Menurut pakar:
2) Sudikno Merokusumo
Hukum antar perorangan yg mengatur hak & kewajiban orang perorangan yg satu terhadap
yg lain dalam hubungan kekeluargaan dan dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya
diserahkan masing-masing pihak.
Badan Hukum
Oleh karena itu Hk. Perdata adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yg mengatur
hubungan antara subjek hukum yg satu dengan subjek yg lainnya dalam hubungan
kekeluargaan dan dalam pergaulan masyarakat.
Hubungan Hk. Perdata tertulis & tidak tertulis terletak pada Pasal 1339 & 1347
KUH Perdata.
PASAL BUNYI
1339 Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan
juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan,
kebiasaan, atau undang-undang.
1348 Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk
dalam persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam persetujuan.
Asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis terdapat dalam hubungan Hk. Perdata dalam arti sempit
dengan arti luas. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 KUH Dagang:
“Selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak
diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga terhadap
hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab Undang-undang ini.”
a. Gol. Bumi Putra Hukum Adat, disamping itu ada peraturan perundang
undangan Khusus dibuat pemerintah Hindia Belanda.
a.1. Ordonansi Perkawinan Kristen Jawa, Minahasa, dan Ambon. (HOCI) Stb.
1933 No.74.
a.2. Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (IMA) Stb. 1939 No.569 jo 717
b. Gol. Eropa Hukum Perdata, berdasarkan Asas Konkordansi.
c. Gol. Timur Asing 1 Mei 1919 berlaku hamper seluruh Hk. Perdata, kecuali:
Catatan sipil, tata cara yg harus mendahului perkawinan,
pengangkatan anak (adopsi), dll.
Hubungan antara kedua sistematika “Bidang hukum orang & keluarga dalam
sistematika ilmu pengetahuan diatur dalam Buku 1 menurut sistematika pembentuk UU, Hk.
Harta Kekayaan dalam sistematika ilmu pengetahuan diatur dalam Buku 2 & 3, sedangkan Hk.
Waris dalam buku 2”
Buku IV, Hukum Pembuktian yg merupakan Hk. Acara atau Hk. Perdata Materil
“Wirjono Prodjodikoro berpendapat Hk. Pembuktian merupakan sebgain dari Hk. Acara pada
umumnya, ada bagian dari Hk. Acara Perdata yg mengatur beberapa Hak & kewajiban yg
dilimpahkan pada 2 belah pihak dalam suatu acara perdata, yaitu mempunyai unsur yg bersifat
materil. Itulah sebab Hk. Pembuktian diatur dalam Buku IV KUH PERDATA. R. Soebketi Hk.
Pembuktian masuk Hk. Acara bagian materil, karena dapat diatur bersama-sama dalam KUH
Perdata.”
4. SEJARAH KUH PERDATA
Pertama kali Kodifikasi Hk. Perdata pada Abad ke-6 M, bernama Corpus Iuris Civilis
dikerjakan pada zaman kejayaan Romawi di bawah Kaisar Yustinianus yg memerintah antara
tahun 524-565M.
Kodifikasi Hk. Perdata di Perancis berhasil di susun setelah Revolusi Perancis tahun
1804 yg dikenal dengan “Code Civil Des Francais”. Setelah Napoleon diangkat menjadi Raja,
maka 1807 code ini diganti menjadi Code Napoleon walaupun sehari-harinya disebun dengan
Code Civil Francais.
Pada masa Algemene Bepalingen van Wetgevening (AB) dibedakan menjadi 2 atau 4
golongan penduduk yg ada di Indonesia, yaitu:
Disini Gol. Eropa & Bumi Putra tidak dijelaskan siapa dalam peraturan ini karena
dianggap sudah diketahui. Mereka yg bukan golongan diatas dipersamaan dengan orang Eropa /
Bumi Putra dan sebagai ukuran untuk itu dipakai agama mereka. Mereka yg beragama Kristen
dimasukan dalam golongan yg dipersamakan dengan Gol. Eropa.
Pasal 8 AB “yg dipersamakan dengan orang Bumi Putra; Orang Arab, Moor (Afrika),
Tionghoa, dan beragama Islam atau Kafir.
