1:
Hukum Perdata Pada Masa Penjajahan Belanda :
Hukum perdata pertama kali di bawah oleh belanda ke Indonesia dan di terapkan di Indonesia
pada saat belanda sedang menjajah Indonesia, kemudian hkum tersebut di kenal dengan
KUHPerdata , KUHPerdata di harapkan dapat sesuai dengan hukum di Indonesia. Kemudian
belanda membentuk Panitia Mahkama Agung di angkatlah Mr. C.C Hagemann sebagai ketua
Mahkama Agung pada masa Hindia Belanda
( Hoogerechtshof ), Dia di beri tugas untuk mempersiapakan Kodifikasi di Indonesia.
Kemudian Mr. C.C Hegemann di anggap tidak berhasil, sehingga tahun 1836 kemudian ia di
pulangkan kembali ke belanda. Setelah itu Kedudukannya sebagai Ketua MA di gantikan
oleh Mr. C.J Scolten Van Oud Haarlem. Hukum Perdata terus berlangsung dan berkembang
setelah berganti kepanitiannya, akhirnya KUHPerdata Belanda di contoh KUHPerdata
Indonesia , selanjutnya KUHPerdata tersebut di umumkan pada tanggal 30 April 1847
melalui Statsblad No.23/ Lembaran Negara No.23 dan mulai diberlakukan Januari 1948.
Hukum Perdata Pada Masa Kemerdekaan :
Setelah merdeka KUHPerdata masih berlaku sebelum di gantikan oleh UU Baru, yang
dimaksudkan dengan Hukum Perdata Indonesia adalah Hukum perdata yang berlaku untuk
seluruh masyarakat Indonesia dan di seluruh wilayah Indonesia. Hukum perdata yang berlaku
di Indonesia adalah hukum perdata barat( Belanda) yang pada walnya berakar pada
KUHPerdata atau di kenal B.W ( Burgrlijk Wetboek). Namun seiring perkembangan zaman
Sebagian materi BW telah diganti dgn UURI.
hukum perdata secara etimologi terdiri dari dua kata, yaitu hukum dan perdata. hukum berarti
aturan, undang-undang, atau norma. sedangkan perdata adalah hubungan orang yang satu
dengan yang lain. Jadi bisa disimpulkan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan orang yang satu dengan yang lainya.
berikut beberapa pengertian dari hukum perdata, yaitu:
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat.
Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi
kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau
kepentingan hidupnya. Dari definisi-definisi tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa
yang dimaksudkan dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang/badan hukum yang satu dengan orang/badan hukum yang lain di dalam
masyarakat dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan (pribadi/badan
hukum). Hukum perdatalah yang mengatur dan menentukan, agar dalam pergaulan
masyarakat orang dapat saling mengetahui dan menghormati hak-hak dan kewajibankewajiban antar sesamanya, sehingga kepentingan tiap-tiap orang dapat terjamin dan
terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Hukum Perdata Dalam Arti Luas dan Hukum Perdata Dalam Arti Sempit
Hukum perdata arti luas ialah bahwa hukum sebagaimana tertera dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (WvK) beserta
sejumlah undang-undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya. Undang-undang
mengenai Koperasi, undang-undang nama perniagaan.
Hukum Perdata dalam arti sempit ialah hukum perdata sebagaimana terdapat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (BW).\ Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua
hukum Privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan
perseorangan. Hukum perdata ada kalanya dipakai dalam arti sempit, sebagai lawan hukum
dagang. (Subekti, 1978, hlm. 9).
Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan
hukum Romawi Corpus Juris Civilisyang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang
paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang
disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code
Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi
seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum
perdata baratBelandayang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa
disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia
kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang
kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi
KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan
berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt.
Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang
Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1.
2.
3.
4.
