Anda di halaman 1dari 18

Jawaban No.

1:
Hukum Perdata Pada Masa Penjajahan Belanda :
Hukum perdata pertama kali di bawah oleh belanda ke Indonesia dan di terapkan di Indonesia
pada saat belanda sedang menjajah Indonesia, kemudian hkum tersebut di kenal dengan
KUHPerdata , KUHPerdata di harapkan dapat sesuai dengan hukum di Indonesia. Kemudian
belanda membentuk Panitia Mahkama Agung di angkatlah Mr. C.C Hagemann sebagai ketua
Mahkama Agung pada masa Hindia Belanda
( Hoogerechtshof ), Dia di beri tugas untuk mempersiapakan Kodifikasi di Indonesia.
Kemudian Mr. C.C Hegemann di anggap tidak berhasil, sehingga tahun 1836 kemudian ia di
pulangkan kembali ke belanda. Setelah itu Kedudukannya sebagai Ketua MA di gantikan
oleh Mr. C.J Scolten Van Oud Haarlem. Hukum Perdata terus berlangsung dan berkembang
setelah berganti kepanitiannya, akhirnya KUHPerdata Belanda di contoh KUHPerdata
Indonesia , selanjutnya KUHPerdata tersebut di umumkan pada tanggal 30 April 1847
melalui Statsblad No.23/ Lembaran Negara No.23 dan mulai diberlakukan Januari 1948.
Hukum Perdata Pada Masa Kemerdekaan :
Setelah merdeka KUHPerdata masih berlaku sebelum di gantikan oleh UU Baru, yang
dimaksudkan dengan Hukum Perdata Indonesia adalah Hukum perdata yang berlaku untuk
seluruh masyarakat Indonesia dan di seluruh wilayah Indonesia. Hukum perdata yang berlaku
di Indonesia adalah hukum perdata barat( Belanda) yang pada walnya berakar pada
KUHPerdata atau di kenal B.W ( Burgrlijk Wetboek). Namun seiring perkembangan zaman
Sebagian materi BW telah diganti dgn UURI.
hukum perdata secara etimologi terdiri dari dua kata, yaitu hukum dan perdata. hukum berarti
aturan, undang-undang, atau norma. sedangkan perdata adalah hubungan orang yang satu
dengan yang lain. Jadi bisa disimpulkan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan orang yang satu dengan yang lainya.
berikut beberapa pengertian dari hukum perdata, yaitu:

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat.

Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur


hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan
pada kepentingan perseorangan

Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah


laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.

Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi
kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau
kepentingan hidupnya. Dari definisi-definisi tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa
yang dimaksudkan dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang/badan hukum yang satu dengan orang/badan hukum yang lain di dalam
masyarakat dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan (pribadi/badan
hukum). Hukum perdatalah yang mengatur dan menentukan, agar dalam pergaulan
masyarakat orang dapat saling mengetahui dan menghormati hak-hak dan kewajibankewajiban antar sesamanya, sehingga kepentingan tiap-tiap orang dapat terjamin dan
terpelihara dengan sebaik-baiknya.

Hukum Perdata Dalam Arti Luas dan Hukum Perdata Dalam Arti Sempit
Hukum perdata arti luas ialah bahwa hukum sebagaimana tertera dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (WvK) beserta
sejumlah undang-undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya. Undang-undang
mengenai Koperasi, undang-undang nama perniagaan.
Hukum Perdata dalam arti sempit ialah hukum perdata sebagaimana terdapat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (BW).\ Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua
hukum Privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan
perseorangan. Hukum perdata ada kalanya dipakai dalam arti sempit, sebagai lawan hukum
dagang. (Subekti, 1978, hlm. 9).
Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan
hukum Romawi Corpus Juris Civilisyang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang
paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang
disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu

Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri


Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari
Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh
MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal
dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat
sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal
6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1
Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :

BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).

WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code
Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi
seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum
perdata baratBelandayang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa
disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia
kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang
kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi
KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan
berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt.
Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru

berdasarkan Undang Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang
Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1.

Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht

2.

Buku 2 tentang Benda / Zaakenrecht

3.

Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht

4.

Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs

Latar Belakang
Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum sesuai dengan apa yang dicita-citakan,
seyogyanya sejarah menyajikan dalam bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek
kemasyarakatan dari abad ke abad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampai
hari ini. Akan tetapi tidak terhingganya ruang lingkup misi yang akan dijelajah ini
mengakibatkan bahwa untuk alasan-alasan praktis, maka penugasan tersebut dibelah menjadi
sebagai berikut :
1. Menurut tolok-ukur kronologis, misalnya sejarah purbakala, abad pertengahan, dan
sebagainya
2. Menurut tolok-ukur ilmu bumi, seperti sejarah Belgia, Amerika Serikat, dan lain-lain.
3. Atas dasar tematik, yakni sejarah ekonomi, literatur, kesenian, hukum, dan lain-lain.[1]
Sementara sejarah hukum menurut Arief Soeryono merupakan salah satu bidang studi hukum
yang mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat
tertentu dan memperbandingkan antara hukum yang berbeda, karena dibatasi waktu yang
berbeda pula. Ruang lingkup sejarah hukum adalah mempelajari sistem hukum yang pernah
berlaku serta membandingkan dengan sistem hukum yang berlaku sekarang.[2] Sistem
hukum yang berlaku di dunia ada bermacam-macam dan memiliki keanekaragaman antara
sistem hukum yang atu dengan sistem hukum yang lain. Menurut Eric L. Richard pakar
hukum global business dari Indiana University menjelaskan sistem hukum yang utama di
dunia (The worlds Major Legal Systems) sebagai berikut :

1.

Civil law (Hukum sipil berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi). Yang dipraktikkan

oleh negara-negara Eropa kontinental termasuk bekas jajahannya.


Sistem hukum ini berakar dari hukum Romawi (Roman law)
2.

Common Law (Hukum yang berdasarkan kebiasaan berdasarkan preseden atau judge

made law. Sistem hukum ini dipraktikkan di negara Anglo Saxon, seperti Inggris dan
Amerika.
3.

Islamic law (Hukum Islam), hukum yang berdasarkan syariah islam yang bersumber dari

Alquran dan Hadist.


4.

Socialist law, sistem hukum yang dipraktikkan di negara-negara sosialis.

5.

Sub-Saharan Africa, sistem hukum yang dipraktikkan di negara Afrika yang berada di

sebelah selatan gurun Sahara.


6.

Far East, sistem hukum ini merupakan sistem hukum yang kompleks yang

merupakan perpaduan antara sistem civil law , common law dan hukum islam sebagai basis
fundamental masyarakat.[3]
Selain sistem-sistem hukum diatas, di Indonesia dikenal suatu sistem aturan yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari adat kebiasaan yang secara turuntemurun dihormati dan ditaati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia yang disebut
dengan hukum adat.[4] Sejarah hukum di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan
dipengaruhi hukum adat dan kemudian diganti oleh sistem hukum Civil Law karena adanya
penjajahan Belanda. Dalam makalah ini akan membahas mengenai sejarah sistem hukum di
Indonesia sebelum kemerdekaan yaitu antara lain sistem hukum yang berlaku pada zaman
kolonial.
B.

Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu :


Bagaimanakah sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan?
C.

