Anda di halaman 1dari 7

1 Sejarah Hukum Indonesia

Sejarah Hukum adalah bidang studi tentang bagaimana hukum berkembang dan apa
yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait dengan perkembangan
peradaban dan ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial. Sumbangan
ilmu ini lebih muda usianya dibandingkan dengan sosiologi hukum. Berkaitan dengan
masalah ini Soedjono, D., menjelaskan bahwa : Sejarah hukum adalah salah satu bidang
studi hukum, yang mempelajari perkembangan dan asal usul sistem hukum dalam suatu
masyarakat tertentu dan memperbandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi
oleh perbedaan waktu. (Sudarsono, hal. 261).
Demikian juga hal yang senada diungkapkan oleh Menteri Kehakiman dalam pidato
sambutan dan pengarahan pada simposium Sejarah Hukum (Jakarta 1-3 April 1975) dimana
dinyatakan bahwa :
Perbincangan sejarah hukum mempunyai arti penting dalam rangka pembinaan
hukum nasional, oleh karena usaha pembinaan hukum tidak saja memerlukan bahan-bahan
tentang perkembangan hukum masa kini saja, akan tetapi juga bahan-bahan mengenai
perkembangan dari masa lampau. Melalui sejarah hukum kita akan mampu menjajaki
berbagai aspek hukum Indonesia pada masa yang lalu, hal mana akan dapat memberikan
bantuan kepada kita untuk memahami kaidah-kaidah serta institusi-institusi hukum yang ada
dewasa ini dalam masyarakat bangsa kita (Soerjono Soekanto hal, 9).
Apa yang sejak lama disebut sejarah hukum, sebenarnya tak lain dari pada
pertelaahan sejumlah peristiwa-peristiwa yuridis dari zaman dahulu yang disusun secara
kronologis, jadi adalah kronik hukum. Dahulu sejarah hukum yang demikian itupun disebut
antiquiteiter, suatu nama yang cocok benar. Sejarah adalah suatu proses, jadi bukan sesuatu
yang berhenti, melainkan sesuatu yang bergerak; bukan mati, melainkan hidup.
Hukum sebagai gejala sejarah berarti tunduk pada pertumbuhan yang terus menerus.
Pengertian tumbuh membuat dua arti yaitu perubahan dan stabilitas.
Hukum tumbuh, berarti bahwa ada terdapat hubungan yang erat, sambungmenyambung atau hubungan yang tak terputus-putus antara hukum pada masa kini dan
hukum pada masa lampau.
Hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Itu
berarti, bahwa kita dapat mengerti hukum kita pada masa kini, hanya dengan penyelidikan
sejarah, bahwa mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga mempelajari
sejarah. (Van Apeldroon, hal. 417).

2 Sejarah Tata Hukum Indonesia


2.1 Masa Kolonial
2.1.1 Masa Vereenigde Oost Indisce Compagnie (1602-1799)
Pada saat VOC berdagang di wilayah Indonesia, VOC diberi hak-hak istimewa oleh
pemerintah Belanda. Hak tersebut adalah hak octrooi yang meliputi monopoli perdagangan
dan pelayaran, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian, dan juga hak untuk
mencetak uang.
Dalam usahanya untuk memperbesar keuntungan, VOC memaksakan aturan-aturan
yang dibawa dari negeri Belanda untuk ditaati oleh orang-orang pribumi. Aturan-aturan yang
dipaksakan berlakunya itu adalah peraturan-peraturan dalam bidang perdagangan dan biasa
diterapkan oleh kapal-kapal dagang. Ketentuan hukum tersebut sama dengan ketentuan
hukum Belanda kuno yang sebagian besar merupakan hukum disiplin. Perkembangan
selanjutnya, Gubernur Jendral Pieter Both diberikan wewenang untuk membuat peraturan
untuk menyelesaikan masalah dalam lingkungan pegawai-pegawai VOC di daerah-daerah
yang dikuasai VOC. Selain itu Pieter Both juga diberi wewenang untuk memutus perkara
perdata dan pidana. Peraturan-peraturan yang sudah dibuat kemudian diumumkan tetapi
pengumuman tersebut tidak disimpan dalam bentuk arsip dan sesudah diumumkan kemudian
dilepas serta tidak disimpan dengan baik, sehingga tidak diketahui peraturan yang masih
berlaku dan yang sudah tidak berlaku lagi. Dengan kondisi yang demikian VOC berniat untuk
kembali pengumuman-pengumuman tersebut dan menyusunnya secara sistematik dan
akhirnya dinamakan Statuta Batavia. Pada masa inipun kaidah-kaidah hukum adat di
Indonesia masih dibiarkan berlaku bagi orang-orang bumi putra.
Ketika VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 tata hukum yang berlaku di
Indonesia terdiri atas aturan-aturan yang berasal dari negeri Belanda dan aturan-aturan yang
diciptakan oleh gubernur yang berkuasa di daerah VOC dan aturan-atruran yang tertulis
maupun tidak tertulis yang berlaku untuk kalangan bumi putera (hukum adatnya masingmasing).

