Anda di halaman 1dari 29

1

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Udang putih merupakan spesies asli dari Perairan Amerika Tengah yang baru

dibudidayakan di Indonesia mulai awal tahun 2000. Udang putih yang dikenal

masyarakat dengan vanname ini sudah dibudidayakan oleh negara-negara di

Amerika Tengah dan Selatan seperti Venezuela, Panama, Brasil, dan Meksiko

(Hanny, 2017).

Hal di atas didukung oleh regulasi dan program kerja pemerintah terkait dengan

didirikannya hatchery (balai benih) udang, diberbagai daerah untuk memenuhi

permintaan pasar dengan adanya hatchery (balai benih) udang dapat membantu

kebutuhan para petani tambak karena ketersediaan post larva dari alam sangat

terbatas (Yustianti dkk., 2013). Permintaan udang kaki putih sangat besar baik pasar

lokal maupun internasional, karena memiliki keunggulan nilai gizi yang sangat tinggi

dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi menyebabkan pesatnya budidaya

udang kaki putih (Mahbubillah dalam Yustianti dkk., 2013).

Perkembangan larva pada Udang kaki putih (Penaeus vannamei) sejak menetas

hingga post larva (pascalarva) meliputi nauplius, zoea, mysis, dan pascalarva (PL).

Keberhasilan dalam sistem pembenihan dapat dipengaruhi oleh tiga komponen

utama, yaitu lingkungan, pakan, dan biota. Unit pembenihan, yang dimaksud

lingkungan adalah media pemeliharaan larva. Pakan pada fase pemeliharaan larva
2

(nauplius-pascalarva) adalah pakan alami yang berasal dari kelompok fitoplankton

maupun zooplankton (Panjaitan dkk, 2015).

Usaha peningkatan produksi udang vaname dapat dilakukan melalui usaha

budidaya secara intensif dengan penerapan sapta usaha pertambakan secara utuh dan

menyeluruh. Salah satu di antaranya adalah pemberian pakan yang efektif dan efisien.

Penyediaan pakan berkualitas tinggi merupakan faktor penting yang menentukan

keberhasilan budidaya udang (Tahe dan suwoyo, 2011)

Oleh karena itu perlu dilakukan praktek lapang teknologi budidaya udang untuk

mengingat pengetahuan mahasiswa tentang proses budidaya dari tahap persiapan

hingga pemanenan agar mahasiswa akuakultur dapat melihat secara langsung

bagaimana proses budidaya udang dalam di bidang Akuakultur

I.2 Tujuan dan kegunaan

Tujuan dari praktek lapang teknologi budidaya udang yaitu untuk mengetahui

bagaimana proses budidaya udang vaname yang ada di Desa Ovulua, Pelawa,

Kampal, dan tindaki, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah.


3

II. TINJAWAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Udang Kakih Putih (Penaeus Vannamei)

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei

(Litopenaeus vannamei) sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Sub kingdom :

Metazoa, Filum : Artrhopoda, Sub filum : Crustacea, Kelas : Malascostraca, Sub

kelas : Eumalacostraca, Super ordo : Eucarida, Ordo : Decapoda, Sub ordo :

Dendrobrachiata, Infra ordo : Penaeidea, Super famili : Penaeioidea, Famili :

Penaeidae, Genus : Litopenaeus, Spesies : Litopenaeus vannamei

Gambar1. . Udang vanamei


Tubuh udang vannamei dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian

kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut

cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di

bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas
4

(segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas

pula. Ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang

berbentuk runcing (Wyban dan Sweeney, 1991). Udang vannamei termasuk genus

Penaeus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian atas dan bawah, mempunyai

dua gigi di bagian ventral dari rostrum dan gigi 8-9 di bagian dorsal serta mempunyai

antena panjang (Elovaara, 2001).

Menurut Kordi (2007), juga menjelaskan bahwa kepala udang vannamei

terdiri dari antena, antenula, dan 3 pasang maxilliped . Kepala udang vannamei juga

dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda).

Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan.

Pada ujung peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada

8 kaki ke-1, ke-2, dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas, ada bagian abdomen

terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang

membentuk kipas bersama-sama telson (Suyanto dan Mujiman, 2004).

2.2 Siklus Hidup

Siklus Hidup Menurut Toro & soegiarto (1979) dan King & King (1995) di

alam, udang dari suku Penaeidae hidup dalam dua fase yaitu: fase di tengah laut dan

fase di perairan muara sungai sebagai berikut: Fase di tengah laut (paneluran) Udang

dewasa hidup dan berbiak di tengah laut (jauh dari pantai). Beberapa saat sebelum

kawin, udang betina berganti kulit terlebih dahulu. Matang telur ditandai dengan

ovari yang memanjang di bagian dorsal, melebar ke kiri dan kanan, berwarna
5

kehijauhijauan sampai hijau tua atau coklat tua. Keadaan tersebut biasanya

menandakan udang betina sudah siap bertelur dan spermatophora telah diterima dari

udang jantan (Pratiwi, 2008). Induk udang matang telur akan melepaskan telur-

telurnya (berpijah) di laut pada malam hari. Telur-telur diletakkan di dasar laut dan

akan menetas, menjadi larva (dalam bentuk beberapa tingkatan) dan bersifat

planktonik. Tingkatan larva pertama dan selanjutnya adalah: nauplius Æ zoea

(protozoea) Æ mysis Æ post larva (juvenil). Larva akan terbawa arus hingga ke

daerah mangrove (yang dekat dengan muara sungai) atau ke daerah-daerah asuhan

(Pratiwi, 2008).

Fase di perairan muara sungai “Post larva” (juvenil) hidup secara merayap

atau melekat pada benda-benda di dasar perairan. Juvenil (anakan udang) banyak

sekali dijumpai di pantai-pantai terutama di perairan muara sungai daerah hutan

mangrove yang berfungsi sebagai tempat berlindung (asuhan) dan tempat mencari

makan (feeding ground). Anakan udang hidup menyesuaikan diri pada salinitas yang

bervariasi antara 4-35% 0 dengan suhu yang cukup tinggi dan tumbuh hingga

menjadi juvenil muda serta siap bermigrasi kembali ke laut hingga dewasa

untuk melakukan siklus berikutnya (Pratiwi, 2008).


6

2.3 Habitat Dan Penyebaran

Udang memiliki habitat yang berbedabeda tergantung dari jenis dan

persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Sebagian besar

udang hidup di laut, yang keberadaannya di perairan dengan bentuk tubuh yang

bersegmen-segmen, sehingga mudah berjalan dan berenang dengan cepat (Joesoef,

1974 dalam Pratiwi, 2008).

Habitat yang disukai udang pada umumnya adalah dasar laut yang bersubstrat

lunak dan biasanya terdiri dari campuran lumpur dan pasir. Pada umumnya udang

bersembunyi di siang hari untuk mengindari predator, banyak di antaranya hidup

dalam lubang di pasir, di terumbu karang yang hidup dan yang mati atau di bawah

batu-batu (Toro & Soegiarto, 1979 dalam Pratiwi, 2008).

2.4 Pakan Dan Kebiasaan Makan

Udang bersifat pemakan segala (omnivora), detritus dan sisa-sisa organic

lainnya baik hewani maupun nabati. Dalam mencari makan udang mempunyai

pergerakan yang terbatas, tetapi udang selalu didapatkan di alam oleh manusia,

karena udang mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri dengan makanan yang

tersedia di lingkungannya dan tidak bersifat memilih (Putri, 2005). Moriarty (dalam

toro & soegiarto, 1979) berdasarkan penelitiannya, makanan dari beberapa jenis

udang penaeus seperti: p. esculentus, p. peblejus, p. merguiensis dan metapenaeus

bennettae bersifat omnivora, memakan apa yang tersedia di alam (pratiwi, 2008).
7

2.5 Pertumbuhan

Menurut Supono (2006), dalam (Hanny, 2017) Pertumbuhan (berat) udang putih

sangat dipengaruhi oleh manajemen pakan yang digunakan. Kelebihan pakan akan

mempercepat pertumbuhan tetapi menurunkan kualitas lingkungan tambak,

sedangkan kekurangan pakan menyebabkan kualitas lingkungan baik, tetapi

pertumbuhan lambat. Sedangkan pemberian pakan yang optimal akan mendukung

pertumbuhan dan kualitas lingkungan tambak yang baik.

2.6 Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup merupakan persentase organisme yang hidup pada

akhir pemeliharaan dari jumlah seluruh organisme awal yang dipelihara dalam

suatu wadah (Effendie, 1985). Selanjutnya Royce (1973), menyatakan bahwa

kelangsungan hidup sebagai salah satu parameter uji kualitas benur adalah

peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas adalah

kematian yang terjadi pada sesuatu populasi organisme yang dapat menyebabkan

turunnya populasi.

