Anda di halaman 1dari 23

Hukum perdata

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law)
dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau
hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian
semacam ini.
Hukum perdata dikenal sebagai ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban
individu dengan badan hukum. Untuk pertama kalinya istilah hukum perdata dikenal
Indonesia dalam bahasa Belanda yakni Burgerlijk Recht. Sumber hukum perdata
dikodifikasikan dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan dialih bahasa menjadi Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Terdapat beberapa pandangan
terkait dengan KUHPerdata ini salah satunya, KUHPerdata dipandang sebagai suatu
pedoman saja karena tidak pernah ada terjemahan resmi dari Burgerlijk Recht yang
aslinya masih berbahasa Belanda
Hukum merupakan alat atau seperangkat kaidah. Perdata merupakan
pengaturan hak, harta benda dan sesuatu yang berkaitan antara individu dengan
badan hukum. Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan
kewajiban seseorang dalam masyarakat. 
Istilah hukum perdata ini berasal dari bahasa Belanda ‘Burgerlijk Recht’.
Hukum perdata juga sering dikenal dengan sebutan hukum privat atau hukum sipil.
Namun, istilah hukum perdata lebih umum digunakan saat ini.    
Menurut Prof Subekti, hukum perdata adalah semua hukum privat materiil berupa
hukum pokok yang mengatur kepentingan individu.
Menurut Prof. Sudikno, hukum perdata adalah keseluruhan peraturan yang
mempelajari tentang hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya,
baik dalam hubungan keluarga atau hubungan masyarakat luas.
Sedangkan menurut Sri Sudewi Masjchoen Sofwan, hukum perdata adalah
hukum yang mengatur kepentingan warga perseorangan yang satu dengan yang

lainnya. 

A. Hukum Perdata Di Indonesia Terdiri Dari: 


1. hukum perdata adat. Ketentuan hukum yang mengatur hubungan individu
dalam masyarakat adat yang berkaitan dengan kepentingan
perseorangan. ketentuan-ketentuan adat ini umumnya tidak tertulis dan
berlaku turun temurun dalam kehidupan masyarakat adat tersebut. 
2. hukum perdata eropa. Ketentuan atau hukum-hukum yang mengatur
hubungan hukum mengenai kepentingan orang-orang Eropa.
3. hukum perdata nasional. Bidang-bidang hukum sebagai hasil produk
nasional. salah satu bagian hukum perdata nasional adalah hukum
perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum
Agraria dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. 
4. Selain itu, terdapat pula hukum perdata Internasional di Indonesia

B. Sumber-sumber hukum perdata 


1. Algemene Bepalingen van Wetgevingketentuan-ketentuan umum
pemerintah Hindia Belanda yang diterapkan di Indonesia (terdiri atas 36
pasal)
2. KUH Perdata ketentuan hukum produk Hindia Belanda yang diterapkan
dan diberlakukan di Indonesia.
3. KUHD atau Wetboek van Kopenhandel KUHD memiliki 754 pasal, meliputi
tentang dagang dan hak-hak kewajiban dalam pelayaran.
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Hukum Agraria
UU ini diatur tentang hukum pertanahan yang berdasarkan pada hukum
adat.
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Hukum Perkawinan
UU ini membuat ketentuan yang tercantum dalam Buku I KUH Perdata,
khususnya mengenai perkawinan.
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1996  tentang Hak Tanggungan atas
Tanah dan Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah UU ini mencabut
peraturan berlakunya hipotek dalam Buku II KUH Perdata. tujuan dari
pencabutan ketentuan tersebut adalah karena sudah tidak sesuai dengan
kegiatan perkreditan.
7. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
memiliki wujud atau tidak dan benda tidak bergerak seperti bangunan
yang tidak bisa dibebani hak tanggungan.
8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Undang-Undang yang mengatur
tentang Lembaga Jaminan Simpanan, adalah lembaga penjamin simpanan
nasabah bank.
9. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yang berisi tentang Kompilasi
Hukum Islam atau KHIKompilasi Hukum Islam adalah hukum yang
mengatur tentang perkawinan, hukum waris, perwakafan yang hanya
berlaku bagi orang-orang beragama islam.

