Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

K3 NELAYAN MODERN
K3 PESISIR DAN KEPULAUAN

OLEH KELOMPOK 4
REGULER A (2019)

IIN ARIANTI (J1A119037)


INARWATI (J1A119038)
KAMILAH CAHYANA (J1A119040)
LILIS ASRIANI ULANDARI (J1A119043)
MARCHY TRINITA MASLIN (J1A119045)
NASRATUL (J1A119050)
NELI SARLINA (J1A119052)
NAZMASAVIRA (J1A119051)
WA ODE IIS MAYANI NURSALAM (J1A119080)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan hidayah-Nya maka makalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) Pesisir dan Kepulauan ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dimana judul dari makalah ini adalah “Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) Nelayan Modern”.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah atas tujuan untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pesisir dan Kepulauan.
Kami sadar atau menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan agar makalah ini menjadi lebih
baik. Atas kritik dan sarannya kami mengucapkan terima kasih.

Kendari, 14 Januari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3. Tujuan...................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN
1. Pengertian Nelayan dan Nelayan Modern.........................................3
2. Perbedaan Nelayan Tradisional dan Nelayan Modern......................4
3. Sumber Risiko Bahaya yang Dapat Terjadi Pada Nelayan Modern. 5
4. Prioritas Masalah Pada Nelayan Modern..........................................9
5. Pencengahan Risiko Bahaya Pada Nelayan Modern........................10
BAB III. PENUTUP
1. Kesimpulan.......................................................................................12
2. Saran..................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Peralatan tangkap adalah peralatan atau sarana yang digunakan
nelayan untuk menangkap atau mengambil hasil laut. Peralatan tangkap
nelayan terdiri dari perahu atau kapal dan alat tangkap ikan seperti pukat,
jaring pancing, dan lain-lain. Ketergantungan nelayan terhadap teknologi
penangkapan ikan sangat tinggi, karena selain kondisi sumber daya perikanan
yang bersifat mobile, yaitu mudah berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain untuk menangkapnya. Nelayan juga membutuhkan sarana bantu untuk
dapat bertahan lama di atas air (Acheson, 1981). Dari segi jenisnya, teknologi
penangkapan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu bersifat modern dan
tradisional. Ukuran modernitas itu bukan semata-mata karena penggunaan
motor untuk menggerakan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang
digunakan serta tingkat eksploitasidari alat tangkap yang digunakan (Husein
Sawit, 1988). Selain itu, wilayah tangkap juga menentukan ukuran moder
enitas suatu alat. Teknologi penangkapan yang moderen akan cenderung
memiliki kemampuan jelajah sampai di lepas pantai (off shore), sebaliknya
yang tradisional wilayah tangkapnya hanya terbatas pada perairan pantai.
Penggunaan teknologi yang berbeda itulah yang memunculkan konsep
nelayan tradisional dan nelayan modern.
Nelayan dikategorikan sebagai seseorang yang pekerjaannya
menangkap ikan dengan mengunakan alat tangkap yang sederhana, mulai dari
pancing, jala, jaring, pukat, dan lain sebagainya. Namun dalam
perkembangannya dikategorikan sebagai seorang yang berprofesi menangkap
ikan dengan alat yang lebih modern ialah kapal ikan dengan alat tangkap
modern. Semakin canggih teknologi yang digunakan nelayan maka akan
semakin meningkatkan produktivitas hasilnya lebih meningkatkan produksi,
yang didalamnya tersirat kesimpulan bahwa masyarakat akan memperoleh
penghasilan yang lebih tinggi.

1
Kondisi kerja di sektor perikanan sulit dengan tingkat kecelakaan
kerja yang tinggi. Banyak faktor yang diketahui dapat secara langsung
mempengaruhi kesehatan pelaut atau nelayan baik di perikanan maupun di
armada dagang (Jose Novalbos, dkk, 2008).
Sebuah studi yang dilakukan oleh Kaerlev mengungkapkan tingginya
insiden lesi muskulo-skeletal di antara 4.570 nelayan yang dirawat oleh
rumah sakit di Denmark. Namun, dalam peneitian ini, yang merupakan satu-
satunya penelitian rumah sakit yang menemukan diagnosis RSI pada nelayan,
tidak ada indikator prosedur yang digunakan. Oleh karena itu, perlu
dirumuskan protokol klinis diagnosis RSI yang berorientasi pada usaha
penangkapan ikan (Paulo Gilvane L P dan Carlos Minayo G).

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan nelayan?
1.2.2. Apa yang dimaksud dengan nelayan modern?
1.2.3. Apa saja perbedaan nelayan tradisional dan nelayan modern?
1.2.4. Apa saja sumber risiko bahaya yang dapat terjadi pada nelayan
modern?
1.2.5. Bagaimana prioritas masalah pada nelayan modern?
1.2.6. Bagaimana pencegahan risiko bahaya pada nelayan modern?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian nelayan.
1.3.2. Untuk mengetahui pengertian nelayan modern.
1.3.3. Untuk mengetahui perbedaan nelayan tradisional dan nelayan modern.
1.3.4. Untuk mengetahui sumber risiko bahaya yang dapat terjadi pada
nelayan modern.
1.3.5. Untuk mengetahui prioritas masalah pada nelayan modern.
1.3.6. Untuk mengetahui pencegahan risiko bahaya pada nelayan modern.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Nelayan dan Nelayan Modern


Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan (Undang-Undang No 31 Tahun 2004). Menurut
departemen Kelautan dan Perikanan (2002), nelayan adalah orang yang mata
pencahariannyaa melakukan penangkapan ikan di laut. Orang yang
melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat
penangkapan ikan ke dalam perahu atau kapal motor tidak dikategorikan
sebagai nelayan. Sedangkan menurut Imron (1999) dalam Subri (2005)
nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung
langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ikan
ataupun budi daya. Secara geografis masyarakat nelayan adalah masyarakat
yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni kawasan
transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi, 2002).
Nelayan adalah sebuah pekerjaan diatas permukaan perairan laut,
payau dan perairan tawar dengan melakukan kegiatan antara lain
penangkapan ikan, dimana nelayan penangkap ikan berisiko tinggi untuk
mengalami Kecelakaan Akibat Kerja ataupun Penyakit Akibat Kerja
(Rahman dkk., 2019 : 55). Penyebab kecelakaan pada nelayan penangkap
ikan dapat disebabkan oleh usia kapal/perahu, mesin, cuaca, ombak dan lain-
lain. Penyebab penyakit akibat kerja pada nelayan dapat disebabkan oleh air
minum, pakaian, kebisingan dan lain-lain. (Rahman dkk., 2019 : 56). Untuk
meningkatkan preduktivitas nelayan sangat perlu diterapkan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), yang terkait dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja dan dalam Konvensi ILO No. 155 Tahun 1980
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Para pakar Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dunia mulai memfokuskan upaya peningkatan kinerja
dengan program perubahan perilaku K3 yang akhirnya bisa meningkatkan
budaya K3 agar tingkat insiden bisa menurun (Rahman dkk., 2019 : 55).

