Anda di halaman 1dari 39

TEKNIK PEMBENIHAN

IKAN KUDA LAUT


(Hippocampus kuda)
Proposal Praktek Kerja Lapang

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN KUDA LAUT (Hippocampus kuda)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sumber daya laut yang banyak dieksploitasi akhir-akhir ini
adalah kuda laut (Hyppocampus kuda). Kuda laut diperdagangkan sebagai ikan
hias dan juga sebagai bahan obat. Menurut Vincent (1996) dalam Syafiuddin
(2004) yang meneliti tentang perdagangan kuda laut di dunia, bahwa konsumsi
kuda laut di Asia mencapai 45 ton per tahun ( 16 juta ekor), dimana konsumen
utamanya adalah China 20 ton, Taiwan 11,2 ton dan Hongkong 10 ton. Data
tahun 1997 menunjukkan bahwa harga impor kuda laut di Cina mencapai US$
1200 per kg (Al Qodri dkk., 1998 dalam Syafiuddin, 2004).
Beberapa sifat (karakteristik) kuda laut yang menjadikan hewan ini rentan
terhadap eksploitasi yang berlebih antara lain adalah penyebarannya sedikit, jarak
habitat sempit, fekunditas rendah, dan kesetiaan pada pasangan. Penyebaran yang
sempit ini juga terjadi di Indonesia, seperti di Sulawesi Selatan hewan ini hanya
ditemukan banyak pada daerah tertentu seperti di Pulau Tana Keke, Kabupaten
Takalar (Syafiuddin, 2004).
Upaya peningkatan produksi perikanan laut hasil budidaya sesuai dengan
kecenderungan global, karena permintaan pasar terhadap produk-produk
perikanan laut terus meningkat, disertai dengan harga yang relatif tinggi. Diantara

komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomi tinggi adalah kuda laut
(Hyppocampus kuda), baik sebagai ikan hias maupun sebagai bahan baku obatobatan.
Di China, sekali produksi dibutuhkan kira-kira 500 kg kuda laut kering
sebagai bahan baku untuk pabrik obat-obatan. Di Filipina telah ada budidaya
kuda laut secara besar-besaran dengan rantai pemasaran produknya ke
Kalimantan, Singapura, dan Hongkong yang dijual dalam bentuk kering. Nilai
kuda laut kering sangat ditentukan oleh keutuhan kedua belah matanya.
Konsumen kuda laut kering terbanyak adalah dari etnik China, baik yang berasal
dari Singapura maupun dari Indonesia (Romimohtarto & Juwana, 2005).
Meningkatnya permintaan kuda laut semakin dengan pesat terutama untuk
pasaran ekspor menyebabkan produksi kuda laut hasil tangkapan di alam semakin
terbatas dan jauh dari jumlah kebutuhan pasar. Gejala eksploitasi yang berlebihan
ini dapat mengakibatkan turunnya populasi kuda laut di alam, sedangkan upaya
budidaya dan restocking serta sea-ranching tidak/belum dilakukan.
Kegiatan budidaya secara terpadu yang terdiri dari kegiatan pembenihan
sampai dengan pembesaran berikut kegiatan lainnya seperti restocking dan sea

ranching, merupakan jawaban yang tepat untuk menghindari penangkapan yang


berlebihan dengan demikian dapat meningkatkan pemanfaatan sumberdaya yang
secara optimal.
Teknologi pembenihan untuk jenis ikan hias ini masih sangat minim,
sehingga produksinya masih mengandalkan hasil penangkapan di laut. Bahkan
untuk mendapatkan hasil yang banyak dan cepat, mendorong usaha penangkapan
dilakukan dengan menggunakan jalan pintas, yaitu dengan cara pembiusan. Dari
segi ekologis, cara ini tentunya akan sangat merugikan dan membahayakan, bukan
hanya terhadap ikan tangkapan tetapi juga terhadap kehidupan organisme lainnya
dan lingkungan sekitarnya.
Dengan melihat kenyataan tersebut, maka pengembangan budidaya kuda
laut ini potensial untuk dikembangkan. Untuk mendukung hal tersebut maka
diperlukan data biologis yang lebih lengkap. Aspek biologi yang penting
diketahui untuk menunjang keberhasilan budidaya ikan ini adalah ukuran induk
ikan yang siap dipijahkan dan siklus pemijahannya.