C. Sejarah Hukum Perdata


Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu
Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis
yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum
Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut
Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu
diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24
tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi
hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP
KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat
sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut
terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang
baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata-Belanda.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan
dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam
bahasa nasional Belanda
D. KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum
perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang
berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya
berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa
Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan
B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan
Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan,
UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat
menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer
masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti
dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia
diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku
Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD
1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan
dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW
Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata
Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia. Isi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
Buku 1 tentang Orang / Personrecht
Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht
Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht
Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewijs
E. Hukum perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum
perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari
hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata
usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur
hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta
benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan
sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara
lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan
Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang
terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa
kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem
hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata
di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku
di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda,
BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari
hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
F. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat
bagian, yaitu:
- Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan
hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan
mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan,
perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus
untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan.
- Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum
yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan
penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud
yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat
tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud
lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan
(iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus
untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang
agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak
tanggungan.
- Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau
kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya
mempunyai makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang
hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain
tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari
(ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya
perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan
KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus
dari KUHPer.
- Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban
subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam
mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang
berkaitan dengan pembuktian. Sistematika yang ada pada KUHP tetap
dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada
fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
G. Definisi Hukum Perdata
Definisi Hukum Perdata menurut para ahli :
1. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang
satu dengan perseorangan yang lainnya.
2. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan
perseorangan yang lainnya.
3. Sudikno Mertokusumo
Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban
perseorangan yang satu terhadap yag lain didalam lapangan
berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
4. Prof. R. Soebekti, S.H.
Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur
kepentingan perseorangan.
- Definisi secara umum :
Suatu peraturan hukum yang mengatur orang / badan hukum yang satu
dengan orang / badan hukum yang lain didalam masyarakat yang
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
- Unsur yang terpenting dari Hukum Perdata :
1. norma peraturan
2. sanksi
3. mengikat / dapat dipaksakan
H. Azas-Azas Hukum Perdata
a. Azas Individualitas
b. Azas Kebabasan Berkontrak
c. Azas Monogami ( dalam hukum perkawinan )
- Azas Individualitas
Dapat menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-
bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum,
selain itu juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara,
dsb.
- Batasan terhadap azas individualitas :
1. Hukum Tata Usaha Negara ( campur tangan pemerintah
terhadap hak milik )
2. Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga
3. Tidak menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan
orang lain
- Azas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang
telah diatur dalam UU maupun yang belum ( pasal 1338 KUHPerdata )
asal perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan UU, ketertiban
umum dan kesusilaan.
- Azas Monogami
Seorang laki-laki dalam waktu yang sama hanya diperbolehkan
memunyai satu orang istri. Namun dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1
Tahun 1974 tentang Undang-Undang Pokok Perkawinan (UUPP)
membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat
pada pasal 3 ayat (2), pasal 4 dan pasal 5 pada UUPP.
I. Perkembangan Kuhperdata Di Indonesia
a. Hukum Perdata Eropa (Code Civil Des Francais) dikodifikasi tanggal
21 Maret 1804.
b. Pada tahun 1807, Code Civil Des Francais diundangkan dengan nama
Code Napoleon.
c. Tahun 1811 – 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda.
d. KUHPerdata Indonesia berasal dari Hukum Perdata Belanda, yaitu
buku "Burgerlijk Wetboek" (BW) dan dikodifikasi pada tanggal 1 Mei
1848.
e. Setelah kemerdekaan, KUHPerdata tetap diberlakukan di Indonesia.
Hal ini tercantum dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada
(termasuk KUHPerdata) masih tetap berlaku selama belum ada
peraturan yang baru menurut UUD ini.
f. Perubahan yang terjadi pada KUHPerdata Indonesia :
g. Tahun 1960 : UU No.5/1960 mencabut buku II KUHPerdata
sepanjang mengatur tentang bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya kecuali hypotek
h. Tahun 1963 : Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran
tertanggal 5 September 1963, dengan mencabut pasal-pasal tertentu
dari BW yaitu : pasal 108, 824 (2), 1238, 1460, 1579, 1603 x (1),(2)
dan 1682.
i. Tahun 1974 : UU No.1/1974, mencabut ketentuan pasal 108 tentang
kedudukan wanita yang menyatakan wanita tidak cakap bertindak.
J. Sistematika Hukum Perdata
a. Menurut Ilmu Pengetahuan
1. Buku I : Hukum Perorangan (Personenrecht)
2. Buku II : Hukum Keluarga (Familierecht)
3. Buku III : Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
4. Buku IV : Hukum Waris (Erfrecht)
b. Menurut KUHPerdata
1. Buku I : Perihal Orang (Van Personen)
2. Buku II : Perihal Benda (Van Zaken)
3. Buku III : Perihal Perikatan (Van Verbintennisen)
4. Buku IV : Perihal Pembuktian dan Kadaluarsa (Van Bewijs en Verjaring)
Isi Buku KUHPerdata
a. Buku Tentang Hukum Perorangan
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak
dan kewajiban. Subjek hukum terdiri atas :
a. Manusia / Perorangan ( Natuurlijk Persoon )
b. Badan Hukum ( Rechtpersoon )
Status manusia sebagai subjek hukum merupakan kodrat / bawaan dari
lahir, sedangkan status badan hukum sebagai subjek hukum ada karena
pemberian oleh hukum. Manusia dan badan hukum sama-sama
manyandang hak dan kewajiban. Hal-hal yang membatasi kewenangan
hukum manusia adalah tempat tinggal, umur, nama dan perbuatan
seseorang.
1. Nama, Kewarganegaraan Dan Domisili Kegunaan nama :
a. membedakan satu individu dengan individu lainnya
b. mengetahui hak dan kewajibannya - sebagai identifikasi seseorang
sebagai subjek hukum
c. untuk mengetahui keturunan, asal usul seseorang dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan kekeluargaan dan pembagian harta warisan
Kewarganegaraan dapat mempengaruhi kewenangan berhak
seseorang, contoh : dalam pasal 21 (1) UUPA ? hanya WNI yang
dapat mempunyai hak milik. Domisili / tempat tinggal adalah
tempat dimana seseorang melakukan kegiatannya sehari-hari.
d. Macam-macam domisili :
1. tempat kediaman sesungguhnya, terbagi atas :
a. tempat kediaman bebas ? bebas memilih tenpa dipengaruhi
pihak manapun.
b. tempat kediaman tidak bebas ? terikat oleh pihak lain, mis:
rumah dinas.
2. tempat kediaman yang dipilih, terbagi atas :
a. dipilih atas dasar ketetapan UU ? dalam hukum acara, waktu
melakukan eksekusi dari vonis.
b. Dipilih secara bebas ? misal dalam waktu melakukan
pembayaran, dipilih kantor notaris.
2. Kewenangan Berhak
kewenangan untuk mendukung hak dan kewajiban keperdataan.
Kewenangan berhak manusia ada sejak dia dilahirkan hidup ( jika