3
Peran seorang nelayan sangat menuntut dalam hal baik waktu maupun
energi. Lingkungan kerja mereka bisa menjadi tidak nyaman di banyak
waktu. Mereka harus tinggal untuk perjalanan jauh di laut di atas kapal
tinggal di udara terbuka, juga harus bekerja sama dengannya kru bahkan jika
ada hubungan buruk di antara mereka, sehingga membuat pekerjaan sebagai
nelayan menjadi lebih sulit. Faktor lain yang bisa mengganggu keamanan
dalam hal ini tenaga kerja termasuk lokasi terisolasi, lama bekerja jam, dan
hari dengan sedikit istirahat. Selanjutnya, mereka terkena tuntutan tinggi
dalam pekerjaan mereka, yang mana mungkin bertentangan dengan
kehidupan keluarga yang normal. (El-Saadawy dkk., 2014 : 72). Kelembaban,
cuaca dingin dan kondisi laut yang ganas berpadu dengan kurangnya pakaian
pelindung yang sesuai dapat mempengaruhi rematik dan masalah pernafasan
dan paparan gas buang, suara mesin dan sinar matahari dapat menyebabkan
masalah telinga, mata dan kulit selama perjalanan yang lebih lama (Percin
dkk., 2012 : 151).
Nelayan modern adalah nelayan yang menggunakan teknologi
penagkapan yang canggih di bandingkan dengan nelayan tradisional. Ukuran
modernitas bukan semata mata karena penggunaan motor untuk menggerakan
perahu melainkan juga besar kecilnya motor yang diunakan serta tingkat
eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modenitas teknologi
alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional
mereka.

2.2. Perbedaan Nelayan Tradisional dan Nelayan Modern


2.2.1. Nelayan tradisional
a. Seorang nelayan tradisional tinggal di kampung nelayan.
b. Nelayan tradisional pergi melaut pada malam hari.
c. Nelayan membawa sampan dan jaring untuk pergi berlayar.
d. Saat berlayar, nelayan harus menghadapi ombak dan badai di laut.
e. Karena hanya menggunakan sampan, nelayan tidak dapat pergi
melaut terlalu jauh.

4
f. Tangkapan ikannya kadang banyak kadang sedikit. Semua
bergantung pada cuaca.
g. Sampan yang digunakan tidak bermesin sehingga tidak perlu
membeli bahan bakar.
2.2.2. Nelayan Modern
a. Nelayan modern kapalnya lebih besar dan menggunakan bantuan
mesin sehingga tidak mudah terguncang ombak.
b. Kapalnya menggunakan mesin sehingga memerlukan bahan bakar
c. Penggunaan bahan bakar dapat mencemari lingkungan perairan.
d. Nelayan modern dapat berlayar ke laut lepas sehingga tangkapan
ikannya banyak.
e. Alat penangkap ikannya berupa jaring dan juga radar yang dapat
mendeteksi kumpulan ikan, bahkan ada yang menggunakan bom.
f. Banyak yang menangkap ikan dengan pukat harimau dan bahan
peledak. Pukat harimau adalah jaring sangat besar yang dapat
merijaring semua jaring sangat besar yang dapat menjaring semua
makhluk hidup laut.
g. Bom ikan adalah bahan peledak untuk menangkap ikan. Cara ini
dapat menyebabkan hancurnya terumbu karang dan habitat ikan.

2.3. Sumber Risiko Bahaya yang Dapat Terjadi Pada Nelayan Modern
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pekerjaan maritim
menyajikan pekerjaan tertentu resiko. Diantaranya adalah risiko yang terkait
dengan agen fisik (misalnya, radiasi ultraviolet, cuaca ekstrem kondisi,
kebisingan, dan getaran seluruh tubuh), dan agen biologis (misalnya, bakteri,
virus, jamur, racun, dan parasit) (Mansi dkk., 2019 : 1-2).
Tugas-tugas yang dilakukan di atas platform yang tidak stabil dan
umumnya dalam iklim dingin, menyebabkan ketegangan yang lebih besar
pada pekerja tetap. Selain itu, pekerja dapat terpapar racun yang dihirup
(yaitu, bensin, minyak solar, pelumas, gas, dan uap) dan karsinogen, seperti
hidrokarbon aromatik polisiklik (PHA), disebabkan oleh pembakaran bahan