1.2 Tujuan Praktek

Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui secara
langsung tentang teknik pemeliharaan larva ikan Kuda laut (Hippocampus spp.) di
BBPBL Lampung, serta permasalahan pada saat proses pemeliharaan larva.

1.3 Manfaat Praktek


Dari kegiatan Praktek Kerja Lapang ini diharapkan dapat meningkatkan
ilmu pengetahuan dalam bidang pembenihan, khususnya pemeliharaan larva,
sehingga dapat memberikan informasi bagi yang membutuhkan.
Adapun manfaat dari Praktek Kerja Lapang adalah sebagai berikut :

Bagi mahasiswa, yaitu dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan secara terkontrol, sehingga
dapat meningkatkan sumber daya perikanan terutama di bidang pembenihan ikan
kuda laut.

Bagi institusi (fakultas), yaitu laporan Praktek Kerja Lapang ini dapat dijadikan
sumber informasi dan penunjuk dalam usaha pengelolaan dan pembenihan ikan
kuda laut.

Bagi

pemerintah

setempat,

yaitu

dapat

membantu

pemerintah

dalam

mandapatkan data dan informasi tentang pembenihan ikan kuda laut.

Bagi masyarakat, yaitu sebagai sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai
acuan atau pedoman dalam pengelolaan pembenihan.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Kuda Laut


Taksonomi

kuda

laut

menurut

Hidayat

dan

Silfester

(1998)

dalam Syafiuddin (2004) adalah sebagai berikut :


Phylum
: Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class
: Pisces
Sub Class
: Teleostomi
Ordo
: Gasterosteiformes
Family
: Syngnathidae
Genus
: Hippocampus
Species
: Hippocampus kuda

Kuda laut adalah hewan yang telah mengalami evolusi sejak 40 juta tahun
lalu (Fritzhe, 1997 dalam Syafiuddin, 2004)). Diistilahkan ke dalam
genus Hippocampusberasal dari bahasa Yunani yang berarti binatang laut
berbentuk kepala kuda, (hippos= kepala kuda ; campus = binatang laut).

Gambar 1. Morfologi Kuda Laut (Hippocampus spp.)

2.2 Biologi Kuda laut


Menurut Burton dan Maurice (1985), dalam Vedcabagus (2008), ciri-ciri
kuda laut adalah tubuh agak pipih dan melengkung, kepala dilengkapi dengan
moncong, leher dapat digerakkan dan ekor yang panjang, leher, tubuh dan
ekornya terdiri atas rangkaian tulang pipih yang terbentuk cincin sehingga
tubuhnya nampak seperti ranting kayu. Pada kepala terdapat mahkota atau sering
disebut coronet. Sepasang mata yang dapat melihat ke segala arah, dan mulut
berbentuk tabung (moncong) yang digunakan untuk menyedot makanan. Ekornya
panjang dan dapat dililitkan (prehensile), berfungsi untuk berpegangan.

Menurut Thayib (1977) dalam Vedcabagus (2008), meski bentuk tubuh


kuda laut menyimpang dari bentuk ikan pada umumnya, tapi ia dilengkapi oleh
organ-organ yang identik dengan organ ikan. Kuda laut memiliki sirip punggung
yang berfungsi untuk bergerak, insang yang berguna untuk menyerap oksigen dan
tulang punggung untuk menopang kerangka tubuhnya.
Menurut Dames (2000), dalam Syarifuddin (2004), ukuran tubuh kuda laut
relatif kecil dan komposisi badannya unik membuat mereka hampir tidak mampu
berenang, merupakan satu-satunya ikan yang mampu ditangkap langsung dengan
tangan, dan mempunyai panjang antara 5 cm - 36 cm tergantung jenisnya.
Kuda laut termasuk hewan mimikri yaitu memiliki kemampuan untuk
berkamuflase atau berubah sesuai warna substrat dimana kuda laut itu berada.
Warna dasar berubah-ubah dari dominan putih menjadi kuning tanah, kadang
memiliki bintik-bintik atau garis-garis terang ataupun gelap, dimana perubahan
tersebut tergantung pada intensitas cahaya (Anonimous, 2009b). Selanjutnya
menurut

Anonimous

(2006),

Kuda

laut

terkenal

dengan

kemampuan

kamuflasenya yang sangat hebat, yaitu dengan cara mengubah corak tubuhnya
sesuai dengan lingkungan sekitarnya atau menumbuhkan filamen-filamen di

sekujur tubuhnya sehingga tampak menyerupai tumbuhan laut. Kamuflase ini


dilakukan dalam rangka menghindari predator, mengelabui mangsa, dan selama
aktivitas percumbuan. Kuda laut memiliki kehidupan sosial yang sangat baik,
mereka akan saling memberikan salam satu sama lain ketika bertemu pada pagi
hari dan ketika akan berpisah pada sore hari dengan cara mengubah warna
tubuhnya sesaat ketika berpasangan atau dengan mengeluarkan suara-suara klikklik yang dihasilkan oleh rahangnya.

