I. PENDAHULUAN
Salah satu sumber daya laut yang banyak dieksploitasi akhir-akhir ini
adalah kuda laut (Hyppocampus kuda). Kuda laut diperdagangkan sebagai ikan
hias dan juga sebagai bahan obat. Menurut Vincent (1996) dalam Syafiuddin
(2004) yang meneliti tentang perdagangan kuda laut di dunia, bahwa konsumsi
kuda laut di Asia mencapai 45 ton per tahun ( 16 juta ekor), dimana konsumen
utamanya adalah China 20 ton, Taiwan 11,2 ton dan Hongkong 10 ton. Data
tahun 1997 menunjukkan bahwa harga impor kuda laut di Cina mencapai US$
1200 per kg (Al Qodri dkk., 1998 dalam Syafiuddin, 2004).
Beberapa sifat (karakteristik) kuda laut yang menjadikan hewan ini rentan
terhadap eksploitasi yang berlebih antara lain adalah penyebarannya sedikit, jarak
habitat sempit, fekunditas rendah, dan kesetiaan pada pasangan. Penyebaran yang
sempit ini juga terjadi di Indonesia, seperti di Sulawesi Selatan hewan ini hanya
ditemukan banyak pada daerah tertentu seperti di Pulau Tana Keke, Kabupaten
Takalar (Syafiuddin, 2004).
Upaya peningkatan produksi perikanan laut hasil budidaya sesuai dengan
kecenderungan global, karena permintaan pasar terhadap produk-produk
perikanan laut terus meningkat, disertai dengan harga yang relatif tinggi. Diantara
komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomi tinggi adalah kuda laut
(Hyppocampus kuda), baik sebagai ikan hias maupun sebagai bahan baku obatobatan.
Di China, sekali produksi dibutuhkan kira-kira 500 kg kuda laut kering
sebagai bahan baku untuk pabrik obat-obatan. Di Filipina telah ada budidaya
kuda laut secara besar-besaran dengan rantai pemasaran produknya ke
Kalimantan, Singapura, dan Hongkong yang dijual dalam bentuk kering. Nilai
kuda laut kering sangat ditentukan oleh keutuhan kedua belah matanya.
Konsumen kuda laut kering terbanyak adalah dari etnik China, baik yang berasal
dari Singapura maupun dari Indonesia (Romimohtarto & Juwana, 2005).
Meningkatnya permintaan kuda laut semakin dengan pesat terutama untuk
pasaran ekspor menyebabkan produksi kuda laut hasil tangkapan di alam semakin
terbatas dan jauh dari jumlah kebutuhan pasar. Gejala eksploitasi yang berlebihan
ini dapat mengakibatkan turunnya populasi kuda laut di alam, sedangkan upaya
budidaya dan restocking serta sea-ranching tidak/belum dilakukan.
Kegiatan budidaya secara terpadu yang terdiri dari kegiatan pembenihan
sampai dengan pembesaran berikut kegiatan lainnya seperti restocking dan sea
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui secara
langsung tentang teknik pemeliharaan larva ikan Kuda laut (Hippocampus spp.) di
BBPBL Lampung, serta permasalahan pada saat proses pemeliharaan larva.
Bagi mahasiswa, yaitu dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan secara terkontrol, sehingga
dapat meningkatkan sumber daya perikanan terutama di bidang pembenihan ikan
kuda laut.
Bagi institusi (fakultas), yaitu laporan Praktek Kerja Lapang ini dapat dijadikan
sumber informasi dan penunjuk dalam usaha pengelolaan dan pembenihan ikan
kuda laut.
Bagi
pemerintah
setempat,
yaitu
dapat
membantu
pemerintah
dalam
Bagi masyarakat, yaitu sebagai sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai
acuan atau pedoman dalam pengelolaan pembenihan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
kuda
laut
menurut
Hidayat
dan
Silfester
(1998)
Kuda laut adalah hewan yang telah mengalami evolusi sejak 40 juta tahun
lalu (Fritzhe, 1997 dalam Syafiuddin, 2004)). Diistilahkan ke dalam
genus Hippocampusberasal dari bahasa Yunani yang berarti binatang laut
berbentuk kepala kuda, (hippos= kepala kuda ; campus = binatang laut).