5
organik yang tidak sempurna (yaitu, batu bara, minyak, bensin, dan kayu),
atau asbes. Mineral ini banyak digunakan dalam konstruksi lambung, selang
hidrolik, kontainer dan ruang mesin sebelumnya diklasifikasikan sebagai
karsinogen pada manusia oleh Internasional Badan Penelitian Kanker (IARC
1973) (Mansi dkk., 2019 : 2).
Meskipun ada prevalensi penyakit kronis yang tinggi di antara pekerja
di kapal penangkap ikan dibandingkan masyarakat umum, para pekerja ini
jarang menjadi sasaran program pengawasan kesehatan. Secara khusus, sektor
perikanan dicirikan oleh prevalensi penyakit osteoartikular yang tinggi (57%),
disusul gangguan pendengaran (27%), penyakit alergi (23%), penyakit
kardiovaskular (13%), pernafasan penyakit (12%), dan kelainan kulit (8%).
Di Italia, peraturan perlindungan kesehatan dan keselamatan pekerja pada
pengiriman pedagang dan kapal penangkap ikan diatur oleh keputusan
legislatif n.271 dan n.298, didirikan pada tahun 1999, dan Kementerian
Kesehatan bertanggung jawab atas pemantauan kesehatan pekerja kapal oleh
dokter di Laut dan Departemen Kesehatan Perbatasan Udara (ISMAF), serta
dokter pekerjaan (Mansi dkk., 2019 : 2).
Svendsen dkk menunjukkan kebisingan yang tinggi level di ruang
engine (kisaran 96–108 dBA) dan nilai yang lebih rendah di kabin kontrol
(kisaran 70–90 dBA) di atas kapal Norwegia. Di Italia, Rapisarda dkk
melakukan studi fonometri pada enam penangkapan ikan kapal dan mereka
juga menemukan bahwa tingkat tekanan suara yang setara di ruang mesin
konsisten melebihi 90 dBA di semua kapal. Kemudian, juga Perretti et al.
nilai yang direkam mendekati 90 dBA di kamar yang sama. Sebuah studi
baru-baru ini yang dilakukan di kapal penangkap ikan di pantai Teluk
menyoroti bahaya tingkat kebisingan di ruang mesin mulai dari 94,8 hingga
105,0 dBA. Kebisingan kapal mendapatkan banyak perhatian juga dari
dampak kebisingan di sudut pandang warga. Faktanya, Mengetahui sumber
pancarannya, penting untuk menghindari paparan kebisingan tinggi dan
keluhan kebisingan warga yang tinggal di dekat pelabuhan dan menghindari
efek terkenal yang membahayakan kesehatan masyarakat. Untuk mencegah

6
hal ini, juga di area pelabuhan, dalam beberapa tahun terakhir, banyak
penelitian yang mengeksplorasi kebisingan yang dipancarkan oleh kapal,
dengan fokus khusus pada kapal penangkap ikan. Mengenai getaran, Pinto
dkk menemukan bahwa paparan getaran setiap hari saat memancing kapal
bervariasi sesuai dengan kondisi laut dengan nilai berkisar antara 0,2 dan 0,3
m / s2 (Mansi dkk., 2019 : 2).
Eklöf & Törner dan Törner et al, mereka menemukan hambatan
tindakan keselamatan dapat dikaitkan sebagian dengan keengganan psikologis
untuk mengakui risiko, dan sebagian karena kendala ekonomi. Alasan lainnya
adalah kurangnya waktu, kesulitan mencari solusi praktis dan kurangnya
otoritas tentang masalah keselamatan di antara kru. Namun, mereka
menekankan bahwa keselamatan kerja dapat mengurangi biaya, dan mereka
merekomendasikan fokus pada keuntungan potensial ini mempromosikan
minat dalam tindakan keselamatan preventif. Dalam beberapa kasus,
pertimbangan ekonomi bersifat langsung terkait dengan kurangnya tindakan
keamanan. Ketika uang terbatas, tindakan yang mencegah kecelakaan sering
dianggap oleh para nelayan sebagai biaya tambahan. Intervensi menunjukkan
'tingkat lanjutan yang tinggi digunakan untuk solusi keselamatan yang
dikembangkan dan diadaptasi berdasarkan keahlian dari pengguna, dalam hal
ini para nelayan (Knudsen dan Gron 2010 : 80).
Pajanan terhadap beberapa bahaya fisik dipertimbangkan sumber lain
dari efek kesehatan yang merugikan, seperti paparan kebisingan mesin yang
keras di ruang mesin yang umum terjadi di kapal penangkap ikan, eksposur
untuk perubahan kondisi lingkungan khususnya suhu dan kelembaban yang
ekstrim. Resiko kerusakan kulit dan mata akibat paparan sinar matahari lebih
besar di laut daripada di darat karena yang tidak terhalang pantulan sinar
matahari. Kontak yang sering dan lama dengan air laut, yang terkait dengan
pembasahan terus menerus dan potensi bahaya makhluk laut, dan kontak
dengan peralatan yang digunakan dalam pekerjaan kelautan semua mungkin
berbahaya bagi kulit karena dapat menyebabkan misalnya dermatitis kontak
dan cedera traumatis yang dapat menjadi pintu masuk berbagai agen penyakit