Pembahasan

Sistem tata hukum yang digunakan sebelum 17 Agustus 1945 antara lain sistem hukum
Hindia Belanda berupa sistem hukum Barat (Civil Law) dan sistem hukum asli (Hukum adat).
Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda, Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan setiap
sengketa yang terjadi di masyarakat adalah menggunakan hukum adat. Pada masa itu hukum
adat diberlakukan oleh hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Setiap daerah mempunyai
pengaturan mengenai hukum adat yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain.
Hukum adat sangat ditaati masyarakat pada masa itu karena mengandung Nilai-nilai baik
nilai keagamaan, nilai-nilai kesusilaan, tradisi serta nilai kebudayaan yang tinggi.
Salah satu tokoh yang meneliti hukum adat adalah Van Vollenhoven dimana penelitiannya
mengenai hukum adat dimulai sejak tahun 1906 dan selesai pada tahun 1931. Hukum adat di
Indonesia menurut Van Vollenhoven diartikan sebagai
hukum nonstatutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaaan dan sebagian hukum
islam. Hukum adat itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim
yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, dimana ia memutuskan perkara. Hukum adat
berurat-berakar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup
karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai fitrahnya sendiri,
hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu
sendiri.[5]
Hukum adat adalah sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang
berasal dari adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai
tradisi bangsa indonesia. Pada zaman sebelum VOC datang ke nusantara, kedudukan hukum
adat adalah sebagai hukum positip yang berlaku sebagai hukum yang nyata dan ditaati
oleh rakyat yang pada saat itu Nusantara
Indonesia terdiri dari berbagai kerajaan.[6] Naskah hukum adat yang lahir pada waktu itu
antara lain Kitab Ciwakasoma yang dibuat pada masa raja Dharmawangsa pada tahun 1000
Masehi, Kitab hukum Gadjah Mada pada masa kerajaan Majapahit (1331-1364), Kitab
Hukum Adigama pada zaman Patih Kanaka (1413-1430), dan Kitab Hukum Kutaramanawa
di Bali. Selain itu ditemukan juga bukti peraturan-peraturan asli lainnya seperti Kitab Ruhut
Parsaoran di Habatahon, Tapanuli (berisi kehidupan sosial di tanah Batak), Undang-Undang
Jambi di Jambi, Undang-Undang simbur Cahaya di Palembang, Undang-Undang Nan
Duapuluh di Minangkabau, Undang-Undang Perniagaan dan pelayaran dari Suku Bugis Wajo
di Sulawesi Selatan, Awig-Awig yang berisi peraturan Subak dan Desa ) di Bali. Ditemukan

juga berbagai peraturan-peraturan kerajaan atau kesultanan yang pernah bertahta antara lain:
Kediri, Singosari, Mataram, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram II, Pakubuwono,
Mangkunegoro, Paku Alam, Tarumanagara, Pajajaran, Jayakarta, Banten, Cirebon, Sriwijaya,
Indragiri,Asahan, Serdang, Langkat, Deli, aceh, Pontianak, Kutai, Bulungan, Goa, Bone,
Bolaang Mongondow, Talaud, Ternate, Tidore, Kupang, Bima, sumbawa, Endeh, Buleleng,
Badung, Gianyar dan sebagainya. [7]
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah
Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah
menggantikan Majapahit. VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan
aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya
berada

di Batavia,

yang

kini

bernama Jakarta.

mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan

Tujuan

utama

rempah-rempah di

VOC

adalah

Nusantara.

[8] Memasuki Zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yaitu zaman dimana orang
asing (Barat) mulai masuk ke nusantara dan memberi perhatian terhadap hukum adat. Pada
masa ini ditandai dengan kebijakan Kompeni terhadap hukum adat dengan cara saling
menghormati. Hukum Barat (Belanda) pada awalnya hanya digunakan untuk daerah pusat
pemerintahan Kompeni sedangkan untuk daerah yang belum dikuasai dipersilakan bagi
pendudukan untuk menggunakan hukum adat mereka atau bagi yang mau tunduk pada
hukum Belanda diperbolehkan. Namun jika akan melakukan hubungan dengan Kompeni
maka harus menggunakan hukum Belanda. Dengan kata lain politik hukum Kompeni bersifat
oportunis.[9] Pada masa ini pemerintah Belanda memberikan hak istimewa kepada VOC
berupa hak octrooi (meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang,
mengadakan perdamaian dan mencetak uang). Gubernur yang bernama Jenderal Pieter Both
diberi wewenang untuk membuat peraturan guna menyelesaikan masalah dalam lingkungan
pegawai VOC hingga memutuskan perkara perdata dan pidana. Kumpulan peraturan pertama
kali dilakukan pada tahun 1642, Kumpulan ini diberi nama Statuta Batavia. Pada tahun 1766
dihasilkan kumpulan ke-2 diberi nama Statuta Bara. Kekuasaan VOC berakhir pada 31
Desember 1799.[10]
Memasuki masa pemerintahan Daendels (1808-1811), hukum adat diperbolehkan dianut oleh
penduduk bumi putera dengan syarat :
1. Hukum adat tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

2. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan dasar keadilan dan kepatutan (dalam ukuran
barat).
3. Hukum adat dapat menjamin tercapainya keamanan umum dengan persyaratan tersebut
bahwa pemerintahan Deandels menganggap rendah kedudukan hukum adat dibanding
Hukum Belanda.
Memasuki masa pemerintahan Raffles (1811-1816) , Raffles menggunakan kebijakan
atau politik bermurah hati dan bersabar terhadap golongan pribumi untuk menarik simpati
dan merupakan sikap politik Inggris yang humanistis. Memasuki periode 1816- 1848,
kedudukan hukum adat mulai terancam karena penguasa Hindia Belanda pada waktu itu
mulai memperkenalkan dan menganut prinsip unifikasi hukum untuk seluruh wilayah
jajahannya dengan pengecualian berlakunya hukum adat oleh bumiputera. Jadi secara prinsip
hukum adat mulai terdesak oleh berlakunya hukum Hindia Belanda akan tetapi dalam praktis
pemerintahan masih dianut persamaan kedudukan antara hukum adat dan hukum barat.
[11] Pada tahun 1816 Peraturan-peraturan umum termuat dalam lembaran yang diterbitkan
oleh Pemerintah Hindia Belanda yang disebut dengan Staatsblad beserta Bijblad-nya.
Staatsblad dan Bijblad yang pertama kali terbit dalam tahun 1816 sampai dengan 8 Maret
1942. Staatsblad tiap-tiap tahun mulai dengan nomor 1, Bijblad nomornya berturut-turut tidak
memperdulikan tahunnya.[12]
Tata hukum Hindia Belanda pada saat itu terdiri dari : 1. Peraturan-peraturan tertulis yang
dikodifikasikan, 2. Peraturan-peratauran tertulis yang tidak dikodifikasikan, 3. Peraturanperaturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi golongan Eropa. Pada masa
ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk
kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian yang lain. Kekuasaan mutlak raja itu
diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan
nama Algemene Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan raja :
1. Ketetapan raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti ketetapan pengangkatan
Gubernur Jenderal.
2. Ketetapan raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening atau Algemene
Maatregel van Bestuur (AMVB)

Pada masa ini pula dimulai penerapan politik agraria yang disebut dengan kerja paksa oleh
Gubernur Jenderal Du Bus De Gisignes. Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda berhasil
mengkodifikasikan hukum perdata yang diundangkan pada tanggal 1 Oktober 1838.[13]
Namun

hukum

adat

secara berangsur-angsur tergeser dengan adanya penggagasan

diberlakukannya sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif berlaku sejak
tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab UndangUndang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Acara Pidana
berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi penduduk Belanda di Indonesia. Pada
perjalanannya kodifikasi semakin kuat dan hukum adat menjadi serba tidak pasti dan
menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum pada hukum adat. Penerapan hukum
adat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 75 (Lama) R.R. bahwa jika orang Indonesia
yang tidak menyatakan dengan sukarela, bahwa ia akan dikuasai oleh hukum perdata dan
hukum dagang Eropa, maka untuk golongan bangsa Indonesia, hakim harus melakukan
dalam lapangan hukum perdata adat, sekadar hukum adat itu tidak bertentangan dengan
dasar-dasar keadilan yang umum diakui. [14]
Pada Masa Regerings Reglement (RR) yaitu pada kurun waktu tahun 1855 sampai dengan
tahun 1926 Berhasil diundangkan :
1. Kitab Hukum pidana untuk golongan Eropa melalui S.1866:55.
2. Algemene Politie Strafreglement sebagai tambahan Kitab Hukum Pidana untuk Golongan
Eropa.
3. Kitab Hukum Pidana orang bukan Eropa melalui S.1872:85.
4. Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa.
5. Wetboek Van Strafrecht yang berlaku bagi semua golongan penduduk melalui S.1915:732
mulai berlaku 1 Januari 1918.[15]
Semenjak tanggal 1 Januari 1920 sudah tidak ada lagi empat golongan yakni orang Eropa,
Mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa, Bumiputera dan mereka yang dipersamakan
dengan bumiputera. Menurut Pasal 163 Indische Staatsregeling, Rakyat Indonesia dibedakan
kedalam tiga golongan :
1. Orang Eropa

Yang termasuk golongan orang Eropa ialah :


a.

