Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH BERLAKUNYA HUKUM PERDATA DI

INDONESIA MULAI HINDIA BELANDA

VICKY SENJA PRADANI

2019010015

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GRESIK
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Semua tindakan yang dilakukan oleh manusia yang selalu terikat oleh hukum. Hukum
adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang
berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur
masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Bagaimana seseorang menatur kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda dan lain-lain. Termasuk dalam sistem hukum apa tindakan tersebut?
Hukum terbagi menjadi 2, yaitu hukum perdata dan hukum public. Dalam penulisan ini, saya
akan mebahas mengenai hukum perdata di Indonesia. Hukum perdata yang diatur oleh kita
Undang-undang hukum perdata (BW). Bagaimana hukum mengatur setiap kegiatan atau
tindakan manusia.
Manusia dalam kedudukannya sebagai individu da makhluk social juga mempunyai
kebebasan asasi. Kebebasan asasi yang dimiliki manuasia harus dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, selain itu, pelaksanaan hak asasi di Indonesia
lebih berfungsi social, artinya dalam pelaksanaanya harus disesuaikan dengan kepentingan
orang lain yang juga mempunyai kebebasan asasi
Sejarah penggolongan penduduk Indonesia pada masa penjajahan masih membawa
dampak hingga saat ini, karena penggolongan tersebut berkaitan dengan ketentuan hukum
perdata yang mengikat masing-masing golongan. Bagi golongan Eropa dan Timur Asing
berlaku hukum perdata barat (Buergelijk Wetboek) sedangkan bagi golongan Bumi Putera
berlaku hukum adat. Selain hukum adat dan hukum perdata barat di Indonesia juga berlaku
hukum Islam. Pluralisme hukum tersebut telah ada sejak zaman Hindia-Belanda. Setidaknya
ada 3 (tiga) faktor yang menjadi penyebab timbulnya pluralisme dalam sistem hukum yang
berlaku, yaitu (1) politik pemerintahan Hindia-Belanda; (2) belum adanya ketentuan hukum
yang berlaku secara nasional; dan (3) faktor entitas.1 Pluralisme ini juga menjadi alasan
belum terbentuknya KUH Perdata baru di Indonesia,sehingga KUH Perdata masa penjajahan
masih tetap berlaku berdasarkan aturan peralihan ke- II Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Salah satu ketentuan dalam Burgelijk
Wetboek(BW)atau KUH Perdata yang masih berlaku hingga saat ini adalah mengenai
perkawinan. Meskipun sebagian telah dicabut karena disahkannya Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, namun ketentuan KUH Perdata bagi golongan Timur Asing
tetap berlaku.
BAB II

PEMBAHASAN

1. SEJARAH HUKUM PERDATA

A. HUKUM PERDATA BELANDA

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code
Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada
waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di
Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis
dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de
commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua
kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri
Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri
Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam
waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi).
Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri
yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar
Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh
MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal
dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan
Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan
Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional,
yang diberi nama :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-
Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang] – Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan
tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan
Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1
Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional
Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse
Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan
yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah
di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda
yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.
Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI
misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua
panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai
anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van
Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui
Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

B. HUKUM PERDATA INDONESIA

Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya
dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda
yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia
dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi
yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia
dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia,
pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung
di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan
kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836
ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di
Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua
panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai
anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai
Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan
Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt
Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt.
Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia
diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt.
Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang –
Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945


Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku
bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum
perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa
disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia
sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok
Agraria No.5 Tahun 1960.

C. B.W./KUHPdt SEBAGAI HIMPUNAN TAK TERTULIS

B.W. di Hindia Belanda sebenarnya diperuntukkan bagi penduduk golongan Eropa &
yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo 163 I.S. Setelah Indonesia merdeka,
keberlakuan bagi WNI keturunan Eropa & yang dipersamakan ini terus berlangsung.
Keberlakuan demikian adalah formal berdasakan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara
Indonesia, berlakunya hukum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan
WNI berdasarkan keturunannya [diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam B.W.
sebagian ada yang tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka.
Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa yang merdeka,
maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial menuju hukum Indonesia merdeka, pada
tahun 1962 [Dr. Sahardjo, SH.-Menteri Kehakiman RI pada saat itu] mengeluarkan gagasan
yang menganggap B.W ( KUHPdt ) Indonesia sebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka
B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuanyg sesuai
boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat ditinggalkan.
D. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 3 TAHUN 1963

Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. ini MA-RI tahun 1963
mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963 yang ditujukan kepada semua Ketua
Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi Surat Edaran tersebut, yaitu MA-RI menganggap
tidak berlaku lagi ketentuan di dalam KUHPdt. antara lain pasal berikut :

1. Pasal 108 & 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum
& untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya. Dengan demikian
tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
2. Pasal 284 [3] KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh
perempuan Indonesia asli. Dengan demikian pengakuan anak tidak lagi berakibat terputusnya
hubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga tentang hal ini juga tidak ada lagi perbedaan
antara semua WNI.
3. Pasal 1682 KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta
notaris.
4. Pasal 1579 KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang, pemilik
barang tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan bahwa ia akan memakai
sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk persetujuan sewa menyewa ini
dijanjikan diperbolehkan
5. Pasal 1238 KUHPdt. yang menimyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya
dapat diminta dimuka Hakim, apabila gugatan ini didahului oleh suatu penagihan tertulis.
Mahkamah Agung pernah memutuskan antara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman
turunan surat gugat kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan oleh karena tergugat
masih dapat menghindarkan terkabulannya gugatan dengan membayar hutangnya sebelum
hari sidang pengadilan.
6. Pasal 1460 KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang, yang menentukan bahwa suatu
barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak saat itu adalah atas tanggungan pembeli,
meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan . Dengan tidak lagi berlakunya pasal ini,
maka harus ditinjau dari setiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau
resiko atas musnahnya barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus
dibagi antara kedua belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana pertanggung-jawaban
dimaksud.
7. Pasal 1603 x ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa
disatu pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan.
E. HUKUM PERDATA NASIONAL

Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku dan diberlakukan di
Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi juga hukum perdata barat dan
hukum perdata nasional. Hukum perdata barat adalah hukum bekas peninggalan kolonia
Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, mis.
BW/KUHPdt. Hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang diciptakan Pemerintah
Indonesia yang sah dan berdaulat. Kriteria bahwa hukum perdata dikatakan nasional, yaitu :

a. Berasal dari hukum perdata Indonesia. Hukum perdata barat sebagian sesuai dengan sistem
nilai budaya Pancasila. Hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya
Pancasila dapat dan bahkan telah diresepsi oleh bangsa Indonesia.Oleh karena itu ia dapat
diambil alih dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Disamping Hukum perdata barat,
juga hukum perdata tak tertulis yang sudah berkembang sedemikian rupa sehingga
mempunyai nilai yang dapat diikuti dan dipedomani oleh seluruh rakyat Indonesia. Dapat
diambil dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Untuk mengetahui hal ini tentunya
dilakuan penelitian lebih dahulu terutama melalui Yurisprudensi. Dalam Ketetapan MPR
No.IV/MPR/1978 Jo. Ketetapan MPR No.II/MPR/1988 tentang GBHN, terutama
pembangunan di bidang hukum antara lain dinyatakan bahwa pembinaan hukum nasional
didasarkan pada hukum yang hidup didalam masyarakat . Hukum yang hidup dalam
masyarakat dapat diartikan antara lain hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai
budaya Pancasila, hukum perdata tertulis buatan Hakim atau yurisprudensi dan hukum adat.

b. Berdasarkan Sistem Nilai Budaya Pancasila. Hukum perdata nasional harus didasarkan
pada sistem nilai budaya Pancasila, maksudnya adalah konsepsi tentang nilai yang hidup
dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat. Apabila nilai yang dimaksud adalah
nilai Pancasila maka sistem nilai budaya disebut sitem nilai budaya Pancasila. Sistem nilai
budaya demkian kuat meresap dalam jiwa anggota masyarakat sehingga sukar diganti dengan
nilai budaya lain dalam waktu singkat. Sistem nilai budaya Pancasila berfungsi sebagai
sumber dan pedoman tertinggi bagi peraturan hukum & perilaku anggota masyarakat bangsa
Indonesia. Dengan demikian dapat diuji benarkah peraturan hukum perdata barat. Hukum
perdata tidak tertulis, buatan hakim/yurisprudensi & peraturan hukum adat yang akan diambil
sebagai bahan hukum perdata nasional bersumber, berpedoman, apakah sudah sesuai dengan
sistem nilai budaya Pancasila? Jika jawabnya YA benarkah peraturan hukum perdata yang
diuraikan tadi dijadikan hukum perdata nasional.