Latar Belakang
Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum sesuai dengan apa yang dicita-citakan,
seyogyanya sejarah menyajikan dalam bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek
kemasyarakatan dari abad ke abad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampai
hari ini. Akan tetapi tidak terhingganya ruang lingkup misi yang akan dijelajah ini
mengakibatkan bahwa untuk alasan-alasan praktis, maka penugasan tersebut dibelah menjadi
sebagai berikut :
1. Menurut tolok-ukur kronologis, misalnya sejarah purbakala, abad pertengahan, dan
sebagainya
2. Menurut tolok-ukur ilmu bumi, seperti sejarah Belgia, Amerika Serikat, dan lain-lain.
3. Atas dasar tematik, yakni sejarah ekonomi, literatur, kesenian, hukum, dan lain-lain.[1]
Sementara sejarah hukum menurut Arief Soeryono merupakan salah satu bidang studi hukum
yang mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat
tertentu dan memperbandingkan antara hukum yang berbeda, karena dibatasi waktu yang
berbeda pula. Ruang lingkup sejarah hukum adalah mempelajari sistem hukum yang pernah
berlaku serta membandingkan dengan sistem hukum yang berlaku sekarang.[2] Sistem
hukum yang berlaku di dunia ada bermacam-macam dan memiliki keanekaragaman antara
sistem hukum yang atu dengan sistem hukum yang lain. Menurut Eric L. Richard pakar
hukum global business dari Indiana University menjelaskan sistem hukum yang utama di
dunia (The worlds Major Legal Systems) sebagai berikut :
1.
Civil law (Hukum sipil berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi). Yang dipraktikkan
Common Law (Hukum yang berdasarkan kebiasaan berdasarkan preseden atau judge
made law. Sistem hukum ini dipraktikkan di negara Anglo Saxon, seperti Inggris dan
Amerika.
3.
Islamic law (Hukum Islam), hukum yang berdasarkan syariah islam yang bersumber dari
5.
Sub-Saharan Africa, sistem hukum yang dipraktikkan di negara Afrika yang berada di
Far East, sistem hukum ini merupakan sistem hukum yang kompleks yang
merupakan perpaduan antara sistem civil law , common law dan hukum islam sebagai basis
fundamental masyarakat.[3]
Selain sistem-sistem hukum diatas, di Indonesia dikenal suatu sistem aturan yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari adat kebiasaan yang secara turuntemurun dihormati dan ditaati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia yang disebut
dengan hukum adat.[4] Sejarah hukum di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan
dipengaruhi hukum adat dan kemudian diganti oleh sistem hukum Civil Law karena adanya
penjajahan Belanda. Dalam makalah ini akan membahas mengenai sejarah sistem hukum di
Indonesia sebelum kemerdekaan yaitu antara lain sistem hukum yang berlaku pada zaman
kolonial.
B.
Perumusan Masalah
Pembahasan
Sistem tata hukum yang digunakan sebelum 17 Agustus 1945 antara lain sistem hukum
Hindia Belanda berupa sistem hukum Barat (Civil Law) dan sistem hukum asli (Hukum adat).
Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda, Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan setiap
sengketa yang terjadi di masyarakat adalah menggunakan hukum adat. Pada masa itu hukum
adat diberlakukan oleh hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Setiap daerah mempunyai
pengaturan mengenai hukum adat yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain.
Hukum adat sangat ditaati masyarakat pada masa itu karena mengandung Nilai-nilai baik
nilai keagamaan, nilai-nilai kesusilaan, tradisi serta nilai kebudayaan yang tinggi.
Salah satu tokoh yang meneliti hukum adat adalah Van Vollenhoven dimana penelitiannya
mengenai hukum adat dimulai sejak tahun 1906 dan selesai pada tahun 1931. Hukum adat di
Indonesia menurut Van Vollenhoven diartikan sebagai
hukum nonstatutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaaan dan sebagian hukum
islam. Hukum adat itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim
yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, dimana ia memutuskan perkara. Hukum adat
berurat-berakar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup
karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai fitrahnya sendiri,
hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu
sendiri.[5]
Hukum adat adalah sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang
berasal dari adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai
tradisi bangsa indonesia. Pada zaman sebelum VOC datang ke nusantara, kedudukan hukum
adat adalah sebagai hukum positip yang berlaku sebagai hukum yang nyata dan ditaati
oleh rakyat yang pada saat itu Nusantara
Indonesia terdiri dari berbagai kerajaan.[6] Naskah hukum adat yang lahir pada waktu itu
antara lain Kitab Ciwakasoma yang dibuat pada masa raja Dharmawangsa pada tahun 1000
Masehi, Kitab hukum Gadjah Mada pada masa kerajaan Majapahit (1331-1364), Kitab
Hukum Adigama pada zaman Patih Kanaka (1413-1430), dan Kitab Hukum Kutaramanawa
di Bali. Selain itu ditemukan juga bukti peraturan-peraturan asli lainnya seperti Kitab Ruhut
Parsaoran di Habatahon, Tapanuli (berisi kehidupan sosial di tanah Batak), Undang-Undang
Jambi di Jambi, Undang-Undang simbur Cahaya di Palembang, Undang-Undang Nan
Duapuluh di Minangkabau, Undang-Undang Perniagaan dan pelayaran dari Suku Bugis Wajo
di Sulawesi Selatan, Awig-Awig yang berisi peraturan Subak dan Desa ) di Bali. Ditemukan
juga berbagai peraturan-peraturan kerajaan atau kesultanan yang pernah bertahta antara lain:
Kediri, Singosari, Mataram, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram II, Pakubuwono,
Mangkunegoro, Paku Alam, Tarumanagara, Pajajaran, Jayakarta, Banten, Cirebon, Sriwijaya,
Indragiri,Asahan, Serdang, Langkat, Deli, aceh, Pontianak, Kutai, Bulungan, Goa, Bone,
Bolaang Mongondow, Talaud, Ternate, Tidore, Kupang, Bima, sumbawa, Endeh, Buleleng,
Badung, Gianyar dan sebagainya. [7]
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah
Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah
menggantikan Majapahit. VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan
aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya
berada
di Batavia,
yang
kini
bernama Jakarta.
Tujuan
utama
rempah-rempah di
VOC
adalah
Nusantara.
[8] Memasuki Zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yaitu zaman dimana orang
asing (Barat) mulai masuk ke nusantara dan memberi perhatian terhadap hukum adat. Pada
masa ini ditandai dengan kebijakan Kompeni terhadap hukum adat dengan cara saling
menghormati. Hukum Barat (Belanda) pada awalnya hanya digunakan untuk daerah pusat
pemerintahan Kompeni sedangkan untuk daerah yang belum dikuasai dipersilakan bagi
pendudukan untuk menggunakan hukum adat mereka atau bagi yang mau tunduk pada
hukum Belanda diperbolehkan. Namun jika akan melakukan hubungan dengan Kompeni
maka harus menggunakan hukum Belanda. Dengan kata lain politik hukum Kompeni bersifat
oportunis.[9] Pada masa ini pemerintah Belanda memberikan hak istimewa kepada VOC
berupa hak octrooi (meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang,
mengadakan perdamaian dan mencetak uang). Gubernur yang bernama Jenderal Pieter Both
diberi wewenang untuk membuat peraturan guna menyelesaikan masalah dalam lingkungan
pegawai VOC hingga memutuskan perkara perdata dan pidana. Kumpulan peraturan pertama
kali dilakukan pada tahun 1642, Kumpulan ini diberi nama Statuta Batavia. Pada tahun 1766
dihasilkan kumpulan ke-2 diberi nama Statuta Bara. Kekuasaan VOC berakhir pada 31
Desember 1799.[10]
Memasuki masa pemerintahan Daendels (1808-1811), hukum adat diperbolehkan dianut oleh
penduduk bumi putera dengan syarat :
1. Hukum adat tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
2. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan dasar keadilan dan kepatutan (dalam ukuran
barat).
3. Hukum adat dapat menjamin tercapainya keamanan umum dengan persyaratan tersebut
bahwa pemerintahan Deandels menganggap rendah kedudukan hukum adat dibanding
Hukum Belanda.
