Anda di halaman 1dari 6

Nama: Irgy Adhipramana

NIM : H1A121325

KLS : C

Mata Kuliah : Hukum perdata

SOAL

1. Sejarah terbentunya BW
2. Bagaimana BW berlaku juga di indonesia
3. Tuliskan keberlakuan pasal-pasal BW saat ini:
a. Pasal-pasal yang masih berlaku penuh
b. Pasal-pasal yang tidakberlaku penuh/berlaku sebagian
c. Pasal-pasal yang tidak berlaku lagi
1. KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M.
Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta
kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri
Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).

Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia
kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota.
Panitia tersebut juga belum berhasil. Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.
C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither
dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata
Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda
banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam
kodifikasi KUH Perdata Indonesia.

Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui
Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa
dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-
kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein.
Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.[2]

Disamping itu, sejarah mengenai perkembangan hukum perdata yang berkembang di


Indonesia bahwa hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk
hukum perdata Belanda yang di berlakukan asas Korkondansi yaitu hukum yang berlaku
di negeri jajahan (Belanda) yang sama dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah.

Secara makrosubtansial, perubahan – perubahan yang terjadi pada hukum perdata


Indonesia:Pertama, pada mulanya hukumperdata Indonesia merupakan ketentuan-
ketentuan pemerintahan Hindia-Belanda yang di berlakukan di Indonesia (Algemene
Bepalingen van Wetgeving/AB).Sesuai dengan stbll.No.23 tanggal 30 April 1847 yang
terdiri dari 36 pasal. Kedua, dengan konkordansi pada tahun 1848 di undangkan KUH
perdata (BW) oleh pemerintah Belanda.Di samping BW berlaku juga KUHD (WvK)
yang di atur dalam stbl.1847 No.23.
Dalam Perspektif sejarah,hukum perdata yang berlaku di Indonesia terbagi dalam dua
periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode setelah Indonesia Merdeka.

Pertama, Sebelum Indonesia merdeka sebagaimana negara jajahan, maka hukum yang
berlaku di Indonesia adalah hukum bangsa penjajah. Hal yang sama dengan hukum
perdata. Hukum perdata yang di berlakukan bangsa belanda untuk Indonesia mengalami
adopsi dan penjalanan sejarah yang sangat panjang.

Pada mulanya hukum perdata belanda di rancang oleh suatu panitia yang di bentuk tahun
1814 yang di ketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776 – 1824).Tahun 1816,Kempers
menyampaikan rencana kode hukum tersebut pada pemerintah Belanda di dasarkan pada
hukum Belanda kuno dan di beri nama Ontwerp Kempers. Ontwerp Kempers ini di
tantang keras oleh P.Th.Nicolai,yaitu anggota parlemen berkebangsaan Belgia dan
sekaligus menjadi Presiden Pengadilan Belgia.Tahun 1824 Kempers
meninggal,selanjutnya penyusunan kodifikasi code hukum di serahkan Nicolai.Akibat
perubahan tersebut,dasar pembentukan hukum perdata Belanda sebagian besar
berorientasikan pada code civil Perancis.Code civil Perancis sendiri meresepsi hukum
romawi,Corpus Civilis dari Justinianus.Dengan demikian hukum perdata belanda
merupakan kombinasi dari hukum Kebiasaan/hukum Belanda kuno dan Code Civil
Perancis.Tahun 1838,Kodifikasi hukum perdata Belanda Di tetapkan dengan stbl.838.[3]

Pada tahun 1848,kodifikasi hukum perdata belanda di berlakukan di Indonesia dengan


stbl.1848.Dan Tujuh tahun kemudian,Hukum perdata di Indonesia kembali di pertegas
lagi dengan stbl.1919.

