiga hal tersebut?
Berikut ketentuannya:
 

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang


dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
 

68
1. Bersifat konkret diartikan bahwa obyek yang diputuskan dalam keputusan itu
tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Dengan kata
lain wujud dari keputusan tersebut dapat dilihat dengan kasat mata, namun
terhadap ketentuan ini ada pengecualian yaitu:
  a. Apabila Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan
dengan Keputusan TUN; 
b. Jika suatu Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan
yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka badan atau
Pejabat TUN tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan
yang dimaksud;
c. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak
menentukan jangka waktu, maka setelah lewat waktu empat bulan sejak
diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan
dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. 

69
2. Bersifat individual, diartikan bahwa Keputusan
Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk
umum, tetapi tertentu baik alamat maupun yang
dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari satu orang,
maka tiap-tiap individu harus dicantumkan
namanya dalam keputusan tersebut.
3. Bersifat final, diartikan keputusan tersebut sudah
definitif, keputusan yang tidak lagi memerlukan
persetujuan dari instansi atasan atau instansi
lain, karenanya keputusan ini dapat
menimbulkan akibat hukum.
70
 GUGATAN GUGUR
• Pada sidang pertama perkara perdata di muka pengadilan ada
kemungkinan, dimana pada hari sidang yang telah ditentukan untuk
mengadili perkara tertentu, salah satu pihak yaitu penggugat
kesemuanya tidak hadir atau tidak menyuruh wakilnya untuk
menghadap pada sidang yang telah ditentukan, maka berlaku
ketentuan Pasal 124 H.I.R., yang menyatakan :
• “Jikalau si, dan jika ternyata penggugat tidak hadir lagi, maka gugatan
akan digugurkan lagi penggugat, walaupun dipanggil dengan patut,
tidak menghadap pengadilan negeri pada hari yang ditentukan itu,
dan tidak juga menyuruh seseorang lain menghadap selaku wakilnya,
maka gugatannya dipandang gugur dan sipenggugat di hukum untuk
membayar biaya perkara: akan tetapi sipenggugat berhak sesudah
membayar biaya perkara, memasukan gugatannya sekali lagi”.
• Telah dipanggil dengan patut artinya bahwa yang bersangkutan telah
dipanggil dengan cara pemanggilan menurut undang-undang, dan
pemangilan tidak boleh kurang dari tiga hari kerja (Pasal 122 H.I.R.).
71
• Sebelum gugatan penggugat digugurkan, majelis hakim harus
memeriksa apakah panggilan telah dilakukan dengan patut, dan
apakah juru sita pengadilan tersebut melakukan panggilan secara
tidak benar, sehingga harus ditegor dan diberikan sanksi
administrasi, dalam hal ini dapat dipanggil sekali lagi berdasarkan
pasal 126 H.I.R.
• Namun apabila belum dipanggil penggugat telah meninggal, maka
terserah ahli warisnya apakah akan melanjutkan atau mencabut
perkara tersebut, seharusnya ahli waris dalam ke persidangan. Bila
akan melanjutkan maka mereka harus merubah gugatannya
menjadi nama para ahli waris, dan jika ada salah satu ahli waris
tidak mau ikut menggugat, maka agar gugatan tidak ditolak dan
dianggap tidak lengkap, harus dijadikan turut tergugat.

72
• Jika pengadilan telah memanggil secara patut dan meninggalnya
penggugat diberitahukan oleh para ahli warisnya, maka gugatan
tidak digugurkan, melainkan para ahli waris akan dipanggil dan
ditanyakan apakah akan melanjutkan atau mencabut gugatan,
namun jika kematian penggugat tidak diberitahukan maka gugatan
akan digugurkan.
• Apabila gugatan digugurkan dan setelah membayar biaya perkara,
penggugat dapat mengajukan gugatan sekali lagi, dan jika dalam
perkara gugatan ini ternyata penggugat tidak hadir lagi, maka
gugatan digugurkan lagi, dalam hal ini apakah penggugat masih
dapat mengajukan gugatan, karena tidak ada larangan bisa,
meskipun ini dirasakan tidak adil bagi tergugat.
• Dalam perkara yang digugurkan pokok persoalan tidak
diputus/diperiksa dan tidak juga ditolak.

73
VERSTEK

• Persolan Verstek diatur dalam Pasal 125 H.I.R., yang menyatakan :


• Jikalau si tergugat dipanggil dengan patut tidak menghadap pada hari yang
ditentukan, tidak menyuruh orang lain menghadap selaku wakilnya, maka gugatan
diterima dengan putusan tak hadir kecuali gugatan itu melawan hak atau tidak
beralasan.
• Sitergugat dalam jawabannya dalam Pasal 121 H.I.R. mengajukan perlawanan
(tangikisan) pengadilan negeri tidak berhak menerima perkara itu. Pengadilan
negeri walaupun sitergugat sendiri dan wakilnya tidak menghadap sesuadah
didengan sipenggugat, mengadili perlawananya dan hanya kalau perlawanan itu
ditolak, maka putusan dijatuhkan mengenai pokok perkara.
• Jika gugatan diterima, maka putusan pengadilan negeri dengan perintah ketua
diberitahukan kepada pihak yang dikalahkan, serta diterangkan kepadanya, bahwa
ia berhak dalam waktu, dan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 129 H.I.R.,
mengajukan perlawanan terhadap putusan tak hadir kepada majelis pengadilan.
• Dibawah keputusan tak hadir itu panitera pengadilan mencatat siapa yang
diperintahkan menjalankan pekerjaan itu dan apakah diberitahukannya tentang
hal itu dengan surat atau lisan.
74
• Perstek adalah pernyataan, bahwa tergugat tidak hadir, meskipun ia
menurut hukum acara harus datang. Perstek hanya dapat dinyatakan,
apabila pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap pada
sidang yang pertama, dan apabila perkara diundurkan sesuai dengan
Pasal 126 H.I.R juga pihak tergugat kesemuanya tidak datang
menghadap lagi.
• Apabila tergugat atau para tergugat pada sidang yang pertama hadir
dan pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir, atau apabila tergugat
atau para tergugat pada sidang pertama tidak hadir lalu hakim
mengundurkan sidang berdasarkan Pasal 126 H.I.R dan pada sidang
yang kedua ini tergugat atau para tergugat hadir dan kemudian dalam
sidang-sidang selanjutnya tidak hadir lagi. Maka perkara akan diperiksa
menurut acara biasa dan putusan dijatuhkan secara contradictoir
(dengan adanya perlawanan, dalam bahasa Belanda “op
tegenspraak”), meskipun sesungguhnya tidak diajukan sesuatu
perlawanan. (lihat putusan Mahkamah Agung tertanggal 23 Oktober
1952 No. 91 K/Sip/1952, termuat dalam Hukum, Majalah PAHI, 1953
No.1, halaman 14). 75
• Juga apabila dalam pemeriksaan tersebut ada seorang atau lebih tergugat dari
sekian banyak tergugat tidak pernah hadir dalam sidang pemeriksaan perkara
yang bersangkutan, terhadap tergugat atau beberapa tergugat yang tidak
pernah hadir itu tidak boleh dijatuhkan putusan perstek. Melainkan harus
putusan contradictoir. Pada bagian terakhir dari surat putusan, disebutkan siapa
yang hadir dan siapa-siapa yang tidak hadir. Termasuk tergugat atau para
tergugat yang selama pemeriksaan tidak pernah hadir. (bandingkan dengan
keputusan Mahkamah Agung tgl 18 Mei 1953 No. 38 K/Sip/1953 termuat dalam
Hukum, Majalah Pahi, 1953 - no. 4 - 5 halaman 41). Pasal 125 ayat (1) H.I.R
menentukan, bahwa untuk putusan perstek yang mengabulkan gugat
diharuskan adanya syarat-syarat sebagai berikut:
- Tergugat atau para tergugat kesemuanya tidak datang pada hari sidang
yang telah ditentukan;
- Ia atau mereka tidak mengirimkan wakil atau kuasanya yang sah untuk
menghadap;
- Ia atau mereka kesemuanya telah dipanggil dengan patut;
- Petitum tidak melawan hak;
- Petitum beralasan.
.
76
• Syarat- syarat tersebut diatas harus satu persatu diperiksa
dengan seksama, baru apabila benar-benar persyaratan itu
kesemuanya terpenuhi, putusan perstek dijatuhkan dengan
mengabulkan gugat.
• Apabila syarat 1, 2, dan 3 dipenuhi, akan tetapi petitumnya
ternyata melawan hak atau tidak beralasan, maka meskipun
perkara diputus dengan perstek, gugat ditolak.
• Apabila syarat 1, 2 dan 3 terpenuhi. Akan tetapi ternyata ada
kesalahan formil dalam gugatan, misalnya gugatan diajukan oleh
orang yang tidak berhak, kuasa yang menandatangani surat
gugat ternyata tidak memiliki surat kuasa khusus dari pihak
penggugat, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
• Dari hal tersebut diatas nyata benar, bahwa putusan perstek
tidak secara otomatis akan menguntungkan bagi penggugat.

77
• Pasal 125 ayat (2) H.I.R. mengharuskan hakim untuk terlebih dahulu memberi
putusan tentang eksepsi dengan mendengar pihak penggugat tentang eksepsi
tersebut, apabila pihak tergugat, meskipun tidak datang dan tidak pula
mengirimkan kuasa atau wakilnya, telah mengirimkan surat jawaban yang
memuat pula eksepsi bahwa pengadilan negeri yang bersangkutan tidak
berkuasa memeriksa perkara tersebut, jadi eksepsi yang menyangkut kekuasaan
absolut (mutlak) atau kekuasaan relatif. Apabila eksepsi tersebut dibenarkan,
maka hakim tidak akan memeriksa pokok perkara lebih lanjut. Tidak akan
diperiksa apakah petitum melawan hak atau petitum itu beralasan lagi. Hakim
akan member putusan bahwa tergugat yang telah dipanggil dengan patut tidak
hadir dan menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk
mengadili sengketa tersebut (dalam hal adanya eksepsi mengenai kekuasaan
mutlak), atau memberi putusan bahwa tergugat yang telah dipanggil dengan
patut tidak hadir dan menyatakan bahwa pengadilan negeri yang bersangkutan
tidak berwenang untuk mengadili gugatan yang telah diajukan itu (dalam hal
adanya eksepsi mengenai kekuasaan relatif). Apabila eksepsi tidak dibenarkan,
eksepsi tersebut ditolak, hakim akan memeriksa pokok perkaranya. Dalam hal
gugat beralasan dan tidak bertentangan dengan hukum, gugat akan dikabulkan
seluruhnya atau sebagian dengan perstek.
• Tergantung dari bunyi putusan, apakah tergugat yang telah dikalahkan dengan
putusan perstek itu dapat mengajukan perlawanan atau banding. Perihal 78
Cara Pemberitahuan Putusan VERSTEK
• Putusan perstek harus diberitahukan kepada orang yang dikalahkan dan kepadanya
diterangkan, bahwa ia berhak untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan
perstek tersebut kepada pengadilan negeri yang sama, dalam tenggang waktu dan
dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 129 H.I.R.
• Dibawah surat putusan perstek ditulis siapa yang diperintahkan untuk menjalankan
pemberitahuan putusan tersebut secara lisan atau tertulis.
• Seperti halya berita acara pengadilan pihak-pihak untuk menghadap pada sidang
pengadilan negeri, surat pemberitahuan putusan perstek dibuat oleh jurusita atas
sumpah jabatan dan merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian
yang sempurna. Oleh karenanya surat pemberitahuan putusan perstek harus
menggambarkan keadaan yang benar-benar terjadi dan menyebutkan dengan siapa
jurusita tersebut bertemu dan apa yang dikatakan oleh yang bersangkutan, dengan
maksud, agar putusan tersebut benar-benar diketahui oleh pihak yang kalah dan
apabila ia menghendakinya dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan perstek
tersebut, dalam tenggang waktu menurut cara yang ditentukan dalam Pasal 129 H.I.R.
• Karena pentingnya pekerjaan ini, kepada jurusita yang melakukan tugasnya secara tidak
baik harus diberikan teguran, apabila perlu dengan memberikan sanksi administratif,
demi menjaga nama baik serta kewibawaan pengadilan.

79
Keharusan Sidang apabila salah seorang Tergugat pada Sidang pertama tidak
datang.
• Ketentuan Pasal 126 H.I.R memberi kebebasan pada hakim, apabila ia
menganggap perlu, untuk, apabila pada sidang pertama baik penggugat atau
terugugat kesemuanya atau salah seorang dari merek tidak datang,
mengundurkan sidang dan memerintahkan untuk memanggil pihak atau pihak-
pihak yang tidak datang sekali lagi. Kepada pihak yang telah datang menghadap
cukup dengan lisan diberitahukan dalam sidang, bahwa ia atau mereka harus
menghadap lagi pada sidang yang akan datang.
• Perintah untuk memanggil yang bersangkutan sekali lagi biasanya dilakukan,
apabila pihak yang tidak datang itu bertempat tinggal jauh dari gedung tempat
pengadilan negeri bersidang, karena misalnya dikhawatirkan, bahwa yang
bersangkutan sesungguh-sungguhnya telah berusaha untuk datang menghadap.
Namun oleh karena keadaan yang luar biasa yang bersangkutan belum/ tidak
sampai di tempat sidang pada waktu yang telah ditentukan (misalnya, harus naik
rakit atau perahu berhari-hari). Panggilan untuk kedua kalinya juga suka
diperintahkan, apabila panggilan yang pertama dikhawatirkan tidak sampai
kepada yang bersangkutan pribadi, misalnya dalam hal panggilan telah dilakukan
melalui Kantor Desa, Kantor Kecamatan, Kotamadya dan sebagainya.
80
• Kebebasan yang diberikan kepada hakim untuk mengundurkan sidang yang termuat
dalam Pasal 126 H.I.R berarti bahwa tidak ada keharusan untuk menjatuhkan suatu
putusan perstek atau putusan gugur, meskipun pihak tergugat kesemuanya atau
penggugat kesemuanya tidak datang. Dapat pula terjadi bahwa meskipun pihak tergugat
tidak datang. Dapat pula terjadi, bahwa meskipun pihak tergugat tidak datang, secara
kebetulan pihak penggugat juga tidak datang di persidangan, meskipun kedua pihak
tersebut telah dipanggil dengan patut. Dalam hal semacam itu, hakim yang bijaksana
akan mempergunakan haknya untuk mengundurkan sidang sesuai dengan ketentuan
yang termuat dalam Pasal 126 H.I.R sebab sudah barang tentu adalah sulit untuk memilih
anatara putusan gugur dan putusan perstek.
• Pasal 127 H.I.R menegaskan, bahwa apabila pada sidang yang pertama, salah seorang
tergugat tidak datang, pula tidak menyuruh orang lain untuk menghadap sebagai
wakilnya, maka pemeriksaan perkara ditangguhkan pada hari persidangan lain, sedapat-
dapatnya jangan terlampau lama. Dengan lain perkataan, apabila pada sidang pertama
salah seorang tergugat tidak datang menghadap, pemeriksaan harus diundurkan, tidak
boleh dilanjutkan. Pasal tersebut tegas-tegas menyebut salah seorang tergugat, bukan
salah seorang penggugat yang tidak datang, ketentuan pasal ini tidak berlaku, sidang
dapat diteruskan. Apabila yang bersangkutan telah dipanggil lagi dan kemudian ia juga
tidak datang, maka pemeriksaan dilanjutkan seperti perkara biasa. Tergugat yang tidak
datang itu dianggap tidak mengajukan perlawanan, dan gugatan pada waktunya akan
diputus secara contradictoir, juga terhadap tergugat tersebut.
81
• Oleh karena gugatan terhadap tergugat yang tidak pernah hadir
itu diputus secara contradictoir, perlawanan tidak
diperkenankan, dan apabila tergugat tersebut tidak merasa puas
dengan putusan hakim, ia dapat mengajukan permohonan
banding kepada pengadilan tinggi (banding dengan putusan
Mahkamah Agung tgl 18 Mei 1953 No.4 dan 5 halaman 41).
• Pada azasnya putusan perstek yang mengabulkan gugat untuk
seluruhnya atau untuk sebagian tidak boleh dilaksanakan
sebelum lewat waktu 14 hari setelah putusan tersebut
diberitahukan kepada pihak yang kalah, kalau-kalau yang kalah
itu akan mengajukan perlawanan. Pengecualiannya ada, ialah
apabila pelaksanaan putusan memang sangat diperlukan,
misalnya dalam acara singkat, dan apabila putusan tersebut telah
diberikan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu
meskipun ada banding atau perlawanan atas dasar Pasal 180
ayat (1) H.I.R. Perihal tersebut diatur oleh Pasal 128 H.I.R.
82
Cara Mengajukan Perlawanan terhadap putusan VERSTEK
•Perihal cara mengajukan perlawanan terhadap putusan perstek diatur dalam
Pasal 129 H.I.R.
•Menurut Pasal 129 ayat (1) H.I.R tersebut, yang dapat mengajukan perlawanan
adalah tergugat atau para tergugat yang dihukum dengan putusan tidak hadir
dan tidak menerima putusan tersebut. Jadi hanya tergugat yang dapat
mengajukan perlawanan, lagi pula tergugat yang dihukum, artinya yang
dikalahkan, baik gugatan dikabulkan seluruhnya atau sebagian.
•Sehubung dengan hal tersebut diatas, Mahkamah Agung dalam salah satu
putusannya menyatakan, bahwa verzet terhadap putusan verstek hanya dapat
diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara, tidak boleh pihak ketiga (lihat putusan
Mahkamah Agung tertanggal 7 Febuari 1980 No. 524 K/Sip/1975, termuat
dalam Yurisprudensi Indonesia 1979-1 halaman 203).
•Perlawanan terhadap putusan perstek diajukan seperti mengajukan surat gugat
biasa, yang berarti, bahwa surat perlawanan ini harus ditik beberapa rangkap
dan tidak usah di atas kertas bermaterai atau yang dibubuhi materai, akan
tetapi cukup atas kertas biasa saja.