Gambar 2. Kuda Laut (Hippocampus kuda) berkamuflase

2.3 Habitat Kuda Laut

Kuda laut dapat dijumpai hampir di seluruh perairan dunia, mulai dari
kawasan beriklim tropis hingga beriklim sedang. Habitat kuda laut terutama di
sepanjang pesisir pantai, tepian laut, teluk-teluk yang dangkal, mendiami tempattempat yang banyak terdapat terumbu karang, hutan bakau, dan padang lamun.
Dari sejumlah species anggota kuda laut, Hippocampus kuda adalah jenis yang
memiliki distribusi paling luas, terutama di sepanjang perairan tropis Indo-Pasifik.
Wilayah persebaran hewan ini ke barat hingga Selat Inggris, ke timur hingga
Kepulauan Hawaii, ke utara hingga Laut Jepang, dan ke selatan hingga Pantai
Australia (Anonimous, 2006). Sedangkan di Indonesia, kuda laut banyak tersebar
di perairan Lampung, Teluk Jakarta, Bali dan Flores (Balai Riset Perikanan Laut,
2004).
Umumnya kuda laut hidup di perairan dengan kedalaman antara 1 15
meter.Musim penangkapan dilakukan oleh nelayan sepanjang tahun, musim
dimana kuda laut melimpah adalah di bulan Agustus sampai November
(Anonimous, 2009b).

Gambar 3. Habitat Kuda Laut


(Hiippocampus kuda)

2.4 Pergerakan Kuda Laut


Kuda laut berenang dengan tubuh yang tegak dan mereka dapat
menganggukkan kepala ke atas dan ke bawah. Tetapi mereka tidak dapat
menggelengkan kepala atau menoleh ke kiri dan kanan. Hal ini bisa menjadi
masalah bagi makhluk-makhluk yang lain, namun tidak demikian dengan kuda
laut, berkat perancangan tubuh mereka yang khusus. Mata kuda laut dapat
bergerak dengan bebas, berputar-putar mengamati setiap sisi sehingga mereka
dapat melihat sekelilingnya dengan mudah, bahkan tanpa mampu menggerakkan
kepalanya ke kiri dan ke kanan (Yahya, 2005).

Kuda laut tidak pernah berenang jauh-jauh dari karang, karena untuk
menghindarkan diri dari bahaya. Ia sering berdiam diri dan menambatkan ekornya
pada karang-karang atau celah bebatuan. Makanan kesukaan kuda laut adalah
udang-udang kecil. Biasanya hanya berenang perlahan-lahan dalam posisi berdiri
(Anonimous, 2007b). Cara bergerak kuda laut pun jauh berbeda dari kebanyakan
ikan. Kuda laut jarang berpindah tempat, mereka lebih suka berdiam diri dengan
posisi vertikal dengan cara meliliti benda-benda di sekitarnya. Apabila harus
bergerak, misalnya karena menghindari predator, kuda laut akan mendorong
tubuhnya ke depan dengan bantuan tenaga dari getaran sirip mungil di
punggungnya yang mampu bergetar hingga 35 kali per detik (Anonimous, 2006).
Cara berenang kuda laut juga dipengaruhi oleh sistem yang sangat khusus.
Kuda laut bergerak naik-turun di dalam air dengan cara mengubah isi udara dalam
kantung renangnya. Jika kantung renang ini rusak dan kehilangan sedikit udara,
kuda laut tenggelam ke dasar laut. Kecelakaan yang sedemikian menyebabkan
matinya kuda laut. Di sini, ada hal sangat penting yang tidak boleh dilewatkan.
Jumlah udara di dalam kantung renang telah ditetapkan secara amat teliti. Oleh
sebab itulah, perubahan yang sangat tipis dapat menyebabkan kematian makhluk

tersebut. Keseimbangan yang peka ini menunjukkan sesuatu yang sangat penting.
Kuda laut dapat bertahan hanya jika keseimbangan ini terjaga. Dengan kata lain,
kuda laut dapat bertahan hidup karena telah dilengkapi dengan sistem ini saat
pertama muncul di dunia. Situasi ini menunjukkan kepada kita bahwa kuda laut
tidak akan mungkin memperoleh karakteristik mereka seiring dengan berjalannya
waktu, yaitu, kuda laut bukan produk evolusi sebagaimana diklaim oleh para
evolusionis (Anonimous, 2007b).

2.5 Reproduksi Kuda laut

Kuda laut adalah satu-satunya


hewan di dunia dimana jenis
jantannyalah yang hamil. Tetapi
bukan berarti yang jantan yang
memproduksi telur. Namun, telur
tersebut tetap dihasilkan oleh
betina (Anonimous, 2009a).

Untuk

melakukan

pemijahan

masing-masing

kuda

laut

mencari

pasangannya. Induk jantan yang matang kelamin aktif mencari induk betina,
begitu pula sebaliknya apabila ikan betina siap memijah akan berusaha
menemukan pasangan yang cocok. Ciri-ciri induk jantan yang matang kelamin
dan siap memijah adalah jantan akan mengejar betina sambil menekuk ekor dan
menggembungkan kantung pengeraman, dan warna tubuh jantan berubah menjadi
cerah. Sedangkan ciri-ciri betina yang matang gonad dan siap memijah adalah
bagian perut membesar, urogenital berwarna kemerah-merahan, apabila disorot
cahaya, bagian dalam perut berwarna kemerah-merahan. Warna tubuh berubah
menjadi cerah dan bila dililit oleh ekor kuda laut jantan tidak berusaha
melepaskan diri (Fahri, 2009).

Kuda laut jantan memiliki


kantung perut yang besar dan
pembuka seperti celah di bagian
dasar perutnya, yang tidak dilapisi
baju zirah. Kuda laut betina
meletakkan
telur-telurnya

langsung ke dalam kantung perut


ini dan kuda laut jantan membuahi
telur saat dijatuhkan. Lapisan
dalam kantung perut menjadi
seperti spons dan dipenuhi
dengan pembuluh darah, yang
penting untuk memberi makan
telur. Satu atau dua bulan
kemudian
kuda
laut
jantan
melahirkan kembaran kecil dari
dirinya
sendiri
(Anonimous,
2007b).

Gambar 4. Kuda Laut


(Hippocampus kuda) Jantan
Pada minggu ketiga satu
persatu kuda laut-kuda laut kecil
akan lahir dan tumbuh dewasa
menjadi kuda laut-kuda laut yang
cantik. Kuda
laut
jantan
memerlukan waktu sekitar 30
menit untuk melahirkan anakanaknya. Dalam sekali melahirkan,
dapat mencapai jumlah hingga

ribuan ekor, tergantung pada


jenisnya. Kuda laut memiliki 50
jenis berbeda di dunia. Setelah
melepaskan kuda laut-kuda laut
kecil, pejantan akan segera siap
menyimpan telur lagi. Bayi-bayi
Kuda laut terlihat sangat mirip
dengan induknya, kecuali dalam
hal ukuran. Dan yang lebih
menarik lagi, mereka akan mampu
mencari makan sendiri setelah
dilahirkan(Anonimous, 2009a).
Kuda laut termasuk hewan
monogami, yaitu hanya memiliki
satu pasangan saja seumur
hidupnya. Apabila pasangannya
mati, tertangkap, atau hilang,

maka pasangan yang tertinggal


akan lebih memilih hidup sendiri,
atau apabila memutuskan untuk
memiliki pasangan baru akan
menunggu setelah jangka waktu
yang sangat lama. Hal ini menjadi
salah satu penyebab lambatnya
pertumbuhan populasi kuda laut di
alam, di samping faktor predasi,
mortalitas yang tinggi akibat infeksi
ektoparasit,
dan
perubahan
lingkungan
habitatnya.
Penangkapan
besar-besaran
(eksploitasi) oleh manusia semakin
memperburuk
kondisi
ini
(Anonimous, 2006).