2.1.2 Masa Besluiten Regerings


Pada masa ini raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah
jajahan termasuk kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian lain ( pasal 36 UU
Negeri Belanda 1814) kekusaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan

mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan nama algemene Verordening. Peraturan
pusat berupa keputusan raja maka dinamakan Koninklijk Besluit. Pengundangannya lewat
selebaran yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal.
Pada tahun 1830 pemerintah Hindia Belanda berhasil mengkodifikasikan Hukum
Perdata. Setelah itu timbul pemikiran tentang pengkodifikasian hukum perdata bagi orangorang Belanda yang berada di Hindia Belanda. Pemikira tersebut diwujudkan dengan
membentuk Komisi UU bagi Hindia Belanda. Beberapa peraturan yang berhasil ditangani
diantaranya :
1.

Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO)

2.

Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB)

3.

Burgerlijk Wetboek (BW)

4.

Reglement of de Burgerlijk Rechtsvordering (RV).


Tata hukum di Indonesia pada masa BR terdiri dari peraturan-peraturan tertulis yang

dikodifikasikan, peraturan tertulis yang tidak terkodifikasi dan peraturan-peraturan yang tidak
tertulis ( Hukum Adat) yang berlaku untuk golongan yang bukan eropa.

2.1.3 Masa Regerings Reglement


Tahun 1848 terjadi perubahan UUD (Grond Wet) di Belanda. Perubahan ini
mengakibatkan terjadinya penguranga terhadap kekuasaan raja karena parlemen ikut campur
tangan dalam pemerintahan dan perundang-undangan jajahan Belanda di Indonesia.
Perubahan pentingnya adalah dengan dicantumkannya pasal 59 ayat (I) (II), dan (IV).
Dari ketentuan pasal 59 ayat (I), (II), dan (IV) tampak jelas berkurangnya kekuasaan
raja terhadap daerah jajahan belanda di Indonesia. Peraturan yang menata daerah jajahan
tidak semata-mata diterapkan oleh raja tetapi juga ditetapkan bersama dengan parlemen.
Dengan demikian System pemerintahannya berubah dari monarki konstitusional menjadi
monarki konstitusional parlementer. Peraturan yang dibuat raja bersama dengan parlemen
adalah Regerings Reglement yang berbentu undang-undang yang diundangkan melalui
S.1855:2 RR selanjutnya dianggap sebagai UUD Pemerintahan Jajahan Belanda.
Pada tahun 1950 RR mengalami perubahan pada pasal-pasal tertentu, maka kemudian
RR dinamakan RR Baru. Golongan penduduk dalam pasal 75 RR itu dirubah dari dua
golongan menjadi tiga golongan : golongan Eropa, Golongan timur asing, dan Indonesia
(pribumi). Pada masa berlakunya RR telah berhasil diundangkan kitab-kitab Hukum :
1. Kitab hukum pidana bagi golongan Eropa yang diundangkan melalui S.1866:55

2.
3.
4.
5.

Algemene Politie Strafreglement tambahan kitab hukum pidana untuk golongan Eropa
kitab hukum pidana bagi orang bkan eropa melalui S.1872:85
Politie Strafreglement bagi orang bukan eropa.
Wetboek van Strafrecht berlaku bagi semua golongan penduduk melalui S. 1915:732.

2.1.4 Masa Indische Staatregeling


IS (Indische Staatregeling) adalah RR yang sudah diperbaharui. Perbaharuan RR ini
dikarenakan perubahan pemerintahan Hindia Belanda yang berawal dari perubahan Grond
Wet di Belanda. Perubahan ini terletak pada ketentuan pasal 61 ayat (I) dan (II) yang
menyatakan bahwa susunan negara Hindia Belanda akan ditentukan dengan Undang-undang
dan hal-hal lain bila perlu diatur juga akan diatur dengan undang-undang.
Pada masa berlakunya IS tata hukum yang berlaku di Hindia Belanda adalah pertamatama yang tertulis dan tidak tertulis (hukum adat) dan sifatnya masih pluralistic, khususnya
hukum perdata. Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa pemerintah Hindia Belanda
membuka kemungkinan adanya usaha untuk unifikasi hukum bagi ketiga golongan penduduk
hindia Belanda.
Tujuan pembagian golongan penduduk sebenarnya untuk menentukan system hukum
yang berlaku bagi masing-masing golongan. System hukum yang berlaku pada masingmasing golongan adalah :
1. Hukum yang berlaku bagi penduduk golongan eropa sesuai dengan pasal 131 IS
adalah Hukum perdata, hukum pidana material dan hukum acara.
Hukum perdata yang berlaku bagi golongan Eropa adalah BW dan WvK dengan

asas konkordansi.
Hukum pidana material yang berlaku bagi golongan Eropa ialah WvS.
Ukum acara yang digunakan dalam proses peradilan bagi golongan Eropa adalah
Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering untuk proses perkra perdata dan
Reglement op de strafvordering. Keduanya untuk wilyah jawa dan Madura.