Sebaliknya orang America, Australia, Jepang dimasukan ke dalam gol. Eropa. RR lama
juga tidak jelas menentukan siapa yg di maksud golongan Eropa, maka 1 Januari 1920 masa RR
baru (1920-1926), pembagian Golongan Penduduk dibedakan menjadi 3, yaitu:
1) Gol. Eropa;
2) Gol. Bumi Putra; dan
3) Gol. Timur Asing.
Pembagian 3 Golongan penduduk pada masa RR Baru ini tetap dilanjutkan dalam 3
Golongan pada masa berlakunya Indische Staatsregeling (IS), Staatsblad. 1925 No.415 yg
mulai berlaku 1 Januari 1926.
Menurut Indische Staatsregeling (IS) Pasal 163 (2) Gol. Eropa ialah:
Pasal 163 ayat (3) IS, menentukan bahwa Gol. Bumi Putra ialah; semua orang
yg termasuk rakyat di iindonesia asli dan golongan rakyat lain yg telah meleburkan diri
kedalam masyarakat Indonesia asli.
Pasal 163 ayat (4) IS, Menentukan Gol. Timur Asing: semua orang bukan Eropa
dan Bumi Putra, seperti Tionghoa, Arab, Moor(Afrika), India, dll.
Pasal 131 IS, memberlakukan antara lain Hk. Perdata yg berbeda terhadap tiga
golongan diatas, Gol. Eropa – Hk. Perdata Eropa, Gol. Bumi Putra & Timur Asing –
Hukum Agama & Hukum Adatnya.
Hk. Perdata 3 Golongan (Pasal 163 jo 131 IS) berkaitan dengan Stb. 1855 No.79
(ketentuan-ketentuan tentang pernyataan berlakunya Hk. Eropa bagi Timur Asing), Stb.1917
No.12 (Pengaturan Penduduk Sukarela) dan Stb. 1917 No.192 (pernyataan berlakunya hampir
seluruh KUH Perdata untuk Timur Asing Tionghoa).
Pasal 1 ayat (1) Staatsblad 1917 No.12 ini memberi kemungkinan untuk
Gol. Bumi Putra & Timur Asing, untuk:
1. Tunduk dengan sukarela pada Seluruh Hk. Perdata Barat (Pasal 1-17);
2. Tunduk dengan sukarela pada Seluruh Hk. Perdata Barat (Pasal 18-25);
3. Tunduk dengan sukarela pada Seluruh Hk. Perdata Barat, mengenai suatu
tindakan Hukum tertentu (Pasal 26-28); dan
4. Penundukan secara diam-diam (Pasal 29).
Seorang WNI Asli melakukan perbuatan hukum yg tidak dikenal dalam
Hukum sendiri, ia dianggap secara diam-diam telah menundukan dirinya
pada Hk. Perdata Eropa.
Stb. Ini menyatakan berlakunya hampir seluruh KUH Perdata, KUH Dagang,
Peraturan Pailit untuk Gol. Timur Asing Tionghoa, kecuali mengenai:
1. Adopsi, karena pada waktu itu tidak dikenal dalam Hk. Perdata Barat, dan diatur
secara tersendiri dalam Stb. 1917 No.129.
2. Kongsi, perkumpulan Tionghoa yg merupakan Badan Hukum, mirip Perseroan
Hk. Perdata Barat.
Pada penjajahan Jepang, Pemerinta Bala Tentara Jepang mengeluarkan Osamu Seirei
No.1/1942. Pasal 3 OS “Menentukan semua badan pemerintahan & kekuasaannya, Hukum &
UU dari Pemerintah yg dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan
dengan peraturan militer.
IS mengatur kependudukan di Hindia Belanda pada waktu itu dalam Bab VIII (Pasal
160-172), 160 Berbunyi:
Pasal 2 AP UUD 1945 (sebelum diamandemen), Pasal 192 Konstitusi RIS dan Pasal 142
UUDS 1950, menentukan segala badan negara dan peraturan yg ada masih langsung berlaku selama
belum diadakan yg baru.
Pasal 102 UUDS 1950, ditentukan “Hk. Perdata & Hk. Dagang, Hk. Pidana Sipil, maupun
Hk. Pidana Militer, Hk.. Acara Perdata & Hk. Acara Pidana, susuanan dari kekuasaan pengadilan,
diatur dengan UU dalam KUH kecuali perundang-undangan menganggap perlu untuk mengatur
dalam beberapa hal dalam UU tersendiri.