c. Produk Hukum Pembentukan Undang – Undang Indonesia. Hukum perdata nasional harus
produk hukum pembuat Undang-Undang Indonesia. Menurut UUD 1945 pembuat Undang-
Undang adalah Presiden bersama dengan DPR [pasal 5 ayat 1 UUD 1945]. Dalam GBHN-
pun digariskan bahwa pembinaan & pembentukan hukum nasional diarahkan pada bentuk
tertulis. Ini dapat diartikan bahwa pembentukan hukum perdata nasional perlu dituangkan
dalam bentuk Undang-Undang bahkan diusahakan dalam bentuk kondifikasi. Jika dalam
bentuk Undang-Undang maka hukum perdata nasional harus produk hukum pembentukan
Undang-Undang Indonesia. Contoh Undang-Undang Perkawinan No.1/1974, Undang-
Undang Pokok Agraria No. 5/1960.

d. Berlaku Untuk Semua Warga Negara Indonesia. Hukum perdata nasional harus berlaku
untuk semua Warga Negara Indonesia, tanpa terkecuali dan tanpa memandang SARA. Warga
Negara Indonesia adalah pendukung hak dan kewajiban yang secara keseluruhan membentuk
satu bangsa merdeka yaitu Indonesia. Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua
WNI berarti menciptakan unifikasi hukum sesuai dengan GBHN. Dan melenyapkan sifat
diskriminatif sisa politik hukum kolonia Belanda. Unifikasi hukum tertulis yang ada sekarang
sudah dikenal, diikuti dan berlaku umum dalam masyarakat.

e. Berlaku Untuk Seluruh Wilayah Indonesia. Hukum perdata nasional harus berlaku bagi
seluruh wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia adalah wilayah negara RI termasuk perwakilan
Indonesia di luar negeri. Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua WNI di seluruh
wilayah Indonesia merupakan unifikasi hukum perdata sebagai pencerminan sistem nilai
budaya Pancasila terutama nilai dalam sila ke tiga “ Persatuan Indonesia” Hal ini sesuai
dengan GBHN mengenai pembinaan hukum nasional.

2. HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945,
KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan UUD ini
BW Hindia Belanda disebut juga kitab UU Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum
perdata Indonesia.
Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan. Berlakunya hukum perdata artinya
diterimanya hukum perdata untuk dilaksanakan . Adapun dasar berlakunya hukum perdata
adalah ketentuan undang – undang , perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan hakim.
Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum. Kewajiban selalu diimbangi dengan hak.

1. Ketentuan Undang-Undang. Berlakunya hukum perdata karena ketentuan Undang-Undang


artinya Undang-Undang menetapkan kewajiban agar hukum dilaksanakan. Undang-Undang
mengikat semua orang atau setiap orang wajib mematuhi Undang-Undang, yang jika tidak
patuhi akan disebut sebagai pelanggaran. Berlakunya hukum perdata ada bersifat memaksa
dan bersifat sukarela. Bersifat memaksa artinya kewajiban hukum harus dilaksanakan baik
dengan berbuat atau tidak berbuat. Pelaksanan kewajiban hukum dengan berbuat misalnya :
a. Dalam perkawinan, kewajiban untuk memenuhi syarat & prosedur kawin supaya
memperoleh hak kehidupan suami isteri;
b. Dalam mendirikan yayasan kewajiabn memenuhi syarat akta Notaris, supaya memperoleh
hak status hukum;
c. Dalam perbuatan melanggar hukum kewajiban membayar kerugian kepada yang dirugikan.
d. Dalam jual beli kewajiban pembeli membayar harga barang supaya memperoleh hak atas
barang yang dibeli.