Gambar 5. Perkawinan Kuda Laut


(Hippocampus kuda)
Proses pemijahan dimulai
dengan percumbuan yang tak
kalah
unik
karena
dapat
berlangsung selama berhari-hari
dengan
tarian-tarian
dan
perubahan
warna
yang
mengesankan, dan akan diakhiri
dengan perubahan warna individu
betina yang menjadi cerah,

menandakan siap memijah. Telurtelur yang dihasilkan oleh si betina


akan disalurkan ke kantung eram
(brood pouch) yang dimiliki oleh
individu jantan, dibuahi di dalam
kantung tersebut, dan selanjutnya
dipelihara
hingga
menetas.
Selama lebih kurang sepuluh hari
kuda laut jantan akan tampak
seperti sedang bunting dan
selanjutnya melahirkan sejumlah
kuda laut mungil. Dari 1000 butir
telur yang dihasilkan setiap kali
pemijahan, jumlah anakan yang
mampu lulus-hidup hanya sekitar
250-600
ekor
saja. Masa
pemijahan
kuda
laut
dapat

berlangsung sepanjang tahun,


tergantung pada kondisi air,
terutama
temperatur.
Dalam
kondisi yang optimal, pemijahan
dapat terjadi hingga empat kali
dalam
setahun
(Anonimous,
2006).
Kelahiran atau proses pengeluaran juwana merupakan proses yang sangat
meletihkan bagi kuda laut jantan. Induk jantan berpegang kuat-kuat atu berenang
mondar-mandir dan menggosok-gosokan kantungnya pada dasar bak. Dengan
cara menekuk tubuh dan membuka lubang kantungnya, disertai kontraksi kantung
pengeraman maka juwana disemprotkan keluar dari kantung. Proses kelahiran
juwana dilakukan secara bertahap. Setelah melahirkan induk jantan diam, dan
beristirahat untuk beberapa jam (Fahri, 2009).

Selain itu, kuda laut jantan juga


ternyata memiliki sperma-sperma
super yang mampu membuahi

banyak set telur dalam waktu


singkat. Analisis tersebut di buat
oleh Profesor Bill Holt dan para
koleganya dari Zoological Society
of
London (ZSL).
Kesimpulan
tersebut dikemukakan setelah
mengamati
video
rekaman
pertama
yang
menayangkan
protes perkawinan kuda laut
kuning
(Hippocampus
kuda)
secara terperinci. Saat ritual kawin
dimulai, kuda laut betina akan
menyalurkan sel-sel telurnya ke
kantung khusus yang ada di tubuh
kuda laut jantan selama 5 hingga
10 detik. Di saat yang sama, kuda
laut
jantan
ternyata

menyemprotkan
ratusan
spermanya ke air yang kemudian
berenang secepatnya mencari sel
telur di dalam kantung. Temuan ini
mengejutkan karena sebelumnya
diduga bahwa sperma langsung
disalurkan dari tubuh pejantan ke
kantung khusus di tubuhnya. Dari
beberapa ratus sperma yang
dihasilkan tiap kali kawin, sekitar
100
di
antaranya
berhasil
membuahi sel telur dan menjadi
keturunan. Saat ini para peneliti
belum
dapat
menjelaskan
bagaimana sperma-sperma kuda
laut jantan bisa menemukan sel
telur begitu cepat. Sebab, setelah

sel telur dipindahkan dalam 10


detik, kantung sel telur di tubuh
kuda laut jantan akan tertutup
rapat
sampai
saatnya
telur
menetas (Anonimous, 2007a).
2.6 Manfaat Kuda Laut
Selama berabad-abad orang China mempercayai khasiat kuda laut sebagai
obat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, bisa penyakit luar maupun
penyakit dalam, bahkan menyembuhkan berbagai penyakit ringan, hingga yang
sulit disembuhkan (Teguh, 2007).
Kuda laut banyak dimanfaatkan untuk bahan obat-obatan dalam bentuk
tepung.Di China, obat dari kuda laut ini disebut gingseng dari Selatan. Kuda laut
ini digunakan sebagai tonik untuk memulihkan tubuh dari keletihan dan
kelemahan fungsi ginjal dan sangat baik untuk memperbaiki kerusakan sistem
saraf (Romimohtarto & Juwana, 2005).

Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional


untuk mengobati asma, penyempitan pembuluh darah, gangguan ginjal, gangguan
kelenjar tyroid dan kulit (Vedcabagus, 2008). Sedangkan menurut Teguh (2007)
jugadimanfaatkan sebagai obat pembangkit stamina yang loyo, jumlah sperma
yang sedikit, penyakit kulit, peradangan, gangguan pencernaan, gangguan
pernafasan (asma), gangguan jantung dan sistem peredaran darah, dan gangguan
fungsi otak, gangguan hati dan ginjal, penurunan sistem imun, dan sebagainya
karena binatang ini mengandung asam stearat, protease, y-carotene, astacene,
melanin, cholimesterase, sodium, klorida, magnesium, dan sulfat.

