JAWABAN
1. Asas legalitas dikatakan berhubungan dengan teori Psikologische Zwang dari Paul
Johan Ansien Von Feuerbach karena teori Psikologische Zwang yang di buatnya
menganjurkan supaya; dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di
dalam peraturan bukan hanya tentang macam perbuatan yang harus dituliskan dengan
jelas, tetapi juga tentang macam pidana yang diancamkan. Hal tersebut jelas
berhubungan dengan asal legalitas, karena asas legalitas mengandung pengertian;
tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih
dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Contoh : Jika asas
legalitas tersebut diberlakukan, maka orang yang akan melakukan kejahatan/
perbuatan yang dilarang tadi lebih dahulu telah diketahui pidana apa yang akan
dijatuhkan kepadanya jika nanti kejahatan/perbuatan yang dilarang tersebut dilakukan.
Dengan demikian dalam batinnya, lalu diadakan tekanan untuk tidak berbuat. Dan
kalaupun dia melakukan perbuatan tadi, maka hal dijatuhi pidana kepadanya itu bisa
dipandang sebagai sudah disetujuinya sendiri.
2. Menurut saya, Asas yang terkandung dalam Declaration Des Droits De L ‘Homme
Et Du Citoyen Tahun 1789 tersebut adalah asas legalitas. Karena bisa dilihat dari
bunyinya yang sama dengan pengertian asas legalitas: “Tidak ada sesuatu yang boleh
dipidana selain karena suatu wet yang ditetapkan dalam undang-undang dan
diundangkan secara sah”. Dari Declaration des droits de l ‘homme et du citoyen, asas
ini dimasukkan dalam pasal 4 Code Penal Prancis, di bawah pemerintahan Napoleon
(1801). Dan dari sini asas itu dikenal oleh Nederlands karena penjajahan Napoleon,
sehingga mendapat tempat dalam Wetboek v, Strafrecht Nederlands 1881, Pasal 1,
dan kemudian karena adanya asas konkordasi antara Nederlands Indie dan Nederland
masukkan ke dalam Pasal 1 W.v.S. Nederlands Indie 1918.
3. Rumusan ketentuan asas retro-aktif dalam pasl 1 ayat (2) KUHP tidak jelas, dalam
artian ruang lingkup perubahan UU yang dimaksud tidak menjelaskan lingkup
perubahan dimaksud. Dalam pasal tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut, apakah
perubahan yang dimaksud berlaku untuk semua jenis undang-undang, atau hanya
undang-undang tertentu saja. Selain itu perubahan yang dimaksud juga masih tidak
jelas, apakah perubahan itu mencakup sanksi yang diberikan atau hal yang lain,
karena tidak mudah untuk menentukan, mana yang lebih menguntungkan tersangka,
undang-undang baru atau undang-undang lama. Misalnya apabila dalam undang-
undang baru hukuman penjara yang diancamkan, dikurangi beratnya, tetapi dengan
ditambah dengan suatu hukuman tambahan seperti, misalnya pencabutan hak untuk
melakukan suatu pekerjaan tertentu. Maka daripada itu dalam pasal 1 ayat (2) KUHP,
rumusan ketentuan asas retroaktif masih kurang jelas. Di samping itu, rumusan Pasal
1 ayat (2) mengandung unsur diskriminatif. Karena dalam pasal tersebut dikatakan :
“Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya”. Jelas
dalam hal ini yang menjadi pihak yang terdiskriminasikan adalah korban serta
masyarakat umum. Terutama apabila terdakwa merupakan pelaku tindak pidana yang
tergolong meresahkan dan pantas untuk dijatuhi sanksi yang berat. Oleh karena itu
apabila terdakwa mendapatkan kesempatan untuk dikenakan ketentuan yang
menguntungkannya, maka hal tersebut tidak berpihak bagi masyarakat umum.
Padahal tujuan hukum pidana sebagai hukum publik adalah untuk melindungi
ketertiban dan kepentingan umum, sehingga asas retroaktif seperti yang dirumuskan
dalam Pasal 1 ayat (2) mengandung unsur diskriminatif.
4. Menurut saya, seperti yang sudah dikemukakan tadi, memang asas legalitas sangat
efektif, tapi ada juga yang menganggap kurang efektif. Saya lebih cenderung dengan
pendapat kurang efektifnya asas legalitas. Karena seperti yang sudah dipaparkan tadi
bahwa asas legalitas ini kurang efektif bagi penegak hukum dalam merespons
pesatnya perkembangan kejahatan. Bila misalnya ada kejahatan yang harusnya
dihukum tapi belum ada peraturannya, kejahatan tersebut tidak bisa dikenakan
pidana/dihukum. Padahal seharusnya pihak korban merasa dirugikan dan merasa tidak
mendapat keadilan hanya karena belum ada peraturannya. Maka saya sependapat
dengan beberapa pendapat ahli mengenai memungkinkannya penerapan asas
retroaktif yang berperan melakukan penyurutan terhadap impunitas tersangka yang
secara yuridis diatur oleh pasal 28 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan;”hak untuk
hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diketahui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.