Kesimpulan Pasal 102 UUDS 1950 Indonesia pada saat itu mengkehendaki Kodifikasi
bidang-bidang hukum, hingga Pasal 102 terkenal dengan sebutan pasal kodifikasi. Dengan
berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1945 yg menyatakan bahwa kita kembali ke UUD ’45, maka
UUDS 1950 dengan Pasal 102 tidak lagi berlaku.
UUD 1945 sebelum diamandemen “Warga Negara” dalam Pasal 26. Peraturan pelaksanaan
dari Pasal 26 UUD 1945 ialah UU No.3/1946 (setelah diubah dan ditambah dengan UU No.6/1947,
UU No.8/1947 & UU No.11/1948) “WN dan Penduduk Negara”. UU No.3/1946 sekarang sudah
digantikan dengan UU No.62/1958 (UU Kewarganegaraaan RI), UU ini juga dicabut & dinyatakan
tidak berlaku oleh UU No.12/2006 “Kewarganegaraan RI”
1. SUBJEK HUKUM
Atau orang ialah setiap pendukung (pembawa) hak & kewajiban, ada 2 macam Subjek
Hukum:
Makna Pasal 2 KUH Perdata “Anak yg belum lahir dianggap sudah lahir
apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Ketentuan ini merupakan Rechtsfictie,
menjadi penting jika kaitannya dengan perwalian (Pasal 348 KUH Perdata), menerima
hibah (Pasal 1679 KUH Perdata) atau hibah wasiat (Pasal 899 KUH Perdata),
pewarisan (Pasal 836 KUH Perdata).”
Makna Pasal 3 KUH Perdata “Hak perdata ialah HAM. Sebagai contoh dapat
dikemukakan bahwa walaupun seseorang hendak dihukum mati besok pagi, hari ini ia
masih dapat menjalankan hak-hak perdatanya, seperti melangsungkan perkawinan atau
menagih hutang-piutang, dll. KUH Perdata tidak mengenal perbudakan, yg menurut
hukum tidak lebih dari suatu barang saja (Objek Hukum).”
Manusia sebagai subjek hukum karena kodratnya, Badan Hukum diciptakan oleh
manusia untuk kepentingannya sendiri. Manusia & Badan Hukum sebagai Subjek
Hukum memilik perbedaan, diantaranya:
1) Hukum Pribadi (Orang), Badan Hukum tidak dapat menjadi subjek hukum
karena badan hukum tidak dilahirkan seperti manusia, kecuali mempunyai
nama & tempat kedudukan.
2) Hukum Keluarga, Badan Hukum tidak dapat menjadi Subjek Hukum
karena Badan Hukum tidak dapat melangsungkan perkawinan, kecuali
ditunjuk sebagai Wali oleh Pengadilan (Pasal 365 KUH Perdata).
3) Hukum Harta Kekayaan, Badan Hukum sebagai Subjek Hukum hampir
mempunyai persamaan penuh dengan manusia.
4) Hukum Waris, Badan Hukum tidak dapat menjadi Subjek Hukum karena
tidak bisa meninggal dunia, sedangkan syarat mutlak pewarisan, harus ada
orang yg meninggal dunia, kecuali ditunjuk dalam surat wasiat menerima
suatu warisan.
1. Bersifat Mutlak
a) Hak Kepribadian, contoh: Hak atas nama, kehormatannya, hak untuk hidup,
kemerdekaan, dsb.
b) Hak-hak yg terletak dalam Hk. Keluarga, Hak & kewajiban suami-istri,
hubungannya ortu-anak.
c) Hak Mutlak atas Benda, Hak Kebendaan.
2. Bersifat Relatif, semua hak yg timbul karena adanya hubungan perikatan baik yg
bersumber pada perjanjian maupun UU (Hak Perseorangan).
3. PENDEWASAAN (HANDLICTHTING)
Pasal 419 KUH Perdata, mennentukan dengan pendewasaan seorang anak dibawah
umur boleh dinyatakan dewasa atau padanya boleh diberikan hak-hak tertentu orang dewasa.
Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa ada dua macam pendewasaan, yaitu:
Pasal 1 :
1) WNI yg tunduk pada suatu Peraturan Catatan Sipil dan sudah dewasa, dengan
mengingat hukum yg berlaku baginya, dapat mengubah atau menambah nama
keluarganya hanya dengan izin Menteri Kehakiman dan menurut aturan UU ini.
2) Yg di maksud dengan dewasa dalam UU ini adalah telah berumur genap 21 tahun
atau sudah/pernah kawin.
Pasal 5 “Jika disamping nama keluarga juga diajukan permohonan perubahan nama kecil atau
jika tidak dibeda-bedakan antara nama keluarga dan nama kecil itu maka Menteri
Kehakiman memberikan izin untuk nama keseluruhan.”
Pasal 10 :
1) WNI yg telah dewasa yg tidak tunduk pada suatu Peraturan Catatan Sipil, bila
menghendaki dapat mempergunakan UU ini. Dalam hal itu maka ketentuan-
ketentuan Pasal 6 huruf D dan Pasal 8 huruf B tidak berlaku.
2) ……… dan seterusnya.
Ketentuan tentang nama sebagaimana diatur dalam Pasal 5a sampai Pasal 12 KUH
Perdata jo. UU No.4/1961 “Perubahan Nama atau Penambahan Nama Keluarga” sudah
dinyatakan tidak berlaku lagi oleh UU Adminduk “UU No.23/2006”.
Pasal 1 butir 15 : Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yg dialami oleh
seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana.
Nama merupakan bukti identitas diri seseorang. Pengaturannya menjadi penting dalam
hubungannya dengan hukum keluarga dan pewarisan. Sejalan dengan perkembangan
perundang-undangan Pasal 27 ayat (1) UU No.23/2002 “Perlindungan Anak, menentukan:
identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.”
Ini bukan lembaga asli bangsa Indonesia tappi berasal dari negeri Belanda. Belanda
sendiri mengambil dari Perancis yg terdapat dalam Code Civil Perancis. Lembaga ini lahir pada
masa Revolusi Perancis, sebelumnya hanyalah pencatatan dalam register yg dilakukan oleh
Gereja, hanya yg ditulis oleh Gereja tidak lengkap, bahkan ada yg hilang. Pada tahun 1792
dibentuk UU yg isinya antara lain menugaskan Pemerintah Kota untuk mendaftarka peristiwa
Kelahiran, Perkawinan, dan Kematian warga kota, serta melarang badan (orang) lain melakukan
tugas pendaftaran tersebut.
Pasal 2 PP No.9/1975
Sebagai alat bukti yg kuat atas peristiwa sebagaimana tersebut dalam akta itu sendiri,
atau memperoleh kepastian hukum tentang status keperdataan seseorang yg mengalami
peristiwa hukum itu dan membantu/memperlancar aktivitas pemerintah di bidang
kependudukan.
Pasal 66 UU Adminduk
1) Akta Pencatatan Sipil terdiri atas:
1. Register Akta Pencatatan Sipil; dan
2. Kutipan Akta Pencatatan Sipil.
2) Akta Pencatatan Sipil berlaku selamanya.
Pasal 68 UU Adminduk
1) Kutipan Akta Pencatatan Sipil terdiri atas Kutipan Akta:
a. Kelahiran;
b. Kematian;
c. Perkawinan;
d. Perceraian; dan
e. Pengakuan anak.
2) Kutipan Akta Pencatatan Sipil memuat:
a. Jenis peristiwa penting;
b. NIK & Status Kewarganegaraan;
c. Nama orang yg mengalami peristiwa penting;
d. Tempat & tanggal peristiwa;
e. Tempat & tanggal dikeluarkannya akta;
f. Nama & tanda tangan pejabat yg berwenang; dan
g. Pernyataan kesesuaian kutipan dengan data dalam Register Akta Pencatatan Sipil
Demikian lima kutipan akta Pencatatan Sipil (Pasal 68 ayat (1)), sedangkan pencatatan
sipil lainnya berupa surat keterangan (Pasal 33, 39, & 43) dan ada yg dicatat sebagai catatan
pinggiran pada kutipan akta yg bersangkutan (Pasal 47, 50, 52, & 53).
6. DOMISILI
Dalam Pasal 17 s.d Pasal 25 KUH Perdata tempat tinggal adalah tempat dimana
seseorang tinggal serta mempunyai hak & kewajoban hukum, berupa wilayah & dapat berupa
rumah kediaman yg berada dalam wilayah tertentu. Untuk Manusia disebut Tempat
Kediaman, sedangkan Badan Hukum disebut Tempat Kedudukan.
Pasal 17:
Pasal 17 Ayat (1) & (2) KUH Perdata menyimpulkan ada 2 macam tempat tinggal,
Tempat Tinggal Hukum & Tempat Tinggal Senyatanya.
Ketentuan semacam ini dalam banyak hal tidaklah akan menimbulkan kesukaran karena
seseorang pada umumnya akan menetapkan secara pasti dimana tempat tinggalnya. Tapi dapat
terjadi bahwa seseorang mempunyai beberapa tempat tinggal.
Ad. 2 Tempat tinggal yg dipilih (Pasal 14) tempat kediaman yg ditunjuk sebagai tempat
kediaman oleh salah satu pihak atau lebih dalam hubungan dengan melakukan perbuatan hukum
tertentu, misalnya dalam perjanjian.
Ad. 3 Tempat tinggal kediaman wajib atau kediaman tergantung pada orang lain,
misalnya:
1) Tempat kediaman seorang istri adalah tempat kediaman suaminya (Pasal 21 jo.
106).
2) Anak yg belum dewasa bertempat tinggal di tempat orang tua/walinya (Pasal 21).
3) OOrang yg berada dibawah pengampuan, bertempat tinggal di tempat tinggal
pengampuannya / Curator (Pasal 21).
4) Seorang buruh bertempat tinggal di tempat tinggal majikannya jika ia tinggal di
rumah majikannya itu (Pasal 22).
Bagi mereka yg ditugaskan untuk menjalankan dinas umum dianggap bertempat tinggal
di tempat mereka melaksanakan tugasnya (Pasal 20).
Pasal 23 mengenal istilah “domisili penghabisan” (rumah kematian atau rumah duka),
tempat tinggal terakhir dari seseorang yg meninggal dunia.
Ketentuan ini penting dalam soal-soal pembagian waarisan disamping itu para kreditur
orang yg meninggal diperkenankan menggugat “seluruh ahli waris” pada rumah kematian
tersebut.
UU ini erta kaitannya dengan UUP No.1/1974 terutama dalam mengawal menuju
kehidupan rumah tangga yg bahagia & kekal berdasarkan Ketuhanan YME seperti rumusan
Pasal 1 UU No.1/1974, ketentuan Pasal 4 huruf D UU No.23/2004 “Penghapusan KDRT
bertujuan memelihara keutuhan rumah tangga yg harmonis dan sejahtera”. Oleh karena itu,
Pasal 5 “Setiap orang dilarang melakukan KDRT terhadap orang dalam rumah tangganya.
Dengan cara: Kekerasan Fisik; Psikis; Seksual; atau Penelantaran Rumah Tangga”.
UU ini mengatur juga ketentuan Pidana dalam Pasal 44 – 53. Hal lain yg perlu
diperhatikan dari UU ini, ketentuan Pasal 55 yg menyimpang dari adagium, Unus Testis Nulus
Testis, satu saksi bukanlah saksi (Pasal 169 HIR/Pasal 306 R.Bg/ Pasal 1905 KUH Perdata).
Pasal 55 UU No.23/2004 “Sebagai salah satu alat bukti yg sah, keterangan seseorang saksi saja
sudah cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah, apabila disertai dengan satu alat bukti yg
sah lainnya.”
UU ini juga menjelaskan bahwa UU ini selain mengatur ihwal prefentif & protektif serta
pemulihan pada korba KDRT, juga mengatur secara spesifik kekerasan yg terjadi dalam rumah
tangga dengan unsur-unsur TP yg berbeda dengan TP penganiayaan yg diatur dalam KUH
Pidana.
Kediaman Dipilih ditunjuk oleh salah satu pihak atau lebih dalam membuat perjanjian,
misalnya dalam Perjanjian Jual-Beli, dll (Pasal 24 & 25 KUH Perdata).
Perubahan & berakhirnya domisili, jika seseorang pindah rumah (Pasal 18 & 19).
Mengapa perlu ditetapkan tempat tinggal seseorang? Karena penting dalam beberapa hal,
antara lain:
Pengertian NIK seperti yg ditentukan dalam Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 12 adalah
NIP yg bersifat unik & khas, tunggal, & melekat pada seseorang yg mendaftarkan sebagai
penduduk Indonesia.
a. Biodata Penduduk;
b. KK;
c. KTP;
d. Surat Keterangan Kependudukan; dan
e. Akta Pencatatan Sipil (Pasal 59 ayat (1)).