Memasuki masa pemerintahan Raffles (1811-1816) , Raffles menggunakan kebijakan
atau politik bermurah hati dan bersabar terhadap golongan pribumi untuk menarik simpati
dan merupakan sikap politik Inggris yang humanistis. Memasuki periode 1816- 1848,
kedudukan hukum adat mulai terancam karena penguasa Hindia Belanda pada waktu itu
mulai memperkenalkan dan menganut prinsip unifikasi hukum untuk seluruh wilayah
jajahannya dengan pengecualian berlakunya hukum adat oleh bumiputera. Jadi secara prinsip
hukum adat mulai terdesak oleh berlakunya hukum Hindia Belanda akan tetapi dalam praktis
pemerintahan masih dianut persamaan kedudukan antara hukum adat dan hukum barat.
[11] Pada tahun 1816 Peraturan-peraturan umum termuat dalam lembaran yang diterbitkan
oleh Pemerintah Hindia Belanda yang disebut dengan Staatsblad beserta Bijblad-nya.
Staatsblad dan Bijblad yang pertama kali terbit dalam tahun 1816 sampai dengan 8 Maret
1942. Staatsblad tiap-tiap tahun mulai dengan nomor 1, Bijblad nomornya berturut-turut tidak
memperdulikan tahunnya.[12]
Tata hukum Hindia Belanda pada saat itu terdiri dari : 1. Peraturan-peraturan tertulis yang
dikodifikasikan, 2. Peraturan-peratauran tertulis yang tidak dikodifikasikan, 3. Peraturanperaturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi golongan Eropa. Pada masa
ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk
kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian yang lain. Kekuasaan mutlak raja itu
diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan
nama Algemene Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan raja :
1. Ketetapan raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti ketetapan pengangkatan
Gubernur Jenderal.
2. Ketetapan raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening atau Algemene
Maatregel van Bestuur (AMVB)
Pada masa ini pula dimulai penerapan politik agraria yang disebut dengan kerja paksa oleh
Gubernur Jenderal Du Bus De Gisignes. Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda berhasil
mengkodifikasikan hukum perdata yang diundangkan pada tanggal 1 Oktober 1838.[13]
Namun
hukum
adat
diberlakukannya sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif berlaku sejak
tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab UndangUndang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Acara Pidana
berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi penduduk Belanda di Indonesia. Pada
perjalanannya kodifikasi semakin kuat dan hukum adat menjadi serba tidak pasti dan
menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum pada hukum adat. Penerapan hukum
adat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 75 (Lama) R.R. bahwa jika orang Indonesia
yang tidak menyatakan dengan sukarela, bahwa ia akan dikuasai oleh hukum perdata dan
hukum dagang Eropa, maka untuk golongan bangsa Indonesia, hakim harus melakukan
dalam lapangan hukum perdata adat, sekadar hukum adat itu tidak bertentangan dengan
dasar-dasar keadilan yang umum diakui. [14]
Pada Masa Regerings Reglement (RR) yaitu pada kurun waktu tahun 1855 sampai dengan
tahun 1926 Berhasil diundangkan :
1. Kitab Hukum pidana untuk golongan Eropa melalui S.1866:55.
2. Algemene Politie Strafreglement sebagai tambahan Kitab Hukum Pidana untuk Golongan
Eropa.
3. Kitab Hukum Pidana orang bukan Eropa melalui S.1872:85.
4. Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa.
5. Wetboek Van Strafrecht yang berlaku bagi semua golongan penduduk melalui S.1915:732
mulai berlaku 1 Januari 1918.[15]
Semenjak tanggal 1 Januari 1920 sudah tidak ada lagi empat golongan yakni orang Eropa,
Mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa, Bumiputera dan mereka yang dipersamakan
dengan bumiputera. Menurut Pasal 163 Indische Staatsregeling, Rakyat Indonesia dibedakan
kedalam tiga golongan :
1. Orang Eropa
d. Semua orang yang berasal dari tempat lain, tidak termasuk a dan b, yang dinegerinya
akan tunduk kepada hukum kekeluargaan, yang pada pokoknya berdasarkan asas-asas yang
sama dengan hubungan Belanda
e.