dilahirkan meninggal, tidak ada kewenangan berhak ? pasal 2 BW )
sampai ia meninggal tanpa tergantung pada faktor agama, jenis
kelamin, keadaan ekonomi, serta kedudukan dalam masyarakat.
Sedangkan kewenangan berhak badan hukum diawali sejak berdiri dan
diakhiri dengan dibubarkannya badan hukum tersebut. Yang
membatasi kewenangan berhak manusia :
a. Kewarganegaraan
b. Tempat tinggal
c. Kedudukan / jabatan
d. Tingkah laku / perbuatan
e. Jenis kelamin, hal tiada ditempat
- Penjelasan
a. Kewarganegaraan
Yang membatasi kewenangan berhak WNA di Indonesia:
1. Tarif pajak lebih tinggi
2. Tidak boleh berpolitik dan berideologi
3. Terbatas dalam kegiatan perseroan dan perkumpulan
4. Tidak boleh duduk dalam pemerintahan
b. Tempat tinggal
Contoh: seseorang yang berdomosili di kota Batam tidak
dapat menjadi pemilih pada Pemilu walikota Tanjungpinang.
c. Kedudukan / jabatan
Contoh : hakim dan pejabat hukum tidak boleh memiliki
barang-barang dalam perkara yang dilelang atas dasar
keputusan pengadilan.
d. Tingkah Laku / Perbuatan
Contoh : kekuasaan orangtua / wali dapat dicabut oleh
pengadilan jika orangtua/wali tersebut pemabuk, suka
aniaya anak, dsb.
e. Jenis Kelamin dan hal tiada ditempat
Antara laki-laki dan wanita terdapat perbedaan hak dan
kewajiban. Dikatakan hal tiada ditempat / keadaan tidak
hadir apabila tidak ada kabar atau pemberitahuan untuk
waktu yang cukup lama (5 tahun berturut-turut). Bisa
disebabkan meninggal, tidak tahu asal usul, dsb.
3. Kecakapan Berbuat
Orang yang cakap (wenang melakukan perbuatan hukum ) menurut
UU adalah :
1. orang yang dewasa ( diatas 18 tahun) atau pernah melangsungkan
perkawinan
2. tidak dibawah pengampuan, yaitu orang dewasa tapi dalam
keadaan dungu, gila, pemboros, dll.
3. tidak dilarang oleh UU, misal orang yang dinyatakan pailit oleh UU
dilarang untuk melakukan perbuatan hukum.
4. Pendewasaan
meniadakan keadaan belum dewasa kepada seseorang agar dapat
melakukan perbuatan hukum.
- macam pendewasaan :
a. penuh (sempurna), anak dibawah umur memperoleh
kedudukan sama dengan orang dewasa dalam semua hal.
b. terbatas, hanya disamakan dalam hal perbuatan hukum,
namun tetap berada dibawah umur.
4. Pengampuan
Keadaan dimana seseorang tidak dapat mengendalikan emosinya,
karena sifat-sifat pribadinya sehingga oleh hukum dianggap tidak
cakap untuk bertindak sendiri dalam hukum.
1. Curandus adalah orang yang dibawah pengampuan
2. Curator adalah orang yang ditunjuk sebagai wakil dari seorang
curandus
3. Curatele adalah lembaga pengampuan
Pengampuan terjadi karena adanya keputusan hakim yang didasarkan
pada adanya permohonan, yang dapat diajukan oleh :
1. Keluarga sedarah
2. Keluarga semenda dalam garis menyimpang sampai derajat
keempat
3. Suami terhadap istri dan sebaliknya
4. Diri sendiri
5. Kejaksaan
- Akibat pengampuan :
a. Orang tersebut kedudukannya sama dengan anak dibawah
umur
b. Perbuatan hukum yang dilakukan dapat dibatalkan ( dapat
dimintakan pembatalannya oleh curator)
c. Pengampuan berakhir apabila keputusan hakim tersebut dicabut
atau karena meninggalnya curandus
5. Badan Hukum ( Rechtpersoon)
Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa badan hukum
itu :
a. Adalah persekutuan orang-orang
b. Dapat melakukan perbuatan hukum
c. Mempunyai harta kekayaan sendiri
d. Mempunyai pengurus
e. Mempunyai hak dan kewajiban
f. Dapat menggugat dan digugat di pengadilan
Istilah badan hukum tidak ada dalam KUHPerdata, namun dalam Buku
III KUHPerdata, terdapat istilah perkumpulan, yang terbentuk oleh
adanya suatu perjanjian khusus. Perkumpulan itu dapat kita artikan
dengan badan hukum.
- Syarat berdirinya badan hukum :
a. Syarat Formal, yaitu syarat yang harus dipenuhi sehubungan
dengan permohonan untuk mendapatkan status hukum
b. Syarat Material :
1. yang diminta oleh UU ( pasal 1653 KUHPerdata )
2. menurut doktrin : adanya kekayaan yang terpisah, tujuan,
kepentingan tersendiri dan organisasi yang teratur.
- Pembagian badan hukum
1. Menurut Jenisnya :
a. Badan Hukum Publik (negara, pemda, BI, Perusahaan
Negara berdasarkan PP, dsb)
b. Badan Hukum Perdata (PT, koperasi, parpol, yayasan, badan
amal, wakaf, dsb)
2. Menurut Sifatnya
a. Korporasi (gabungan orang yang mempunyai kewajiban
yang berbeda dengan anggota lainnya)
b. Yayasan (tiap kekayaan bukan merupakan kekayaan
orang/badan dan diberi tujuan tertentu)
6. Catatan Sipil
suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk mencatat
peristiwa-peristiwa yang menyangkut status keperdataan dan terbuka
untuk umum.
A. Macam-macam akta catatan sipil :
Akta kelahiran ? mencatat peristiwa kelahiran seseorang.
a. Akta Kelahiran Umum, mencatat berdasarkan waktu pelaporan
kelahiran dalam batas waktu selambat-lambatnya 60 hari kerja
(WNI) dan 10 hari kerja (WNA).
b. Akta Kelahiran Istimewa, mencatat kelahiran bagi laporan yang
telah melampaui batas waktu.
c. Akta Kelahiran Dispensasi, mencatat mereka yang lahir
sebelum tanggal 31 Desember 1985.
d. Akta Kematian ? mencatat peristiwa kematian seseorang.
e. Akta Perkawinan ? mencatat peristiwa perkawinan.
f. Akta Perceraian ? mencatat peristiwa perceraian.

7. Hukum Perkawinan
Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Pokok Perkawinan:
suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membantuk keluarga ( rumah
tangga) yang bahagia, kekal berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa.
Syarat dapat melangsungkan perkawinan menurut pasal 6 UUPP:
a. Persetujuan kedua belah pihak
b. Seseorang yang belum berumur 21 tahun harus mendapat
persetujuan dari orangtua, jika orangtua sudah meninggal dapat
meminta persetujuan dari wali/keluarga yang mempunyai
hubungan darah garis lurus keatas.
1. Azas-azas Perkawinan
a. Tujuan Perkawinan membentuk keluarga / rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Membentuk keluarga : membentuk kesatuan masyarakat
terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak. Membentuk
rumah tangga : membentuk kesatuan hubungan suami istri
dalam satu wadah yang disebut rumah kediaman bersama.
b. Sahnya perkawinan jika dilakukan menurut agama dan
kepercayaan masing-masing, dan dicatat dalam catatan sipil.
c. Azas Monogami seorang suami / istri hanya diperbolehkan
memiliki satu orang istri / suami. Jika dikehendaki dan diizinkan
oleh agamanya, maka seseorang suami dapat beristri lebih dari
satu setelah memenuhi persyaratan yang diputuskan
pengadilan.
d. Prinsip Perkawanan kedua belah pihak sudah dewasa dan
matang jiwa raganya. Perkawinan dilarang antara mereka yang
mempunyai hubungan darah garis lurus keatas dan kebawah.
e. Mempersukar Terjadinya Perceraian karena tujuan perkawinan
adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka UU
menganut prinsip ini mempersukar terjadinya perceraian.
f. Hak dan Kedudukan Istri hak dan kedudukan istri adalah
seimbang dengan suami baik dalam kehidupan rumah maupun
masyarakat.
2. Pencegahan Perkawinan
Pencegahan perkawinan dapat dilakukan apabila ada pihak yang tidak
memenuhi syarat. Syarat dapat melangsungkan perkawinan :
a. pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun
b. terkena larangan perkawinan pasal 8 UUPP
c. tidak terikat perkawinan dgn orang lain, apabila terikat, harus
mendapat izin dari istri pertama dan diizinkan pengadilan untuk
kawin lagi tidak memenuhi tata cara pelaksanaan perkawinan
yang telah diatur sendiri
3. Pihak yang berhak mencegah perkawinan :
a. keluarga dalam garis lurus keatas dan kebawah
b. saudara
c. wali
d. wali nikah
e. pengampu dari salah satu calon mempelai
f. pihak-pihak yang berkepentingan
4. Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila salah satu pihak masih
terikat perkawinan dengan orang lain dan apabila perkawinan tersebut
dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
1. Pihak yang dapat membatalkan perkawinan :
a. keluarga dalam garis lurus keatas masing-masing pihak
b. suami atau istri
c. pejabat yang berwenang selama perkawinan belum
diputuskan
5. Akibat Perkawinan
Terhadap suami dan istri, harus:
a. Memikul kewajiban hukum, setia, hak dan kedudukan seimbang
b. Tinggal bersama
c. Suami melindungi keluarga
d. Hubungan mengikat / timbal balik
6. Terhadap harta perkawinan:
a. Harta bawaan tetap dibawah penguasaan masing-masing.
b. Harta perkawinan adalah benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama, dengan kata lain jika terjadi
perceraian, harta perkawinan harus dibagi dua sepanjang tidak
ditentukan lain
7. Terhadap keturunan / kedudukan anak:
a. Kekuasaan orangtua mulai sejak kelahiran anak dan berakhir
ketika anak dewasa/menikah/dicabut oleh pengadilan.
b. Orangtua wajib memelihara dan mendidik anak sekalipun
kehilangan kekuasaan sebagai orangtua/wali.
c. Anak menjadi ahli waris yang sah.
8. Putusnya Perkawinan
Putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh :
1. Kematian
2. Perceraian
3. Atas keputusan pengadilan
9. Alasan mengajukan perceraian :
a. setelah adanya perpisahan meja dan ranjang serta pernyataan
bubarnya perkawinan
b. alasan lain seperti berbuat zina, meninggalkan pihak lain tanpa
alasan, melakukan KDRT, cacat badan / penyakit, tidak bisa
menjalankan kewajiban, selalu terjadi pertengkaran dan
perselisihan.
10. Tata cara perceraian diatur dalam pasal 14-18 PP no 9/1975.
Perceraian atas keputusan pengadilan terjadi karena adanya
gugatan perceraian istri terhadap suami (cerai gugat)
1. Perceraian diajukan suami ? cerai talaq
2. Perceraian diajukan istri ? cerai gugat
3. Proses perceraian
a. Pemanggilan
1. dilakukan oleh jurusita PN atau petugas PA
2. dipanggil 3 hari sebelum sidang
3. Jika tidak jelas maka pemanggilan dilakukan dengan
cara pengumuman baik melalui pengadilan, media
massa maupun perwakilan RI di Luar Negeri.
b. Persidangan 30 hari setelah gugatan diterima
1. Dapat hadir sendiri / didampingi kuasa haknya
2. Pemeriksaan dengan sidang tertutup
3. Gugatan dapat diterima tanpa kehadiran tergugat
c. Perdamaian
1. Dilakukan sebelum dan selama gugatan perceraian