Anonimous
(2006),
Kuda
laut
terkenal
dengan
kemampuan
kamuflasenya yang sangat hebat, yaitu dengan cara mengubah corak tubuhnya
sesuai dengan lingkungan sekitarnya atau menumbuhkan filamen-filamen di
Kuda laut dapat dijumpai hampir di seluruh perairan dunia, mulai dari
kawasan beriklim tropis hingga beriklim sedang. Habitat kuda laut terutama di
sepanjang pesisir pantai, tepian laut, teluk-teluk yang dangkal, mendiami tempattempat yang banyak terdapat terumbu karang, hutan bakau, dan padang lamun.
Dari sejumlah species anggota kuda laut, Hippocampus kuda adalah jenis yang
memiliki distribusi paling luas, terutama di sepanjang perairan tropis Indo-Pasifik.
Wilayah persebaran hewan ini ke barat hingga Selat Inggris, ke timur hingga
Kepulauan Hawaii, ke utara hingga Laut Jepang, dan ke selatan hingga Pantai
Australia (Anonimous, 2006). Sedangkan di Indonesia, kuda laut banyak tersebar
di perairan Lampung, Teluk Jakarta, Bali dan Flores (Balai Riset Perikanan Laut,
2004).
Umumnya kuda laut hidup di perairan dengan kedalaman antara 1 15
meter.Musim penangkapan dilakukan oleh nelayan sepanjang tahun, musim
dimana kuda laut melimpah adalah di bulan Agustus sampai November
(Anonimous, 2009b).
Kuda laut tidak pernah berenang jauh-jauh dari karang, karena untuk
menghindarkan diri dari bahaya. Ia sering berdiam diri dan menambatkan ekornya
pada karang-karang atau celah bebatuan. Makanan kesukaan kuda laut adalah
udang-udang kecil. Biasanya hanya berenang perlahan-lahan dalam posisi berdiri
(Anonimous, 2007b). Cara bergerak kuda laut pun jauh berbeda dari kebanyakan
ikan. Kuda laut jarang berpindah tempat, mereka lebih suka berdiam diri dengan
posisi vertikal dengan cara meliliti benda-benda di sekitarnya. Apabila harus
bergerak, misalnya karena menghindari predator, kuda laut akan mendorong
tubuhnya ke depan dengan bantuan tenaga dari getaran sirip mungil di
punggungnya yang mampu bergetar hingga 35 kali per detik (Anonimous, 2006).
Cara berenang kuda laut juga dipengaruhi oleh sistem yang sangat khusus.
Kuda laut bergerak naik-turun di dalam air dengan cara mengubah isi udara dalam
kantung renangnya. Jika kantung renang ini rusak dan kehilangan sedikit udara,
kuda laut tenggelam ke dasar laut. Kecelakaan yang sedemikian menyebabkan
matinya kuda laut. Di sini, ada hal sangat penting yang tidak boleh dilewatkan.
Jumlah udara di dalam kantung renang telah ditetapkan secara amat teliti. Oleh
sebab itulah, perubahan yang sangat tipis dapat menyebabkan kematian makhluk
tersebut. Keseimbangan yang peka ini menunjukkan sesuatu yang sangat penting.
Kuda laut dapat bertahan hanya jika keseimbangan ini terjaga. Dengan kata lain,
kuda laut dapat bertahan hidup karena telah dilengkapi dengan sistem ini saat
pertama muncul di dunia. Situasi ini menunjukkan kepada kita bahwa kuda laut
tidak akan mungkin memperoleh karakteristik mereka seiring dengan berjalannya
waktu, yaitu, kuda laut bukan produk evolusi sebagaimana diklaim oleh para
evolusionis (Anonimous, 2007b).