Anak sah atau yang diakui menurut undang-undang dan keturunan selanjutnya dari orang
(a)
Golongan Cina, berdasarkan Staatsblad 1924 No.557 berlaku KUH Perdata dan KUH
Golongan bukan Cina , Berdasarkan Stb. 1924 Nomor. 556 berlaku KUH Perdata dan
Penundukan anggapan yaitu penundukan tidak sengaja pada hukum perdata barat. [18]
31/2 (tiga setengah) tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942 yang berisi
pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia Belanda.
D.
Kesimpulan
1.
Dalam sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa kerajaan sebelum VOC datang
adalah menggunakan hukum adat sebagai hukum positip di tiap-tiap daerah nusantara
Indonesia yang ditaati dan dilaksanakan sebagai suatu adat kebiasaan, yang secara turun
temurun dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa indonesia.
2.
Bahwa seiring dengan masuknya VOC ke Indonesia dimana orang asing (Barat) mulai
masuk ke nusantara, orang barat mulai memberi perhatian terhadap hukum adat. Pada masa
ini Hukum Barat (Belanda) mulai digunakan walaupun pada awalnya hanya digunakan untuk
daerah pusat pemerintahan Kompeni sedangkan untuk daerah yang belum dikuasai dapat
menggunakan hukum adat mereka atau bagi yang mau tunduk pada hukum Belanda
diperbolehkan.
3.
Bahwa seiring dengan penjajahan Belanda, lambat laun Pemerintahan Hindia Belanda
menggeser hukum adat sedikit demi sedikit digantikan dengan sistem hukum kodifikasi
hukum Barat yang secara efektif berlaku sejak tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Perdata dan Acara Pidana berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi
penduduk Belanda di Indonesia. Pada perjalanannya kodifikasi semakin kuat dan hukum adat
menjadi serba tidak pasti dan menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum pada
hukum adat.
4.
Bahwa Pada masa penjajahan Jepangpun hukum kolonial Belanda masih digunakan
Jawaban No.2
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
ada di bawahnya, dan Mahkamah Konstitusi. Badan Peradilan yang ada di Mahkamah Agung
meliputi badan peradilan dalam lingkup peradilan umum (pidana dan perdata), peradilan
agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Untuk keterangan lebih jelas,
berikut akan digambarkan hierarki lembaga peradilan yang ada di Indonesia.
Kekuasaan kehakiman harus bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Untuk menjamin
terwujudnya kekuasaan yang merdeka itu, maka pasal 24 ayat (2) UUD 1945 hasil
amandemen menentukan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Melalui
perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut telah diletakan kebijakan bahwa
segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial maupun urusan
finansial berada di bawah satu atap kekuasaan Mahkamah Agung. Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia meliputi tiga lembaga peradilan, yaitu :
1. Mahkamah Agung ( UU No. 5 tahun 2004 )
Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang
dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pemerintah, Mahkamah Agung (disingkat MA)
adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Susunan MA
terdirin dari Pimpinan, Hakim Anggota, dan Sekretaris MA. Pimpinan MA terdiri dari
seorang Ketua, dua Wakil Ketua, dan beberapa orang Ketua Muda, yang kesemuanya dalah
Hakim Agung dan jumlahnya paling banyak 60 orang. Sedangkan beberapa direktur jendral
dan kepala badan. Mahkamah Agung mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang
diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada
dibawah Mahkamah Agung, yaitu :
Peradilan umum ( UU No 2 Tahun1986)
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Adapun kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh lembaga-lembaga berikut ini.
1. Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding yang
berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi.
Jawaban No.3
Azas-azas hukum perikatan
1. ASAS KONSENSUALISME
Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt
Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat sarat :
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
(2) Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian
(3) suatu hal tertentu