Anda di halaman 1dari 4

Berlyana Sekar Pangastuti

E3119028

Penerapan Asas Nasional Pasif terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah
Contoh Kasus :
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri
mengungkap kasus pemalsuan uang pecahan Rp50 ribu terbaru atau emisi 2016 di
wilayah Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus
Bareskrim Brigjen Agung Setya, di kantor Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta, Senin
(29/1), mengatakan, pengungkapan kasus ini bermula saat Penyidik menelusuri
kompolotan uang palsu lewat penyamaran. Penyamaran itu dilakukan saat melakukan
pembelian uang palsu kepada dua pelaku, AL dan Mar, di halaman Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU) di daerah Gandasari, Cikarang, Bekasi, Rabu (24/1).
Agung menyatakan, AL diketahui merupakan residivis kasus uang palsu. Ia
berperan sebagai pencetak dan pengedar uang palsu. Sedangkan Mar, katanya,
merupakan menantu AL dan berperan membantu mengedarkan uang palsu. Dia
melanjutkan, Penyidik kemudian menggeledah rumah AL yang beralamat di Desa Harja
Mekar, Cikarang Utara. Dari penangkapan dan penggeledahan ini, Penyidik menangkap
AD, sosok yang diduga berperan menyiapkan bahan pembuatan uang palsu, di Pondok
Cabe Ilir, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten pada Jumat (25/1). "AD
menyiapkan bahan lembaran uang palsu yang kemudian dicetak oleh AL untuk menjadi
uang palsu," jelasnya.
Tak berhenti pada AD, Penyidik menangkap J di rumah kontrakan milik AD di
Cipayung, Ciputat. Rumah tersebut digunakan sebagai tempat pembuatan uang palsu.
Menurutnya, J berperan dalam membantu proses produksi uang palsu. "J dibayar dengan
upah Rp130 ribu per hari," katanya. Dari AL, Polisi menyita tiga lak (tiga ratus lembar, 1
lak=100 lembar) uang palsu pecahan Rp50 ribu siap edar, alat proses akhir pembuatan
uang palsu, dan satu unit sepeda motor. Sementara dari tersangka AD, polisi menyita
2.970 lembar uang rupiah palsu pecahan Rp50 ribu yang belum dipotong, lembar kertas
bergambar menyerupai uang Rp50 ribu dan peralatan untuk membuat uang palsu.
"Mereka baru mencoba mengedarkan sehingga belum sempat beredar luas di
masyarakat," klaimnya.
Secara keseluruhan, ada empat orang yang diduga sebagai anggota jaringan uang
palsu yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. "Ada empat tersangka yakni
AL, AD, Mar dan J," kata Agung. Agung mengatakan, keempat tersangka dijerat Pasal
36 ayat 1,2, 3, dan Pasal 37 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang
juncto 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman hukuman
maksimal 15 tahun. (arh/arh)
Analisis Hukum :
Berpijak pada kasus di atas, maka dapat diajukan pertanyaan mengenai dimana letak
pengenaan pasal yang digunakan dan bagaimana asas nasional pasif (perlindungan) diterapkan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui apa delik kasus tersebut. Pada contoh
kasus di atas, apa yang telah diperbuat oleh tersangka ialah pemalsuan uang yang dilakukan
secara terorganisir. Selain itu, pemalsuan yang dilakukan juga diiringi dengan tindakan
pengedaran uang.
Oleh karena itu, penegakan hukum terkait kasus pemalsuan uang dapat dikenai dengan
pasal 244 sampai dengan 252 KUHP Bab X tentang Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas
juga terdapat UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang sebagi lex spesialis dalam menangani
tindak pidana terhadap uang Rupiah. Sebagai penegakan hukum, pemidanaan perlu dilakukan
untuk mencegah agar orang lain tidak melakukan tindak pidana tersebut dan sebagai lambang
kedaulatan negara dalam melindung kepentingan nasionalnya.
Dari pemaparan di atas, bentuk pemidanaan yang akan dijatuhkan kepada tersangka
tersebut adalah :
 Pasal 26 ayat (1) mengatur tentang larangan memalsukan rupiah. Sanksi larangan ini
diatur dalam pasal 36 ayat (1) dimana terpidana akan mendapatkan pidana kurungan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak sepuluh miliar Rupiah.
 Pasal 26 ayat (3) mengatur larangan mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang
diketahui merupakan Rupiah palsu. Sanksi larangan ini diatur dalam pasal 36 ayat (3)
dimana terpidana akan mendapatkan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak lima puluh miliar Rupiah.
Selain dari pasal yang telah disebutkan di atas, tindakan pidana pemalsuan tersebut dijatuhi pasal
berlapis, dikarenakan yang telah dilakukan tidak hanya sebatas memproduksi uang palsu Rupiah
saja tetapi juga mengedarkan.
Menurut asas nasional pasif, berlakunya Undang-undang Pidana itu disandarkan
kepada kepentingan hukum dari suatu negara yang hukumnya dilanggar oleh
seseorang, tanpa memandang apakah kewarganegaraan si pelanggar itu dan di mana ia berbuat,
di dalam atau di luar negeri. Dasar hukum dari asas ini ialah bahwa setiap negara yang
berdaulat berhak melindungi kepentingan hukumnya sendiri sekalipun kepentingan hukum
itu dilanggar di luar negeri dan bukan oleh warga negaranya. Tolak pangkal pemikiran dari
asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan
hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang
tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan
tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang
karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:
1. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintah
yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu perang,
keamanan Martabat kepala negara RI;
2. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara;
3. Keamanan perekonomian;
4. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI;
5. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan
Maka, tindak pidana pemalsuan uang dapat dikategorikan sebagai tindakan yang mengancam
keamanan perekonomian suatu negara karena dalam kehidupan perekonomian suatu negara,
peranan uangs angat penting karena uang mempunyai beberapa fungsi, antaralain sebagai alat
tukar atau alat bayar serta pengukur harga,sehingga dapat dikatakan bahwa uang merupakan
salah satu alatutama dalam perekonomian. Selain itu, jika dilihat secara khususdari bidang
moneter, jumlah uang yang beredar dalam suatu negaraharus dikelola dengan baik sesuai dengan
kebutuhanperekonomian. Oleh karena itu, uang harus dibuat sedemikian rupaagar sulit ditiru
atau dipalsukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
............................................................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai