Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

SOSIOLOGI DAN EKONOMI HASIL PERIKANAN


MENGENAI SOSIOLOGI PERIKANAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
NOPITA LAIPUPA

(05061181520002)

MASRURO

(05061181520013)

PANDU NUR WINDU SUPRIYANTO (05061181520020)


SURYANI

(05061181520043)

ROSALINA

(05061181520046)

WHENI ANGGRAINI

(05061181520048

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman, masalah ketahanan pangan telah dijadikan agenda penting
dalam pembangunan ekonomi bangsa.Status ketahanan pangan pun sering dipakai sebagai salah
satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat.Untuk pemenuhan ketahanan pangan tersebut
dapat dilakukan dengan membangun suatu kawasan yang bertujuan menciptakan atau
meningkatkan dayaguna kawasan tersebut secara berkelanjutan.Menciptakan dayaguna dapat
dilakukan pada kawasan alami, contohnya dengan mengembangkan rawa lebak untuk usaha
perikanan budidaya dan tangkap.Di tahun 2009, Propinsi Sumatera Selatan terus dibanjiri dengan
rentetan bencana ekologi dan sengketa SDA.Praktek pembangunan yang diterapkan, semakin
mempertajam kwalitas dan kwantitas persoalan lingkungan hidup di daerah ini.Kebijakan
pembangunan, baik yang merupakan warisan masa lalu maupun yang tengah dilangsungkan saat
ini, terus saja menegasikan asfek-asfek keadilan lingkungan dan kepentingan rakyat.
Lebak merupakan kawasan rawa yang genangan airnya dipengaruhi air hujan atau luapan
sungai.Lebak biasanya berada di antara dua buah sungai besar di dataran rendah. Berbeda
dengan rawa pasang surut yang genangan airnya dipengaruhi pasang surut air laut harian,lebak
tergenang selama musim hujan dan berangsur-angsur kering pada musim kemarau. Ada tiga jenis
lebak berdasarkan tinggi dan lama genangan.Lebak pematang atau dangkal, bila genangan airnya
kurang dari 50 cm selama kurang dari 3 bulan; lebak tengahan, dengan genangan air antara 50
100 cm selama 36 bulan; dan lebak dalam bila genangan airnya lebih dari 100 cm selama lebih
dari 6 bulan.
Kawasan lebak dalam yang menghasilkan produksi ikan secara alami dikenal dengan istilah
Lebak Lebung Pemahaman dalam mengelola rawa lebak sangatlah penting. Sebaiknya kita
mempertahankan fungsi ekologis kawasan tersebut dalam penggunaannya untuk keperluan
kehidupan seperti pemukiman, pertanian, perikanan dan lain-lain.Pengelolaan yang bijaksana
dengan melakukan penataan ruang, dan pengawasan yang ketat dari pihak pemerintah dapat
ditentukan mana kawasan rawa yang dapat dikelola dan mana yang harus dipertahankan fungsi
ekologisnya.
Saat ini perikanan Indonesia dalam waktu yang relatif singkat telah mampu
memperlihatkan identitasnya, memberikan sumbangan yang substansial dalam pembangunan
perekonomian. Secara keseluruhan, perikanan mempunyai peranan dan posisi vital dalam
pemenuhan kebutuhan gizi protein, kesempatan kerja, penerimaan devisa dan pengembangan
wilayah (Baharsyah, 1990). Produksi perikanan di Propinsi Sumatera Selatan menunjukkan
peningkatan selama kurun waktu 2001-2007. Peningkatan produksi ikan 2007 adalah sebesar
11,05% dibanding tahun 2006 yatu sebesar 198.429 ton termasuk hasil tangkapan alam dan hasil
budidaya (BPS Sumsel 2008). Dengan dicanangkannya tahun 2015 Indonesia menjadi penghasil
perikanan terbesar di dunia terutama dari budidaya, tak dapat dipungkiri bahwa akan ada dampak
negative terhadap lingkungan yang ditimbulkan.
Di Provinsi Sumatera Selatan terdapat 146.279 ha lebak yang dimanfaatkan untuk budi daya
pertanian. Sebanyak 58,96 persen tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan
Ilir. Sisanya 41,04 persen ada di Kabupaten Musi Banyuasin, Muaraenim, Ogan Komering Ulu,

Banyuasin, dan Kota Palembang. Di Kabupaten Ogan Ilir, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Daerah (Perda) terkait penangkapan ikan di Lebak Lebung.Pemda OI menerapkan sistem lelang,
dan retribusi.Perda tersebut menghilangkan akses petani pada sumber daya alam di atas lahan
yang sebenarnya menjadi hak mereka secara adat.Umumnya, pemenang lelang dan yang
membiayai kelompok masyarakat di Ogan Ilir adalah para pemilik modal.Banyak sekali
masyarakat setempat yang mengabaikan peringatan serta larangan untuk tidak menangkap ikan
di areal tempat umum dengan menggunakan alat penangkap yang berbahaya bagi ekosistem
didalamnya. Aktivitas lain dari masyarakat nelayan atau penduduk sekitar pada saat musim
kemarau adalah kebiasaan membakar tumbuh-tumbuhan air yang sudah kering dan mati,
terkadang pula pohon-pohon yang terdapat dalam areal hutan rawang ikut terbakar. Aktivitas
pembakaran tumbuhan air atau pohon-pohon di areal perairan rawa banjiran bisa bersifat
menguntungkan bila ditinjau dari sisi dan energi atau siklus rantai makanan
Tak kurang dari 350.000 hektar kawasan ini telah dibuka oleh perusahaan
tersebut.Pembuatan kanal-kanal besar untuk drainase merusak tata air di kawasan budi daya
padi.Permukaan air tanah turun dan rentan kekeringan. Sebagian kawasan yang dibuka,
sebelumnya merupakan padang pengembalaan kerbau dan tempat berkembang biak ikan. Bahkan
sebagian lahan merupakan lahan gambut yang seharusnya dikonservasi.Hal ini menurunkan
produksi usaha tani padi, ikan, dan ternak.Aktivitas pembangunanmelalui Revolusi Hijau,
sistem lelang Lebak Lebung, maupun perusahaan perkebunan dan HTI seharusnya
bertanggung jawab terhadap rusaknya budaya petani Lebak Lebung.Selain pencemaran
lingkungan, petani juga kehilangan kemandirian usaha taninya.Saat ini petani tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan konsumsi dari usaha tani saja.Hanya 30 persen kebutuhan konsumsi yang
mampu dipenuhi dari hasil bertani. Petani harus mencari pekerjaan tambahan, seperti menjadi
buruh harian di perkebunan, atau pergi ke kota untuk bekerja di sektor informal.
1.2.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana keadaan sosial ekonomi masyarakat perikanandi ?


2. Apa saja permasalahan yang ada di bidang sosiologi perikanan ?
3. cara mengatasi permasalahan masyarakat di wilayah pesisir?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui keadaan sosial-ekonomi masyarakat perikanan
2. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan serta cara mengatasi masalah yang ada di
masyarakat perikanan nelayan lebak lebung.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.

Keadaan Sosial Masyarakat

Sekitar 75 persen dari luas wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan bentangan
rawa dan 25 persennya merupakan daratan. Dengan topografi mendatar dan kekerasan batuan
yang relatif sama, pola aliran sungai yang terbentuk di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir
adalah pola aliran dendritik (menyerupai pohon) yang dibentuk oleh sungai utama dan anak-anak
sungai. Di Kabupaten Ogan Komering Ilir terdapat 4 danau yaitu danau Deling di Kecamatan
Pampangan, danau Air Nilang di Kecamatan Pedamaran, danau Teluk Gelam di Kecamatan
Teluk Gelam dan danau Teloko di Kecamatan Kayuagung. Sedangkan Daerah Aliran Sungai
(DAS) terdapat 3 sistem yaitu DAS Musi, DAS Bulularinding dan DAS Mesuji.
Seperti halnya daerah lain, Kabupaten Ogan Komering Ilir dipengaruhi oleh iklim tropis
dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada musim hujan permukaan air
meningkat atau peningkatan volume air, akibatnya dataran rendah cenderung tergenang air.
Sedangkan pada musim kemarau air menyusut dan bahkan ada beberapa daerah yang mengalami
kekeringan. Dataran rendah yang mudah tergenang air disebut lebak. Pada bagian dalam lebak
dimana airnya tidak pernah kering, masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir menyebutnya
dengan istilah Lebak Lebung. Kawasan lebak lebung ini memiliki sumber daya ikan yang besar
dan potensial untuk dikembangkan.
Lebak lebung termasuk dalam perairan rawa banjiran. Perairan rawa banjiran
(floodplain) merupakan suatu tipe perairan umum yang spesifik di mana dalam setahun terjadi
pertukaran dari ekosistem akuatik pada musim hujan dan ekosistem teresterial pada musim
kemarau. Di samping itu, perairan rawa banjiran juga merupakan salah satu jenis perairan umum
yang memiliki potensi sumber daya perikanan air tawar yang sangat penting. Karena rata-rata
terdapat berbagai ikan ekonomis penting yang tentunya secara faktor ekonomi sangat
menguntungkan nelayan di perairan lebak.
Lebak lebung merupakan ekosistem yang unik karena memiliki fungsi ekologi dan
ekonomi. Secara ekonomi lebak lebung memiliki peran yang merupakan wilayah penangkapan
ikan ekonomis yang sangat potensial karena secara fungsi ekologi lebak lebung merupakan

tempat ekologi ikan yaitu sebagai tempat pemijahan, asuhan, dan pembesaran berbagai jenis
ikan. Beberapa jenis ikan ekonomis penting yang banyak didapati di perairan lebak lebung
kabupaten Ogan Komering Ilir antara lain ikan gabus, tembakang, tapa, lais, lele, betutu, patin,
lampam, sepat, nila, seluang, betok, baung, toman, dan udang galah.
Kebanyakan masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ilir yang tinggal di wilayah rawa
banjiran berprofesi sebagai nelayan lebak lebung dimana profesi ini telah lama digeluti oleh
kebanyakan masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ilir sejak jaman nenek moyang. Sehingga
kegiatan penangkapan ikan di lebak lebung merupakan salah satu mata pencaharian yang cukup
dominan di masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir. Potensi ekonomi yang sangat
menjanjikan khususnya di bidang penangkapan ikan membuat nelayan lebak berlomba-lomba
mengekploitasi lebak lebung secara belebihan. Selain itu sering terjadi perebutan daerah
penangkapan ikan di wilayah lebak lebung yang pada akhirnya menyebabkan perselisihan antara
sesama nelayan lebak lebung.
2.2.

Penyebab Permasalahan sosial di bidang perikanan


Awal perubahan sistem pemerintahan sistem marga kepada sistem desa adalah adanya

sentralisasi sistem pemerintahan diindonesia. Hal ini sebagai akibat banyak perbedaan antara
pengertian yang beraneka ragam di indonesia seperti desa,marga,kampung dan mukim terutama
daerah perbatasan. Bersamaan dengan perubahan pembatasan wilayah kesatuan masyarakat
terkecil tersebut, ketetapan lelang lebak lebung berdasarkan surat keputusan gubernur
SUMSEL NO.705/KPTS/II/1982. Tanggal 5 November 1982 dilimpahkan pula wewenang dan
pengawasan lelang lebak lebung kepada Pemda Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Pada masa pemerintahan marga (sebelum tahun 1982), kondisi akses sumber daya
perikanan banyak yang mempertimbangkan rasa keadilan dan

hubungan sosial diantara

anggota masyarakat, meskipun sebenarnya dari segi ekonomi tidak rasional. Beberapa hal yang
terkait tersebut bahkan terdapat kondisi yang hilang atau tererosinya pettimbangan hubungan
sosial dalam tindakan ekonomi masyarakat pedesaaan, bahkan sesama nelayan dalam satu
kelompok atau sekerabat sekalipun.
2.3.