7
menular. Selama berjam-jam per hari, dalam perahu kecil dengan tekanan
parah, dan tidak menggunakan APD adalah prediktor signifikan. Juga yang
paling signifikan prediktor keluhan pendengaran di antara nelayan adalah
mekanik, bekerja di perahu kecil dan tidak menggunakan APD. Untuk
sengatan matahari yang paling signifikan prediktornya adalah nelayan usia
lanjut dengan masa kerja lama jam per hari dan nakhoda, kawan dan kelasi.
(El-Saadawy dkk., 2014 : 76).
Kesadaran akan bahaya penyembuhan yang terlibat dalam penanganan
hasil tangkapan sangat penting. Sangat sering nelayan berisiko cidera, terkena
sengatan duri ikan, keseleo, dan patah tulang yang merupakan bahaya fisik.
Kemudian hasil tangkapan yang disimpan di dalam penyimpanan dapat
menghasilkan gas beracun (Abhisek Saha, 2014).
Identifikasi sumber risiko bahaya-bahaya yang dapat terjadi pada
nelayan modern, antara lain yaitu :
1. Kebisingan dari mesin kapal
2. Getaran dari mesin kapal
3. Paparan sinar ultraviolet yang terlalu lama
4. Paparan cahaya lampu yang terlalu gelap atau terang
5. Paparan suhu ekstrim yang panas atau dingin
6. Kontaminasi virus atau bakteri dari hasil tangkapan
7. Terpapar bahan kimia dari bahan bakar atau bahan dan alat pancingan.

8
2.4. Prioritas Masalah Pada Nelayan Modern
Dalam menentukan prioritas masalah pada nelayan modern digunakan
metode USG.
No. Masalah U S G Total Skor Rank
Kebisingan dari mesin
1. 3 3 4 10 3
kapal
2. Getaran dari mesin kapal 3 2 2 7 5
Paparan sinar ultraviolet
3. 4 4 4 12 2
yang terlalu lama
Paparan cahaya lampu
4. yang terlalu terang atau 2 2 3 7 5
redup
Paparan suhu ekstrim
5. 2 3 3 8 4
yang panas atau dingin
Kontaminasi virus atau
6. bakteri dari hasil 4 5 5 14 1
tangkapan
Terpapar bahan kimia dari
7. bahan bakar atau bahan 3 4 3 10 3
dan alat pancingan

Berdasarkan tabel di atas diketahui urutan skala prioritas


permasalahan berdasarkan skor tertinggi adalah sebagai berikut:
1. Kontaminasi virus atau bakteri dari hasil tangkapan
2. Paparan sinar ultraviolet yang terlalu lama
3. Kebisingan dari mesin kapal
4. Terpapar bahan kimia dari bahan bakar atau bahan dan alat pancingan
5. Paparan suhu ekstrim yang panas atau dingin
6. Getaran dari mesin kapal
7. Paparan cahaya lampu yang terlalu terang atau redup