Diluar jawa dan Madura diatur dalam Rechts Buitengewestern untuk daerah masingmasing.
2. Hukum yang berlaku untuk golongan pribumi (bumi putera) adalah hukm adat dalam
bentuk tidak tertulis. Namun jika pemerintah Hindia Belanda menghendaki lain, dapat
diganti dengan ordonansi yang dikeluarkan olehnya (pasal 131 ayat (6) IS). Dengan
demikian berlakunya hukum adat tidak mutlak.
3. Hukum yang berlaku bagi golongan timur asing :
Hukum perdata dan hukum pidana adat mereka menurut ketentuan pasal 11 AB
berdasarkan S.1855:79.

Hukum perdata golongan eropa (BW) hanya pada golongan timur asing Cina

untuk wilayah Hindia Belanda melalui S.1924:557.


WvS yang berlaku sejak 1 Januari 1918 untuk pidana material.
Hukum acara yang berlaku bagi golongan Eropa dan hukum acara yang berlaku
bagi golongan pribumi karena dalam praktek kedua hukum acara tersebut
digunakan untuk peradilan bagi golongan timur.

2.1.5 Masa Jepang (Osamu Seirei)


Pada penjajahan Jepang daerah Hindia Belanda di bagi menjadi dua, yaitu :
1. Indonesia Timur di bawah kekuasaan Angkatan Laut Jepang berkedudukan di
Makasar.
2. Indonesia Barat di bawah kekuasaan Angkatan Darat Jepang berkedudukan di Jakarta.
Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan di wilayah Hindia
Belanda dibuat dengan dasar Gun Seirei melaui Osamu Seirei. Dalam keadaan darurat
pemerintahan bala tentara jepang di Hindia Belanda menentukan hukum yang berlaku untuk
mengatur pemerintahan dengan mengeluarkan Osamu Seirei No.1/1942. Pasal 3 Osamu
Seirei No.1/1942 menentukan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum
dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal
tidak bertentangan dengan peraturan pemerintahan militer. Dari ketentuan Osamu Seirei
No.1 / 1942 tersebut dapat diketahui bahwa hukum yang mengatur pemerintahan dan lainlain tetap menggunakan Indische Staatregeling.

2.2 Pasca Kolonial


2.2.1 Masa 1945-1949
Sejak merdeka 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bebas dan
tidak tergantung pada bangsa manapun juga. Undang-Undang Dasar yang menjadi dasar
dalam penyelenggaran pemerintahan di Indonesia di tetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Undang-undang yang ditetapkan untuk itu adalah UUD 1945.
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa segala badan negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
undang-undang dasar ini. Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa hukum yang

dikehendaki untuk mengatur penyelenggaraan negara adalah peraturan-peraturan yang telah


ada dan berlaku sejak masa sebelum Indonesia Merdeka. Pernyataan itu adalah untuk
mengatasi kekosongan hukum, sambil menunggu produk peraturan baru yang dibentuk oleh
pemerintah negara republic Indonesia. Dengan demikian , tata hukum di Indonesia pada masa
1945-1949 adalah segala peraturan yang telah ada dan berlaku pada masa penjajaan belanda,
masa penjajahan Jepang dan produk-produk peraturan baru yang dihasilkan oleh pemerintah
negara Republik Indonesia dari 1945-1949.

2.2.2 Masa 1949-1950


Masa ini adalah masa berlakunya konstitusi RIS. Pada masa tersebut tata hukum yang
berlaku adalah tata hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan yang dinyatakan berlaku
pada masa 1945-1949 dan produk yang dihasilkan oleh pemerintah negara yang berwenang
dalam kurun waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 16 Agustus 1950.

2.2.3 Masa 1950-1959


Konstitusi RIS hanya berlaku selama 7 Bulan 16 hari kemudian diganti dengan UUDS
1950. Tata hukum yangdiberlakukan pada masa ini adalah tata hukum yang terdiri dari semua
peraturan yang masih dinyatakan berlaku berdasarkan pasal 142 UUDS 1950, kemudian
ditambah dengan peraturan baru yang dibentuk oleh pemerintah negara pada kurun waktu 178-1950 samapai 4-7-1959.

2.2.4 Masa 1950- sekarang


UUDS hanya berlaku sampai tanggal 4 Juli 1959, karena dekrit dengan presiden 5 Juli 1959,
UUDS 1950 tidak berlaku lagi dan sebagai gantinya adalah UUD 1945. Jadi UUD yang
berlku di Indonesia sejak tanggal 5 Juli 1959 hingga sekarang adalah UUD 1945. Tata hukum
yang berlaku pada masa ini adalah adalah tata hukum yang terdiri atas segala peraturan yang
berlaku pada masa 1950-1959 dan dinyatakan masih berlaku dengan berdasarka ketentuan
pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 ditambah dengan berbagai peraturan yang dibentuk
setelah dekrit 5 juli itu.

3 Daftar Pustaka
Drs. Sudarsono, SH.M.Si, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rineka

Dr. Soerjono Soekanto, SH.MA, 1986, Pengantar Sejarah Hukum, Bandung


Prof. Dr. Mr. L. J. Van Apeldroon, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT.

https/www.google.com

Anda mungkin juga menyukai