Pelaksanaan kewajiban hukum untuk tidak berbuat misalnya :


a. Dalam perkawinan, kewajiban tidak mengawini lebih dari seorang wanita dalam waktu
yang sama supaya memperoleh predikat monogami.
b. Dalam ikatan perkawinan, kewajiban tidak bersetubuh dengan wanita/pria yang bukan
istri/suami sendiri, supaya memperoleh hak atas status suami atau isteri yang baik, jujur, tidak
menyeleweng
c. Dalam karya cipta, kewajiban untuk tidak membajak hak cipta milik orang lain , sehingga
berhak untuk bebas dari penututan.
Sukarela berarti terserah pada kehendak yang bersangkutan apakah bersedia melaksanakan
kewajiban tersebut atau tidak [tidak ada paksaan], kewajiaban tersebut menyangkut
kepentingan sendiri. Dalam pelaksanaan kewajiban sukarela saksi hukum tidak berperan.
Adapun kewajiban hukum karena adanya hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut
ditetapakan oleh undang – undang . Jadi Undang-Undang menciptakan hubungan hukum
antara para pihak. Hubungan mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara
pihak pihak.
Hubungan hukum dapat tercipta karena adanya peristiwa hukum karena :
a. kejadian misalnya kelahiran, kematian;
b. perbuatan misalnya jual beli, sewa menyewa
c. keadaan misalnya letak rumah, batas antara dua pihak
Dalam Undang-Undang ditentukan bila terjadi kelahiran, maka timbul hubungan hukum
antara orang tua dan anak yaitu hubungan timbal balik adanya hak dan kewajiban

2. Perjanjian antar para pihak. Hukum perdata juga berlaku karena ditentukan oleh perjanjian.
Artinya perjanjian yang dibuat oleh para pihak menetapkan diterimanya kewajiban hukum
untuk dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian mengikat pihak yang membuatnya. Perjanjian
harus sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikat baik (pasal 1338 KUHPdt). Perjanjian menciptakan hubungan
hukum antara pihak–pihak yang membuatnya. Hubungan hukum mengandung kewajiban dan
hak yang bertimbal balik antara para pihak. Hubungan hukum terjadi karena peristiwa hukum
yang berupa perbuatan perjanjian misalnya, Jual beli, sewa menyewa, hutang piutang. Ada 2
macam perjanjian yaitu :

1. Perjajian harta kekayaan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak yang
bertimbal balik mengenai harta kekayaan. Ada 2 jenis :
Ø perjanjian yang bersifat obligator artinya baru dalam taraf melahirkan kewajiban dan hak;
Ø perjanjian yang bersifat zakelijk ( kebendaan ) artinya dalam taraf memindahkan hak
sebagai realisasi perjajian obligator.

2. Perjanjian perkawinan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak suami isteri
secara bertimbal balik dalam hubungan perkawinan. Perjanjian terletak dalam bidang moral
dan kesusilaan. Supaya penerimaan kewajiban dan hak yang bertimbal balik lebih mantap
maka pada perjanjian tertentu pembuatannya dilakukan secara tertulis di depan Notaris.

3. Keputusan Hakim. Hukum perdata berlaku karena ditetapkan oleh hakim melalui putusan.
Hal ini dapat terjadi karena ada perbedaan dalam hukum perdata. Untuk menyelesaikannya
dan menetapkan siapa sebenarnya berkewajiban dan berhak menuntut hukum perdata, maka
hakim karena jabatanya memutuskan sengketa tersebut. Putusan hakim bersifat memaksa
artinya jika ada pihak yang tidak mematuhinya, hakim dapat memerintahkan pihak yang
bersangkutan supaya mematuhi dengan kesadaran sendiri. Jika masih tidak mematuhinya
hakim dapat melaksanakan putusannya dengan paksa, bila perlu dengan bantuan alat negara.

4. Akibat Berlakunya Hukum Perdata. Sebagai akibat berlakunya hukum perdata, yaitu
adanya pelaksanaan pemenuhan [prestasi] dan realisasi kewajiban hukum perdata. Ada 3
kemungkinan hasilnya yaitu [1] tercapainya tujuan apabila kedua belah pihak memenuhi
kewajiban dan hak timbal balik secara penuh [2] tidak tercapai tujuan, apabila salah satu
pihak tidak memenuhi kewajiban [3] terjadi keadaan yang bukan tujuan yaitu kerugian akibat
perbuatan melanggar hukum. Apabila kedua belah pihak tidak memenuhi kewajiban hukum
yang telah ditetapkan dalam perjanjian tidak akan menimbulkan kewajiban. Sebab kewajiban
hukum pada hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Jadi belum
dilaksanakan kedua belah pihak . Tetapi apabila salah satu pihak telah melaksanakan
kewajiban hukum sedang pihak lainnya belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum barulah
ada masalah wanprestasi yang mengakibatkan tujuan tidak tercapai, sehingga menimbulkan
sanksi hukum.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang
pada awalnya berinduk pada kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa
Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan Undang-
Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailiatan.
Pada tanggal 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten Van Oud Haarlem diangkat menjadi
ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Viotendan Mr. Meyer masing-masing sebagai
anggota yang kemudian anggotanyaini diganti dengan MR. J. Schneither dan Mr. A.J. Van
Nes. Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui
Staatsblad No.23 dan berlaku Januari 1948.