Semua orang Belanda

b. Semua orang, tidak termasuk a, yang asalnya dari Eropa


c.

Semua orang Jepang

d. Semua orang yang berasal dari tempat lain, tidak termasuk a dan b, yang dinegerinya
akan tunduk kepada hukum kekeluargaan, yang pada pokoknya berdasarkan asas-asas yang
sama dengan hubungan Belanda
e.

Anak sah atau yang diakui menurut undang-undang dan keturunan selanjutnya dari orang

yang dimaksudkan dalam b,c, dan d yang lahir di Hindia Belanda.


2. Bumiputera
Ialah semua orang yang termasuk rakyat Indonesia asli dari Hindia Belanda dan tidak beralih
masuk golongan rakyat lain dan mereka yang mula-mula termasuk golongan rakyat lain.
Kemudian mencampurkan diri dengan rakyat Indonesia asli
3. Orang Timur Asing
Ialah semua orang yang bukan orang eropa atau bumiputera.[16]
Pembagian golongan tersebut pada waktu itu diperlukan dalam hal lapangan hukum perdata
namun dalam hal hukum pidana berlaku hanya satu hukum
pidana yaitu KUH Pidana.
Dalam hal hubungan antar golongan dan hukum yang berlaku akan dijelaskan sebagai berikut
:
a) Bagi warganegara yang berasal dari golongan Eropa, berlaku KUH Perdata dan KUH
Dagang yang diselaraskan (konkordan) dengan KUH Perdata dan KUH Dagang yang berlaku
di negeri Belanda.
b) Bagi orang asing di Indonesia yang berasal dari golongan Eropa berlaku KUH Perdata dan
KUH dagang Barat di Eropa
c) Bagi warganegara Indonesia yang berasal dari golongan Timur Asing :

(a)

Golongan Cina, berdasarkan Staatsblad 1924 No.557 berlaku KUH Perdata dan KUH

Dagang Barat di Indonesia, dengan dikecualikan (pada masa lampau) peraturan-peraturan


tentang :
- Pencatatan Sipil (kini hanya satu catatan sipil untuk semua warga negara Indonesia).
- Cara-cara Perkawinan (kini berlaku Undang-Undang Nomor.1 tahun 1974 untuk seluruh
warga negara Indonesia) ditambah dengan peraturan-peraturan tentang :
a) Pengangkatan anak (adopsi);
b) Kongsi (kongsi disamakan dengan Firma dalam KUH Dagang).
(b)

Golongan bukan Cina , Berdasarkan Stb. 1924 Nomor. 556 berlaku KUH Perdata dan

KUH Dagang Barat di Indonesia dengan dikecualikan :


1) Hukum kekeluargaan;
2) Hukum Waris tanpa wasiat atau Hukum Waris menurut undang-undang atau Hukum
Waris abintestaat (abintestato).
(Hal ini disebabkan karena sebagian besar golongan ini menganut agama islam, yang tentu
tentu saja tidak dapat berlaku Hukum Kekeluargaan dalam KUH Perdata Barat yang berasas
perkawinan yang monogami sedang hukum waris bagi golongan ini diatur dalam Hukum
Islam menurut Alquran). Kini berlaku Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 untuk semua
warganegara Indonesia.
d) Bagi orang asing di Indonesia yang berasal dari golongan Timur Asing berlaku Hukum
Perdata dan Hukum Dagang Timur Asing yang berlaku di negaranya masing-masing.
e) Bagi warganegara Indonesia asli berlaku Hukum Perdata adat (Hukum Adat). Hukum
adat ini pada setiap daerah berlainan coraknya dan kadang-kadang saling bertentangan.
Apabila hukum adat bertentangan dengan asas-asas kepatutan dan keadilan maka sebagai
pegangan dipakai Hukum Perdata Barat di Indonesia.
f) Bagi orang asing yang berasal dari golongan Indonesia, berlaku hukum Perdata dari
negara ia mana ia termasuk (Tunduk). [17]
Ada beberapa cara orang-orang yang bukan golongan Eropa dapat tunduk pada Hukum
Perdata Barat di Indonesia yaitu :

a. Persamaan Hak (gelijkstelling)