KTP WNI berlaku 5 tahun (Pasal 64 ayat (4) butir A). Penduduk yg telah berusia 60
tahun diberi KTP yg berlaku seumur hidup (Pasal 64 ayat (5)).
Pada Pasal 17 KUH Perdata seperti yg diuraikan dapat terjadi beberapa kemungkinan.
Pertama “Umumnya bahwa tempat tinggal hukum seseorang itu sama dengan tempat
tinggal senyatanya”, Kedua “Tempat tinggal hukum seseorang tidak sama dengan tempat
tinggal senyatanya”, Ketiga “tempat tinggal hukum seseorang itu lebih dari satu”,
Keempat “tidak di kenal tempat tinggal hukumnya, yg diketahuui hanya tempat tinggal
senyatanya”, Kelima “Baik tempat tinggal hukum maupun senyatanya tidak diketahui.
Orang macam ini dikatakan dalam KEDAAN TIDAK HADIR (Orang Hilang”.
7. KEDAAN TIDAK HADIR (PASAL 463 – 495 KUH PERDATA)
Kedaan tidak adanya seseorang ditempat kediamannya karena berpergian atau
meninggalkan tempat kediaman baik dengan izin atau tanpa izin, dan tidak diketahui dimana ia
berada.
Pasal 467 menentukan “Jika seseorang meninggalkan tempat tinggalnya selama 5 tahun
tanpa menunjuk kuasa untuk mengurus segala kepentingannya, maka atas permohonan pihak yg
berkepentingan dan dengan izin PN setempat orang yg bersangkutan boleh dipanggil untuk
menghadap pengadilan melalui panggilan ummum selama jangka waktu 3 bulan atau lebih
sebagaimana diperintahkan oleh PN”.
Jika setelah panggilan ketiga kalinya belum ada juga kabar tentang hidup matinya yg
bersangkutan, maka PN atas permintaan Kejaksaan dapat menyatakan orang yg bersangkutan
“Barangkali telah meninggal dunia” Pasal 468.
Setelah pernyataan “Barangkali telah meninggal dunia”, maka parar ahli waris yg
ditinggalkan berhak menikmati hasil (Vrucht Gebruik) dari harta yg ditinggalkan (Pasal 472).
Jika dikemudian hari orang yg bersangkutan masih hidup & kembali kerumah, menurut
Pasal 482 dalam jangka 15 tahun sejak ia dinyatakan “barangkali telah meninggal dunia”, maka
setengah dari hasil yg diperoleh harus dikembalikan. Jika setelah lewat jangka waktu 15 tahun,
tapi belum mencapai 30 tahun, maka ¼ daru hasil yg diperoleh dikembalikan.
Pasal 484 menentukan “Tapi jika sudah 30 tahun sejak dinyatakan “Barangkali telah
meinggal dunia”, atau apabila ia kembali umurnya diperkirakan telah mencapai 100 tahun,
maka para ahli waris yg ditinggalkan dapat mengadakan pembagian waris yg tetap.”
Jika masih hidup dan pulang kembali ke rumah sedangkan harta yg di tinggalkan telah
dibagi antara para Ahli Warisnya, dengan hubungan perkawiannanya diatur dalam Pasal 493 –
495 KUH Perdata.
Pasal 493 jo. 494 “Suami atau istri yg meinggalkan tempat tinggal selama 10 tahun,
tanpa memeperoleh kabar tentang hidup matinya, maka suami/istri yg ditinggalkan dengan izin
Pengadilan dapat kawin lagi. Ini berarti perkawinan bubar (Pasal 199 angka 2)”.
Pasal 495 “(1) Bila setelah pemberian izin, tapi sebelum perkawinan dengan yg lain itu
dilakukan, orang yg tidak hadir muncul atau seseorang membawa berita cukup tentang masih
hidupnya orang itu, maka izin yg telah diberikan tidak berlaku lagi demi hukum. (2) Bila orang
yg ditinggalkan itu telah melakukan perkawinan dengan orang lain, maka orang yg tidak hadir
juga mempunyai hak untuk melakukan perkawinan lain.”
Dalam tiap tahapan itu, jika orang itu masih hidup & pulang kembali, ia tetap cakap
berhak & bertindak atas harta kekayaan yg ditinggalkannya dengan pembatasan-pembatasan
tertentu (Pasal 486 KUH Perdata).
8. KEWARGANEGARAAN
UU Kewarganegaraan yg pertama sebagai pelaksanaan Pasal 26 UUD 1945 adalah UU
No.3/1946 “WN & Penduduk Negara”, yg telah mengalami perubahan melalui UU No.6 jo.
UU No.8/1947 & UU No.11/1948. UU ini menyangkut Asas Ius Soli “Asas Tempat
Kelahiran”. Lalu diganti UU No.62/1958 (UU No.3/1976) “Perubahan Pasal 18” mulai
berlaku 1 Agustus 1958.
I. Memperoleh Kewarganegaraan.
II. Kehilangan Kewarganegaraan.
Pasal 2 Yg di maksud dengan “Bangsa Indonesia Asli” ialah orang Indonesia yg menjadi WNI sejak
dilahirkan & tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. Demikian
pula anak hasil perkawinan yg sah maupun anak yg lahir diluar perkawinan adalah WNI.
(Pasal 4).
Pasal 6 ayat (1) diketahui bahwa Kewarganegaraan Ganda Terbatas diberikan pada:
9. BADAN HUKUM
A. Pengertian Badan Hukum
Awalnya yg dimaksud Badan Hukum adalah manusia sebagai subjek hukum secara
alamiah, artinya karena kodratnya sebagai mahluk cipataan Tuhan. Akan tetapi oleh karena
kehidupan manusia makin lama makin kompleks, maka diperlukan subjek hukum lain,
disamping manusia sebagai subjek hukum, yakni Badan Hukum.
Badan Hukum sebagai Subjek HUkum seharusnya datur dalam Buku I KUH Perdata.
Akan tetapi KUH Perdata mengaturnya dalam Buku III Tittle IX menempatkan bahwa Badan
Hukum sebagai bagian dari Hk. Perikatan/Perjanjian. Walaupun Tittle IX ini tidak secara jelas.
Mengatur secara samar-samar tentang Rechtspersoonlijkheid (Hak & Kewajiban) dari Badan
Hukum.
Dalam pergaulan hukum mnejadi penting ketika Badan Hukum mempunyai suatu
kekayaan yg terpisah dari kekayaan pengurusnya beserta Hak & Kewajibannya pula, Badan
Hukum menjamin kelangsungan/kontinuitas hak & kewajiban sebagai penjelmaan dari suatu
korporasi, walaupun pengurusnya diganti. Badan Hukum sebagai pendukung Hak & kewajiban
tetap ada. Maka BH bukan saja cakap Berhak, tapi juga cakap Bertindak. KUH Perdata tidak
memberikan definisi atau pengertiannya, maka dari itu Badan Hukum dilihat dari pendapat para
pakar (doktrin).
R. Subekti “Suatu badan atau perkumpulan yg dapat memiliki hak-hak & melakukan
perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau
menggugat di depan hakim.”
Adul Kadir Muhamad “Subje hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yg
diberi hak & kewajiban seperti manusia pribadi.”
Sedangkan dalam Pasal 1654 KUH Perdata “Semua badan hukum yang berdiri dengan
sah, begitu pula orang-orang swasta, berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata,
tanpa mengurangi perundang-undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya atau
menundukkannya kepada tata cara tertentu.”
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum (doktrin), syarat-syarat yg dapat dipakai harus ada
sebagai kriteria adanya kedudukan Badan Hukum, ialah:
Tidak semua perkumpulan merupakan badan hukum, seperti arisan, olahraga tingkat
RT/RW, dll. Bukan merupakan Badan Hukum.
Ketentuan ini mengatur baik Badan Hukum Public (Daerah Tingkat I, Tingkat
II/Madya, BUMN, Bank Pemerintah, dll.) Sedangkan yg diakui oleh kekuasaan umum & yg
diperkenankan untuk suatu tujuan adalah Badan Hukum Private yg diakui (Organisasi
Keagamaan, Gereja, Yayasan, Subak di Bali, dll.). Untuk tujuan tertentu (PT, Perusahaan
Asuransi, Parpol, Perusahaan Perkapalan, dll.)