belum diputuskan hakim
2. Perdamaian dapat dilakukan oleh pengadilan
dengan/tanpa abntuan pihak lain seperti mediator
3. Jika terjadi perdamaian maka gugatan baru tidak
dapat diajukan lagi dengan alasan yang sama
4. Putusan
5. Disampaikan dalam sidang terbuka
6. Perceraian beserta akibatnya berlaku sejak dilakukan
pencatatan oleh petugas pencatat ( kecuali bagi
Islam) terhitung sejak jatuhnya putusan pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum tetap
3. Akibat Putusnya Perkawinan :
a. Terhadap anak dan istri:
1. Bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan anak atau sesuai dengan keputusan
pengadilan
2. Mantan suami berkewajiban memberi biaya
penghidupan kepada mantan istri
3. Hakim dapat menunjuk pihak ketiga bagi anak
b. Terhadap harta perkawinan:
1. Harta bawaan tetap dibawah penguasaan masing-
masing
2. Harta bersama diatur menurut hukum masing-
masing, yaitu dibagi dua untuk suami dan istri
4. Terhadap status keperdataan dan kebebasan
1. Keduanya tidak terikat lagi
2. Bebas melakukan perkawinan dengan pihak lain sepanjang
tidak bertentangan dengan UU dan agama masing-masing.
Bagi wanita untuk melakukan perkawinan lagi ada masa
tunggu 3 bulan. Hal ini untuk memastikan apakah mantan
istri sedang hamil atau tidak.
5. Perkawinan campuran
perkawinan yang dilakukan 2 orang yang berbeda
kewarganegaraannya.
Perkawinan campuran berakibat pada kewarganegaraan
suami/istri dan keturunannya.
b. Buku Tentang HUKUM BENDA
Keseluruhan aturan hukum yang mengatur mengenai benda, meliputi
pengertian, macam-macam benda, dan hak-hak kebendaan. Hukum
Benda bersifat tertutup dan memaksa. Tertutup adalah seseorang tidak
boleh mengadakan hak kebendaan jika hak tersebut tidak diatur dalam
UU Memaksa adalah harus dipatuhi dan dituruti, tidak boleh menyimpang.
1. Macam-macam benda / barang
a. Benda berwujud dan tidak berwujud. Arti penting pembagian ini
adalah, bagi benda berwujud bergerak dilakukan dengan penyerahan
langsung benda tersebut, bagi benda berwujud tidak bergerak
dilakukan dengan balik nama. Contoh yang menggunakan balik
nama : tanah, rumah dsb. Sedangkan bagi bend a tidak berwujud
(seperti piutang) bisa dilakukan dengan cara cessie ataupun dengan
cara penyerahan surat secara langsung.
b. Benda bergerak dan tidak bergerak. Arti pentingnya pembagian ini
terletak pada penguasaan (bezit), penyerahan (levering), daluarsa
(verjaring), serta pembebanan (berzwaring).
c. Benda Bergerak Benda Tidak bergerak. Penguasaan Orang yang
menguasai benda dianggap pemiliknya Orang yang menguasai benda
belum tentu adalah pemiliknya
d. Penyerahan Dilakukan dengan langsung Dilakukan dengan balik nama
e. Daluarsa Tidak mengenal daluarsa Dikenal daluarsa
f. Pembebanan Dengan penggadaian Dengan di hypotek, hak
tanggungan
g. Benda habis dipakai dan benda tidak habis dipakai. Arti pentingnya
pembagian ini terletak pada waktu pembatalan perjanjiannya. Jika
dalam perjanjian objeknya adalah benda habis dipakai, apabila terjadi
pembatalan perjanjian maka akan terjadi kesulitan untuk pemulihan
objek tersebut karena telah terpakai. Maka adri itu, penyelesaiannya
adalah dengan cara mengganti dengan benda yang sejenis dan
senilai.
h. Benda yang sudah ada dan yang akan ada. Arti pentingnya
pembagian ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang
atau pelaksanaan perjanjian. Sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata,
syarat sahnya perjanjian adalah adanya sepakat,cakap hukum, objek
tertentu, dan halal. Jika objek yang dalam perjanjian itu adalah
barang yang sudah ada, maka perjanjian sah-sah saja. Sebaliknya
apabila ibjek yang di-perjanjikan adalah barang yang akan ada, maka
perjanjian itu batal demi hukum.
i. Benda dalam perdagangan dan benda di luar perdagangan. Arti
pentingnya terletak pada cara pemindahtanganan. Benda dalam
perdagangan dapat diperjualbelikan dan diwariskan secara bebas.
Tetapi, jika benda di luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan
ataupun diwariskan. Contoh benda di luar perdagangan : benda
wakaf, narkotika, perdagangan wanita untuk pelacuran, dan lain
sebagainya.
j. Benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. Arti pentingnya
pembagian terletak pada pemenuhan prestasi suatu perikatan.
Contoh benda dapat dibagi : beras, minyak, air, kertas, dll.
Sedangkan contoh benda tidak dapat dibagi : binatang, manusia,
mobil, rumah, kapal, dll. Suatu benda dikatakan tidak dapat dibagi
karena akan berubah nama dan fungsinya.
k. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Pada benda terdaftar,
kepemilikan dapat dilacak dengan mudah sedangkan pada benda
tidak terdaftar lebih sulit untuk pembuktian kepemilikan. Contoh
benda terdaftar : rumah, mobil, kapal, motor, dll. Benda-benda
tersebut ada surat kepemilikannya. Sedangkan contoh benda tidak
terdaftar : uang, telepon, kursi, dll.