83
• Dalam hal yang bersangkutan buta huruf, ia dapat pula mengajukan
perlawanan berdasarkan Pasal 129 H.I.R.
• Tenggang waktu untuk mengajukan perlawanan adalah:
• Dalam waktu 14 hari setelah putusan perstek diberitahukan kepada pihak yang
dikalahkan itu sendiri;
• Sampai hari kedelapan setelah teguran seperti yang dimaksud Pasal 196 H.I.R.,
apabila yang ditegur itu datang menghadap;
• Kalau ia tidak datang waktu ditegur, sampai hari kedelapan setelah sita
eksekutorial (Pasal 197 H.I.R.).
• Pemeriksaan dan putusan terhadap perkara perlawanan adalah seperti halnya
perkara biasa. Hal in berarti, bahwa pelawan, yang semula kedudukannya
sebagai tergugat, dalam soal pembuktian harus tetap diperlakukan selaku
tergugat, artinya yang harus mulai membuktikan adalah terlawan, semula
penggugat (lihat S.E.M.A. No. 9/1964 tgl 13 April 1964, termuat dalam DIAN
YUSTISIA, disebar luaskan oleh: Pengadilan Tinggi Bandung, 1975 hal. 112-113).
• Perlawanan menangguhkan eksekusi, kecuali apabila putusan perstek itu telah
dijatuhkan dengan ketentuan Pasal 180 ayat (1) H.I.R., ialah dengan ketentuan
dapat dilaksanakan lebih dahulu.

84
• Perlawanan terhadap putusan perstek hanya dapat diajukan sekali
saja, artinya hanya terhadap putusan perstek yang pertama,
sedang terhadap putusan perstek yang kedua yang bersangkutan
hanya diperkenankan untuk mengajukan permohonan banding.
• Dalam hal perlawanan telah diajukan dan ternyata pada hari
sidang yang telah ditentukan terlawan atau kuasanya tidak datang
menghadap di persidangan, terlawan, semula penggugat, dapat
dipanggil sekali lagi sesuai dengan ketentuan Pasal 126 H.I.R. akan
tetapi apabila ia tidak juga datang mengahadap pada hari sidang
berikutnya, dianggap bahwa terlawan, semula penggugat, tidak
hendak melawan atas perlawanan yang telah diajukan terhadap
putusan perstek tersebut. Karena itu perlawanan ini akan diputus
secara contradictoir dengan membatalkan putusan perstek yang
semula serta mengadili lagi dengan menolak gugatan semula.

85
• Terhadap putusan ini bagi terlawan, semula
penggugat, masih tersedia jalan untuk dalam
tenggang waktu yang ditentukan mengajukan
permohonan banding. Kejadian semacam ini
dalam praktek mungkin tidak pernah terjadi,
karena pihak yang sudah menang, lazimnya selalu
akan memerlukan datang untuk
mempertahankan kemenangan yang telah
diperolehnya itu.

86
• Pasal 8 Undang-Undang No. 20 Tahun 1947, yang mengatur
perihal banding, berbunyi sebagai berikut:
• Dari putusan Pengadilan Negeri , yang dijatuhkan di luar hadir
tergugat, tergugat tidak boleh minta pemeriksaan ulangan
melainkan hanya dapat mempergunakan hak perlawanan dalam
pemeriksaan tingkat pertama, akan tetapi jikalau penggugat minta
pemeriksaan ulangan, tergugat tidak dapat mempergunakan hak
perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama.
• Jika, dari sebab apapun juga tergugat tidak dapat
mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat
pertama, tergugat boleh meminta pemeriksaan ulangan.
• Dari pasal tersebut di atas Nampak jelas bahwa tergugat yang
untuk pertama kalinya dikalahkan dengan putusan perstek, tidak
diperkenankan untuk memajukan permohonan banding,
melainkan hanya diperkenankan untuk mengajukan perlawanan
terhadap putusan perstek saja sesuai dengan Pasal 129 H.I.R.
87
• Dalam hal gugat dikabulkan untuk sebagian dengan perstek, dapat
terjadi, bahwa kedua belah pihak, yaitu baik pihak penggugat
maupun pihak tergugat, tidak merasa puas terhadap putusan yang
dijatuhkan. Mungkin pihak penggugat oleh karenanya akan
mengajukan permohonan banding, karena baginya tidak dibuka
kemungkinan untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan
perstek, yang hanya terbuka bagi pihak tergugat yang dikalahkan
saja.
• Mejadi persoalan apakah dalam hal pihak penggugat telah
mengajukan permohonan banding, pihak tergugat masih dapat
mengajukan perlawanan terhadap putusan perstek? Apabila hal
itu diperkenankan akan timbul masalah “di mana pemeriksaan
harus dilakukan, di pengadilan tinggi atau di pengadilan negeri
sehubungan dengan perlawanan terhadap putusan perstek yang
diajukan oleh pihak tergugat.” Pasal 8 UU No. 20 tahun 1947,
member pemecahannya. Dalam pasal tersebut jelas dikemukakan,
88
bahwa dalam hal pihak penggugat mengajukan permohonan
banding, pihak tergugat tidak diperkenankan untuk mengajukan
perlawanan terhadap putusan perstek. Apakah lalu tergugat harus
diam, artinya ia harus menerima putusan saja? Tidak, ia dapat
pula mengajukan permohonan banding. Apabila diperhatikan
bahwa pihak penggugat setiap saat selama belum ada putusan
pengadilan tinggi dapat mencabut permohonan bandingnya,
untuk menjaga kekecewaan di kemudian hari malahan sebaiknya
tergugat juga ikut mengajukan permohonan banding.
• Apabila tidak, dengan dicabutnya permohonan banding, putusan
perstek tersebut akan memperoleh kekuatan hukum yang tetap (in
kracht van gewijsde). Hal semacam ini sering terjadi dalam
praktek. Memang pencabutan permohonan banding dapat
dilakukan setiap saat selama perkara belum diputus dalam taraf
banding oleh pengadilan tinggi, hal mana terjadi dengan tidak
usah minta persetujuan terlebih dahulu dari pihak terbanding.
Perihal ini dalam membahas persoalan banding, akan penulis
bahas secara lebih mendalam. 89
• Dalam perkara perceraian kadang-kadang juga dijatuhkan putusan perstek.
Dapat terjadi bahwa putusan perstek sedemikian itu akan diberitahukan kepada
pihak yang dikalahkan, pihak tergugat yang tidak datang, melalui lurah, camat,
atau melalui penempelan di papan pengumumman di kotapraja atau kantor
Kotamadya yang bersangkutan. Dapatlah dimengerti bahwa pihak yang kalah
pada umumnya tidak mengetahui adanya putusan tersebut, sehingga
kemungkinan untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan perstek menjadi
sangat kecil. Lain halnya adalah menyangkut putusan yang bersifat
condemnatoir, dengan lain perkataan putusan yang berisi penghukuman,
kemungkinan bahwa yang bersangkutan tidak mengetahui adanya outusan
perstek yang merugikannya adalah sangat kecil. Juga pembuat undang-undang
member kepadanya perlindungan yang sedemikian baiknya agar ia masih
berkesempatan untuk mengajukan perlawanan (lihat Pasal 129 H.I.R.). oleh
karena itu sebaiknya pengadilan negeri hendaknya sangat berhati-hati dalam
menjatuhkan putusan perstek dalam gugat perceraian, dan hendaknya hakim
bertindak arif dan bijaksana agar tidak tergesa-gesa menjatuhkan putusan
perstek dalam gugat perceraian, mengingat bahwa putusan perceraian itu
bersifat constitutive. Akibat hukum yang timbul dari suatu putusan perceraian,
ketika memberikan ulasannya sehubungan dengan gugat perceraian yang diatur
dalam UU No. 1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1975.
90
JAWABAN TERGUGAT

• Setelah upaya perdamaian yang dilakukan oleh hakim tidak berhasil, maka
kepada tergugat diberikan kesempatan untuk mengajukan jawaban atau
gugatan yang diajukan oleh penggugat. Sebagaimana penggugat
diperkenankan untuk mengajukan gugatan secara tertulis dan lisan, maka
tergugat pun diperkenankan untuk mengajukan jawaban secara tertulis dan
lisan. Namun pada masa sekarang karena bangsa Indonesia telah banyak
bisa membaca maka surat jawaban tergugat harus dibuat secara tertulis.
• Jawaban tergugat dapat terdiri dari tiga macam yaitu:
• Eksepsi atau tangkisan yaitu jawaban yang tidak langsung mengenai pokok
perkara;
• Jawaban tergugat mengenai pokok perkara (verweer ten principale);
• Tentang eksepsi atau tangkisan, HIR hanya mengenal satu macam eksepsi
ialah eksepsi perihal tidak berkuasanya hakim, yaitu eksepsi yang
menyangkut kekuasaan relatif dan eksepsi menyangkut kekuasaan relatif.
Kedua macam eksepsi ini disebut eksepsi prosesual.
91
• Eksepsi yang menyangkut kekuasaan relatif atau kewenangan nisbi
diatur dalam Pasal 133 HIR/159 RGB yang berbunyi, jika tergugat
dipanggil menghadap pengadilan negeri, sedangkan menurut
ketentuan Pasal 142 RGB/118 HIR ia tidak perlu menghadap pengadilan
negeri itu, maka ia dapat mengajukan tangkisan, supaya pengadilan
negeri itu menyatakan tidak berwenang untuk mengadilinya, dengan
ketentuan bahwa tangkisan itu harus diajukan segera pada permulaan
persidangan, pernyataan itu tidak akan diperhatikan lagi, kalau
tergugat telah mengemukakan jawaban atas pokok perkara.
• Dalam Pengadilan Tata Usaha Negara Pasal 77 ayat (2) UU No. 5/86
ditentukan, eksepsi tentang kewenangan relatif pengadilan diajukan
sebelum disampaikan jawaban atas pokok sengketa, dan eksepsi
tersebut harus diputus sebelum pokok sengketa diperiksa.
• Contoh eksepsi kekuasaan relatif atau kewenangan nisbi misalnya
gugatan yang diajukan oleh penggugat salah alamat atau keliru karena
yang berwenang untuk mengadili perkara tersebut adalah Pengadilan
Negeri Jakarta Timur, bukan Pengadilan Negeri Bekasi.
92
• Eksepsi kekuasaan absolut diatur dalam Pasal 134 HIR/160 RBG yang berbunyi,
apabila persengketaan itu adalah suatu perkara yang tidak termasuk wewenang
pengadilan negeri untuk mengadilinya, maka pada setiap saat dalam
pemeriksaan perkara itu tergugat dapat mengajukan tangkisan supaya
pengadilan negeri menyatakan tidak berwenang mengadili perkara itu dan
pengadilan negeri karena jabatannya harus pula menyatakan bahwa tidak
berwenang mengadili perkara itu.
• Pasal 77 ayat (1) UU No. 5/86 menyatakan, eksepsi tentang kewenangan
absolut pengadilan dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan, dan
meskipun tidak ada eksepsi tentang kewenangan absolut pengadilan apabila
hakim mengetahui hal itu, ia karena jabatannya wajib menyatakan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili sengketa yang bersangkutan.
• Contoh eksepsi kekuasaan absolut misalnya perkara perceraian bagi orang yang
beragama Islam bukan wewenang pengadilan negeri melainkan wewenang
pengadilan agama. Sebaliknya perceraian antara seorang suami yang beragama
Islam dengan istri yang beragama Kristen merupakan wewenang pengadilan
negeri bukan pengadilan agama. Menyangkut perselisihan perburuhan
merupakan wewenang Panitia Penyelesaian

93
• Perselisihan Perburuhan Daerah dan Pusat (P4D) dan (P4P) bukan wewenang
pengadilan negeri.
• Lain-lain eksepsi prosesual adalah eksepsi bahwa persoalan yang sama telah
pernah diputus dan putusannya telah memperoleh kekuataan hukum yang
tetap.
• Eksepsi bahwa persoalan yang sama sedang diperiksa oleh pengadilan negeri
yang lain atau masih dalam taraf banding atau kasasi.
• Eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kualifikasi/ sifat untuk
bertindak.
• Eksepsi dilatoir yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan penggugat
belum dapat dikabulkan karena penggugat telah member penundaan
pembayaran.
• Eksepsi peremtoir adalah eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan
karena gugatn telah diajukan lampau waktu atau kadaluwarsa, atau utang yang
menjadi dasar gugatan telah dihapus.
• Apabila eksepsi ditolak oleh pengadilan negeri oleh karena tidak beralasan,
maka dijatuhkan putusan sela dan dalam putusan tersebut sekalian
diperintahkan agar supaya kedua belah pihak melanjutkan perkara tersebut.
Selanjutnya pokok perkara diperiksa dan akhirnya dijatuhkan putusan akhir.
94
• Menurut Pasal 136 HIR semua eksepsi, kecuali yang menyangkut
kekuasaan hakim secara absolut dan relatif tersebut di atas harus
dibahas dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara. Juga
dalam Pasal 77 ayat (3) UU No. 5/86 dikatakan, eksepsi lain yang
tidak mengenai kewenangan mengadili hanya dapat diputus
bersama dengan pokok sengketa.
• Jawaban tergugat mengenai pokok perkara hendaknya dibuat
dengan jelas, singkat dan berisi, langsung menjawab pokok
persoalan dengan mengemukakan alasan-alasan yang berdasar.
Membuat jawaban yang panjang lebar dan tidak berisi berarti
membuang waktu dan tenaga dengan percuma.
• Jawaban terhadap pokok perkara biasanya mengandung
pengakuan atau penyangkalan (atau bantahan) dari isi gugat.

95
• Pengakuan adalah mudah dilakukan. Pengakuan
ialah jawaban yang membenarkan isi gugatan,
artinya apa yang digugat terhadap tergugat
diakui kebenarannya. Jika tergugat pada jawaban
pertama mengakui, maka dalam jawaban
berikutnya sampai ke tingkat banding, tergugat
tetap terikat dengan pengakuannya itu, artinya
pengakuan itu tidak dapat ditarik kembali.

96
Lain halnya dengan penyangkalan. Penyangkalan atau
bantahan ialah pernyataan yang tidak membenarkan
atau tidak mengakui apa yang digugat terhadap
tergugat. Jika tergugat mengajukan bantahan, maka
bantahannya itu harus disertai dengan alasan-alasan.
Bantahan secara umum dengan mengatakan bahwa
keterangan dan tuntutan penggugat itu adalah tidak
benar sama sekali tanpa menyebutkan alasan-
alasannya, tidak akan ada artinya dan dianggap hakim
sebagai tidak membantah. Dalam prakteknya menyusun
jawaban berupa bantahan itu memerlukan uraian
tentang kejadian-kejadian secara terinci sebelum
ditutup dengan kesimpulan dan mohon ditolak gugatan
tersebut.
97
REKONPENSI (GUGAT BALIK)
• Rekonpensi bukanlah jawaban tergugat melainkan gugat balik dari
tergugat sehubungan dengan adanya gugatan penggugat.
• Rekonpensi, pada dasarnya dapat diajukan tergugat sepanjang tergugat
memiliki hubungan hukum yang memiliki hubungan dengan pokok
perkara asal atau hubungan hukum yang lain (segala hal). Gugata balik
ini diajukan pada sidang pertama bersamaan dengan jawaban tergugat.
Dalam gugat balik orangnya harus itu-itu juga.
• Kata rekonveksi berasal dari bahasa Latin reconvention artinya tuntutan
balasan, tuntutan balik. Secara sederhana dapat dikemukakan
rekonvensi adalah gugatan balik atau gugatan balasan yang dilakukan
oleh tergugat kepada penggugat, atau dengan kata lain yang dimaksud
dengan rekonvensi (reconventie, reconvention) adalah gugatan yang
diajukan oleh tergugat berhubung penggugat juga pernah melakukan
wanprestasi terhadap tergugat. Rekonvensi yang diajukan tergugat itu
sebetulnya adalah jawaban tergugat terhadap gugatan penggugat atas
perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan.
98
• Pasal 132a ayat (1) HIR menyatakan, tergugat dapat
mengajukan gugat balas (reconventie = rekonpensi) dalam
segala perkara. Pasal 132b ayat (1) menyatakan pula,
tergugat harus mengajukan gugat balas (rekonpensi)
bersama-sama dengan jawabannya, baik dengan tertulis
maupun lisan.
• Menurut Wirjono Prodjodikrp, dapat diperbolehkan
tergugat memajukan gugatan reconventie dalam dupliek,
oleh karena Pasal 132b HIR dan Pasal 158 RBG menyebut
jawaban tergugat begitu saja, dan dupliek adalah sebagian
dari jawaban itu. Jikalah soal jawab menjawab sudah
selesai dan hakim sudah mulai dengan pemeriksaan saksi-
saksi, tergugat baru tidak diperbolehkan lagi mengajukan
rekonvensi. (Wirjono Prodjodikoro)
99
• R. Subekti berpendapat lain, bahwa pendapat sementara sarjana hukum
Indonesia bahwa gugat balasan dapat diajukan sewaktu-waktu sebelum
pemeriksaan saksi dimulai, hanya dapat dibenarkan dalam rangka proses
secara lisan. Dalam acara tertulis seperti yang sekarang banyak dilakukan di
kota-kota besar, adalah sangat tidak adil untuk memperkenankan pihak
tergugat mengajukan gugat balasannya itu sewaktu-waktu sebelum
pemeriksaan saksi dimulai. Dalam hukum acara modern di mana proses
dilakukan secara tertulis pengajuan gugat balasan sewaktu-waktu sebelum
pemeriksaan saksi sesungguhnya sudah tidak lagi pada tempatnya, lebih-
lebih apabila pihak yang berperkara itu masing-masing telah mengajukan
pada seorang ahli hukum (advokat, pengacara). Apabila diperkenankan,
proses menjadi berlarut-larut, bolak-balik tidak karuan.
• Pengajuan gugat balasan merupakan suatu hak istimewa yang diberikan
oleh hukum acara kepada tergugat untuk mengajukan gugatannya
terhadap pihak penggugat secara bersama-sama dengan gugat asal. Suatu
hak istimewa oleh karena sesungguhnya pihak tergugat yang hendak
menggugat pihak penggugat asal, disebut pula penggugat dalam
rekonvensi, dapat pula menempuh jalan lain yaitu denga mengajukan
gugat baru tersendiri, terlepas dari gugat asal. 100
• Pada dasarnya gugat balasan dapat diajukan dalam tiap perkara,
pengecualiannya adalah dalam 3 hal sebagaimana disebut dalam
Pasal 132a HIR, ialah:
• Semula dalam perkara itu bukan bertindak untuk dirinya, sedang
gugat balas ditunjukkan kepada dirinya sendiri dan sebaliknya.
• Jika pengadilan negeri kepada siapa gugat balasan itu dimasukkan
tidak berwenang berhubungan dengan pokok perselisihan
memeriksa gugat balasan (wewenang mutlak).
• Dalam hal perselisihan tentang pelaksanaan putusan hakim.
misalnya hakim memerintahkan tergugat yang kalah supaya
menyerahkan sebidang tanah kepada penggugat. Kemudian tergugat
mengajukan rekonvensi supaya penggugat membayar hutangnya
yang dijamin dengan sawah tersebut. Hakim akan menolak
rekonvensi tersebut.
• Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugat balas,
maka dalam tingkat banding tidak dapat diajukan lagi. (Pasa; 132s
ayat (2) HIR/157 ayat (2) RBG). 101
• Gugatan konvensi dan rekonvensi diselesaikan sekaligus dan diputus
dalam satu surat putusan, kecuali kalau pengadilan berpendapat bahwa
perkara yang satu dapat diselesaikan lebih dahulu daripada yang lain;
dalam hal ini perkara yang dapat diperiksa dahulu boleh didahulukan,
tetapi gugatan semula dan gugat balas (rekonpensi) yang belum
diputuskan tetap diperiksa oleh hakim yang sama, sampai dijatuhkan
putusan terakhir. (Pasal 132b ayat (3) HIR/158 ayat (3) RBG).
• Gugat balas sangat berfaedah bagi kedua belah pihak yang bersengketa
karena:
• Menghemat ongkos perkara;
• Mempermudah pemeriksaan;
• Mempercepat penyelesaian sengketa;
• Menghindari putusan yang saling bertentangn. (R. Subekti,.
• Dalam Peradilan Tata Usaha Negara tidak diatur mengenai gugatan
rekonvensi ini, sehingga ini merupakan salah satu perbedaan antara
ketentuan yang berlaku di pengadilan negeri/ pengadilan agama dan
pengadilan tata usaha Negara.
102
 SITA JAMINAN
 
• Pada dasarnya diajukannya surat gugatan oleh penggugat
dimaksudkan untuk mendapatkan apa yang menjadi haknya
berdasarkan putusan hakim, dan dapat dilaksanakan., mengingat
dalam praktek ada putusan dalam perkara perdata yang telah berjalan
di tingkat pengadilan negeri,pengadilan tinggi (banding), dan
Mahkamah Agung (kasasi) serta Peninjauan kembali, tidak dapat
dilaksnakan, dikarenakan dalam surat gugatan tidak diminta
permohonan sita jaminan, sementara selama proses perkara
berlangsung tergugat telah mengalihkan seluruh harta kekayaannya.
Dan seandainyapun setelah putusan tersebut mempunyai kekuatan
hukum tetap, penggugat bermaksud memohon sita jaminan terhadap
harta kekayaan tergugat,tentu sudah tidak ada gunanya, karena
sudah tidak ada lagi hartanya, sehingga orang sering mengatakan
penggugat hanya menang di atas kertas. Jika terjadi keadaan seperti
ini tentu sangat merugikan penggugat, baik tenaga, waktu dan materi.
103
• Dimasukannya permohonan sita jaminan itu dalam surat
gugatan sangat penting, dengan alasan adanya
kekhawatiran tergugat akan menghindarkan dari tuntutan
penggugat, dengan menjual, menggadaikan,menyewakan
harta kekayaannya baik bergerak maupun tidak bergerak
kepada pihak lain, untuk menjamin pelaksanaan suatu
putusan dikemudian hari atas barang-barang milik
tergugat baik yang bergerak maupun tidak bergerak
(conservatoir beslag), termasuk benda bergerak milik
penggugat yang ada ditangan tergugat (revindicatoir
beslag), selama proses perkara berlangsung terlebih dulu
disita, sehingga dengan telah diletakan sita jaminan atas
barang-barang tersebut, maka tidak dapat dialihkan,
diperjual belikan kepada orang lain, karena jika dialihkan
berakibat batal demi hukum. 104
• Permohonan sita jaminan penting juga karena lembaga
pelaksanaan putusan terlebih dahulu (Uit Voerbaar bij
Voorraad),“kurang berfungsi.”
• Khusus untuk sita revindicatoir, jika dinyatakan sah dan
berharga, maka terhadap barang bergerak yang disita
tersebut, diperintahkan untuk diserahkan kepada
penggugat.
• Dengan adanya permohonan sita jaminan dalam surat
gugatan, apabila dalam putusan hakim, pihak penggugat
dimenangkan dan gugat dikabulkan, maka sita jaiminan
tersebut secara oomatis dinyatakan sah dan berharga,
kecuali dilakukan secara salah. Namun dalam hal pihak
penggugat yang dikalahkan, maka sita jaminan yang telah
diletakan akan diperintahkan untuk diangkat.
105
Didalam Hukum acara Perdata, macam sita jaminan, yaitu :
Sita Consevatoir (Conservatoir Beslag)
• Sita jaminan mengandung arti bahwa untuk menjamin
pelaksanaan suatu putusan dikemudian hari atas barang-
barang milik tergugat baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak selama proses perkara berlangsung
terlebih dahulu atau dengan kata lain bahwa terhadap
barang-barang yang sudah disita tidak dapat dialihkan,
diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada orang
lain. Ini adalah menyangkut Sita Conservatoir
(Conservatoir Beslag). Perkataan Conservatoir berasal
dari perkataan conserveren yang berarti menyimpan.
Makna perkataan converen beslag ialah untuk
menyimpan hak seseorang, ialah untuk menjaga agar
penggugat tidak durugikan oleh perbuatan tergugat. 106
• Mengenai Sita Conservatoir (Conservatoir Beslag) diatur
dalam Pasal 227 ayat (1) HIR :
• Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat
sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari
akal akan menggelapkan atau melarikan barang-
barangnya.
• Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan
orang yang kena sita artinya bukan milik penggugat.
• Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
• Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis.
• Sita Conservatoir (Conservatoir Beslag) dapat dilakukan
atau diletakan baik terhadap barang yang bergerak dan
yang tidak bergerak. 107
Sita Revindicatoir (Revindicatoir Beslag)
• Perkataan Revindicatoir berasal dari perkataan
revindiceer yang artinya mendapatkan, perkataan
Revindicatoir Beslag mengandung arti penyitaan
untuk mendapatkan hak kembali. Maksud
penyitaan ini adalah agar barang yang digugat itu
jangan sampai dihilangkan selama proses
berlangsung. Mengenai Revindicatoir Beslag
diatur dalam Pasal 226 HIR yaitu:
– Orang yang mempunyai barang tidak tetap, boleh
meminta dengan surat atau dengan lisan kepada Ketua
Pengadilan Negeri,
108
yang dalam daerah hukumnya orang yang memegang
barang itu berdiam atau tinggal supaya barang itu
disita.
– Barang yang disita harus diterangkan dengan nyata
dalam perminyaan itu.
– Kalau permintaan itu diluluskan, maka penyitaan
dilakukan menurut surat perintah ketua.
– Penyitaan itu dengan segera diberitahukan oleh
panitera pengadilan kepada orang yang diminta,
kepada siapa diterangkan juga bahkan ia harus
mengahadap persidangan pertama yang akan dating
dari pengadilan negeri untuk memajukan dan
neneguhkan gugatannya.

109
– Orang yang memegang barang yang disita itu,
hendaklah atas perintah ketua dipanggil untuk
mengahdap persidangan itu juga.
– Pada hari pemeriksaan perkara itu dilakukan secara
biasa dan diputuskan.
– Apabila gugatan diterima, maka penyitaan dipisahkan
dan diperintahkan bahwa barang yang disita itu
diserahkan kepada penggugat sedang kalau gugatan
ditolak maka diperintahkan supaya penyitaan dicabut.

110
• Dari ketentuan Pasal 226 HIR tersebut dapat diketahui
bahwa untuk dapat diletakkan sita revindicatoir ini
adalah:
• Harus berupa barang bergerak.
• Barang bergerak tersebut adalah merupakan barang milik
penggugat yang berada ditangan tergugat.
• Permintaannya harus diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri.
• Permintaan mana dapat diajukan secara lisan dan
tertulis.
• Barang tersebut harus diterangkan dengan seksama dan
terpirinci, misalnya sebuah mobil sedan merek holden
tahun 1974 Pol.No.D II-AA, warna biru.
111
• Karena sita revindicatoir hanyalah mengenai barang
bergerak, lagi pula barang tersebut dalam permohonan
harus disebut dengan seksama, maka yang menyangkut
barang tidak bergerak dan bergerak tidak dapat disebut
dengan seksama, terperinci harus dimohonkan itu sita
conservatoir dan bukan sita revindicatoir terletak pada
maksudnya yaitu:
• Untuk menjamin gugatan apabila dikemudian hari
ternyata dikabulkan.
• Dapat dinyatakan sah dan berharga apabila dilakukan
menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang dan
dalam hal gugatan dikabulkan.
• Dalam hal gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat
diterima, maka baik sita conservatoir dan bukan sita
revindicatoir akan diperintahkan untuk diangkat. 112
Sita Marital

• Sita marital dikenal dalam hukum acara barat dan diatur


dalam Pasal 823 a RV. Sita ini dimohonkan oleh isteri
terhadap barang-barang suaminya baik yang bergerak
maupun tidak bergerak sebagai jaminan untuk
memperoleh bagian sehubung dengan gugatan
perceraian agar supaya selama proses berlangsung
barang-barang tersebut jangan dihilangkan oleh suami.
Dalam hukum adat pensitaan yang dilakukan sehubungan
dengan telah terjadi perceraian adalah sita conservatoir.

113
• Pandbeslag suatu pengertian yang dikenal dalam hukum
acara barat Pandbeslag adalah semacam sita jaminan
yang dimohonkan oleh orang yang menyewakan rumah
atau tanah agar supaya diletakkan suatu sitaan terhadap
perabot rumah pihak penyewa atau tergugat guna
menjamin pembayaran uang sewa yang harus dibayar
(Pasal 751 RV). Dalam hukum acara perdata kita
mengenai hal tesebut dilakukan sita conservatoir.
• Hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam penyitaan:
• Dilarang juru sita melakukan penyitaan terhadap hewan
dan perkakas.
• Dilarang panitera atau juru sita melakukan penyitaan
yang melampaui jumlah tagihan.

114
• Dilarang meletakkan sita jaminan kepada barang milik
pihak ketiga.
• Dilarang panitera atau juru sita melakukan penyitaan
dibelakang meja.
• Larangan menyerahkan penyimpangan dan penjagaan
barang yang disita kepada penggugat.
• Larangan pemakaian uang yang disita.

115

  INTERVENSI

• Masuknya pihak ketiga dalam perkara yang sedang


berjalan:
1. Voeging;
2. Tussenkomst; dan
3. Vrijwaring.

116
•   Voeging, yaitu ikut sertanya pihak ketiga atas inisiatif
sendiri dalam pemeriksaan sengketa perdata untuk
membela salah satu pihak penggugat atau tergugat.

• Tussenkomst, yaitu ikut sertanya pihak ketiga atas


inisiatif sendiri dalam pemeriksaan sengketa perdata,
akan tetapi tidak memihak salah satu pihak, baik
penggugat atau tergugat, tetapi demi membela
kepentingannya sendiri.

• Vrijwaring atau penjaminan, yaitu ikut sertanya pihak


ketiga dalam pemeriksaan sengketa perdata karena
ditarik oleh salah satu pihak untuk ikut menanggungnya.
117
Agar
  pihak ketiga dapat diterima sebagai pihak melalui intervensi
secara voeging, maka setidaknya harus memenuhi syarat, sbb:

• Permintaan masuk sebagai pihak berisi tuntutan hak tertentu;


• Adanya kepentingan hukum langsung dari pihak ketiga yang ingin
dilindungi dengan mendukung salah satu pihak berperkara;
• Kepentingan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan pokok
perkara yang sedang diperiksa.

118
Kasus Tussenkomst
 
• Pihak ketiga yang ingin masuk sebagai pihak dalam perkara yang
sedang berlangsung harus memiliki hubungan yang erat dengan
pokok perkara
• Hubungan langsung di sini diartikan dalam konteks adanya
hubungan hukum antara pihak ketiga dengan para pihak
berperkara, atau karena objek perkara memiliki kaitan langsung
dengan kepentingan hukumnya yang perlu dilindungi

119
 
Kasus Vrijwaring
• Untuk membebaskan pihak yang menariknya (tergugat)
dari kemungkinan akibat putusan atas pokok perkara.
• Tergugat dalam jawaban atau dupliknya dapat
mengajukan permohonan kepada majelis hakim agar
pihak ketiga ditarik sebagai pihak dalam pemeriksaan
pokok perkara.

Karakteristik vrijwaring sebagai berikut:
• Esensinya merupakan penggabungan tuntutan;
• Salah satu pihak yang bersengketa, dalam hal ini
tergugat, menarik pihak ketiga ke dalam sengketa yang
sedang dihadapi;
120
•   Keikutsertaan pihak ketiga timbul karena paksaan, bukan
karena inisiatifnya sendiri.
• Intervensi juga dapat berlaku dalam kasus pengusaha
lalai atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya
kepada konsumen, karena kelalaian supplier bahan
mentah. Pengusaha tersebut dapat
menarik supplier dengan dasar vrijwaring pada perkara
perdata antara pengusaha dengan konsumen, agar dapat
turut bertanggung jawab atas kelalaian pengusaha.