2.5. Pencegahan Risiko Bahaya Pada Nelayan Modern

9
Risiko bahaya pada nelayan sangat banyak namun, keselamatan dan
kesehatan kerja nelayan masih belum teratasi, meskipun menjadi salah satu
yang paling banyak perkerjaan berbahayanya. Alasannya adalah kurangnya
kesadaran tentang masalah keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan
ini. Selain itu, tidak ada catatan tentang cidera dan penyakit yang disimpan di
sektor perikanan (Mohamed A. Zytoon, 2011).
Pencegahan risiko bahaya pada nelayan modern dapat dilakukan
dengan membuat program promosi K3 berdasarkan Five Level of Prevention,
salah satunya yaitu Health Promotion dan Specific Protection. Kedua
program atau kegiatan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko
kontaminasi virus atau bakteri dari hasil tangkapan.
2.5.1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)
Program atau kegiatan dari Health Promotion (Promotion
Kesehatan) yang dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko
kontaminasi virus atau bakteri dari hasil tangkapan yaitu :
a. Memberikan edukasi kepada nelayan bahwa pentingnya penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD), dan pentingnya sterilisasi rutin alat
penangkapan ikan. Sebuah studi tentang Penangkapan ikan di AS
tidak menemukan bukti bahwa penggunaan sarung tangan terlindung
dari cedera tangan, tetapi mungkin ada alasan untuk penggunaan
yang lebih luas dari desain yang lebih baik di kapal penangkap ikan
dan mungkin juga lebih baik pelatihan teknik penggunaan pisau saat
berada di laut. Sebagai langkah pertama, akan berguna untuk
melakukan penelitian lebih lanjut melihat lebih detail pada keadaan
dan sifat cedera tangan pada nelayan. (Powney dkk 2009., : 52)
b. Mengadakan pendidikan dan pelatihan dasar pada nelayan tentang
kebersihan, desinfeksi dan cara pengelolaan hasil tangkapan. Dalam
sebuah jurnal penelitian didapati frekuensi nelayan menjahit luka
mereka sendiri atau mengikatnya dengan pita tidak steril. Dalam satu
kasus, setidaknya, pengobatan sendiri ini diikuti oleh infeksi luka.
Informasi ini harus diperhitungkan dalam pelatihan pertolongan

10
pertama untuk memancing dan dalam merencanakan peralatan P3K
itu disimpan di kapal penangkap ikan (Powney dkk 2009., : 52)
2.5.2. Specific Protection (Perlindungan Khusus)
Program atau kegiatan dari Specific Protection (Perlindungan
Khusus) yang dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko kontaminasi
virus atau bakteri dari hasil tangkapan yaitu :
a. Hygiene kerja yang baik
b. Sanitasi lingkungan kerja yang sehat
c. Melindungi diri dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
seperti sarung tangan dan lain sebagainya.