Gambar 6. Produk yang dihasilkan dari Kuda Laut (Hippocampus kuda)

Di samping sebagai obat, kuda laut juga dikonsumsi masyarakat sebagai


tonik untuk memulihkan kesehatan, menjaga stamina, dan vitalitas tubuh. Dalam
resep pengobatan selama ini, kuda laut dapat langsung dikonsumsi sebagai bahan
makanan (sebagai sayur, lauk pauk, atau makanan ringan), direbus dalam air atau
dicampur dengan cairan tertentu (biasanya anggur atau arak) kemudian diminum,
difermentasikan, dikeringkan kemudian diserbuk atau dikemas dalam bentuk
butiran pil atau kapsul. Cara yang lebih modern adalah dengan mengekstraknya
sehingga diperoleh saripati sesuai dengan tujuan pengobatannya (Anonimous,
2006).
2.7 Hama dan Penyakit
Beberapa hama yang sudah diketahui menyerang kuda laut yaitu :
kepiting, ubur-ubur, udang karang, ikan-ikan pemangsa (kakap dan sebangsanya),
serta lumut. Sedangkan penyakit pada kuda laut digolongkan menjadi dua
golongan besar, yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi di
sebabkan oleh jamur (ichthyophonus sp), parasit (protozoa dan metazoa), bakteri

(Vibrio vulnificus danAeromonas sp) sedangkan penyakit non infeksi adalah yang
diakibatkan faktor lingkungan (Fahri, 2009).
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga lingkungan
pemeliharaan, apabila ditemui hama dan penyakit, identifikasi jenis hama dan
penyakit yang cepat dan tepat sangat membantu dalam pengobatan kuda laut yang
sakit. Untuk penyakit jamur dapat diobati dengan perendaman menggunakan
methylen blue 1-3 ppm selama 1-6 jam. Untuk benih kuda laut ukuran di atas 5
cm dapat menggunakan formalin 37% dengan dosis 25-50 ppm selama 30-60
menit. Untuk jenis parasit dapat dilakukan perendaman dengan formalin 25pm
atau CuSO4 0,25 ppm selama 10 menit. Untuk penyembuhan penyakit oleh bakteri
dapat dilakukan dengan perendaman kuda laut pada larutan syntomycin 25 ppt
selama 30 menit, dan diulang selama 3 hari berturut-turut (Fahri, 2009).

2.8 Pengelolaan Kualitas Air


Karakteristik perairan yang cocok untuk budidaya kuda laut adalah kondisi
perairan yang cendrung tenang, terlindung dari gelombang dan laut terbuka,
perairan dangkal yang banyak terdapat rumput laut (seaweed), mangrove dan

lamun (seagrass). Selain itu kondisi perairan dengan suhu berkisar 29 31C,
oksigen terlarut 4,0 4,2 ppm, salinitas antara 30 32 ppt, pH 7 8, nitrat 0,522
2,796 ppm, pospat 1,114 1,958 ppm dan amoniak 0,021-0,022 ppm
(Anonimous, 2009b).
Agar kualitas air media tetap baik maka perlu dilakukan penyiponan dan
pergantian air sekitar 200 % per hari dengan sistem air mengalir. Kuda laut
membutuhkan air yang tenang sehingga dapat bertengger, bergerak untuk
menangkap makanan maupun untuk melakukan pemijahan, oleh karena itu aliran
air dibuat pelan agar tidak mengganggu aktivitas. Pergantian air secara total
dilakukan jika media pemeliharaan terlihat sudah tidak layak atau terlihat kotor.
Air diturunkan hingga ketinggian air sekitar 30 cm. Agar arus air tidak terlalu
kencang, pada pipa pemasukan diberi saringan yang sekaligus berfungsi untuk
menyaring kotoran (Fahri, 2009).