  121
 KUMULASI GUGATAN
 
Hukum Acara Perdata Kumulasi gugatan dimungkinkan. kumulasi
tuntutan adalah dalam satu surat gugat terdapat lebih dari satu
tuntutan. Kumulasi gugatan diperkenankan, apabila :
a. Perkaranya dimungkinkan apabila ada hubungannya satu sama
lainnya  atau sebaliknya
b. Sepanjang masih dalam batas-batas tertentu, yaitu apabila
pihak penggugat atau para penggugat dan tergugat atau para
tergugat yang masih itu-itu juga, missal ABC mengajukan gugatan
tentang penguasaan tanah tanpa hak oleh D.E.F, bersamaan
dengan gugatan itu diajukan pula gugatan mengenai utang D.E.F
kepada A.B.C.yang dituangkan dalam perjanjian utang piutang
yang telah dibuat oleh mereka.
c. Apabila satu warisan diperebutan oleh banyak ahli waris,
karena yang diperubutkan oleh mereka adalah satu warisan.,
mengingat dalam gugatan mengenai warisan, penggugat harus
menggugat semua ahli waris sebagai piahk dalam perkara tersebut.
  122
Kumulasi
  gugatan yang tidak diperkenankan :
a. Melanggar tertib hukum (process orde), missal A seorang ayah
yang bertindak sebagai wali dari anaknya yang masih dibawah
umur, yang telah meminjamkan kendaraan kepada B, dan
mengajukan gugatan terhadap B, dan selain A meminta kembali
kendaraan tersebut, ia juga menggugat B mengenai pembayaran
hutangnya keada A pribadi. Dalam hal ini si (si ayah) bertindak
dalam dua kualitas, yaitu sebagai wali dari anaknya yang dibawah
umur dan selaku pribadi.
b. Perkara-perkara yang tidak memiliki koneksitas sati dengan yang
lainnya, dimana perkara itu masing-masing berdiri sendiri,
sehingga masing-masing tergugat harus digugat secara sendiri
pula.misal beberapa penggugat secara bersama-sama menggugat
beberapa tergugat dalam satu sura gugat, agar mereka membayar
hutang masing-masing, kepada masing-masing penggugat.
c. Gugatan mengenai perceraian tidak dapat digabungkan dengan
gugatan mengenai harta benda perkawinan. 123
 
Mengenai kumulasi gugatan ini, ada tiga bentuk, yaitu :
• Perbarengan (concursus, samenloop)
• Perbarengan dapat terjadi apabila penggugat mempunyai
beberapa tuntutan yang mengakibatkan satu hukum saja.Dan
apabila satu tuntutan sudah dipenuhi, maka yang lain secara
otomatis terpenuhi juga.
• Penggabungan Subyektif (Subyektiieve cumulatie)
• Dapat terjadi apabila penggugat lebih dari satu orang melawan
lebih dari satu orang tergugat atau sebaliknya.Bisa juga beberapa
penggugat melawan beberapa tergugat atau sebaliknya.
• Dibolehkan juga penggugat untuk mengajukan gugatan ke
beberapa tergugat, dengan ketentuan tuntutan penggugat itu
harus ada kaitannya satu dengan yang lainnya.
• Penggabungan obyektif (Obyektieve cumulatie).

124
•   Penggabungan objektif adalah apabila penggugat mengajukan
lebih dari satu objek gugatan dalam satu perkara sekaligus.
Penggabungan yang ada kaitannya satu dengan yang lainnya ini
tidak bertentangan dengan undang-undang.
• Penggabungan Perkara.
• Apqbila pada satu pengadilan ada 23 perkara yang satu sama lain
saling berhubungan. Lebih-lenih apabola k3edua perkara
tersebut berlangsung antara penggugat dan tergugat yang sama.,
maka salah satu pihak atau atau kesuanya dapat mengajukan
permo0honan kepada majelis agar kedua perkara tersebut
digabungkan.

125
Permohonan
  penggabungan itu apabila diajukan oleh penggugat
harus diajukam dalam surat gugat yang kedua atau gugat yang
berikutnya. Se4dangkan apabila apabila diajukan oleh tergugat,
maka hal itu harus diajukan bersama-sama dengan jawaban
pertama. Jika permohonan dikanulkan maka perkara yang baru
itu akan diserahkan kepada Majelis yang memeriksa perkara
yang pertama untuk digabungkan.. ini diatur dalam pasal 134 dan
135 RV (disebut Vo0eging Van Zaken) Untuk menggabungkan
perkara tersebut dijatuhkan putusan sela uang disebut putusan
insidentil.



126
 
PEMBUKTIAN
•Merupakan suatu upaya untuk meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil-dalil gugatan/bantahan dalil gugatan yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan di persidangan.
Pembuktian dalam hukum acara perdata ada 2 macam:
1. hukum pembuktian materiil
Hukum pembuktian materiil mengatur tentang dapat atau tidak
diterimanya alat-alat bukti tertentu di persidangan serta mengatur
tentang kekuatan pembuktian suatu alat bukti
2. hukum pembuktian formil.
Hukum pembuktian formil mengatur tentang cara menerapkan alat
bukti. Hal-hal yang harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara
adalah peristiwanya atau kejadian-kejadian yang menjadi pokok
sengketa, bukan hukumnya, sebab yang menentukan hukumnya
adalah Hakim.
127
Dari peristiwa yang harus dibuktikan adalah kebenarannya,
kebenaran yang harus dicari dalam hukum acara perdata adalah
kebenaran formil, sedangkan dalam hukum acara pidana adalah
kebenaran materiil.
Upaya mencari kebenaran formil, berarti hakim hanya
mengabulkan apa yang digugat serta dilarang mengabulkan
lebih dari yang dimintakan dalam petitum (vide-pasal 178
HIR/189 ayat (3) RBG).
Hakim hanya cukup membuktikan dengan memutus
berdasarkan bukti yang cukup. Dalam memeriksa suatu perkara
perdata hakim setidaknya harus melakukan tiga tindakan secara
bertahap yakni: 
mengkonstantir yakni melihat benar tidaknya peristiwa yang
diajukan sebagai dasar gugatan, mengkualifisir peristiwa,
mengkonstituir yakni memberi hukumnya.
128
 TUJUAN PEMBUKTIAN : Untuk memenangkan perkara

BEBAN PEMBUKTIAN
Pasal 163 HIR barang siapa mengemukakan suatu hak atau barang
atau membantah hak orang lain, wajib membuktikan

MACAM-MACAM ALAT BUKTI


Pasal 164 HIR :
1. Surat, terdiri dari Surat biasa, Akta dibawah tangan dan Akta
Otentik
2. Saksi dan Saksi Ahli
3. Pengakuan didalam sidang dan Pengakuan diluar sidang
4. Persangkaan Hakim dan UU
5. Sumpah terdiri dari :
- Sumpah Penaksir, Sumpah Penambah dan Sumpah Pemutus
129
Bukti lainnya:
1. Pengetahuan Hakim dan Bukti Elektronik

Catatan :
Unus Testis Nullus Testis:
Tesmonium de auditu

130
 PUTUSAN
Tugas Hakim
1. Memimpin sidang
2. Memberikan putusan, mengenai menang kalahnya Penggugat
atau Tergugat

2 (dua) macam Putusan


3. Putusan akhir
4. Putusan sela, terdiri dari:
a. Putusan Reparator
b. Putusan Insidentil
c. Putusan Provisionil

131
SISTEMATIKA ISI PUTUSA (PUTUSAN HAKIM)
1. Putusan
2. Nomor
3. Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
4. Identitas para pihak
5. Tentang duduknya perkara, yang berisi: gugatan dan
jawaban
6. Pertimbangan terhadap dalil-dalil gugatan penggugat dan
jawaban tergugat, replik penggugat, dan duplik tergugat,
dan menimbang bukti-bukti yang diajukan oleh
penggugat dan tergugat, dan para saksi penggugat dan
tergugat serta kesimpulan penggugat dan tergugat
7. Pertimbangan hukumnya dengan menganalisa dalil-dalil
gugatan penggugat, dan dalil-dalil jawaban tergugat. 132
dan berkesimpulan menurut hukum siapa yang menang
dan yang kalah dari penggugat atau tergugat.
8. Memperhatikan ketentuan dari UU
9. Mengadili
10. Demikian diputus dalam rapat permusyawaratan, dan
diucapkan putusan pada tanggal …. oleh ketua majelis
dan hakim anggota, panitera pengganti, dan dihadiri
oleh penggugat dan tergugat, tanda tangan hakim
ketua / hakim anggota dan panitera pengganti

133
UPAYA HUKUM
1. Pengertian upaya hukum
2. Duamacam upaya hukum :
a. Upaya hukum biasa
b. Upaya hukum luar biasa

134
  Pengertian Upaya Hukum

Di dalam praktik ketiga penggugat dan tergugat


menerima putusan pastinya salah satu pihak atau
pihak lainnya tidak puas atas putusan yang
dikeluarkan oleh hakim. dalam hukum acara
perdata diberika suatu hak untuk mengajukan
upaya hukum atau ketidakpuasan atas putusan
yang dikeluarkan tersebut.

135
• Upaya hukum dalam upaya perkara perdata adalah upaya
yang diberikan kepada seseorang dalam rangka melawan
putusan hakim atau bisa dikatakan upaya yang diberikan
oleh undang-undang kepada seseorang atau badan
hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim
seperti diketahui bahwa hakim juga manusia yang tidak
luput membuat suatu kesalahan atau kekhilafan dalam
membuat putusan, bahkan bisa juga hakim membuat
suatu keputusan yang jelas memihak, sehingga
merugikan pihak lainnya. Karena itu demi keadilan dan
kebenaran setiap putusan hakim dapat dimintakan untuk
diperiksa ulang, agar jika terjadi kekeliruan atau
kekhilafan, jika hal ini terjadi dapat diperbaiki.
Keseluruhan proses inilah yang disebut Upaya Hukum.
136
MACAM-MACAM UPAYA HUKUM, dikenal 2 macam :

1.Upaya hukum biasa adalah


Perlawanan terhadap putusan verzet, banding dan kasasi. Upaya hukum ini
pada umumnya menangguhkan atau melaksanakan putusan untuk
sementara, kecuali terhadap putusan yang dijatuhkan berdasarkan Pasal
180 HIR (putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu) berlakunya terbuat
untuk semua putusan dengan syarat batas waktu yang ditentukan undang-
undang belum terlampaui. Wewenang untuk menggunakan upaya hukum
ini hapus dengan telah diterimanya putusan oleh para pihak.

2.Upaya hukum luar biasa, adalah


Perlawanan pihak ketiga (derdan verzet) dan peninjauan kembali. Upaya
hukum ini istimewa sifatnya dan tidak menghentikan pelaksanaan putusan.
Suatu putusan yang sudah mempunyai hukum pasti merupakan putusan
yang susah di rubah lagi. Maka upaya hukum biasa tidak dapat digunakan
lagi. Upaya hukum luar biasa ini hanyalah diperbolehkan dalam hal tertentu
seperti yang ditentukan undang-undang.
137
UPAYA PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

• Upaya hukum ini disediakan bagi pihak tergugat yang


dikalahkan karena putusan dijatuhkan diluar atau tanpa
hadirnya tergugat (Pasal 125 ayat (3) jo. 128 HIR), upaya
hukum diajukan dalam waktu 14 hari setelah putusan
diterima (secara patut) oleh tergugat sendiri. Namun
apabila tergugat terdiri dari satu orang dan yang tidak
hadir dalam persidangan hanya satu orang tergugat saja
maka upaya yang dapat ditempuh adalah banding.
 

138
BANDING
• Lembaga upaya hukum banding diadakan oleh pembuat
undang-undang dengan kesadaran bahwa putusan
pengadilan pada tingkat pertama belum tentu benar,
karena itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang oleh
pengadilan tinggi.
• Upaya banding adalah suatu upaya hukum yang diajukan
oleh para pihak yang tidak puas dengan keputusan yang
dikeluarkan oleh hakim atas perkara yang diperiksa.
Lazimnya yang mengajukan banding adalah pihak yang
kalah. Dalan perkara banding ini ada istilah pembanding
bagi yang mengajukan banding dan terbanding sebagai
lawan yang mengajukan banding.

139
 
Pernyataan banding ini harus dilakukan dalam waktu 14
hari terhitung mulai sehari sesudah tanggal putusan
hakim (Pasal 7 UU No.20 1947. 1999 RBG), atau
diberitahukan putusan kepada pihak yang bersangkutan.

Pihak yang mengajukan banding (pembanding) harus


mengajukan memori banding yang kemudian ditanggapi
oleh pihak lawan atau terbanding dengan mengirim
kontra memori banding. Pengiriman pengiriman banding
dan kontra memori banding ditujukan kepada ketua
pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang
memutus perkara yang bersangkutan

140
  Perlu diketahui bahwa memori dan kontra memori
banding misalnya pihak penggugat yang mengajukan
banding, maka ia menyebut dirinya sebagai pembanding
semula penggugat dan lawannya disebut terbanding
semula tergugat, bila yang mengajukan banding pihak
tergugat maka dirinya sebagai pembanding semula
tergugat dan lawannya disebut terbanding semula
penggugat. Dengan adanya banding tersebut pengadilan
tinggi mengadakan sidang yang dilakukan oleh majelis
hakim. sidang tingkat banding disebut tingkat dua, karena
cara pemeriksaannya sama dengan sidang pemeriksaan
tingkat pertama di pengadilan negeri. Disini yang
diperiksa pokok perkaranya, putusan pengadilan tinggi
dapat berupa menguat putusan pengadilan negeri,
membatalkan, menjatuhkan putusan sendiri.
141
Beberapa hal yang diperhatikan dalam mengajukan banding:

• Permohonan banding diajukan kepada panitera


pengadilan yang mengajukan putusan;
• Permohonan banding dalam waktu 14 hari setelah
diterimanya putusan pengadilan negeri. Jika tenggang
waktu itu dilewatkan atau belum dinyatakan banding
panitera pengadilan negeri tidak dapat menolak karena
yang berhak menolak pengadilan tinggi;
• Pihak yang dapat mengajukan banding selain yang
bersangkutan juga orang lain yang diberi kuasa;
• Perubahan dan penambahan diperbolehkan, mengingat
pemeriksaan banding adalah pemeriksaan yang diulang;

142
• Putusan yang cepat dimintakan banding adalah putusan akhir
pengadilan tingkat akhir (Pasal 8 UU No. 20 tahun 1947 tentang
Peradilan Umum di Jawa dan Madura). Putusan sela tidak dapat
dimintakan banding tanpa putusan akhir .
• Putusan sela: putusan yang dilakukan bila ada eksepsi atau
sebelum ada putusan dari pokok pertama bisa dilakukan banding
bersamaan putusan akhir;
• Hakim pengadilan tinggi tidak boleh memutus lebih dari yang
dituntut atau memasukkan hal-hal yang tidak dituntut dalam
pengertian bahwa hakim pengadilan negeri pertama sepanjang
tidak dibantah pada tingkat banding.

143
KASASI
• Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan
wewenang dari mahkamah agung untuk memeriksa
kembali putusan terdahulu, merupakan peradilan
terakhir.
• Permohonan kasasi dilakukan dalam waktu 14 hari
setelah putusan dibacakan dan atau diberitahukan dalam
hal mana putusan tersebut diucapkan diluar hadirnya
salah satu pihak. Permohonan kasasi dilakukan
dihadapan panitera pengadilan negeri dengan pemohon
kasasi membayar biaya kasasi dalam SKUM dan lalu
dibuatkan akta pernyataan kasasi dan dicatat dalam
register kasasi dalam perkara perdata dan akta ini akan
diberitahukan kepada lawannya dalam waktu 7 hari.
144
* Dalam mengajukan kasasi, maka pemohon kasasi harus
mengajukan kasasinya dalam waktu 14 hari setelah
pertanyaan dikepaniteraan pengadilan negeri dimana
tanda penerimaan memori kasasi tersebut dicatat dalam
surat keterangan panitera yang ditandatangani olehnya.

* Dalam mengajukan kasasi pemohon wajib menyerahkan


memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah
menyatakan kasasi dan dalam tenggang waktu 30 hari
panitera pengadilan menyampaikan pada pihak lawan
(Pasal 46 dan Pasal 47 UU No. 14 tahun 1985) walaupun
telah menyatakan kasasi,

145
pemohon
  kasasi wajib menyampaikan risalah atau memori kasasi.
Dokumen ini harus dibuat dengan membuat keberatan-keberatan
atau alasan kasasi yang berhubungan dengan pokok perkara dan
keberatan-keberatan lagi dengan keputusan pengadilan negeri dan
pengadilan tinggi.
.