BAB III

11
PENUTUP

1. Kesimpulan
Nelayan modern adalah nelayan yang menggunakan teknologi
penagkapan yang canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional.
Perbedaan antara nelayan modern dengan nelayan tradisional adalah, dari
teknik dan peralatan yang dipakai saat memancing. Biasanya nelayan
tradisional menggunakan alat yang masih sangat sederhana seperti kapal kecil
dengan dayung dan tanpa mesin, alat pancing berupa tali dan kail pancing dan
semacamnya. Sedangkan nelayan modern menggunakan alat yang sudah lebih
maju misal kapal yang dilengkapi dengan mesin, alat pancing khusus dan
lainnya.
Sumber risiko bahaya bagi nelayan modern bisa berasal dari peralatan
maupun kecerobohan dari nelayan itu sendiri atau karena nelayan tersebut
belum menerapkan K3. Risiko bahaya yang dapat terjadi seperti terluka
karena terkgelincir si kapal, cidera otot, tertusuk duri ikan, terkontaminasi
virus, kebisingan mesin kapal, terpapar sinar ultraviolet dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penentuan prioritas masalah pada nelayan modern
dengan menggunakan metode USG, masalah yang berada di ranking 1 adalah
kontaminasi virus dan bakteri hasil tangkapan.
Pencegahan risiko bahaya pada nelayan modern dapat dilakukan
dengan membuat program promosi K3 berdasarkan Five Level of Prevention,
salah satunya yaitu Health Promotion dan Specific Protection. Kedua
program atau kegiatan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko
kontaminasi virus atau bakteri dari hasil tangkapan.

2. Saran
Para nelayan modern menerapkan K3 nelayan dan melakukan
pelatihan pada para nelayan, guna mengurangi resiko bahaya yang dapat
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

12
Angi, Pitrah Asfian. Tanpa tahun. Buku Ajar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pesisir dan Kepulauan. Kendari.
ElSaadawy, M., Soliman, N., ElTayeb, I., & Hammouda, M. (2014). Some
occupational health hazards among fishermen in Alexandria city.
Gaziantep Medical Journal, 20(1), 71. https://doi.org/10.5455/gmj-30-
44689
Grimsmo-Powney, H., Harris, E. C., Reading, I., & Coggon, D. (2009).
Occupational health needs of commercial fishermen in South West
England. Occupational Medicine, 60(1), 49–53.
https://doi.org/10.1093/occmed/kqp137
Knudsen, F., & Gron, S. (2010). Making sense of fishermen’s risk perception.
Policy and Practice in Health and Safety, 8(2), 77–94.
https://doi.org/10.1080/14774003.2010.11667749
Mansi, F., Cannone, E. S. S., Caputi, A., De Maria, L., Lella, L., Cavone, D., &
Vimercati, L. (2019). Occupational exposure on board fishing vessels:
Risk assessments of biomechanical overload, noise and vibrations among
worker on fishing vessels in Southern Italy. Environments - MDPI, 6(12).
https://doi.org/10.3390/environments6120127
Novalbos, Jose, dkk. 2008. Occupational Health in The Andalusian Fisheries
Sector. Vol. 58, 141-143. Occupational Medicine.
Pena, Paulo Gilvane Lopes dan Carlos Minayo Gomez. Health of subsistence
fishermen and challenges for Occupational Health Surveillance.
Percin, F., Akyol, O., Davas, A., & Saygi, H. (2012). Occupational health of
Turkish Aegean small-scale fishermen. Occupational Medicine, 148–151.
https://doi.org/10.1093/occmed/kqr181
Rahman, I., Mallapiang, F., Fachrin, S. A., & Abbas, H. H. (2019). Keselamatan
dan Kesehatan Kerja ( K3 ) Sebelum Melaut pada Nelayan Penangkap
Ikan di Kelurahan Lappa Kecematan Sinjai Utara Article history : Public
Health Faculty Received in revised form 08 January 2019 Universitas
Muslim Indonesia Accepted 14 January 2. Window of Health : Jurnal
Kesehatan, 2(1), 54–64.
Saha, Abhisek. 2014. A Study Of Environmental Awareness and Knowledge Of
Occupational Hazard Of Fishermen In A Remote District Of India. 2 (02),
61-65. Annals of Pharma Research.X

Tanpa Nama. Tanpa Tahun.


http://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/3829b449129f557e02c76924f
bb6e61b.pdf

13
Umi, C. 2020. Arif Cerdas untuk Sekolah Dasar Kelas 4. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Zytoon, Mohamed A. 2011. Occupational Injuries and Health Problems in The
Egyptian Mediterranean Fisheries. 113-122. Safety Science.

14

Anda mungkin juga menyukai