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus
2010, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung yang terletak di
Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, berjarak 12 km
dari Bandar Lampung, Ibukota Provinsi Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1

Alat
Alat yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini antara lain : bak
pemeliharaan induk, bak pemeliharaan juwana. Bak yang digunakan dapat berupa
bak beton ataupun fiberglass. Di dalam bak dibuat tempat bertengger kuda laut,
yang dapat berupa karang-karang yang telah mati ataupun lamun buatan yang
terbuat dari bambu ataupun plastik dan tali yang dibentuk seperti piramid dan
dilengkapi dengan pemberat dari batu agar tenggelam di dasar bak. Bak yang

digunakan tidak boleh mempunyai sudut mati karena akan menyebabkan sisa
metabolisme dan kotoran mudah terkumpul di sudut bak. Selanjutnya alat yang
digunakan adalah aerator (selang aerasi dan batu aerasi), pompa air, alat untuk
mengukur kualitas air berupa thermometer, pH meter, dan DO meter.

3.2.2

Bahan
Bahan yang digunakan dalam pelaksaan praktek kerja lapang antara lain ;
induk kuda laut yang telah matang gonad, juwana kuda laut, pakan alami untuk
juwana berupa Nauplii Copepoda, Artemia, dan Fitoplankton. Induk kuda laut
diperoleh dari alam. Idealnya untuk induk jantan dan betina minimal berukuran 10
cm dengan berat minimal 7 gr atau berumur lebih dari 8 bulan. Perbandingan
induk jantan dan betina adalah 1 : 1. Induk diberi pakan 2-3 kali sehari secara
adlibitum, yaitu pada pagi, siang dan sore hari, berupa udang rebon dan udang
jambret.

3.3 Metode Praktek

Metode praktek dilakukan dengan cara berpartisipasi langsung dan


mengikuti segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan juwana
kuda laut. Sedangkan untuk memperoleh data primer dengan cara melakukan
wawancara dengan para pegawai, teknisi dan pembimbing lapangan, sedangkan
data sekunder diperoleh dari kantor BBPBL Lampung dan instansi terkait.

3.4 Metode kerja


3.4.1

Persiapan Wadah
Dipersiapkan wadah berupa bak beton atau fiberglass ataupun aquarium.
Dalam bak pemeliharaan juga dilengkapi dengan tempat bertengger (shelter)
induk berupa karang mati, lamun buatan yang terbuat dari plastik dan tali yang
dibentuk seperti piramid dan dilengkapi dengan pemberat dari batu agar
tenggelam di dasar aquarium. Fungsi dari tempat bertengger adalah untuk tempat
istirahat yang nyaman dengan cara melilitkan ekornya. Bak pemeliharaan diberi
aerasi yang bergelembung halus.

3.4.2

Pemeliharaan Induk

Calon induk hasil tangkapan dari alam harus dikarantina dan


diaklimatisasi terlebih dahulu. Karantina bertujuan untuk membebaskan
organisme pathogen yang mungkin terbawa dari alam agar tidak menyebar ke
induk yang sudah ada di pembenihan. Disamping itu kegiatan aklimatisasi juga
untuk menyesuaikan calon induk dengan lingkungan yang baru serta pakan yang
biasa digunakan di pembenihan. Induk dipelihara di dalam wadah pemeliharaan
dengan perbandingan jantan dan betina adalah 1 : 1, dengan kepadatan 20 30
ekor/ton dengan tidak memelihara lebih dari 4 ekor/100 liter air. Induk diberi
pakan 2-3 kali sehari secara adlibitum, yaitu pada pagi, siang dan sore hari, berupa
udang rebon dan udang jambret. Induk betina dewasa dengan panjang tubuh
antara 10 14 cm dapat memproduksi telur 300 600 butir.

3.4.3

Pemijahan dan Pengeraman


Kuda laut dapat memijah secara alami dalam bak terkontrol, telur hasil
pemijahan akan dierami oleh induk jantan. Setelah terjadi pemijahan, induk jantan

dipisahkan atau tetap bersama dengan induk lain. Lama pengeraman lebih kurang
10 hari. Sebaiknya induk dihindarkan dari hal-hal yang menyebabkan stress yang
mengakibatkan juwana lahir prematur, sehingga tak dapat bertahan hidup lama.

3.4.4

Kelahiran Juwana
Induk jantan yang sudah menerami telur pada hari kesembilan
dipindahkan ke bak lain yang telah disiapkan sebelumnya. Pada hari ke sepuluh,
juwana akan dikeluarkan dari kantung jantan. Pengeluaran juwana umumnya pada
malam hari. Setelah seluruh juwana dikeluarkan, induk jantan dipindahkan
kembali ke bak pemeliharaan induk.