146
Alasan mengajukan kasasi berdasarkan Pasal 30 UU Mahkamah Agung:

• Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;


• Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
• Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
• Putusan dan penetapan pengadilan yang lebih rendah dapat dibatalkan
oleh putusan kasasi Mahkamah Agung dikarenakan:
• Karena ia lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan tersebut;
• Apabila dalam putusan tidak memuat kalimat kepala putusan “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa”;
• Melampaui batas kewenangannya apabila yang dilanggar wewenang
pengadilan secara absolut;
147
Salah menerapkan atau melanggar peraturan-peraturan
 
hukum yang berlaku. Hal ini yang sering terjadi dalam
praktek. Pengertian salah menerapkan hukum banyak
terjadi karena perkembangan hukum meningkat
sedangkan buku-buku terutama buku yurisprudensi masih
jarang diterbitkan.
Sebagai gambaran yang jelas mengenai putusan yang
bertentang dengan hukum apabila peraturan hukum tidak
dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya
dan pemeriksaan perkara tidak dilaksanakan menurut
hukum acara yang berlaku. Selanjutnya menurut Undang-
Undang Nomor 13 tahun 1965 menyebutkan bahwa
permohonan kasasi oleh pihak yang bersangkutan atau
oleh pihak ketiga yang dirugikan hanya dapat diterima
apabila upaya-upaya hukum biasa telah dipergunakan148
• Tentang waktu pengajuan permohonan kasasi adalah 3 minggu
bagi daerah Jawa dan Madura dan 6 minggu bagi daerah Luar
Jawa dan Madura. Mengenai permohonan pencabutan kembali
kasasi adalah beda dengan tata cara pencabutan dalam tingkat
banding. Dalam pemeriksaan banding dapat sewaktu-waktu
dicabut kembali selama perkara belum diputus oleh pengadilan
tinggi, sedangkan pencabutan dalam kasasi hanya
diperkenankan untuk dicabut apabila berkas tersebut masih ada
pada pengadilan negeri yang bersangkutan.
• Berbeda dengan alasan dalam tingkat pemeriksaan banding,
maka permohonan kasasi mutlak disertai dengan memori
kasasi yang ini merupakan syarat formal sedangkan pihak
lawan dapat melakukan kontra memori kasasi. Tenggang
waktu diajukan memori kasasi adalah14 hari terhitung mulai
hari diterimanya permohonan kasasi.
149
PENINJAUAN KEMBALI ( PK).
• Peninjauan kembali adalah suatu upaya agar putusan pengadilan baik
dalam tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung
yang telah berkekuatan huku tetap (inkrach van gewiysde) mentah
kembali. Sedang menurut Sudikno Mertokusumo peninjauan kembali
adalah upaya hukum terhadap putusan akhir dan putusan yang dijatuhkan
diluar hadirnya tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka
kemungkinan untuk mengajukan perlawanan. Istilah peninjauan kembali
ini dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo.
Undang-Undang Nomr 35 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Dalam RV yang disebut reguest
civil (Pasal 385-401). Dalam mahkamah agung sendiri yang mengatur
tentang peninjauan kembali diatur dalam Pasal 66-67. Pada prinsipnya
peninjauan kembali ini tidak menangguhkan eksekusi dan peninjauan
kembali ini harus diajukan oleh ahli waris seorang wakilnya yang secara
khusus dikuasakan untuk itu. Permohonan pengajuan peninjauan kembali
diajukan pemohon kepada mahkamah agung melalui ketua pengadilan
negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan membayar
biaya perkara. 150
Alasan mengajukan peninjauan kembali (PK):

• Apabila putusan didasarkan atas suatu kebohongan atau tipu


muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus
atau didasarkan pada bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu;
• Apabila setelah perkara diputus ditemukan bukti baru (Novum).
Mengenai tenggang waktu PK dalam hal ini 180 hari semenjak
ditemukan novum dimana hari tanggal novum dibuat dibawah
sumpah serta disahkan oleh yang berwenang;
1. Apabila dikabulkan mengenai:
2. Suatu hal yang tidak dituntut;
• Lebih daripada yang dituntut.
• Mengenai tenggang waktu 180 hari terhitung sejak putusan
inkrah dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
151
• Apabila mengenai sebagian dari tuntutan belum diputus
tanpa pertimbangan sebab-sebabnya. Mengenai tenggang
waktu 180 hari terhitung sejak putusan inkrah dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara;
• Putusan bertentangan dengan satu yang lainnya, dalam hal
ini ada beberapa hal:
1. Pihak-pihak yang sama;
2. Mengenai soal yang sama;
3. Atas dasar yang sama;
4. Oleh pengadilan yang sama;
5. Sama tingkatannya.
• Apabila dalam putusan terdapat:
• Kekhilafan hakim;
• Suatu kekeliruan yang nyata. 152
DERDEN VERZET

• Dasar hukum mengenai verzet tidak diatur dalam HIR tapi


dalam Pasal 378 dan 379 RV. Derden verzet adalah suatu
perlawanan terhadap putusan yang dilakukan oleh pihak
ketiga yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkara
akan tetapi karena merugikan pihaknya dalam melakukan
perlawanan jenis ini yang perlu diperhatikan adalah
kemampuan untuk membuktikan bahwa barang yang
disita itu adalah milik dari pelawan.

153
PERLAWANAN PIHAK KETIGA

• Berbeda dengan upaya hukum biasa, mengenai upaya hukum luar biaya, pada
dasarnya tidak menangguhkan eksekusi. Upaya hukum luar biasa, selain
peninjauan kembali, adalah perlawanan pihak ketiga terhadap sita
eksekutorial.
• Jadi meskipun di ajukan perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial,
maka eksekusi berjalan terus, hal mana dapat dibaca dari ketentuan pasal 207
ayat 3 HIR.
• Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial baru akan menangguhkan
eksekusi ybs, apabila terlihat perlawanan tsb beralasan, missal: perlawanan
berdasarkan bukti BPKB mobil / Sertifikat Tanah, yang tertulis atas nama
pihak ketiga.
• Perlawanan pihak ketiga diajukan oleh orang yang semula bukan merupakan
pihak dalam perkara ybs. Akan tetapi oleh karena ia adalah pemilik barang
yang akan di lelang atau diserahkan kepada penggugat, karena barang tsb
miliknya bukan milik tergugat, maka ia mengajukan perlawanan. Yang harus
dibuktikan oleh pihak ketiga tsb adalah barang tsb miliknya, jika ia dapat
membuktikan maka sita akan diperintahkan untuk diangkat 154
•Di samping perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial , dikenal
perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan (Conservatoir beslag,
revindicatoir besalg, (namun bukan uapaya hukum luar biasa).
•Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial diatur dalam Pasal
208 juncto
•Pasal 207 H.I.R.sedangkan perlawanan pihak ketiga terhadap sita
jaminan tidak diatur dalam H.I.R., namun dalam praktek slalu dapat
diajukan.
•Perlawanan pihak ketiga harus benar-benar mempunyai kepentingan
untuk meminta diangkatnya sita tersebut, karena sita tersebut sangat
merugikan haknya.
•Da;am perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan dan sita
eksekutorial harus berdasarkan alasan bahwa barangnya adalah miliknya
pihak ketiga. Pihak ketiga ini disebut Pelawan atau Pembantah,
sedangkan penggugat semula yangmeminta sita disebut terlawan
penyita, dan tergugat semula disebut terlawan tersita.

155
Apabila ada banyak penggugat mereka kesemuanya disebut
para terlawan penyita atau terlawan penyita I, II, dst…
Demikian pula apabila banyak tergugat, misalnya: sawah
disita dari tergugat 1, dan kolam disita dari tergugat II,
mereka dalam perkara perlawan disebut Terlawan tersita
I, dan terlawan tersita II, sedang bagi turut tergugat
apabila ada disebut terlawan, karena barangnya tidak
disita.
Perlawan disebut juga bantahan atau derden verzet, atau
verzet door derden. Apabila pihak ketiga dalam
perlawanan dapat membuktikan sebagai pemilik barang,
maka hakim akan memerintahkan untuk diangkat, namun
bila tidak bisa membuktikan maka sita akan tetap
dipertahankan terhadap barang tsb.
156
• Jika perlawanan pihak ketiga itu dibenarkan, maka amar
putusan akan menyatakan:
-Menyatakan bahwa pelawan adalah pelawan yang benar
/ tidak jujur.
-Memerintahkan untuk mengangkat kembali sita jaminan
(sita eksekutorial) yang telah diletakkan atas sebidang
tanah berikut bangunan rumah milik pelawan . . .
• Apabila perlawanan pelawan ditolak, maka amar putusan
berbunyi:
• -Menyatakan bahwa pelawan adalah pelawan yang tidak
benar
• Mempertahankan sita jaminan yang dilakukan oleh juru
sita . . .
157
• Perlawan pihak ketiga yang diajukan oleh istri tergugat semula atas
dasar bahwa barang yang disita untuk pembayaran utang suaminya,
merupakan barang gono gini milik pelawan dengan terlawan tersita,
tidak dapat dibenarkan dan akan ditolak, mengingat istri
bertanggung jawab terhadap utang suami.
• Perlawanan dengan alasan dalam perjanjian jika hutang tidak
dibayar maka tanah menjadi milik pelawan, tidak dapat diajukan
perlawanan pihak ketiga. Mengingat beralihnya tanah harus
berdasarkan akta jual beli dihadapan notaries PPAT.
• Pemegang gadai bukanlah pemilik sehingga tidak dibenarkan
mengajukan perlawanan pihak ketiga. Demikian juga pemegang
hipotik, kredit verband tidak berhak pula untuk mengajukan
perlawanan pihak ke.tiga
• Pihak ketiga yang mengajukan perlawanan pihak ketiga bila
dikalahkan di tingkat Pengadilan Negeri dapat mengajukan banding
dan terhadap putusan Pengadilan Tinggi dapat diajukan Kasasi.
158
EKSEKUSI (PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM)

• Eksekusi adalah hal menjalankan putusan Pengadilan yang sudah


mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pada azasnya suatu
putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti
yang dapat dijalankan. Semua putusan pengadilan mempunyai
kekuatan eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan secara
paksa oleh alat-alat Negara.
• Adanya kekuatan eksekutorial pada putusan adalah karena
kepalanya berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Akan tetapi tidak semua putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap memerlukan pelaksanaan secara paksa oleh
alat Negara, tetapi hanya putusan pengadilan yang diktumnya
bersifat Condemnatoir. Sedang putusan yang bersifat deklaratoir
dan konstitutif tidak memerlukan alat Negara untuk melaksanakan
karena putusan itu tidak memuat adanya hak atas suatu prestasi”.
159
• Pengecualiannya adalah; apabila suatu putusan dijatuhkan
dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu
sesuai dengan pasal 180 HIR. Perlu juga dikemukakan,
bahwa tidak semua putusan yang sudah mempunyai
kekuatan pasti harus dijalankan. Karena yang perlu
dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat
condemnatoir yaitu yang mengandung perintah kepada
pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
• Cara melaksanakan putusan hakim diatur dalam pasal
195-208 HIR. Sehubungan dengan hal ini dikemukakan
bahwa pasal 209-222 HIR sesungguhnya juga mengatur
perihal cara pelaksanaan putusan.

160
ASAS DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI.
Dalam pelaksanaan putusan (eksekusi) dikenal beberapa asas yang
harus dipegang oleh pihak Pengadilan yaitu :
a.Putusan pengadilan harus mempunyai kekuatan hokum tetap,
maksudnya putusan ini tidak ada upaya hokum lain baik tingkat
banding dan kasasi. Pengecualian atas asas hokum ini adalah :
1.Pelaksanaan putusan Uit Voerbaar bij voorraad sesuai dengan
pasal 191 ayat 1 Rbg dan pasal 180 ayat 2.
2.Pelaksanaan putusan provisi sesuai pasal 191 ayat 1 Rbg, dan
pasal 180 ayat 1, dan pasal 54 Rv
3.Pelaksanaan putusan perdamaian sesuai dengan pasal 130
ayat 2 HIR, pasal 154 ayat 2 Rbg.
b. Eksekusi berdasarkan Grose akta sesuai dengan pasal 2245
HIR, dan pasal 295 Rbg.
c.Putusan tidak dijalankan secara sukarela
161
Ada 2 cara menyelesaikan pelaksanaan putusan berdasarkan
pasal 196 HIR, pasal 207 Rbg, yaitu :
• secara suka rela
• secara paksa dengan bantuan pihak kepolisian pasal 200 ayat
1 HIR.
• Putusan mengandung amar Condemnatoir, putusan ini
lahir dari perkara yang bersifat contensius dengan proses
pemeriksaan yang bersifat contradiktoir.
• Eksekusi dibawah pimpinan Ketua Pengadilan,
Pengadilan yang berwenang melakukan eksekusi adalah
Pengadilan yang memutus perkara tsb.sesuai dengan
kompetensi relatifnya (pasal 195 ayat 1 HIR, pasal 206
ayat 1 Rbg.Pengadilan banding tidak mempunyai hak
untuk melakukan eksekusi atau melaksanakan putusan.
162
MACAM – MACAM EKSEKUSI, Ada 3 macam eksekusi yaitu :
• Eksekusi sebagaimana yang diatur dalam pasal 196 HIR dan seterusnya, dimana
seorang dihukum untuk membayar sejumlah uang.
• Eksekusi sebagaimana yang diatur dalam pasal 225 HIR dimana seseorang
dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan.
• Eksekusi Riil yang dalam praktek banyak dilakukan, akan tetapi tidak diatur
dalam HIR.

Di dalam melakukan eksekusi sering kali mengalami hambatan dan kendala.


Adapun kendala dan hambatan itu adalah:
1. Adanya putusan hakim non executable yaitu hambatan ditemukan karena dictum
putusan tidak jelas untuk dilaksanakan;
2. Putusan hakim telah executable tetapi ada perlawanan atau verzet;
3.Putusan serta merta (Uitvoorbaar bij vooraad), pada dasarnya putusan ini daopat
dilaksanakan walaupun ada perlawanan baik verzet, banding dan kasasi, namun
dalam praktik tidak dapat dilaksanakan, karena adanya Surat Edaran yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 1978 tanggal 1 April 1978,
kecuali telah mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua
Mahkamah Agung.
163
Uitvoerbaar Bij Voorraad
 
• Putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu daiatur dalam
Pasal 54 dan pasal 55 RV, Pasal 180 ayat (1) dan Pasal 191
ayat(1) R.Bg.
• Ketentuan pasal 54 RV menyatakan antara lain bahwa
Pelaksanaan putusan terlebih dahulu meskipun ada banding
atau perlawanan akan diperintahkan bila memenuhi salah satu
syarat :
• 1. Putusan didasarkan atas akta autentik:
• 2. Putusan didasarkan adanya akta dibawah tangan yang
diakui.
• 3. Ada putusan lain yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap,yang dapat dilawan atau disbanding lagi yang
berhubungan dengan perkara yang diperiksa. 164
• Pasal 55 RV menyatakan antara lain pelaksanaan terlebih dahulu
dari putusan-putusan meskipun ada banding atau perlawanan dapat
diperintahkan dengan atau tanpa jaminan dalam hal, antara lai hak
milik.
• Untuk daapat mengabulkan putusan dengan ketentuan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu walaupun diajukan perlawanan atau
banding sebagaimana ditentukan dalam pasal 180 ayat (1) H.I.R. dan
Pasal 191 ayat (1) Rechtsreglement Buitengewesten, syarat-syaratnya
adalah :
1. Adanya surat autentik atau tulisan tangan yang menurut undang-
undang mempunyai kekuatan bukti.
2. Ada putusan yang sudah memperoleh kekuatan hukum yang
pasti (inkrach van gewijsde) sebelumnya yang menguntungkan
pihak penggugat dan ada hubungannya dengan gugatan yang
bersangkutan.
• 3. Ada gugatan provisonil yang dikabulkan
• 4. Dalam sengketa mengenai bezitrecht. 165
• Kata dapat disini diserahkan kepada kebijaksanaan hakim untuk memberi
perintah putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu walau ada banding atau
perlawanan dengan atau tanpa jaminan.
• Namun putusan dengan“Uitvoerbaar bij voorraad”, oleh Hakim pengadilan
Negeri harus dilaksanakan dengan hati-hati,karena jika dilaksanakan secara
keliru, maka dapat membawa kerugian kepada tergugat.
• Meskipun lembaga Uitvoerbaar bij voorraad masih dipertahankan, dalam
beberapa Surat Edaran mahkamah Agung, terdapat perintah ,antara lain
dinyatakan bahwa Pengadilan negeri jika hendak melaksanakan putusan
dengan “Uitvoerbaar bij voorraad” harus mendapat persetujuan dari
Mahkamah Agung dan keputusan uitvoerbaar bij voorraad yang dijatuhkan
hakim Pengadilan negeri tersebut, dalam waktu 2 minggu setelah diucapkan
putusan tersebut, pengadilan negeri harus mengirimkan salinan putusannya
ke Pengadilan tinggi dan tembusannya ke Mahkamah Agung , bahkan
Pengadilan tinggi dapat menunda pelaksanaanya .
• Oleh karena itu putusan dengan “Uitvoerbaar Bij Voorraad”, dalam praktek-
nya jarang dikabulkan oleh pengadilan, karena prosedurnya memberatkan
bagi Hakim .
166
Kedaluwarsa / Lewat Waktu

•  Daluwarsa (verjaring) menurut Pasal 1946 KUH


Perdata adalah suatu alat untuk memperoleh
sesuatu atau untuk membebaskan diri dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu
dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang.

167
Daluwarsa dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1. Daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu
barang (acquisitive prescription).
Ketentuan dalam Pasal 1963 KUH Perdata mengatur
mengenai  kedaluwarsaan untuk memperoleh hak milik
atas suatu barang dapat dilakukan jika terpenuhi beberapa
unsur-unsur sebagai berikut:
Mempunyai itikad baik (Pasal 1965 dan Pasal 1966 KUH
Perdata);
- Terdapat alas hak yang sah;
- Menguasai barang tersebut terus menerus selama 20
tahun atau 30 tahun tanpa ada yang menggugat.

168
Contoh kedaluwarsa, Pasal 1963 KUHPerdata:

“Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu


barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain
yang tidak harus dibayar atas tunjuk dengan suatu bezit
selama duapuluh tahun, memperoleh hak milik atasnya
dengan jalan lewat waktu. Seseorang yang dengan itikad
baik menguasai sesuatu selama tigapuluh tahun
memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk
menunjukkan atas haknya”

(acquisitieve verjaring, diperolehnya hak milik atas dasar


hukum lampaunya waktu)
169
2. Daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu
perikatan atau dibebaskan dari tuntutan
(extinctive prescription).

• Dalam  Pasal 1967 KUH Perdata ditentukan


bahwa segala tuntutan baik yang bersifat
kebendaan maupun yang bersifat perorangan
hapus karena daluwarsa itu tidak usah
menunjukkan alas hak.

170
Dalam buku keempat BW antara lain diatur tentang
kedaluwarsa: ada 2 (dua) macam kedaluwarsa :
• Yang menyebabkan seseorang dibebaskan dari
suatu kewajiban atau yang menyebabkan hak
menentu seseorang menjadi gugur. Dalam bahsa
Latinnya disebut Praescriptio, bahasa Belanda
disebut Ex tinctieve verjaring.
• Yang menyebabkan seseorang memperoleh suatu
hak tertentu. Kedaluwarsa ini mengharuskan
adanya itikad baik dari orang yang akan
memperoleh hak tersebut. Bahasa Latinnya disebut
Usucapio, bahasa Belanda Ac quisitieve verjaring.
171
• Perihal Praescriptio diatur dalam staadsblad (stbl 1832 Nomor 41)
mengatur perihal kadaluwarsa utang-piutang, pasal 835 BW mengatur
perihal kadaluwarsa hak untuk menggugat suatu warisan. Buku keempat
bab ketujuh bagian ketiga BW. Tentang Usucapio diatur dalam buku
keempat bab ketujuh bagian kedua BW.
• Kadaluwarsa adalah semacam upaya hukum sehingga tentang adanya
kadaluwarsa harus dikemukakan oleh pihak lawan dalam jawabannya.
Apabila hal ini tidak dikemukakan maka kadaluwarsa secara otomatis
tidak berlaku dengan kata lain hakim harus tinggal diam, dan hakim tidak
diperkenankan menyatakan bahwa persoalan tersebut atau hak untuk
menuntut telah kadaluwarsa.
• Apabila dikemukakan eksepsi bahwa hak untuk menuntut telah
kadaluwarsa, dan alasan tersebut ternyata berdasar maka gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima namun jika eksepsi tersebut tidak
berdasar maka eksepsi ditolak dan mengenai pokok perkara akan diputus.
Dalam hal yang pertama putusan yang akan dijatuhkan adalah putusan
akhir, sedangkan dalam hal yang kedua dijatuhkan berupa putusan sela.
172
• Dalam hukum adat tidak dikenal kadaluwarsa dalam arti
hukum barat yang dasarnya adalah lampaunya waktu
tertentu ialah 2,5 atau 20 tahun lalu timbul kadaluwarsa
melainkan pengaruh lampau waktu menyebabkan dalil
menjadi dasar gugat suatu perkara sudah tidak dapat
dibuktikan lagi karen saksi-saksinya telah wafat jikapun
mereka masih hidup mereka sudah jompo atau pikun
sehingga tidak bisa memberikan keterangan yang
berharga. Dalam praktek bahwa pengaruh lampau waktu
yang bersangkutan telah sekian lama misalnya 20 tahun
lebih tidak mengajukan suatu gugatan tau tidak pula
pernah menganggap kepala desa atau kepala adat
setempat dengan permintaan agar persoalan yang
dibereskan hal itu lalu dianggap sebagai persangkaan
hakim, yang bersangkutan tidak berhak atas tanah atau
173
sawah sengketa.
Prof.Mr.B Terhaarbzn pada tahun 1936 menulis pengaruh lampau waktu terhadap
hubungan hukum dalam hukum adat, dimuat dalam Indisch Tijdschrift van het Recht,
deel 144, halaman 71-116, juga dalam bukunya “Beginselen en stelsel van het
adatrecht” disinyalir oleh beliau baik hak atas tanah maupun hubungan hukum antara
manusia satu dengan yang lainnya dapat dipengaruhi oleh lampaunya waktu.

• Di dalam hukum adat yang tidak tertulis mengenai lampaunya waktu akan berakibat
bahwa kedudukan yang sebenar-benarnya mengenai sesuatu hal tidak dapat diketahui
lagi dengan pasti oleh karena terjadi dahulu sekali. Saksi sudah tidak ada jikalau
masih ada mereka sekedar saksi de auditu.

• Adalah kesalahan penggugat bahwa telah lama tanpa suatu alasan yang sah telah
berdiam diri, telah tidak mengajukan gugatan sehingga saat ini tidak dapat
membuktikan dalil yang menjadi dasar gugat. Dalam soal warisan umumnya para ahli
waris membiarkan waktu berlalu tanpa meminta bagian, bari sewaktu-waktu oleh
karena kejadian yang luar biasa maka timbul sengketa.\

• Dalam persoalan semacam ini hakim harus berhati-hati jika mungkin menyelidiki
keadaan yang sebenar-benarnya untuk dapat memberikan bagian yang seharusnya
diterima masing-masing ahli waris.
174
Menurut Prof.Mr.B Teerharbzn pengaruh lampau waktu dapat
berakibat:
• Bahwa suatu hutang karena dibiarkan terlampau lama tidak
dapat ditagih atau hak seorang ahli waris untuk menuntut
menjadi hapus oleh karena sekian lama telah tinggal diam
meski ia tidak diikutsertakan dalam perjanjian jual beli
sawah yang merupakan bagian dari warisan tersebut;
• Bahwa karena pengaruh lampau waktu hal itu dianggap
sebagai persangkaan untuk menganggap ada atau tidak
suatu hak atau suatu fakta hukum. Bukti perlawanan dapat
diajukan jika tidak diajukan dianggap telah terbukti.
• Bahwa gugat dinyatakan tidak dapat diterima oleh karena
didasarkan atas hal yang terjadi dahulu. Perkara telah
kadaluwarsa merupakan perkara lama.
175
• Hukum agrarian dalam persoalan gadai menentukan perjanjian
gadai umumnya dapat berlangsung untuk jangka waktu 7 tahun
setelah lewat waktu 7 tahun gadai yamg bersangkutan berakhir dan
tanah pertanian yang digadaikan harus dikembalikan kepada pihak
pemilik tanpa harus membayar uang tebusan lagi.

• Dalam hal pendalaman gadai sebelum gadai berakhir dalam jangka


waktu 7 tahun yang dihitung sejak uang gadainya ditambah, asal
perbuatan hukum dilaksanakan secara tertulis dengan melalui acara
yang lazim.
• Dalam hal pihak tergugat hendak mengemukakan pengaruh lampau
waktu sebagai upaya hukum untuk dapat memenangkan perkara
dalam hukum adat hal itu harus dikemukakan dalam eksepsi dalam
persidangan jika hal tersebut tidak dikemukakan tidaklah dapat
dibenarkan apabila hakim mempergunakan hal tersebut untuk
menyatakan gugat tidak dapat diterima karena putusan hakim yang
demikian melanggar tata tertib hukum acara. 176
• Bahwa sampai dimana pengaruh lampau waktu
berakibat terhadap suatu gugatan harus ditinjau
dari kasus ke kasus dan selalu harus diperhatikan
perkembangan masyarakat dimana kasus tersebut
terjadi.
 

177
 
PENGADILAN AGAMA

Pengadilan Agama (disingkat: PA) adalah pengadilan tingkat pertama


yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan
Agama yang berkedudukan di ibu kota, kabupaten atau kota.
Pengadilan Agama dibentuk dengan Keputusan Presiden.

Sejak 1 Maret 2003 Pengadilan Agama di Aceh berbentuk Pengadilan


Khusus dengan nama Mahkamah Syariah. Pembentukan tersebut
berdasarkan UU No. 18 Tahun 2001 dan Keppres No. 11 Tahun
2003 tentang Mahkamah Syar'iyah dan Mahkamah Syar'iyah
Provinsi.

178
Pengadilan
  Agama berugas dan berwenang:
Memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam,
dibidang : Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah Wakaf, Zakat, Infaq,
Shadaqah,

Ekonomi Syariah; memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat


hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya
apabila diminta dan memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal serta
penentuan arah kiblat dan waktu sholat serta tugas dan
kewenangan lain yang diberikan oleh atau berdasarkan Undang-
undang (Pasal 49 dan 52 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).

UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas U U No.7  Tahun


1989 tentang Pengadilan Agama
179
RUANG
  LINGKUP KEWENANGAN
A.Perkawinan 
1. Izin beristri lebih dari seorang 
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum
berusia 21 tahun dalam hal orang tua wali atau keluarga dalam
garis lurus ada perbedaan pendapat 
3. Dispensasi Kawin 
4. Pencegahan perkawinan 
5. Penolakan perkawinan oleh PPN 
6. Pembatalan perkawinan 
7. Gugatan kelalauan atas kewajiban suami dan isteri 
8. Perceraian karena talak 
9. Gugatan perceraian 
10. Penyelesaian harta bersama
180
11.Penguasaan anak-anak 
12.Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang
seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya 
13.Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri
atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri 
14.Putusan tentang sah tidaknya seorang anak 
15.Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua 
16.Pencabutan kekuasaan wali 
17.Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang
wali dicabut 
18.Penunjukan wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur (18) tahun) yang
ditinggal kedua orang tuanya 
19.Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah
kekuasaannya 
20.Penetapan asal-usul dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum islam 
21.Putusan tenang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan
campuran 
22.Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. 1 tahun 1974
tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain
181
B. Waris 
1. Penentuan orang-orang yang menjadi ahli
waris 
2. Penentuan harta peninggalan 
3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris 
4. Pelaksanaan pembagian harta peninggalan 

182
C. Ekonomi Syar'ah 
1. Bank Syari'ah 
2. Lembaga keuangan mikro syariah 
3. Asuransi syari'ah 
4. Reasuransi syari'ah 
5. Reksa dana syari'ah 
6. Obligasi syariah dan surat berharga 
7. Sekuritas syari'ah  
8. Pembayaran syari'ah 
9. Pengadaan syari'ah 
10. Dana pensiunan lembaha keuangan syari'ah, dan 
11. Bisnis syari'ah

183
Pembatalan Perkawinan Jakarta, _______2020
 Kepada Yth.
Majelis Hakim Pengadilan Agama Kelas 1A Jakarta Barat,
Jl. Pesanggrahan Raya no.32,
Kel.Kembangan Selatan Kec. Kembangan
Jakarta Barat.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Yang bertanda tangan di bawah ini saya :
-Nama :
- Umur : ____ tahun
- Agama :
- Pekerjaan :
- Pendidikan :
Tempat kediaman di Jalan_____ Rt__ Rw__ kelurahan____ Kecamatan____
Kabupaten____, sebagai------------------------Pemohon;
184
Dengan hormat,

Dengan ini Pemohon mengajukan permohonan pembatalan perkawinan terhadap:


- Nama Suami : ______________
- Umur : ____ tahun
- Agama : ____
- Pekerjaan : ______________
- Pendidikan : ______________
Tempat kediaman di Jalan ______RT__ RW.__ Kelurahan ___ Kecamatan___ Kotamadya ____
Selanjutnya disebut sebagai …………………………………………..Termohon I;

- N a m a : ______________
- Umur : ____ tahun
- Agama : _____
- Pekerjaan : ______________
- Pendidikan : ______________
Tempat kediaman di Jalan Jalan ______RT__ RW.__ Kelurahan ___ Kecamatan___ Kotamadya
____
Selanjutnya disebut sebagai …………………………………………..Termohon II;

185
Adapun alasan/dalil-dalil permohonan Pemohon sebagai berikut :
1.Bahwa pada tanggal __ Termohon I dan Termohon II telah melangsungkan
pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama
Kecamatan ____ Kabupaten ____ Kantor agama ternyata dalam Kutipan Akta Nikah
Nomor : _____ tanggal _____;
2. Bahwa sebelum menikah Termohon I berstatus jejaka/duda/beristri dan Termohon II
berstatus perawan/janda;
3. Bahwa setelah pernikahan tersebut, Termohon I dengan Termohon II bertempat
tinggal di _________
4. Bahwa pada tanggal ___ datang menghadap ke Kantor Urusan Agama Kecamatan
___, seorang perempuan/laki-laki yang mengaku bernama ___, umur __ tahun,
pekerjaan ____, bertempat tinggal di _____ adalah isteri/suami dari Termohon I yang
sah dan telah menikah pada tanggal ____ hingga sekarang belum pernah bercerai;
5. Bahwa ketika menikah tersebut Termohon I/Termohon II mengaku berstatus jejaka
dan perawan/ duda dan janda;
6. Bahwa kedatangan perempuan/laki-laki tersebut dengan menunjukkan surat nikah
yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama _____, dengan nomor surat nikah ___
tanggal __;

186
7. Bahwa setelah Pemohon berusaha mencari keterangan
terhadap pernikahan kembali Termohon I dengan Termohon II,
Pemohon akhirnya memastikan memang benar antara
Termohon I dengan Termohon II telah menikah;
8. Bahwa pernikahan antara Termohon I dengan Termohon II
telah
melanggar ketentuan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974, karena Termohon I masih terikat perkawinan yang
sah dengan ___dan memalsukan identitas diri dengan mengaku
berstatus jejaka dan perawan/ duda dan janda;
9. Bahwa atas sikap dan perbuatan Termohon I tersebut
Pemohon sebagai isteri/suami yang sah merasa tidak rela;
10.Bahwa para Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang
timbul dalam perkara ini.
187
Berdasarkan alasan/dalil-dalil di atas, Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan Agama ___ c.q.
Majelis Hakim segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan putusan
yang amar putusannya berbunyi :
 
PRIMER :
1.Mengabulkan permohonan Pemohon;
2.Membatalkan perkawinan antara Termohon I _____bin____, dengan Termohon II___bin___
yang dilangsungkan di Kantor Urusan Agama ____ pada tanggal _____;
3. Menyatakan Akta Nikah dan Kutipan Akta Nikah Nomor ____tanggal ___, yang
dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama __ tidak berkekuatan hukum/batal demi hukum;
4. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon;
SUBSIDER :
Apabila pengadilan berpendapat lain, mohon penetapan yang seadil-adilnya;
 
Demikian atas terkabulnya permohonan ini, Pemohon menyampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Hormat Pemohon, 

Nama lengkap
188
PERKARA PERCERAIAN Jakarta, 18 Agustus 2020
No. : 1034/G/SG/VIII/2020
Perihal: Gugatan Cerai

Kepada yth.
Majelis Hakim Pengadilan Agama Kelas 1A Jakarta Barat,
Jl. Pesanggrahan Raya no.32,
Kel.Kembangan Selatan Kec. Kembangan
Jakarta Barat.
 
 Dengan hormat
 
Yang bertanda tangan dibawah ini Sugandi Ishak,SH,MH, dan Sri Suhartini,SH, Advokat pada Kantor
Hukum SRI SUHARTINI & REKAN beralamat Jl.Duri Nirmala V No.28 A Duri Kepa, Jakarta
Barat.Berdasarkan Surat Kuasa Khusus, tanggal 2 Juli 2020, bertindak untuk dan atas nama:
 Ny. LISA ROSTIANA, Binti Yoki, Umur 37 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan Karyawan Swasta,
bertempat tinggal di Perumahan Cluster Green Puri Blok 02 no.02 Rt.003 Rw.08 Kelurahan
Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat (Jalan Raya Kresek No.1. Rt.03 Rw.08 Duri Kosambi
Cengkareng, Jakarta Barat), dan sekarang menumpang dengan orang tua di Jln.Sunan Kalijaga Blok
C.37/15 Rt.002/010 Jati Asih Bekasi.
Untuk selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------ PENGGUGAT.

189
Dengan ini hendak mengajukan gugatan cerai kepada :
 
Tn. MARLIYUS, Bin Akhiruddin, Umur 52 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan
Wiraswasta, bertempat tinggal di Perumahan Cluster Green Puri Blok 02
no.02 Rt.003 Rw.08 Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat
(Jalan Raya Kresek No.1. Rt.03 Rw.08 Duri Kosambi Cengkareng, Jakarta
Barat). Dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Tommy Olii yang berkantor di
Kantor Hukum Naiborhu & Partners (Gedung Pasar Baru Mansion Lt.dasar)
Jalan Pintu Air V no.53 Jakarta Pusat 10710 (terlampir).
Untuk selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------- TERGUGAT.
 Adapun yang menjadi dasar alasan-alasan gugatan perceraian ini adalah sebagai
berikut :
Bahwa Penggugat adalah istri sah dari Tergugat, yang telah melangsungkan
pernikahan pada tanggal 7 April 2014, yang dicatat oleh Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Bekasi Timur, Bekasi, Jawa Barat, (Bukti P-1).
Bahwa setelah pernikahan tersebut Penggugat dan Tergugat membeli dan
bertempat tinggal bersama di Perumahan Cluster Green Puri Blok 02 no.02
Rt.003 Rw.08 Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat (Jalan
Raya Kresek No.1. Rt.03 Rw.08 Duri Kosambi Cengkareng, Jakarta Barat).
(Bukti P-2) & (Bukti P-3) 190
Bahwa, dari perkawinan Penggugat dengan Tergugat telah dikarunia seorang anak
Laki-laki, yang bernama : Marsa Audreylius Gucci, lahir pada tanggal 14
Januari 2016, sesuai kutipan akta kelahiran yang diterbitkan oleh Suku Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Barat, nomor akta lahir: 3173-LT-
19042016-0001, tanggal 26 April 2016. (Bukti P-4).
Bahwa, awal perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat hidup rukun,
harmonis dan damai serta bahagia (sakinah, mawadah dan warohmah), dengan
memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Marsa Audreylius Gucci. Lahir
pada tanggal 14 Januari 2016, sesuai kutipan akta kelahiran yang diterbitkan
oleh Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Barat, nomor
akta lahir: 3173-LT-19042016-0001, tanggal 26 April 2016.
Bahwa ternyata sejak bulan Agustus 2019 antara Penggugat dengan Tergugat
sering terjadi perselisihan dan pertengakaran dikarenakan jika Penggugat
menegur Tergugat yang pulang malam sering marah-marah dan ringan tangan
memukul Penggugat, bahkan memecahkan kaca rumah, bahkan Tergugat
sebagai suami tidak lagi pernah memberikan nafkah lahir dan nafkah bathin
kepada Penggugat, dan juga tidak memberikan biaya bagi perawatan anaknya,
terakhir diketahui pada foto Tergugat terlihat sedang melaksanakan resepsi
perkawinan dengan wanita lain. (Bukti P-5) & (Bukti P-6).
 
191
Bahwa Penggugat dan keluarga Penggugat telah berusaha mendamaikan perselisihan dan
pertengkaran tersebut, akan tetapi tidak berhasil, dan perselisihan serta pertengkaran
terus terjadi.
Bahwa akibat perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dengan Tergugat yang terus
Menerus tersebut di atas, maka tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah
tangga, bahkan Penggugat telah diusir dari rumah tempat tinggal bersama oleh Tergugat,
dan terpaksa Penggugat sekarang menumpang dengan orang tuanya di Jln.Sunan
Kalijaga Blok C.37/15 Rt.002/010 Jati Asih Bekasi, sementara barang-barang milik
Penggugat masih berada di rumah tempat tinggal bersama di Perumahan Cluster Green
Puri Blok 02 no.02 Rt.003 Rw.08 Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta
Barat (Jalan Raya Kresek No.1. Rt.03 Rw.08 Duri Kosambi Cengkareng, Jakarta Barat)
namun tidak boleh diambil oleh Tergugat.
Bahwa benar Penggugat sejak September 2019 sampai saat ini sudah tidak tinggal bersama
lagi dengan Tergugat halmana seharusnya sebagai suami istri selayaknya tinggal satu
atap dalam menjalani bahtera rumah tangga.
Bahwa dengan perbuatan Tergugat di atas, Penggugat telah mengalami penderitaan lahir
dan bathin, dan tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang rukun, harmonis
dan damai serta bahagia (sakinah, mawadah dan warohmah) sudah tidak tercapai.
 Bahwa menurut hukum sangat wajar dan patut, perkawinan antara Penggugat dengan
Tergugat, oleh Pengadilan Agama Jakarta Barat di putus karena perceraian menurut
hukum dengan segala akibat hukumnya.

192
Bahwa sebagai akibat perceraian, Tergugat wajib memberikan biaya hidup Penggugat sampai
batas waktu penggugat menikah lagi, untuk setiap bulannya sebesar Rp.10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah), untuk keperluan:
Biaya makan Rp. 5.000.000,-
• Pembelian make up Rp. 2.000.000,-
• Pembelian pakaian Rp. 1.500.000,-
• Biaya kesehatan Rp. 1.500.000,-
Total ... Rp.10.000.000,-
Bahwa selain itu, sebagai akibat perceraian, Tergugat juga berkewajiban menanggung biaya
pemeliharaan, kesehatan, dan pendidikan anak yang bernama Marsa Audreylius Gucci. Lahir
pada tanggal 14 Januari 2016, sesuai kutipan akta kelahiran yang diterbitkan oleh Suku
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Barat, nomor akta lahir: 3173-LT-19042016-
0001, tanggal 26 April 2016, yang besarnya biaya tersebut sekurang-kurangnya setiap bulan
adalah sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) untuk keperluan :
• Pembelian susu bayi Rp. 1.200.000,-
• Pembelian makanan Rp. 2.000.000,-
• Pembelian pakaian Rp. 1.000.000,-
• Biaya kesehatan Rp. 800.000,-
Total .... Rp. 5.000.000,-
193
 
Bahwa karena perbuatan Tergugat yang dapat mengganggu jiwa pshykologi anak,
maka wajar jika Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat menetapkan
anak bernama Marsa Audreylius Gucci. Lahir pada tanggal 14 Januari 2016,
sesuai kutipan akta kelahiran yang diterbitkan oleh Suku Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Jakarta Barat, nomor akta lahir: 3173-LT-19042016-0001,
tanggal 26 April 2016 berada dibawah perwalian Penggugat
Bahwa karena adanya kekahawtiran, Tergugat akan mengalihkan,menjual dan
menggadaikan/ menyewakan tanah dan rumah milik bersama perkawinan (harta
gono gini), maka mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Barat meletakan Sita Marital terhadap :1 (satu) unit Rumah berikut
Tanahnya,yang terletak di Perumahan Cluster Green Puri Blok 02 no.02 Rt.003
Rw.08 Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat (Jalan Raya
Kresek No.1. Rt.03 Rw.08 Duri Kosambi Cengkareng, Jakarta Barat).1 (satu)
unit Honda Civic tahun 2016, warna putih mutiara, dengan nomor polisi B.252
LSA.
 
Bahwa mohon agar putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, walau ada
Verzet,
Banding maupun Kasasi (Uit Voerbaar Bij Voorraad)
194
Berdasarkan alasan-alasan yang telah dikemukakan di atas Penggugat mohon dengan
hormat
majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat, berkenan memutuskan sebagai berikut :

PRIMAIR :
1. Menyatakan sah dan berharga Sita Marital harta Gono Gini di atas.
2. Mengabulkan gugatan perceraian Penggugat untuk seluruhnya.
3. Menyatakan bahwa perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat putus karena
perceraian dengan segala akibat hukumnya.
4.Menyatakan bahwa Penggugat berhak atas hak perwalian seorang anak Laki-laki
bernama Marsa Audreylius Gucci, lahir pada tanggal 14 Januari 2016, sesuai kutipan
akta kelahiran yang diterbitkan oleh Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Jakarta Barat, nomor akta lahir: 3173-LT-19042016-0001, tanggal 26 April 2016.
5.Menghukum Tergugat untuk membayar Biaya perawatan anak berupa: Pembelian susu
bayi, Pembelian makanan, Pembelian pakaian, dan Biaya kesehatan seorang anak
bernama Marsa Audreylius Gucci ditanggung oleh Tergugat sebesar Rp. 5.000.000,-
(lima juta rupiah) tiap bulannya.
6.Menghukum Tergugat untuk membayar biaya hidup Penggugat setiap bulannya
sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk keperluan: Biaya makan,
pembelian make up, Pembelian pakaian, dan Biaya kesehatan, sampai batas Penggugat
menikah kembali.
195
7. Meletakkan Sita Marital terhadap :
• 1 (satu) unit Rumah berikut Tanahnya yang terletak di Perumahan Cluster Green Puri Blok
02 no.02 Rt.003 Rw.08 Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat (Jalan
Raya Kresek No.1. Rt.03 Rw.08 Duri Kosambi Cengkareng, Jakarta Barat).
• 1 (satu) unit kendaraan Honda Civic tahun 2016, warna putih mutiara, dengan nomor
polisi B.252 LSA.
8. Menyatakan putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada Verzet,
Banding, maupun Kasasi ( Uit Voerbaar bij Voorraad).
9. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara.

Atau :
SUBSIDIAIR :
Apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan menurut keadilan dan
kepatutan (ex aequo et bono).

Hormat kami,
Kuasa Penggugat,

(Sugandi Ishak,SH,MH) (Sri Suhartini,SH) 196


 PENGADILAN NIAGA

Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan


Kehakiman yang telah beberapa kali disempurnakan yang terakhir diatur dalam
Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009. Pasal 27 UU 48 Tahun 2009 mengatur
bahwa terdapat pengadilan khusus dalam sistem peradilan Indonesia yang salah
satunya adalah Pengadilan Niaga.

PENGERTIAN PENGADILAN NIAGA


Pengadilan niaga di Indonesia merupakan alternatif penyelesaian sengketa di luar
badan arbitrase. Fokus utama penanganan perkara seputar pembuktian,
verifikasi utang, actio pauliana, penundaan utang, hak kekayaan intelektual
(HaKI), dan sengketa kepailitan.
Proses penyelesaian perkara melalui sistem peradilan niaga dinilai lebih adil,
cepat, dan efektif.
Pengadilan dapat memutuskan perkara pada tingkat pertama oleh hakim majelis.
Adapun hukum acara yang digunakan selama pemeriksaan perkara yakni
ketentuan Herziene Indonesisch Reglement/ Rechtsreglement
Buitengewesten (HIR/R.BG). 197
Ruang lingkup kewenangan Pengadilan Niaga tidak hanya mencakup
perkara kepailitan dan penundaan kewajiban dan pembayaran
utang (PKPU) saja.
Pengadilan Niaga juga berwenang menangani sengketa-sengketa
komersial lainnya seperti sengketa di bidang hak kekayaan
intelektual (“HKI”) dan sengketa dalam proses likuidasi bank yang
dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (“LPS”).
 
Pengadilan Niaga berwenang menangani perkara-perkara sebagai
berikut:
a. Kepailitan dan PKPU, serta hal-hal yang berkaitan
dengannya, termasuk kasus-kasus actio pauliana dan prosedur
renvoi tanpa memperhatikan apakah pembuktiannya sederhana
atau tidak
UU no.37 thn 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
198
b.   Hak kekayaan intelektual:
1.    Desain Industri UU no.31 thn 2000 tentang Design Industri
2.   Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu UU no.32 thn 2000
tentang Design tata letak sirkuit terpadu.
3.      Paten UU no.14 thn 2001 tentang Paten
4.      Merek UU no.15 thn 2001 tentang Merk
5.      Hak Cipta UU no.19 thn 2002 tentang Hak Cipta
 
c.   Lembaga Penjamin Simpanan UU no.24 thn 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan
1.      Sengketa dalam proses likuidasi.
2. Tuntutan pembatalan segala perbuatan hukum bank yang
mengakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya
kewajiban bank, yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun sebelum pencabutan izin usaha.
199
Kewenangan Pengadilan Niaga tidak hanya mencakup perkara
kepailitan saja, tapi juga perkara-perkara dalam lingkup HKI dan
LPS.

Dasar hukum:
1.      Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
2.      Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu
3.      Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
4.      Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
5.      Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
6.      Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan
7.      Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
200
surat permohonan kepailitan dan PKPU
Jakarta, 10 September 2010
Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
di Jakarta

Hal: Permohonan PKPU

Dengan hormat,
 
PT. BANK KOSAGRHA SEMESTA, Dalam Likuidasi (Bank Kosa DL) yang
diwakili oleh Ketua Tim Likuidasi: Santo Silaban, berkedudukan di Intercom    
Plaza Blok F No.6, Kebon Jeruk, Meruya Ilir, Jakarta, dalam hal ini diwakili oleh
kuasanya Oscar Sagita, SH, Foryu Fillmorems, SH dan Dakila E. Pattipeilohy, SH,
Advokat berkantor pada Kantor Hukum Prima Facie, beralamat di Gedung World
Trade Centre Lantai 13, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 30, Jakarta 12920, yang
ditunjuk sebagai Kuasa Hukum dari PT. INTI MUTIARA KIMINDO, berdasar-
kan Surat Khusus tanggal 1 Agustus 2010,
selanjutnya disebut sebagai “PEMOHON Kepailitan”.
201
Pemohon PKPU bersama dengan ini mengajukan permohonan
terhadap:

• OSVILLE FINANCE LTD, suatu perseroan terbatas, beralamat


di Akara Bldg, 24 De Castro Street, Wickham Cay I, Road Town,
Tortola British Virgin Island, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya
Sony Rendra Wicaksana, SH. LLM, Lili Badrawati, SH dan Renty
H. Gultom, SH, Advokat yang berkantor pada Kantor Hukum
WIRA & PARTNERS, beralamat di Gedung Wisma Metropolitan
II, Lantai 11, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 31, Jakarta,
berdasarkan Surat Kuasa khusus tertanggal 26 Agustus 2010,
selanjut-nya disebut sebagai “TERMOHON PKPU”

202
Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar permohonan adalah sbb:
• Bahwa Pemohon Pailit telah memberikan pinjaman kredit kepada
Termohon Pailit sesuai dengan Surat Persetujuan
Kredit No.09A/KB/Krd/II/1997, tanggal  4 Februari1997 dan
Perjanjian Kredit No.15/PK/BK-KP/11/97, serta tanda terima uang
oleh  nasabah, masing-masing tanggal Februari  1997 yaitu 
sejumlah Rp.4.500.000.000,- (empat milyar lima ratus juta rupiah)
(bukti P-2 s/ d P-4);
• Bahwa sampai dengan batas waktu jatuh tempo, teryata pinjaman  
tersebut tidak dibayar kembali baik hutang pokok, bunga dan denda
dalam perkara ini sesuai Perjanjian kredit bukti P-5;
• Bahwa Pemohon Pailit sebelumnya telah mengundang Termohon
Pailit sesuai surat dan kantor “SIMBOLON & JANNER ” Law
OffiCE Reg. 214/SIM-B/VI/01, tanggal 20 Juni 2001, yang
memohon penyelesaian hutangnya kepada Pemohon Pailit, namun
tidak ada penyelesaian lutang tersebut (buktiP-6);
• Bahwa selain mempunyai hutang kepada Pemohon Pailit, 203
Termohon Pailit juga mempunyai hutang kepada pihak lain yaitu;
– PT. Bank Industri (BDL), beralamat di Jalan Fatmawati
No. 54G, Jakarta Selatan;
– PT. Bank Baja, Bank dibawah Badan Penyehatan Perbankan
Nasional      (BPPN) di Wisma Danamon AETNA LIFE
Lantai.15Jalan JenderalSudirman Kav. 45- 46, Jakarta;
Bahwa sesuai dengan uraian diatas maka permohonan Pemohon
Failit ini telah memenuhi syarat seperti diatur dalam Undang-
Undang Kepailitan Nomor  37 Tahun 2004 Pasal 2 ayat 1;
Bahwa dalam pemberesan harta pailit, perlu ditunjuk Kurator, dan
dalam permohonan ini mohon agar kiranya ditunjuk ibu Duma
Hutapea, SH., dad Kantor Duma & Partners, berkantor di Jalan
Raya Boulevar Barat, Blok LC.
7 No. 25, Kelapa Gading, Jakarta Utara 14240;

204
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka Tergugat dengan segala
kerendahan hati mohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkenan untuk
memutuskan sebagai berikut :
1.  Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruh-nya;
2.     Menyatakan bahwa Termohon mempunyai hutang yang telah jatuh tempo
dan dapat ditagih;
3.     Menyatakan Termohon berada dalam keadaan pailit dengan segala  akibat
hukumnya;
4.  Mengangkat salah seorang Hakim Pengawas yang ditentukan oleh 
Pengadilan Niaga Surabaya untuk kepailitan tersebut;
5.   Mengangkat Ibu Duma Hutapea, SH., dad kantor Duma & Partnes,
berkantor di Jalan Raya Boulevar Barat, Blok LC.7  No.25, Kelapa Gading,
Jakarta Utara 14240, sebagai Kurator dalam Kepailitan ini;
6.         Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara;
Atau bila Pengadilan berpendapat lain, mohon diberikan putusan yang seadil-
adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hormat kami,
Kuasa Hukum Pemohon
Kantor Hukum Prima Faci
205
PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus


yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang
berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan
terhadap perselisihan hubungan industrial.

UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan


Hubungan Industrial (UU PPHI)

PHI berfungsi untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi


antara pengusaha atau kelompok pengusaha dengan
karyawan atau serikat karyawan.
206
Terdapat empat jenis perkara atau perselisihan yang dapat
diselesaikan melalui PHI.
1. Perselisihan hak
Perselisihan hak timbul ketika pengusaha atau perusahaan tidak
memberikan hak yang telah dijanjikan atau disepakati kepada
karyawan.
Hal ini dapat terjadi apabila terdapat perbedaan penafsiran dan
pelaksanaan atas hak-hak yang telah diatur oleh undang-undang,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ataupun perjanjian kerja
sama.
Perselishan hak juga dapat timbul apabila terjadi diskriminasi di
tempat kerja yang dialami oleh karyawan yang kemudian memicu
konflik antara karyawan dengan perusahaan.
Perbedaan penafsiran atau pelaksanaan yang memicu konflik ini
dapat diselesaikan diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan
Industrial apabila tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah
pihak secara kekeluargaan 207
2. Perselisihan kepentingan

Perselisihan kepentingan dalam hubungan kerja timbul ketika


tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan,
atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja atau perjanjian kerja sama.