c. Buku Ketiga – Perikatan


Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud
penggunaan kata "Perikatan" disini lebih luas dari pada kata perjanjian.
Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang
bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang
melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari
pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
(zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang
hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar
hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban
perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht) sehingga
terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh
para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan
apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu
kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi
dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara
logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara
khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi
terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang).
Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya
perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).
1. Bab I - Tentang perikatan pada umumnya
2. Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
3. Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
4. Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
5. Bab V - Tentang jual-beli
6. Bab VI - Tentang tukar-menukar
7. Bab VII - Tentang sewa-menyewa
8. Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
9. Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
10. Bab IX - Tentang badan hukum
11. Bab X - Tentang penghibahan
12. Bab XI - Tentang penitipan barang
13. Bab XII - Tentang pinjam-pakai
14. Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
15. Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
16. Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan
17. Bab XVI - Tentang pemberian kuasa
18. Bab XVII - Tentang penanggung
19. Bab XVIII - Tentang perdamaian

d. Buku Keempat – Pembuktian dan Kedaluwarsa


Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluarsa. Hukum
tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (HIR) namun juga
diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat
ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai
alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
a. Surat-surat
b. Kesaksian
c. Persangkaan
d. Pengakuan
e. Sumpah
Daluarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu
tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik
(acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang
dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring).
Selain itu diatur juga hal-hal mengenai "pelepasan hak" atau
"rechtsverwerking" yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi
karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak
akan mempergunakan suatu hak.
a. Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya
b. Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan
c. Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
d. Bab IV - Tentang persangkaan
e. Bab V - Tentang pengakuan
f. Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim
g. Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya

Anda mungkin juga menyukai