Untuk
melakukan
pemijahan
masing-masing
kuda
laut
mencari
pasangannya. Induk jantan yang matang kelamin aktif mencari induk betina,
begitu pula sebaliknya apabila ikan betina siap memijah akan berusaha
menemukan pasangan yang cocok. Ciri-ciri induk jantan yang matang kelamin
dan siap memijah adalah jantan akan mengejar betina sambil menekuk ekor dan
menggembungkan kantung pengeraman, dan warna tubuh jantan berubah menjadi
cerah. Sedangkan ciri-ciri betina yang matang gonad dan siap memijah adalah
bagian perut membesar, urogenital berwarna kemerah-merahan, apabila disorot
cahaya, bagian dalam perut berwarna kemerah-merahan. Warna tubuh berubah
menjadi cerah dan bila dililit oleh ekor kuda laut jantan tidak berusaha
melepaskan diri (Fahri, 2009).
menyemprotkan
ratusan
spermanya ke air yang kemudian
berenang secepatnya mencari sel
telur di dalam kantung. Temuan ini
mengejutkan karena sebelumnya
diduga bahwa sperma langsung
disalurkan dari tubuh pejantan ke
kantung khusus di tubuhnya. Dari
beberapa ratus sperma yang
dihasilkan tiap kali kawin, sekitar
100
di
antaranya
berhasil
membuahi sel telur dan menjadi
keturunan. Saat ini para peneliti
belum
dapat
menjelaskan
bagaimana sperma-sperma kuda
laut jantan bisa menemukan sel
telur begitu cepat. Sebab, setelah
(Vibrio vulnificus danAeromonas sp) sedangkan penyakit non infeksi adalah yang
diakibatkan faktor lingkungan (Fahri, 2009).
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga lingkungan
pemeliharaan, apabila ditemui hama dan penyakit, identifikasi jenis hama dan
penyakit yang cepat dan tepat sangat membantu dalam pengobatan kuda laut yang
sakit. Untuk penyakit jamur dapat diobati dengan perendaman menggunakan
methylen blue 1-3 ppm selama 1-6 jam. Untuk benih kuda laut ukuran di atas 5
cm dapat menggunakan formalin 37% dengan dosis 25-50 ppm selama 30-60
menit. Untuk jenis parasit dapat dilakukan perendaman dengan formalin 25pm
atau CuSO4 0,25 ppm selama 10 menit. Untuk penyembuhan penyakit oleh bakteri
dapat dilakukan dengan perendaman kuda laut pada larutan syntomycin 25 ppt
selama 30 menit, dan diulang selama 3 hari berturut-turut (Fahri, 2009).
lamun (seagrass). Selain itu kondisi perairan dengan suhu berkisar 29 31C,
oksigen terlarut 4,0 4,2 ppm, salinitas antara 30 32 ppt, pH 7 8, nitrat 0,522
2,796 ppm, pospat 1,114 1,958 ppm dan amoniak 0,021-0,022 ppm
(Anonimous, 2009b).
Agar kualitas air media tetap baik maka perlu dilakukan penyiponan dan
pergantian air sekitar 200 % per hari dengan sistem air mengalir. Kuda laut
membutuhkan air yang tenang sehingga dapat bertengger, bergerak untuk
menangkap makanan maupun untuk melakukan pemijahan, oleh karena itu aliran
air dibuat pelan agar tidak mengganggu aktivitas. Pergantian air secara total
dilakukan jika media pemeliharaan terlihat sudah tidak layak atau terlihat kotor.
Air diturunkan hingga ketinggian air sekitar 30 cm. Agar arus air tidak terlalu
kencang, pada pipa pemasukan diberi saringan yang sekaligus berfungsi untuk
menyaring kotoran (Fahri, 2009).