Kedua, Setelah Indonesia merdeka, hukum Perdata yang berlaku di Indonesia di dasarkan
pada pasal II aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa
segala peraturan di nyatakan masih berlaku sebelum di adakan peraturan baru menurut
UUD termasuk di dalamnya hukum perdata Belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini
untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (rechtvacuum) di bidang hukum perdata.
Namun, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya
mengalami beberapa proses pertumbuhan atau perubahan yang mana perubahan tersebut
di sesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri.[4]
2. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia sebelum masa kemerdekaan Hukum perdata
yang berlaku di Indonesia bersifat pluralistis, artinya bahwa hukum perdata yang berlaku
itu terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum, dimana setiap golongan penduduk yang
berbeda mempunyai sistem hukumnya masing-masing (Salim, 2006 : 8). Dahulu
Indonesia pernah dijajah Belanda selama kurang lebih 350 tahun. Selama masa
penjajahan itu pemerintah kolonial Belanda memberlakukan BW yang dimaksudkan
sebagai kodifikasi kitab undang-undang hukum perdata yang diterapkan di daerah
jajahannya, sebab pada waktu itu belum ada unifikasi hukum perdata yang jelas di daerah
Hindia Belanda sebagai akibat adanya pluralisme hukum yang berlaku di masyarakat
setempat. Berlakunya BW di wilayah Hindia Belanda pada waktu itu adalahwilayah
Hindia Belanda berlaku hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda. Pasal 131 IS ini
juga sekaligus merupakan dasar hukum berlakunya BW dan WvK di wilayah Hindia
Belanda (Ahmad, 1986 : 24). Berdasarkan Staatsblad 1847 no. 23, BW hanya berlaku
terhadap (Ahmad, 1986 : 24) :
a. Orang-orang Eropa, yang meliputi : orang Belanda; orang yang berasal dari Eropa;
orang Jepang; serta orang-orang Amerika Serikat, Kanada, Afrika Selatan, dan Australia,
berikut dengan anak-anak mereka
b. Orang-orang yang dipersamakan dengan orang Eropa, yaitu mereka yang pada saat
BW berlaku memeluk agama Kristen.
c. Orang-orang Bumiputera turunan Eropa. Pada umumnya, selain terhadap ketiga
golongan itu, BW tidak berlaku. Berdasarkan Pasal 131 IS dan keputusan Raja Belanda
15 September 1916, Staatsblad 1917 no. 12 jo. 528 yang mulai diberlakukan sejak 1
Oktober 1917, kepada golongan Bumiputera dan golongan Timur Asing, secara sukarela
dapat menundukkan dirinya kepada BW dan WvK, baik untuk sebagian maupun
seluruhnya. Menurut Mr. Scholten yang menjabat sebagai Ketua HGH pada waktu itu,
penundukan secara sukarela ini akan memberikan keuntungan dan keamanan yang besar
bagi orangorang Eropa ketika mereka mengadakan perjanjian dengan orang-orang yang
tidak termasuk ke dalam golongan Eropa, yaitu dengan menerapkan hukum Eropa dalam
perjanjian tersebut. Dengan demikian kepentingan orang-orang Eropa menjadi lebih
terjamin, karena hukum Eropa
3. Tuliskan keberlakuan pasal-pasal BW saat ini:
A. pasal-asal masih berlaku penuh adalah:
1. Pasal 505, serta Pasal 209 – Pasal 518 yang mengatur mengenai benda bergerak.
2. Pasal 612 dan Pasal 613 yang mengatur mengenai penyerahan benda bergerak.
3. Pasal 826 dan Pasal 827 yang mengatur mengenai bewoning.
4. Pasal 830 – Pasal 1130 yang mengatur mengenai waris.
5. Pasal 1131 – Pasal 1149 yang mengatur mengenai piutang yang diistimewakan
(privilege).
6. Pasal 1150 – Pasal 1160 yang mengatur mengenai gadai.
B. Pasal-pasal yang tidak berlaku penuh/berlaku sebagian:
1) Pasal 503 – Pasal 505 mengenai cara membedakan benda.
2) Pasal 529 – Pasal 568 mengenai benda sepanjang tidak mengenai tanah.
3) Pasal 570 yang mengatur tentang hak milik sepanjang tidak mengenai tanah.
4) Pasal 756 yang mengatur tentang hak memungut hasil (vruchgebruuk) sepanjang tidak
mengenai tanah.
5) Pasla 818 yang mengatur mengenai hak pakai sepanjang tidak mengenai tanah.
6) Pasal 1162 – Pasal 1232 yang mengatur menganai hipotik sepanjang tidak mengenai
tanah.
C. Pasal-pasal yang tidak berlaku lagi: Pasal-pasal yang mengatur mengenai cara
memperoleh hak milik atas tanah.
1. Pasal 621 – Pasal 623 yang mengatur mengenai pemberian penegasan hak atas tanah
yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri.
2. Pasal-pasal yang mengatur mengenai penyerahan benda-benda tidak bergerak
3. Pasal 673 mengenai kerja rodi.
4. Pasal 625 – Pasal 672 yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pemilik pekarangan
yang bertetangga.
5. Pasal 674 – Pasal 710 yang mengatur mengenai pengabdian pekarangan
(erfdienstbaarheid).
6. Pasal 711 – Pasal 719 yang mengatur mengenai hak opstal.
7. Pasal 720 – Pasal 736 yang mengatur mengenai hak erfpacht.
8. Pasal 737 – Pasal 755 yang mengatur mengenai bunga tanah dan hasil sepersepuluh.

Anda mungkin juga menyukai