Diatur dalam Stb.1883 Nomor 192, dimana persamaan hak ini mengakibatkan seorang yang
bukan Eropa berubah statusnya menjadi orang Eropa, kedudukannya disamakan dengan
orang Eropa dan Tunduk pada seluruh hukum perdata barat dan hukum publik.
b. Pernyataan berlakunya Hukum (Toepasselijk Verklaring)
Berdasarkan Pasal 75 ayat (3) RR dimana adanya pernyataan berlakunya Hukum Perdata
Barat atas orang-orang bukan Eropa oleh pihak penguasa. Dalam hal ini pembuat undangundang menunjuk kepada orang yang bukan Eropa. Hukum yang tadinya berlaku untuk
orang-orang Eropa kemudian diperluas berlakunya hingga orang-orang bukan Eropa.
Beberapa peraturan yang menyatakan berlakunya hukum Eropa diatur dalam :
1) Stb. 1924/556: KUH Perdata dan KUH Dagang Barat di Indonesia kecuali Hukum
Kekeluargaan dan Hukum waris Abintestaat, dinyatakan berlaku untuk golongan Timur Asing
bukan Cina.
2) Stb. 1924/557 : Pernyataan berlaku dari seluruh KUH Perdata dan KUH Dagang Barat di
Indonesia untuk golongan Timur Asing Cina, kecuali peraturan tentang Catatan Sipil, dan
cara-cara perkawinan, ditambah dengan peraturan-peraturan tentang Kongsi dan Adopsi.
3) Stb.1933/49 : KUH Dagang Barat di Indonesia untuk sebagian dinyatakan berlaku bagi
golongan Indonesia.
4) Stb.1912/600: Peraturan Mengenai Hak Cipta (auteursrecht).
5) Stb.1898/158 : Peraturan Perkawinan Campuran berlaku untuk semua golongan.
c. Penundukan Sukarela kepada Hukum Perdata Eropa (Vrijwillige Onderwerping aan het
Europese Privaatrecht).
Berdasarkan pasal 75 ayat (4) Regerings Reglement (RR) yang kemudian diubah
menjadi Indische Staatsregeling Pasal 131 ayat (4) : Bagi orang Indonesia asli dan orang
Timur asing, sepanjang mereka belum diletakkan dibawah suatu peraturan bersama dengan
bangsa Eropa diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk Eropa.
Berdasarkan ketentuan ini dibuatlah suatu peraturan tentang penundukan sukarela kepada
Hukum Perdata Eropa yang dimuat dalam Stb. 1917/No.12 dimana ada 4 macam penundukan
dengan sukarela kepada hukum perdata barat yaitu :

1) Penundukan untuk seluruhnya kepada Hukum Perdata Barat sehingga mengakibatkan


seluruh hukum perdata dan hukum dagang barat di Indonesia berlaku bagi orang yang
menundukkan diri (dalam hal ini hanya golongan Timur Asing Cina dan golongan Indonesia
beragama nasrani)
2) Penundukan untuk sebagian hukum Perdata barat terhadap hukum kekayaan/harta benda
saja yaitu seperti yang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Cina dalam Stb.
1924/556.
3) Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu saja :
a) Dengan akta disebutkan di dalam perbuatan mana yang diperlakukan hukum perdata barat
di Indonesia bagi kedua pihak,
b) Dengan perjanjian khusus
4)

Penundukan anggapan yaitu penundukan tidak sengaja pada hukum perdata barat. [18]

Setelah Belanda menguasai Hindia Belanda (Indonesia) kemudian penguasa Jepang


menduduki dan merebut Indonesia dari penjajahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir
dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pada masa penjajahan Jepang daerah Hindia dibagi
menjadi Indonesia Timur (dibawah kekuasaan AL Jepang berkedudukan di Makassar) dan
Indonesia Barat (dibawah kekuasaan AD Jepang yang berkedudukan di Jakarta). Peraturanperaturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan dibuat dengan dasar Gun Seirei
melalui Osamu Seirei. Pasal 3 Osamu Seirei No. 1/1942 menentukan bahwa semua badan
pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang lalu tetap
diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah
militer.[19] Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada zaman penjajahan Jepang tidak sempat
mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan karena

masa menjajah hanya

31/2 (tiga setengah) tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942 yang berisi
pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia Belanda.
D.

Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.

Dalam sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa kerajaan sebelum VOC datang

adalah menggunakan hukum adat sebagai hukum positip di tiap-tiap daerah nusantara
Indonesia yang ditaati dan dilaksanakan sebagai suatu adat kebiasaan, yang secara turun
temurun dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa indonesia.
2.

Bahwa seiring dengan masuknya VOC ke Indonesia dimana orang asing (Barat) mulai

masuk ke nusantara, orang barat mulai memberi perhatian terhadap hukum adat. Pada masa
ini Hukum Barat (Belanda) mulai digunakan walaupun pada awalnya hanya digunakan untuk
daerah pusat pemerintahan Kompeni sedangkan untuk daerah yang belum dikuasai dapat
menggunakan hukum adat mereka atau bagi yang mau tunduk pada hukum Belanda
diperbolehkan.
3.

Bahwa seiring dengan penjajahan Belanda, lambat laun Pemerintahan Hindia Belanda

menggeser hukum adat sedikit demi sedikit digantikan dengan sistem hukum kodifikasi
hukum Barat yang secara efektif berlaku sejak tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Perdata dan Acara Pidana berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi
penduduk Belanda di Indonesia. Pada perjalanannya kodifikasi semakin kuat dan hukum adat
menjadi serba tidak pasti dan menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum pada
hukum adat.
4.

Bahwa Pada masa penjajahan Jepangpun hukum kolonial Belanda masih digunakan

karena Jepang tidak sempat mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan karena


masa menjajah hanya 31/2 (tiga setengah) tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun
1942 yang berisi pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia
Belanda.

Jawaban No.2
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
ada di bawahnya, dan Mahkamah Konstitusi. Badan Peradilan yang ada di Mahkamah Agung
meliputi badan peradilan dalam lingkup peradilan umum (pidana dan perdata), peradilan
agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Untuk keterangan lebih jelas,
berikut akan digambarkan hierarki lembaga peradilan yang ada di Indonesia.

Kekuasaan kehakiman harus bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Untuk menjamin
terwujudnya kekuasaan yang merdeka itu, maka pasal 24 ayat (2) UUD 1945 hasil
amandemen menentukan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Melalui
perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut telah diletakan kebijakan bahwa
segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial maupun urusan
finansial berada di bawah satu atap kekuasaan Mahkamah Agung. Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia meliputi tiga lembaga peradilan, yaitu :
1. Mahkamah Agung ( UU No. 5 tahun 2004 )
Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang
dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pemerintah, Mahkamah Agung (disingkat MA)
adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Susunan MA
terdirin dari Pimpinan, Hakim Anggota, dan Sekretaris MA. Pimpinan MA terdiri dari
seorang Ketua, dua Wakil Ketua, dan beberapa orang Ketua Muda, yang kesemuanya dalah
Hakim Agung dan jumlahnya paling banyak 60 orang. Sedangkan beberapa direktur jendral
dan kepala badan. Mahkamah Agung mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang
diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada
dibawah Mahkamah Agung, yaitu :
Peradilan umum ( UU No 2 Tahun1986)
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Adapun kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh lembaga-lembaga berikut ini.
1. Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding yang
berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi.

2. Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan yang sehari-hari


memeriksa dan memutuskan perkaratingkat pertama dari segala perkara perdata dan
pidana untuk semua golongan yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan
daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota.
Peradilan agama ( UU No 7 Tahun1989)
Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam
Undang-Undang. Dalam lingkungan Peradilan Agama, kekuasaan kehakiman dilaksanakan
oleh :
1. Pengadilan Tinggi Agama. Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Agama sebagai pengadilan tingkat banding yang
berkedudukan di ibu kota Provinsi.
2. Pengadilan Negeri Agama. Pengadilan Negeri Agama atau yang biasa disebut
Pengadilan Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan
Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Peradilan Militer (UU No 5 Tahun1950 UU No 7 Tahun1989 )
Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan
tindak pidana militer. Pengadilan dalam lingkungan militer terdiri dari :
1. Pengadilan Militer Utama. Pengadilan Militer Utama merupakan badan pelaksana
kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas
untuk memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa
Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh
Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding. Susunan persidangan Pengadilan
Militer Utama untuk memeriksa dan memutus perkara sengketa Tata Usaha Angkatan
Bersenjata pada tingkat banding adalah 1 orang Hakim Ketua dan 2 orang Hakim
Anggota dan dibantu 1 orang Panitera.
2. Pengadilan Militer Tinggi. Pengadilan Militer Tinggi merupakan badan pelaksana
kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas
untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang
terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat Mayor ke atas. Susunan persidangan
adalah 1 orang Hakim Ketua dan 2 orang Hakim Anggota yang dihadiri 1 orang
Oditur Militer/ Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1orang Panitera.
3. Pengadilan Militer. Pengadilan Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan
peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk
memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya
adalah prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah. Susunan persidangan adalah
1orang Hakim Ketua dan 2 orang Hakim Anggota yang dihadiri 1orang Oditur
Militer/ Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 orang Panitera
4. Pengadilan Militer Pertempuran. Pengadilan Militer Pertempuran merupakan badan
pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan militer untuk memeriksa dan
memutuskan perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di medan
pertempuran. Susunan persidangan adalah 1 orang Hakim Ketua dengan beberapa
Hakim Anggota yang keseluruhannya selalu berjumlah ganjil, yang dihadiri 1 orang
Oditur Militer/ Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 orang Panitera.

Peradilan Tata Usaha Negara ( UU No 5 Tahun1986)


Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata
Usaha Negara. Kekuasaan Kehakiman pada Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh :
1. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
pada tingkat banding yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Susunan pengadilan
terdiri atas Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris; dan pemimpin
pengadilan terdiri atas seorang Ketua dan seoirang Wakil Ketua.
2. Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah
lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara pada tingkat pertama
yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara bertugas dan berwenang:(a) meemeriksa dan memutuskan sengketa Tata
Usaha Negaradi tingkat banding; (b) memeriksa dan memutuskan mengadili antara
pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya; (c) memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan ditingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara.
2. Mahkamah Konstitusi (UU No. 24 tahun 2003)
Salah satu lembaga tinggi negara yang melakukan kekuasaan kehakiman (bersama
Mahkamah Agung) yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Susunan MK terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota, seorang
Wakil Ketua merangkap anggota, serta 7 orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
dengan Keputusan Presiden. Hakim konstitusi harus memiliki syarat: memiliki intergritas dan
kepribadian yand tidak tercela; adil; dan negarawan yang menguasai konstitusi
ketatanegaraan.
3. Komisi Yudisial (UU Nomor 22 Tahun 2004)
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Anggota komisi yudisial harus memiliki
pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela. Komisi Yudisial terdiri dari pimpinan dan anggota. Pimpinan Komisi
Yudisial terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap anggota.
Komisi Yudisial mempunyai 7 orang anggota, yang merupakan pejabat negara yang direkrut
dari mantan hakim, praktis hukum, akademis hukum, dan anggota masyarakat.

Jawaban No.3
Azas-azas hukum perikatan
1. ASAS KONSENSUALISME
Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt
Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat sarat :
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
(2) Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian
(3) suatu hal tertentu

(4) suatu sebab yang halal.


Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui
antara pihak-pihak ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
2. ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian.
Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt :
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.
Para pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu
merupakan kehendak bebas para pihakASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
3. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Pasal 1338 KUHPdt : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undangundang bagi mereka yang membuatnya
Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para
pihak untuk :
Membuat atau tidak membuat perjanjian;
Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan
nasional, yaitu :
1.Asas kepercayaan;
2.Asas persamaan hukum;
3.Asas keseimbangan;
4.Asas kepastian hukum;
5.Asas moral;
6.Asas kepatutan;
7.Asas kebiasaan;
8.Asas perlindungan;

Anda mungkin juga menyukai