III. METODOLOGI
Alat
Alat yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini antara lain : bak
pemeliharaan induk, bak pemeliharaan juwana. Bak yang digunakan dapat berupa
bak beton ataupun fiberglass. Di dalam bak dibuat tempat bertengger kuda laut,
yang dapat berupa karang-karang yang telah mati ataupun lamun buatan yang
terbuat dari bambu ataupun plastik dan tali yang dibentuk seperti piramid dan
dilengkapi dengan pemberat dari batu agar tenggelam di dasar bak. Bak yang
digunakan tidak boleh mempunyai sudut mati karena akan menyebabkan sisa
metabolisme dan kotoran mudah terkumpul di sudut bak. Selanjutnya alat yang
digunakan adalah aerator (selang aerasi dan batu aerasi), pompa air, alat untuk
mengukur kualitas air berupa thermometer, pH meter, dan DO meter.
3.2.2
Bahan
Bahan yang digunakan dalam pelaksaan praktek kerja lapang antara lain ;
induk kuda laut yang telah matang gonad, juwana kuda laut, pakan alami untuk
juwana berupa Nauplii Copepoda, Artemia, dan Fitoplankton. Induk kuda laut
diperoleh dari alam. Idealnya untuk induk jantan dan betina minimal berukuran 10
cm dengan berat minimal 7 gr atau berumur lebih dari 8 bulan. Perbandingan
induk jantan dan betina adalah 1 : 1. Induk diberi pakan 2-3 kali sehari secara
adlibitum, yaitu pada pagi, siang dan sore hari, berupa udang rebon dan udang
jambret.
Persiapan Wadah
Dipersiapkan wadah berupa bak beton atau fiberglass ataupun aquarium.
Dalam bak pemeliharaan juga dilengkapi dengan tempat bertengger (shelter)
induk berupa karang mati, lamun buatan yang terbuat dari plastik dan tali yang
dibentuk seperti piramid dan dilengkapi dengan pemberat dari batu agar
tenggelam di dasar aquarium. Fungsi dari tempat bertengger adalah untuk tempat
istirahat yang nyaman dengan cara melilitkan ekornya. Bak pemeliharaan diberi
aerasi yang bergelembung halus.
3.4.2
Pemeliharaan Induk
3.4.3
dipisahkan atau tetap bersama dengan induk lain. Lama pengeraman lebih kurang
10 hari. Sebaiknya induk dihindarkan dari hal-hal yang menyebabkan stress yang
mengakibatkan juwana lahir prematur, sehingga tak dapat bertahan hidup lama.
3.4.4
Kelahiran Juwana
Induk jantan yang sudah menerami telur pada hari kesembilan
dipindahkan ke bak lain yang telah disiapkan sebelumnya. Pada hari ke sepuluh,
juwana akan dikeluarkan dari kantung jantan. Pengeluaran juwana umumnya pada
malam hari. Setelah seluruh juwana dikeluarkan, induk jantan dipindahkan
kembali ke bak pemeliharaan induk.
3.4.5
kepadatan 1000 1500 ekor/ton, apabila sudah berumur lebih dari 30 hari maka
kepadatan nya 200-300 ekor/ton. Pemeliharan juwana dapat dilakukan selama 1.5
2 bulan sampai mencapai ukuran 3 5 cm/ekor.
3.4.6
bak
pemeliharaan
dapat
juga
ditambahkan
fitoplankton
dari
3.4.7
dasar bak. Bila kotoran tidak dibuang, maka akan membusuk dan mengurangi
kualitas air. Penyiponan dilakukan dengan hati-hati, untuk menghindari
teraduknya kotoran sebaiknya pengudaraan dihentikan terlebih dahulu sebelum
penyiponan.
3.4.8
3.4.9
dikultur
di
air
laut
(salinitas
25-30
ppt)
ditambahkan pupuk organik selam 5-8 hari. Nauplii Copepoda dipanen dengan
plankton net 60 mikron. Kista Artemia dapat ditetaskan dalam fiberglass, yang
dibagian bawahnya berbentuk kerucut dan berwarna terang, diisi air laut bersih
dan diberi aerasi kuat. Kista akan menetas setelah 19-24 jam pada temperatur
kamar. Sedangkan fitoplankton yang diberikan adalah Tetraselmis.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Riset Perikanan Laut. 2004. Ikan Hias Laut Indonesia. Jakarta. Penebar Swadaya.