Peselisihan kepentingan juga dapat terjadi apabila peraturan


perusahaan tidak menguntungkan bagi karyawan.

Karyawan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan


Hubungan Industrial agar perusahaan dapat mengubah
peraturan tersebut.
208
3. Sengketa pemutusan hubungan kerja (PHK)

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja (PHK)
hanya bisa dilakukan dengan syarat tertentu.
Misalnya, pekerja meninggal dunia, memasuki umur
pensiun, atau melakukan pelanggaran.

Oleh karena itu, apabila PHK terjadi bukan karena syarat


tersebut, karyawan yang mengalaminya dapat
menggugat perusahaan melalui Pengadilan Hubungan
Industrial.

209
4. Sengketa antarserikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan

Perusahaan yang besar bisa memiliki lebih dari satu


serikat pekerja. Hal ini terutama jika dalam
perusahaan tersebut terdapat berbagai profesi
keahlian.

Ketika terjadi sengketa di antara serikat-serikat


tersebut yang tidak bisa diselesaikan secara internal,
serikat-serikat tersebut dapat membawa kasus
tersebut untuk diselesaikan di Pengadilan
Hubungan Industrial. 210
Beberapa proses yang harus dilalui dalam menyelesaikan suatu
sengketa antara perusahaan dan pekerja.
1. Perundingan bipartit
• Perundingan bipartit dijelaskan UU Pengadilan Hubungan
Industrial sebagai perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial.
Semua perselisihan antarpekerja atau antara pekerja dan
pengusaha wajib diselesaikan melalui perundingan ini terlebih
dahulu. perundingan ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 30
hari setelah perundingan dimulai.
• Apabila dalam jangka tersebut salah satu pihak menolak untuk
berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai
kesepakatan, perundingan bipartit dianggap gagal.
• Jika perundingan bipartit gagal, langkah selanjutnya adalah
melakukan mediasi antarpihak yang bersengketa.
211
2. Mediasi

• Mediasi dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan


hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

• Hal itu dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi


oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

• Apabila setelah dilakukan mediasi tetap tidak tercapai


sebuah kesepakatan, pihak yang bersengketa dapat
melakukan konsiliasi.
212
3. Konsiliasi

• Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan


pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan.
• Hal tersebut dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih konsiliator yang netral.
• Konsiliasi dalam perselisihan ini disebut sebagai konsiliasi hubungan industrial.
• Proses ini hanya dapat dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
• Jika melalui konsiliasi tercapai sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak,
perjanjian bersama akan dibuat dan ditandatangani oleh para pihak dan
disaksikan oleh konsiliator dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
• Akan tetapi, jika tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak,
konsiliator bisa mengeluarkan anjuran tertulis.
• Apabila salah satu pihak tidak menolak anjuran tersebut, langkah selanjutnya
yang bisa diambil adalah melanjutkan kasus sengeketa tersebut melalui
arbitrase.

213
4. Arbitrase
• Arbitrase hubungan industrial adalah lembaga penyelesaian suatu perselisihan kepentingan,
dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar
Pengadilan Hubungan Industrial.
• Ketika kedua belah pihak telah sepakat menyelesaikan sengketa melalui lembaga arbitrase,
pengadilan tidak lagi memiliki wewenang untuk untuk memeriksa dan mengadili
perselisihan para pihak tersebut.
• Hal ini dikarenakan putusan lembaga arbitrase bersifat final dan mengikat.
• Akan tetapi, jika kedua belah pihak tidak menginginkan adanya penyelesaian melalui
arbitrase, salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat mengajukan gugatan melalui
Pengadilan Hubungan Industrial.
• Jika gugatan telah diajukan, Pengadilan Hubungan Industrial memiliki wewenang untuk
untuk memeriksa dan mengadili perselisihan tersebut.
• Keputusan yang dihasilkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial juga bersifat final dan
mengikat.
• Putusan tersebut hanya dapat ditinjau kembali dengan mengajukan banding kepada
pengadilan kasasi atau meminta pengadilan untuk melakukan peninjauan kembali dalam
jangka waktu 14 hari sejak putusan dibacakan.
• Nah, itu dia rangkuman mengenai definisi, fungsi dan bagaimana cara menyelesaikan
sengketa melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
• Sebaik-baiknya, sengketa yang terjadi di dalam perusahaan diselesaikan secara internal
melalui perundingan terlebih dahulu. 214
Perselisihan
  hak dan PHK
Hal : Gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
Pada Pengadilan Negeri Semarang
Di S E M A R A N G

Dengan hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini : MUHAMMAD TAUFIQ, SH, KELIK
PRAMUDYA,SH., Advokat dan Konsultan hukum berkantor di MT&P Law
Firm, beralamat di Jl. Songgorunggi No. 17 A, Laweyan Surakarta. Berdasarkan
Surat Kuasa Khusus tertanggal 6 April 2011.
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan hukum klien kami :
• Nama : XXXXXXXXXXX
• Tempat, tgl lahir : ----------------------
• Pekerjaan : ----------------------------
• Alamat :---------------------------------------------
• Selanjutnya mohon disebut sebagai................................................PENGGUGAT
215

Dengan ini kami mengajukan gugatan Perselisihan Pemutusan
Hubungan Kerja terhadap :

PT. BANK YYYYYYYYY, beralamat di Jl. ----------------------


Semarang, Selanjutnya mohon disebut sebagai........ TERGUGAT

Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar gugatan kami adalah


sebagai berikut :
• Bahwa Penggugat adalah pekerja pada Tergugat dengan masa kerja
4 (empat) tahun dan 4 (empat) bulan mulai April 2006 sampai
dengan September 2010.
• Bahwa adapun pekerjaan yang diperintahkan/diberikan Tergugat
kepada Penggugat adalah pekerjaan yang bersifat terus menerus,
tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian
pekerjaan pokok pada perusahaan perbankan, antara lain : teller,
sekretaris direksi dan marketing.
216
Bahwa selama Penggugat bekerja pada Tergugat hak-hak yang diterima oleh
Penggugat berupa upah yang diberikan satu kali dalam sebulan secara terus
menerus yang yang dibayarkan secara langsung oleh Tergugat dengan
pembayaran upah terakhir pada bulan Agustus 2010 yaitu sebesar Rp
2.300.000,- (dua juta tiga ratus ribu rupiah).
Bahwa dalam melaksanakan pekerjaan Tergugat berada di bawah pengawasan
Tergugat sebagai berikut :
a. Pada bulan April Tahun 2006 sampai dengan September 2006, di bawah
pengawasan Tergugat pada kantor cabang Tergugat di Batang dengan jabatan
Teller.
b. Pada bulan September 2006 sampai dengan April 2008, di bawah
pengawasan Tergugat pada Kantor cabang Tergugat di Boja dengan jabatan
Teller.
c. Pada bulan April 2008 sampai dengan Januari 2010, di bawah pengawasan
Tergugat pada kantor cabang Tergugat di Pasar Johar, dengan jabatan
Teller.
d. Pada bulan Januari 2010 sampai dengan Mei 2010, di bawah pengawasan
Tergugat pada kantor pusat Tergugat, dengan jabatan Sekretaris Direksi.
e. Pada bulan Mei 2010 sampai dengan September 2010, di bawah pengawasan
Tergugat pada kantor cabang Tergugat di Semarang, dengan jabatan217
di mana dalam pergantian tempat kerja Penggugat tersebut, masa kerja Penggugat
tidak pernah terputus, akan tetapi berlanjut secara terus menerus.
Bahwa berdasarkan lamanya masa kerja Penggugat yaitu empat tahun dan empat
bulan yang berlangsung secara terus menerus dan tidak pernah terputus, maka
seharusnya hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat adalah berdasarkan
perjanjian kerja waktu tidak tertentu (menetap) sebagaimana diatur pada Pasal
60 – 63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Bahwa berdasarkan pekerjaan yang diperintahkan/diberikan Tergugat kepada
Penggugat adalah merupakan bagian dari pekerjaan pokok dalam perusahaan
perbankan, maka sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) dan (4) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, demi hukum status hubungan
kerja antara pekerja (Penggugat) dan penyedia jasa pekerja beralih menjadi
hubungan kerja antara pekerja (Penggugat) dengan perusahaan pemberi
pekerjaan (Tergugat / PT. Bank YYYYY), sehingga bila terjadi Pemutusan
Hubungan Kerja pihak perusahaan pemberi pekerjaan (Tergugat / PT. Bank
YYYYYYh ) harus tunduk dan wajib melaksanakan Pasal 156 ayat (1), (2),
(3), dan (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

218
Bahwa akan tetapi Tergugat menyatakan Penggugat bekerja/ dipekerjaan pada
Tergugat melalui perusahaan penyedia jasa pekerja (outsourching) dengan
mengabaikan begitu saja ketentuan-ketentuan hukum yang diatur dalam
ketenagakerjaan khususnya tentang syarat-syarat perjanjian kerja (Pasal 60 - 63
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) dan tentang pekerjaan yang boleh
dikerjankan oleh pekerja dari perushaan penyedia jasa pekerja (Pasal 66
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003).
Bahwa dengan demikian tindakan Tergugat yang menyatakan Tergugat sebagai
pekerja outsourching dengan masa kerja empat tahun dan empat bulan adalah
merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang berlaku di Republik Indonesia yaitu Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Bahwa oleh karena itu patut dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan
Industrial Pada Pengadilan Negeri Semarang menetapkan Tergugat telah
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum dan
menetapkan Penggugat sebagai pekerja menetap berdasarkan Pasal 66 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu.

219
Bahwa pada bulan September 2010 Tergugat secara sepihak telah melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Penggugat dengan alasan yang tidak masuk
akal dan diskriminatif karena status Penggugat sudah menikah.
Bahwa oleh karena tindakan Tergugat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
terhadap Penggugat secara sepihak dengan alasan yang tidak masuk akal dan
diskriminatif tersebut maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu
tindakan pemutusan hubungan kerja yangn bertentangan dengan syarat-syarat dan
prosedur Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 150 - 155
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1003 Tentang Ketenagakerjaan.
Bahwa tindakan Tergugat yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara
sepihak terhadap Penggugat tanpa minta izin dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial adalah merupakan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan merupakan
perbuatan melawan hukum.
Bahwa terhadap Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak yang dilakukan
Tergugat, Penggugat telah berupaya melakukan penyelesaian secara bipartit,
namun tidak menghasilkan kesepakatan karena Tergugat tidak memberikan
jawaban.

220
Bahwa oleh karena upaya penyelesaian secara bipartit gagal membuat persetujuan
bersama, maka Penggugat menempuh upaya mediasi di Dinas Tenaga dan
Transmigrasi Kota Semarang, akan tetapi tidak tercapai kesepakatan antara
Penggugat dan Tergugat. Oleh karenanya Mediator pada Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Kota Semarang mengeluarkan Surat Nomor : 567/1177/2011
perihal anjuran tanggal 9 Maret 2011 yang menganjurkan :
a. Agar Pemutusan Hubungan Kerja antara PT Bank YYYYYY dengan Sdri.
XXXXX, PT. Bank YYYYYY memberikan uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja dan pengganti hak kepada sdri. XXXXXXX sebagai berikut :
Uang Pesangon : 2 x 5 x Rp 2.300.000,-  = Rp 23.000.000,-
Uang Penghargaan masa kerja : 2 x Rp 2.300.000,- = Rp 4.600.000,-
Penggantian hak perumahan/pengobatan 15 %  = Rp 4.140.000,-
Jumlah  = Rp 31.740.000,-
(tiga puluh satu juta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah)
ditambah dengan upah selama proses penyelesaian.
b. Agar masing-masing pihak memberikan jawaban atas anjuran selambat-
lambatnya dalam jangka waktu sepuluh hari setelah diterimanya anjuran ini

221
Bahwa terhadap Surat Mediator hubungan industrial Nomor :
567/1177/2011 perihal Anjuran tanggal 9 Maret 2011, Penggugat
melalui kuasanya dengan surat Nomor 043/T/LF.MT&P/III/2011
perihal Tanggapan Atas Anjuran tanggal 16 Maret 2011
menyatakan menerima isi anjuran tersebut. Namun, Tergugat
melalui kuasanya dengan surat No : 30/KLF/III/2011/Ska perihal
Tanggapan Atas Anjuran Tanggal 18 Maret 2011 menyatalan
menolak anjuran tersebut.
Bahwa oleh karena berbagai upaya yang ditempuh Penggugat
sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Ketenagakerjaan yaitu
Upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit dan mediasi tidak
tercapai kesepakatan, maka sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan, untuk mempertahankan hak dan kepentingan Penggugat
patut dan layak menurut hukum untuk mengajukan gugatan ini ke
Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri
Semarang guna memberikan kepastian hukum pada Penggugat.
222
Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas telah jelas bahwa tindakan Tergugat
yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak bukan karena
adanya kesalahan yang dilakukan Tergugat, melainkan karena penolakan
Tergugat untuk mempekerjakan / memberi pekerjaan kepada Penggugat dengan
alsan yang tidak masuk akal dan diskriminatif, di mana hal tersebut telah
menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Penggugat yakni kehilangan
pekerjaan yang berarti kehilangan penghasilan. Oleh karena itu adalah pantas
dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan Industrial menghukum
Tergugat untuk membayar uang pesangon dua kali ketentuan Pasal 156 ayat
(2), Uang Penghargaan masa Kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (3),
dan Uang Pengganti Hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tnetang Ketenagakerjaan kepada Penggugat dengan
perincian sebagai berikut :
Uang Pesangon : 2 x 5 x Rp 2.300.000,-  = Rp 23.000.000,-
Uang Penghargaan masa kerja : 2 x Rp 2.300.000,-= Rp 4.600.000,-
Penggantian hak perumahan/pengobatan 15 %  = Rp 4.140.000,-
Jumlah  = Rp 31.740.000,-
(tiga puluh satu juta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah)

223
Bahwa oleh karena tindakan Tergugat melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja terhadap Penggugat adalah tidak sah dan
bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan maka
patut dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan
Industrial memerintahkan Tergugat membayar upah selama
proses penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ini
terhitung sejak bulan September 2010 sampai dengan bulan April
2011 sebesar Rp 2.300.000,- per bulan dengan rincian sebagai
berikut :
- 8 x Rp 2.300.000,- = Rp 18.400.000,-
Bahwa oleh karena khawatir setelah perkara ini diputus Tergugat
tetap tidak bersedia atau lalai melaksanakan putusan tersebut oleh
karenanya patut dan layak menurut hukum apabila Tergugat
dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsong) kepada
Penggugat sebesar Rp 200.000,- untuk setiap hari secara tunai
dan sekaligus terhitung sejak putusan perkara ini berkekuatan
hukum tetap sampai Tergugat melaksanakan Putusan Perkara 224 ini
denga baik, seketika dan sempurna.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, mohon kepada Pengadilan
Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Semarang c.q
Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini agar memeriksa dan
memberikan putusan sebagai berikut :

PRIMAIR :
• Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk
seluruhnya;
• Menyatakan dan menetapkan hubungan kerja antara dan
Penggugat dan Tergugat adalah pekerja menetap (Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu);
• Menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan Tergugat
kepada Penggugat adalah tidak sah dan bertentangan denga aturan
hukum yang berlaku;

225
• Menghukum dan mewajibkan Tergugat untuk membayar uang
pesangon dua kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang
Penghargaan masa Kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat
(3), dan Uang Pengganti Hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tnetang Ketenagakerjaan
kepada Penggugat dengan perincian sebagai berikut:
- Uang Pesangon : 2 x 5 x Rp 2.300.000,-  = Rp
23.000.000,-
- Uang Penghargaan masa kerja : 2 x Rp 2.300.000,- 
= Rp 4.600.000,-
- Penggantian hak perumahan/pengobatan 15 % = Rp 4.140.000,-
Jumlah  = Rp 31.740.000,-
(tiga puluh satu juta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah)

226
• Mewajibkan dan menghukum Tergugat untuk membayar seluruh upah selama
proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial terhitung mulai bulan
September 2010 sampai dengan April 2011 sebesar Rp 2.300.000,- (Dua juta
tiga ratus ribu rupiah) per bulan dengan rincian sebagai berikut :
- 8 x Rp 2.300.000,- = Rp 18.400.000,-
• Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsong) kepada
Penggugat sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) untuk setiap hari secara
tunai dan sekaligus terhitung sejak putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap
sampai Tergugat melaksanakan Putusan Perkara ini denga baik, seketika dan
sempurna;
• Menghukum Tergugat untuk menanggung biaya yang timbul dalam perkara ini.
SUBSIDAIR :
• Apabila Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Semarang
berpendapat lain, maka kami mohon putusan yang seadil-adilnya.

Surakarta, 18 April 2011


Hormat kami

Kuasa Hukum Penggugat 227

Anda mungkin juga menyukai