3.4.5

Penebaran dan Pemeliharaan Juwana


Juwana dapat dipelihara di tempat yang terlindungi maupun yang terkena
sinar matahari langsung. Pemeliharaan di bak beton maupun di bak fibreglass
memberikan hasil yang cukup baik. Penebaran juwana dilakukan pada pagi hari
antara pukul 08.00 10.00, kepadatan di bak pemeliharaan 2 5
ekor/liter. Juwana yang dihasilkan dari pembenihan dipelihara dalam bak dengan

kepadatan 1000 1500 ekor/ton, apabila sudah berumur lebih dari 30 hari maka
kepadatan nya 200-300 ekor/ton. Pemeliharan juwana dapat dilakukan selama 1.5
2 bulan sampai mencapai ukuran 3 5 cm/ekor.

3.4.6

Pemberian Pakan untuk Juwana


Pakan yang diberikan pada juwana yang berumur 1-15 hari berupa
NaupliiCopepoda. Nauplii Artemia salina baru diberikan setelah juwana berumur
14 hari dengan kepadatan 2 ekor/ml dan frekwensi pemberian 3 kali sehari. Ke
dalam

bak

pemeliharaan

dapat

juga

ditambahkan

fitoplankton

dari

jenis Tetraselmis dengan kepadatan 50-300 ribu sel/ml. Penambahan fitoplankton


ini selain berperan penting untuk memperbaiki kualitas air juga berfungsi untuk
pakan Copepoda dan Artemia.

3.4.7

Penggantian Air dan Penyiponan


Penggantian air dilakukan setiap hari mulai hari ketiga sebanyak 50 80%
perhari sampai umur 30 hari. Sebelum dilakukan penggantian air, terlebih dahulu
dilakukan penyiponan untuk membersihakan sisa kotoran dan pakan yang mati di

dasar bak. Bila kotoran tidak dibuang, maka akan membusuk dan mengurangi
kualitas air. Penyiponan dilakukan dengan hati-hati, untuk menghindari
teraduknya kotoran sebaiknya pengudaraan dihentikan terlebih dahulu sebelum
penyiponan.

3.4.8

Pengelolaan Kualitas Air


Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH dan kandungan
oksigen terlarut. Alat yang digunakan untuk mengukur kualitas air adalah
thermometer, pH meter dan DO meter. Pengukuran kualitas air dilakukan 3 kali
sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari.

3.4.9

Kultur Pakan Alami


Pakan alami yang digunakan adalah Nauplii Copepoda, Artemia, dan
fitoplankton. Copepoda dapat

dikultur

di

air

laut

(salinitas

25-30

ppt)

ditambahkan pupuk organik selam 5-8 hari. Nauplii Copepoda dipanen dengan
plankton net 60 mikron. Kista Artemia dapat ditetaskan dalam fiberglass, yang
dibagian bawahnya berbentuk kerucut dan berwarna terang, diisi air laut bersih

dan diberi aerasi kuat. Kista akan menetas setelah 19-24 jam pada temperatur
kamar. Sedangkan fitoplankton yang diberikan adalah Tetraselmis.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2006. http://www.wetlands.or.id

Anonimous. 2007a. http://fpik.bunghatta.ac.id/news.php?extend.8

Anonimous. 2007b. http://www.e-smartschool.com/PNU/004/PNU0040010.asp

Anonimous. 2009a. http://bioterz.blogspot.com/2009/04/hewan-jantan-yang-hamil.html

Anonimous. 2009b. http://jerrydm-hiduplebihbaik.blogspot.com/2009/06/budidaya-kudalaut.html

Balai Riset Perikanan Laut. 2004. Ikan Hias Laut Indonesia. Jakarta. Penebar Swadaya.

Fahri, M. 2009. http://elfahrybima.blogspot.com/2009/01/budidaya-kuda-lauthippocampus-sp.html

Romimohtarto, K dan Juwana,S. 2005. Biologi Laut. Jakarta. Djambatan.

Syarifuddin. 2004. Pembenihan dan Penangkaran Sebagai Alternatif Pelestarian Populasi


Kuda Laut (hyppocampus spp.) Di Alam. afikiki@telkom.net

Teguh. 2007. http://teripang-kudalaut.blogspot.com/

Vedcabagus. 2008. http://vedcabagus.wordpress.com/2008/12/

Yahya, H.2005. info@harunyahya.com

Anda mungkin juga menyukai