3. SUMBER-SUMBER HUKUM PERDATA

1. Arti Sumber Hukum. Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata adalah asal mula
hukum perdata, atau tempat dimana hukum perdata ditemukan . Asal mula menunjukank
kepada sejarah asal dan pembentukanya. Sedangan tempat menunjukan kepada rumusan
dimuat dan dapat dibaca .

2. Sumber dalam arti formal. Sumber dalam arti sejarah asal nya hukum perdata adalah
hukum perdata buatan pemerintah kolonia Belanda yang terhimpun dalam B.W ( KUHPdt ) .
Berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 B. W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku
sepanjang belum diganti dengan undang – undang baru berdasarkan UUD 1945. Sumber
dalam arti pembentukannya adalah pembentukan undang – undang berdasarkan UUD 1945.
UUD 1945 ditetapkan oleh rakyat Indonesia yang didalamnya termasuk juga aturan
peralihan.Atas dasar aturan peralihan B.W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti
pembentukan UUD Indonesia ikut dinyatakan berlakunya B. W ( KUHPdt ). Sumber dalam
arti asal mula disebut sumber hukum dalam arti formal.

3. Sumber dalam Arti Material. Sumber dalam arti “tempat” adalah Lembaran Negara atau
dahulu dikenal dengan istilah Staatsblad, dimana dirumuskan ketentuan Undang-Undang
hukum perdata dapat dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W/KUHPdt.
Selain itu juga termasuk sumber dalam arti tempat dimana hukum perdata pembentukan
Hakim . Misalnya yurisprudensi MA mengenai warisan, badan hukum, hak atas tanah.
Sumber dalam arti tempat disebut sumber dalam arti material. Sumber Hukum perdata dalam
arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman kolonia, terutama yang terdapat di
dalam Staatsblad. Sedang yang lain sebagian besar berupa yurisprudensi MA-RI & sebagian
kecil saja dalam Lembaran Negara RI.
4. PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM DI INDONESIA

Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam
masyarakat.Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan
dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Hukum Privat materiil ini ada juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang
lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat
materiil. Dan pengertian dari hukum privat (hokum perdata materiil) ialah hokum yang
memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseoranan didalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa didalamnya
terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbale balik dalam
hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping hokum privat materiil, juga dikenal hokum perata formil yang lebih dikenal
sekarang yaitu dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum
yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di
lingkungan pengadilan perdata. Didalam pengertian sempit kadang-kadang hokum perdata ini
digunakan sebagai hukum dagang.
Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia Mengenai keadaan hukum perdata di
Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari
keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1) Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum adat bangsa Indonesia karena Negara
kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.

2) Faktor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi
penduduk menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Golongan eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c. Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab)
Dan pasal 131 .I.S. yang membedakan berlakunya hokum bagi golongan-golongan tersebut:
Ø Golongan Indonesi asli berlaku hukum adat
Ø Golongan eropa barlaku hokum perdata (BW) dan hokum dagang (WVK)
Ø Golongan timur asing berlaku hokum masing-masing dengan catatan timur asing dan bumi
putera boleh tunduk pada hokum eropa barat secara keseluruhan atau untuk beberapa macam
tindakan hokum perdata.
Untuk memahami keadaan hokum perata di Indonesia patutlah kita terlebih dahulu
mengetahui politik pemerintahan Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hokum di
Indonesia. Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hokum di Indonesia
ditulis dalam pasal 131 (I.S.) (Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131 (I.S.)
yaitu pasal 75RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:

1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).

2. Untuk golongan bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri
Belanda (sesuai azas Konkordansi).

3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika
ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-
peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.

4. Orang Indonesi Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan
dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
pada hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara
umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.

5. Sebelumnya hokum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi
mereka itu akan tetap berlaku hokum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.

Berdasarkan pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa
peraturan UU Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal
1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
Ø Perjanjian kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-
hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
Ø Dan beberapa pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat
1933 no 49).
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia
seperti:
Ø Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
Ø Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan
dengan no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu :
Ø UU Hak Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
Ø Peraturan Umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
Ø Ordonansi Woeker (staatsblad 1938 no 523)
Ø Ordonansi tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).
5. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DI INDONESIA

KODIFIKASI DAN SISTEMATIKA

1. Himpunan Undang-Undang & Kodifikasi. Bidang hukum tertentu dapat dibuat &
dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa dan dapat pula dalam bentuk kodifikasi.
Bidang hukum tertentu bidang misalkan, hukum perdata, pidana, dagang, acara perdata,
acara pidana, tata negara. Apabila dibuat dan dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa,
maka Undang-Undang yang telah diundangkan dalam lembaran negara masih memerlukan
peraturan pelaksanaan yang terpisah dalam bentuk tertentu, mis. PP, PerPres. Dengan
demikian Undang-Undang yang dibuat belum dapat dilaksanakan tanpa dibuat peraturan
pelaksananya. Undang-Undang & peraturan pelaksanaannya dapat dihimpun dalam satu
bundle peraturan perundang-undangan. Himpunan ini disebut “himpunan peraturan-
perundangan” mis. himpunan peraturan agraria, himpunan peraturan perkawinan, himpunan
peraturan. Apabila Undang-Undang dibuat dalam bentuk kodifikasi, maka unsur-unsur yang
perlu dipenuhi adalah :
Ø meliputi bidang hukum tertentu
Ø tersusun secara sistematis
Ø memuat materi yang lengkap
Ø penerapannya memberikan penyelesaian tuntas
Bidang hukum tertentu yang bisa dikodifikasikan & sudah pernah terbentuk misalnya bidang
hukum perdata dagang, hukum pidana, hukum acara perdata dan acara pidana . Materi bidang
hukum yang dikodifikasikan tersusun secara sistematis artinya disusun secara berurutan,
tidak tumpang tindih dari bentuk dan pengertian umum kepada bentuk & pengertian khusus.
Tidak ada pertentangan materi antara pasal sebelumnya dan pasal berikutnya. Memuat materi
yang lengkap , artinya bidang hukum termuat semuanya. Memberikan penyelesaian tuntas ,
artinya tidak lagi memerlukan peratuaran pelaksana semua ketentuan langsung dapat
diterapakan dan diikuti. Kodifikasi berasal dari kata COPE [Perancis] artinya kitab Undang-
Undang. Kodifikasi artinya penghimpunan ketentuan bidang hukum tertentu dalam kitab
Undang-Undang yang tersusun secara sistematis, lengkap dan tuntas. Contoh kodifikasi ialah
Burgelijk Wetboek, Wetboek van Koophandel,Failissement Verordening, Wetboek van
Strafecht.
2. Sistematika Kodifikasi. Sistematika artinya susunan yang teratur secara sistematis.
Sistematika kodifikasi artinya susunan yang diatur dari suatu kodifikasi. Sistematika meliputi
bentuk dan isi kodifikasi. Sistematika kodifikasi hukum perdata meliputi bentuk dan isi.
Sistematika bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi urutan bentuk bagian
terbesar sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu :
Ø kitab undang – undang tersusun atas buku – buku
Ø tiap buku tersusun atas bab – bab
Ø tiap bab tersusun atas bagian – bagian
Ø tiap bagian tersusun atas pasal – pasal
Ø tiap pasal tersusun atas ayat – ayat
Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi kelompok materi berdasarkan
sitematika fungsi. Sistematika fungsional ada 2 macam yaitu menurut pembentuk Undang-
Undang & menurut ilmu pengetahuan hukum. Sistematika isi menurut pembentukan B.W
miliputi 4 kelompok materi sebagai berikut :
I. kelompok materi mengenai orang
II. kelompok materi mengenai benda
III. kelompok nateri mengenai perikatan
IV. kelompok materi mengenai pembuktian
Sedangkan sistematika menurut ilmu pengetahuan hukum ada 4 yaitu :
I. kelompok materi mengenai orang
II. kelompok materi mengenai keluarga
III. kelompok materi mengenai harta kekayaan
IV. kelompok materi mengenai pewarisan
Apabila sistematika bentuk dan isi digabung maka ditemukan bahwa KUHPdt. Terdiri dari :
I. Buku I mengenai Orang
II. Buku II mengenai Benda
III. Buku II mengenai Perikatan
IV. Buku IV mengenai Pembuktian