Mengatasi Permasalahan Masyarakat di Wilayah Lebak Lebung

Kondisi yang beraneka ragam diantara masyarakat lebak lebung penyebab terjadinya
penurunan sumberdaya perikanan. Untuk mencegah terjadinya penurunan sumberdaya perikanan
diperlukan pengelolaan secara lestari yang berdasarkan aspek bioekologi ikan di lebak lebung.
Ekosistem lebak lebung sebagai paparan/rawa banjiran sangat kompleks dan harus dipahami
dengan baik. Kompleksitas pengelolaan kawasan ini disebabkan oleh stok ikan bersifat
multispesies, eksploitasi yang bersifat tradisional dengan berbagai alat tangkap, kawasan
melewati batas-batas administrasi desa dan variasi lingkungan yang tinggi.
Dari faktor-faktor tersebut sehingga diperlukannya pengelolaan yang bijak dan tidak
berpihak serta berkelanjutan untuk menjaga kelestarian di wilayah lebak lebung. Selain itu
perlunya pengawasan terhadap pemanfaatan wilayah lebak lebung agar tidak terjadi eksploitasi
yang berlebihan yang menggunakan alat-alat tangkap yang dilarang/ berbahaya/ tidak ramah
lingkungan. Pengelolaan lebak lebung di Kabupaten Ogan Komering Ilir telah menjadi suatu
keharusan, dimana pengelolaan lebak lebung selain berpedoman pada prinsip kelestarian
lingkungan tetapi juga berpedoman pada sektor ekonomi masyarakat dan pendapatan daerah.
Dimana banyaknya profesi nelayan lebak lebung membuat sektor perikanan tangkap menjadi
penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar bagi Kabupaten Ogan Komering
Ilir.
Pengelolaan lebak, lebung, dan sungai di Kabupaten Ogan Komering Ilir yaitu dengan
cara diadakannya sistem lelang perairan lebak, lebung, dan sungai untuk dikelola selama satu
tahun, yang dikenal dengan istilah Lelang Lebak, Lebung, dan Sungai (L3S). Lelang lebak,
lebung, dan sungai merupakan suatu cara pemberian perizinan usaha penangkapan ikan di suatu
perairan umum (sungai, danau dan rawa-rawa/ lebak lebung) tertentu kepada seseorang melalui
pelelangan. Pada prinsipnya, pengelolaan lebak, lebung, dan sungai melalui sistem lelang lebak,
lebung, dan sungai bertujuan untuk memanfaatkan lebak, lebung, sungai, dan perairan rawa
dalam wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk kesejahteraan masyarakat kabupaten itu
sendiri. Sehingga dapat disebut bahwa pengelolaan lebak, lebung, dan sungai berupa Lelang
Lebak, Lebung, dan Sungai (L3S) merupakan suatu kearifan lokal khususnya di Kabupaten Ogan
Komering Ilir.

BAB 3

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Lebak lebung merupakan suatu tipe perairan umum yang spesifik terjadi pertukaran dari
ekosistem akuatik pada musim hujan dan ekosistem teresterial pada musim kemarau
2. Mayoritas penangkapan ikan di lebak lebung merupakan salah satu mata pencaharian yang
cukup dominan di masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir.
3. Penyebab Permasalahan sosial di bidang perikanan yaitu Awal perubahan sistem
pemerintahan sistem marga kepada sistem desa
4. Salah satu faktor yang diperlukannya pengelolaan yang bijak dan tidak berpihak serta
berkelanjutan untuk menjaga kelestarian di wilayah lebak lebung.
5. Untuk mencegah terjadinya penurunan sumberdaya perikanan diperlukan pengelolaan secara
lestari yang berdasarkan aspek bioekologi ikan di lebak lebung.
3.2. Saran
Pemerintah sebagai penegak hukum harus memprioritaskan kebutuhan masyarakat
sebagai orang yang berpesan serta dalam kehidupan ekonomi dan keadaan sosial masyarakat ,
terkhususnya masyarakat di daerah pengelola lebak lebung di kawasan Ogan Komering Ilir
Sumatera Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Ilir Nomor : 22 Tahun 2006


Gaffar, A.K. dan D. Muthmainnah. 1998. Pengelolaan Perikanan Perairan Umum. Makalah
disampaikan pada Seminar Sehari Pengelolaan Lebak Lebung Berbasis Komunitas. Palembang.
10 hal.
NFA. 2000. Freshwater Fisheries Management Policy. http://www.afm.gov.au
Nielsen. Fishery Managemen.Blackwell Scientific Publications. Oxford.
Pasolong,Harbani , Teori Administrasi Publik, 2008, Bandung : Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai