Kelas: D
NPM:
Mata Kuliah: Hukum Perdata
BAB I
“Hukum Perdata” dalam arti yang luas meliputi semua hukum “privat materiil”, yaitu
segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Perkataan “perdata”
juga lazim dipakai sebagai lawan dari “pidana”
Hukum Perdata di Indonesia, ber-bhineka tunggal ika yaitu, beraneka warna. Pertama, ia
berllainan untuk segala golongan warga Negara:
a. Untuk golongan bangsa Indonesia asli, berlaku “Hukum Adat,” yaitu hukum yang
sejak dahulu telah berlaku di kalangan rakyat, yang sebagian besar masih belum
tertulia, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat, mengenai segala soal dalam
kehidupan masyarakat.
b. Untuk golongan warga negara bukan asli yang berasal Tionghoa dan Eropah berlaku
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel).
Akhirnya untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa
atau Erpoah (yaitu : Arab, India, dan lain-lain) berlaku sebagaian dari Burgerljk Wetboek.
Hukum yang berlaku bagi golongan bangsa Indonesia asli sendiripun ada ber-bhineka lagi, yaitu
berbeda-beda dari daerah ke daerah.
Bagi golonren Timur Asing lain-lainnya (Arab, India dan sebagainya) kemudian juga
diadakan suatu peraturan tersendiri, dalam Ordonansi yang termuat dalam Staatsblad tahun 1924
No. 556 (mulai berlaku sejak tanggal 1 maret 1925), ,menurut peraturan tersebut pada pokoknya
bagi mereka itu hukum privat Eropaj dengan kekecualian hukum kekeluargaan dan hukum
warisan, sehingga mereka itu untuk bagian-bagian hukum yang belakang ini tetap tunduk pada
hukum asli mereka sendiri. Tetapi bagian yang mengenai pembuatan surat wasiat, berlaku untuk
mereka.
BAB II
Memang, adanya pemisahan Hukumn Dagang dari Hukum Perdata dalam perundang-
undangan kita sekarang ini, hanya terbawa oleh sejarah saja, yaitu karena di dalam hukum
Rumawi yang merupakan sumber terpenting dari Hukum Perdata di Eropah Barat – belumlah
terkenal Hukum Dagang sebagaimana yang terletak dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang kita sekarang sebab memang peradagangan internasional juga dapat dikatakan baru
mulai berkembang dalam Abad Pertengahan.
Hukum Perdata menurut iku hukum sekarang ini, lazim dibagi dalam empat bagian,
yaitu:
Hukum Waris, mergatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seorang jikalau ia
meninggal. Juga dapat dikatakan, Hukum Waris itt mengatur akibat-akibat hubungan keluarga
terhadap harta peninggalan seseorang. Hukum Waris lazinnya ditem patkan tersendiri.
Sistematik yang dipakai oleh Kitab Undang- undang Hukum Perdata? B.W, itu terdiri
atas empat buku, yaiu :
- Buku I, yang berkepala "Perihal Orang', memuat hukm tentang diri seseorang dan Hukum
Keluarga;
- Buku II yag berkepala "Perihal Benda', memuat hukum perbendaan serta Hukum Waris;
- Buku III yang berkepala "Perihal Periatar'; memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-
hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pthak yang
tertentu;
- Buku IV yang berkepala "Perihal Pembuktian dan Lewat waktu (Daluwara), memuat
perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan
hukum.
BAB III
Dalam hukum, perkataan orang (persoon) berarti pembawa hukum hak atau subyek di
dalam hukum. Sekarang ini boleh dikatakan. Peradaban kita sekarang sudah sedemikian
majunya, hingga suatu perikatan pekerjaan yang dapat dipaksakan tidak diperbolehkan lagi di
daam hukum. Sudah menjadi suatu asas dala Hukum Perdata, bahwa semua kekayaan seseorang
menjadi taoggungan untuk segala kewajibannya. Juga yang dinamakan "kematian perdata', yaitu
suatu hukuman yang menyatalkan bahwa seseorang tidak dapat memiliki sesuatu hak lagi tidak
terdapat dalam hukum sekarang ini (passl 3 B.W.).
Menurut hukum sekarang ini, tiap orang tiada yang terkecuali dapat memiliki hak-hak,
akan tetapi di dalam hukum tidak semua orang diperbolehkan bertindak seridiri dalam
melaksanakan hak-haknya itu. Berbagai golongan orang, oleh undang-undang telah dinyatakan
"tidak cakap," atar "kurang cakap" untuk melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Yang
dimaksudkan di sini, ialah orang-orang yang belum dewasa atau masih kurang umur dan orang-
orang yang telah ditaruh di bawah pengawasan (curatele).
Menurut B.W., orang dikatakan masih di bawah umur apabila ia belum mencapai usia
21.tahun, kecuali jikalau ia sudah kawin. Kalau ia sudah kawin ia tidak akan menjadi orang yang
di bawah umur lagi, meskipun perkawinannya itu diputuskan sebelum ia mencapai usia 21 tahun
itu. Selanjutnya menurut B.W, seorang perempuan yang telah kawin pada umumnya juga tidak
diperbolehkan bertindak sendiri dalam hukum, tetapi harus dibantu oleh suaminya. Ia termasuk
golongan orang yang oleh hukum dianggap kurang cakap untuk bertindak sendiri. Selain itu, di
dalam B.W. terdapat berbagai pasal yang secara khusus memperbedakan antara kecakapan-
kecakapan orang lelaki dan orang perempuan, misainya :
1. Seorang perempuan dapat kawin, jika ia sudah berumur 15 tahun dan seorang
lelaki jika ia sudah berumur 18tahun;
2. seorang perempuan tidak diperbolehkan kawin lagi sebelum lewat 300 hari
setelah perkawinan diputuskan, sedangkan untuk seorang lelaki, tidak terdapat
larangan semacam ini;
3. Seorang lelaki baru diperboleh kan mengakui seorang anaknya, jika ia sudah
berusia paling sedikit 19 tahun, sedangkan untuk seorang perempuan tiada suatu
pembatasanumur seperti ini.
Tiap orang menurut hukum, harus mempunyai tempat tinggal yang dapat dicari. Tempat
tersebut dinamakan domicili. Juga Badan Hukum harus mempunyai tempat kedudukan tertentu.
Hal ini perlu untuk menetapkan beberapa hal, misalnya : di mana seorang harus kawin, di mana
seorang harus dipanggil dan ditarik di muka hakim.
Sebagian orang mempunyai domicile mengikuti pada domicile orang lain, misalnya :
seorang isteri, kecuali jikalau ia telah berpisah dari meja dan tempat tidur, mempunyai domicile
di tempat tinggal suaminya; seorang anak mempunyai domicili di tempat orang tuanya dan
seorang yang ditaruh di bawah pengawasan (curatele) mempunyai domicili di tempat tinggal
kuratornya.
Ada juga domicili yang pilih berhungan dengansuatu urusan, misalnya dua pihak dalam
suatu kontrak memilih domicili di kantor seorang notarus atau di kantor kepaniteraan suatu
Pengadilan Negeri. Ini bermaksud untuk memudahkan pihak pengugat bila sampai terjadi suatu
perkara di muka hakim.
Pengertian rumah kematian yang sering dipakai dalam undang-undang tidak lain seperti
“domicili penghabisan" dari seorang yang meninggal. Pengertian ini, penting untuk menentukan
hukum mana yang berlaku dalam soal warisannya, hakim mana yang berkuasa mengadili perkara
tentang warisan itu dan penting pula berhubung dengan peraturan yang memperkenankan kepada
orang-orang yang:menghutangkan si meninggal untuk menggugat "seluruh ahli waris" pada
rumah kematian tersebut dalam waktu enam bulan sesudah meninggaln ya orang itu.