SISTEMATIKA KUHPdt.
Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika KUHPdt. Berdasarkan
pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt. Berdasarkan ilmu pengetahuan
hukum. Perbedaan terjadi, karena latar belakang penyusunannya. Penyusunan KUHPdt.
didasarkan pada sistem individualisme sebagai pengaruh revolusi Perancis. Hak milik adalah
hak sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak dan kebebasan setiap
individu harus dijamin. Sedangkan sisitematika berdasarkan ilmu pengetahuan hukum
didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia yang selalu melalui proses lahir-
dewasa-kawin–cari harta/nafkah hidup–mati (terjadi pewarisan ). Dengan demikian
perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

I. Buku I KUHPdt. memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga (perkawinan)
sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketetuan mengenai pribadi dan badan hukum,
keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban.

II. Buku II KUHPdt. memuat ketentuan mengenai benda dan waris. Sedangkan ilmu
pengetahuan hukum mengenai keluarga (perkawinan dan segala akibatnya).

III. Buku III KUHPdt. memuat ketentuan mengenai perikatan. Sedangkan ilmu pengetahuan
hukum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda dan perikatan.

IV. Buku IV KUHPdt. memuat ketentuan mengenai bukti dan daluwarsa. Sedangkan ilmu
pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai pewarisan, sedangkan bukti dan daluarsa
termasuk materi hukum perdata formal (hukum acara perdata).
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat
oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk
mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek
hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau
warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata
lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum
tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon
(yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika
Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan
sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di
Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di
Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau
dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan
wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih
bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Sistematika Hukum Perdata itu ada 2, yaitu sebagai berikut:

§ Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan


§ Menurut Undang-Undang/Hukum Perdata
Sistematika Menurt Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan terdiri dari:
§ Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi (personen recht)
§ Hukum tentang keluarga/hukum keluarga (Familie Recht)
§ Hukum tentang harta kekyaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda (vermogen recht)
§ Hukum waris/erfrecht
Sistematika hukum perdata menurut kitab Undang-Undang hukum perdata
§ Buku I tentang orang/van personen
§ Buku II tentang benda/van zaken
§ Buku III tentang perikatan/van verbintenisen
§ Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa/van bewijs en verjaring
Apabila kita gabungkan sistematika menurut ilmu pengetahuan ke dalam sistematika menurut
KUHPerdata maka:
§ Hukum perorangan termasuk Buku I
§ Hukum keluarga termasuk Buku I
§ Hukum harta kekayaan termasuk buku II sepanjang yang bersifat absolute dan termasuk
Buku III sepanjang yang bersifat relative
Hukum waris termasuk Buku II karena Buku II mengatur tentang benda sedangkan hokum
waris juga mengatur benda dari pewaris/orang yang sudah meninggal karena pewarisan
merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang diatur dalam pasa 584
KUHperdata (terdapat dalam Buku II) yang menyatakan sebagai berikut :
“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan
pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-
undang maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan, berdasar atas
suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak
berbuat bebas terhadap kebendaan itu”
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hukum perdata Belanda berdasarkan hukum perdata perancis yaitu yang disusun
berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’ yang pada waktu itu dianggap sebagai
hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di perancis dimuat dalam dua
kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu
prancis menguasai belanda (1806-1813). Kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri belanda
yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan belanda dari perancis
(1813).
Pada tahun 1814 belanda mulai menyusun Kitab Undang-UndangHukum Perdata
(sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum belanda yang dibuat oleh
J.M. Kemper disebut Ontwerp kemper. Namun, sayangnya kemper meninggal dunia pada
1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai
Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 juli
1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober
1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu:
− BW ( Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda)
− Wvk (KItab Hukum Undang-Undang Dagang)
Menurut terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa perancis ke dalam
bahasa nasional Belanda.
Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia Mengenai keadaan hukum perdata di
Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari
keanekaragaman ini ada 2 faktor:

1) Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum adat bangsa Indonesia karena Negara
kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.

2) Faktor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi
penduduk menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Golongan eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c. Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab)
Hal ini pun terjadi di Indonesia pada saat bBelanda menjajah Indonesia .KUHperdata
yang berasal dari Belanda yang diberlakukan di indonesia berdasarkan asas
konkordasi.meskipun pada awalnya diberlakukan bagi orang keturunan Belanda, namun
setelah Indonesia merdeka ternyata masyarakat Indonesia tetap mempergunakannya

Anda mungkin juga menyukai