Anda di halaman 1dari 7

HUKUM PERBANKAN

DISUSUN OLEH:

AKSAY RAMADHAN
ZULFAHMI RISQI ALBAR - H1A121268
MUH AKBAR ISTAMAN
AGUS PRYANTO UNGE
MARCELIN APRILIA SORAIDA
MARGARETHA ASTRELLA
MARIA STEPHANIE NARAHA
1. Prinsip Perjanjian Kredit Bank
a. Prinsip Kepercayaan
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank
kepada nasabah debitur selalu didasarkan pada kepercayaan. Bank mempunyai
kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur
sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur
yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka
waktu yang telah ditentukan.
b. Prinsip Kehati-hatian
selalu berpedoman dan menerapkan prinsipkehati-hatian. Prinsip
ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan
itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.
Sementara itu, selain kedua prinsip umum tersebut, berdasarkan penjelasan pasal
8 UU Perbankan, yang mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit.
c. Prinsip 5 C
a. Penilaian watak (Character)
Penilaian watak atau kepribadian calon debitur
dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran atau itikad baik calon
debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya,
sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian hari. Hal ini
dapat diperoleh terutama didasarkan kepada hubungan yang telah
terjalin antara bank dan calon (debitur) atau informasi yang
diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian, dan
perilaku calon debitur dalam kehidupan kesehariannya.
b. Penilaian kemampuan (Capacity)
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debiturnya
dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga
bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh
orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya dalam jangka
waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan
pinjamannya. Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak
diberikan kredit dalam skala besar.Demikian juga jika trend
bisnisnya menurun, maka kredit juga semestinya tidak diberikan.
Kecuali jika penurunan itu karena kekurangan biaya sehingga
dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya
lewat peluncuran kredit, maka trend atau kinerja bisnisnya
tersebut dipastikan akan semakin membaik.
c. Penilaian modal (Capital)
Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan
secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang,
sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur
dalam menunjang pembiayaan proyeek atau usaha calon debitur
yang bersangkutan. Dalam praktek selama ini bank jarang sekali
memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan
nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal sendiri, sedangkan
kekurangannya itu dapat dibiayai dengan kredit bank.Jadi bank
fungsinya adalah hanya menyediakan tambahan modal, biasanya
lebih sedikit dari pokoknya.
d. Penilaian agunan (Collateral)
Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur
umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang
berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal
sebesar jumlah kredit yang diberikan kepadanya.Untuk itu sudah
seharusnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan maksud
jika calon debitur tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan
tambahan tersebut dapat dicairkan guna menutupi pelunasan atau
pengembalian kredit atau pembiayaan yang tersisa.
e. Penilaian prospek usaha (Condition of Economy)
Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di
luar begeri baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga
masa depan pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitur
yang akan dibiayai bank dapat diketahui.
d. Prinsip 5 P
1. Party (Para Pihak)
Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam
setiap pemberian kredit.Untuk itu pihak pemberi kredit harus
memperoleh suatu “kepercayaan”terhadap para pihak, dalam hal
ini debitur.Bagaimana karakternya, kemampuannya, dan
sebagainya.
2. Purpose (Tujuan)
Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui
oleh pihak kreditur. Harus dilihat apakah kredit akan digunakan
untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan
income perusahaan. Dan harus pula diawasi agar kredit tersebut
benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan
dalam perjanjian kredit.
3. Payment (Pembayaran)
Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit
dari calon debitur cukup tersedia dan cukup aman, sehingga
dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan
tersebut dapat dibaya kembali oleh debitur yang bersangkutan. Jadi
harus dilihat dan dianalisis apakah setelah pemberian kredit nanti,
debitur punya sumber pendapatan, dan apakah pendapatan tersebut
mencukupi untuk membayar kembali kreditnya.
4. Profitability (Perolehan Laba)
Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula
pentingnya dalam suatu pemberian kredit. Untuk itu kreditur harus
mengantisipasi apakah laba yang akan diperoleh oleh perusahaan
lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah pendapatan
perusahaan dapat menutupi pembayaran kredit, cash flow, dan
sebagainya.
5. Protection (Perlindungan)
Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh
perusahaan debitur.untuk itu perlindungan dari kelompok
perusahaan, atau jaminan dari holding, atau jaminan pribadi
pemilik perusahaan penting untuk diperhatikan. Terutama untuk
berjaga-jaga sekiranya terjadi hal-hal di luar skenario atau di luar
prediksi semula.
e. Prinsip 3 R
1. Returns from the Investment (Pengembalian dari investasi)

Ini adalah ukuran penting dalam analisis kredit. Bankir


perlu memiliki gagasan tentang tingkat pengembalian yang
mungkin diperoleh dari usulan investasi. Permintaan kredit hanya
dapat diterima bila peminjam dapat menghasilkan pengembalian
yang akan memungkinkannya untuk mengatasi biaya. Perhatian
utama di sini adalah bahwa peminjam harus dapat menghasilkan
pendapatan tambahan saat mereka memperoleh keuntungan
tambahan dari dana pinjaman.

2. Repayment Capacity (Kapasitas pelunasan)

Ini berarti kemampuan peminjam untuk menghapus


pinjaman yang diperoleh untuk keperluan produksi dalam waktu
yang ditentukan oleh bank. Jumlah pinjaman mungkin cukup
produktif untuk menghasilkan pendapatan tambahan bagi
peminjam, namun mungkin tidak cukup produktif untuk melunasi
pinjamannya. Oleh karena itu, kondisi yang perlu di sini adalah
bahwa pinjaman seharusnya tidak hanya menguntungkan tetapi
juga berpotensi untuk mempengaruhi pembayaran kembali. Maka
hanya peminjam yang memiliki poin menguntungkan di pihaknya.

3. Risk Bearing Ability (Kemampuan menahan resiko)

Ini adalah kemampuan peminjam untuk menahan risiko


yang timbul akibat kerugian finansial. Resiko dapat diukur melalui
teknik statistik seperti koefisien variasi, standar deviasi, model
pemrograman dll.

2. Rahasia Bank
Pasal 40 ayat (1) menyebutkan bahwa “ bank wajib merahasiakan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”. Dalam penjelasan
atas Pasal 40 dinyatakan “ keterangan mengenai nasabah penyimpan, bukan
merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank”. Bahkan disebutkan bahwa
apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai
nasabah debitur, bank tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam
kedudukannya sebagai nasabah penyimpan.Namun, Pada Pasal 41, 41a, 42 ,43,
44,44a terdapat pengecualian terhadap kerahasiaan bank.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan pengecualian terhadap
rahasia bank, yakni sebagai berikut:
1. Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada
pejabat pajak berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Mentri Keuangan ( Pasal 41 ).
2. Untuk meyelesaikan piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat
diberikan pengecualian kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia
( Pasal 41 A ).
3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan
pengecualian kepada jaksa, polisi, atau hakim atas izin Pimpinan Bank
Indonesia ( Pasal 42 ).
4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan
pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia
( Pasal 43 ).
5. Dalam rangka tukar menukar informasi di antara bank kepada bank lain
dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank
Indonesia ( Pasal 44 ).
6. Atas persetujuan, permintaan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan secara
tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin
Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44 A).
7. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia.Apabila nasabah
penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah
penyimpan yang bersangkutan barhak memperoleh keterangan mengenai
simpanan nasabah penyimpan tersebut (Pasal 44 A).
DAFTAR PUSTAKA

https://zams.web.id/pengertian-kredit-prinsip-dan-syarat-kredit-5c-5p-3r/
https://123dok.com/article/pengertian-perjanjian-kredit-dan-prinsip-
prinsip-kredit.q7wgn85r
UU Nomor 10 Tahun 1998.pdf

UU Nomor 7 Tahun 1992.pdf

https://everythingaboutvanrush88.blogspot.com/2015/05/rahasia-bank-
dasar-hukum-pengecualian.html
https://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com/2013/10/
pengecualian-terhadap-rahasia-bank.html

Anda mungkin juga menyukai