Perbedaan salinitas tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup udang

vaname, pada salinitas rendah udang vaname masih bisa hidup karena udang vaname

yang bersifat euryhaline dan pemeliharaan yang diusahakan sebaik mungkin, serta

cara aklimatisasi yang tepat dengan menurunkan salinitas sedikit demi sedikit agar

udang tidak mudah stres. Udang bisa bertahan hidup pada salinitas 0 - 50 ppt Pillay

(1990), salinitas 0,5-38,3 ppt Saoud dkk. (2003), salinitas 1 – 40 ppt Bray dkk.(1994).
8

III. METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Budidaya Udang dilaksanakan pada hari sabtu – ahad ,

tanggal 20-21 April 2019, pukul 10.00 WITA sampai dengan selesai. Praktek lapang

bertempat di Desa Ovulua, Pelawa, Kampal, dan tindaki, Kabupaten Parigi Moutong,

Provinsi Sulawesi Tengah.

3.2 Alat dan Bahan

Aapun alat dan bahan yang digunakan pada praktek lapang ini, antara lain

terdapat pada table 1 di bawah ini:

Tabel 1. Alat dan Bahan

No Alat Dan Bahan Kegunaan


1. Alat Tulis Menulis Mencatat
2. Kamera Mengambil Dokumentasi / Gambar
3. Perekam Suara Merekam Suarah Narasumber

3.3 Prosedur kerja

Prosedur kerja yang di lakukan pada saat praktek lapang adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat tulis menulis dan kamera untuk mengambil dokumentasi.

2. Mengambil dan menyiapkan kertas yang berisi pertanyaan untuk narasumber.

3. Menanyakan proses awal hingga akhir dari budidaya.

4. Mencatat hal-hal yang penting dari narasumber / seorang pembudidaya.

5. Mengambil dokumentasi pada saat di lapangan.


9

3.4 Analisa Data

Jenis data yang di pakai dalam praktek lapang ini yaitu ada dua macam, yang

pertama adalah data primer yang berasal dari hasi wawancara langsung ke petambak

dengan mengunakan kuisioner yang telah dibuat sebelumnya. Data ke dua adalah data

sekunder yang di dapatkan melalui studi kepustakaan dari berbagai sumber, baik

publikasi yang bersifat resmi seperti jurnal penelitian, buku, dll.


10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Lapang

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu sebagai

berikut :

4.1.1 Lokasi dan tata letak bangunan

Lokasi dan Tata letak Bangunan Tambak di Parigi, Tindaki dan Lalombi

Kabupaten. Parigi Moutong, Provinsi. Sulawesi Tengah. Peta lokasi terlihat pada

gambar 2a dan 2b.

Gambar 2a. BBIP Parigi Gambar 2b. Tindaki

(Google map) (Google map)

Gambar Google Maps lokasi praktek lapang teknologi budidaya udang

memiliki Luas tambak udang vaname di kampal 27,5 x 27,5 m, di Tindaki luas

tambak 40 x 40 m udang kaki putih (Penaeus vannamei) dibudidayakan secara sistem

supra intensif.
11

4.1.2 Desain dan tata letak bangunan

Gambar 3. Desain dan tata letak bangunan Tambak di Avulua

Tambak budidaya supra intensif yang ada di Avulawa menggunakan terpal

dan baja ringan, sela2 penutup menggunakan papan supaya air tidak terlalu press ke

pinggir kolam. Untuk terpal menggunakan PE Terpaulin Korean. Ukuran bak kolam

1 5x6 ketinggian kolam 1,5 m luasnya, kolam 2 6x6 dgn ketinggian 1,5 m juga. Tata

letak bangunan yang ada di avulua dapat di lihat dari gambar yang ada di atas.

Tambak budidaya yang beroperasi ada dua, dan Mees terdapat 2, dan tersedia juga

dapur dan WC serta tempat parkiran yang luas.


12

Gambar. Tata letak bangunan tambak pa made


13

Gambar 4. Tambak di kampal

Tambak budidaya supra intensif yang ada di kampal menggunakan beton

yang berbentuk persegi (mati sudut) yang bertujuan untuk memudahkan arus yang di

buat oleh kinsir, luasan lahan 27,5x27,5, ketinggian air 2,5-3 m, tambak di kampal

memiliki tempat pembenihan, laboratorium, rumah jaga yang membantu proses

budidaya berlangsung.
14

Desain tambak pa made

Ket :

A = Tambak yang tdk beroperasi F=R


B = Tambak budidaya G = Parkiran
C = Dapur H=
D = Tempat pakan
E = Gudang
15

4.1.3 Fasilitas Budidaya

Fasilitas Budidaya yang digunakan di tambak Parigi, Tindaki Dan Maleali, ada

beberapa fasilitas yang digunakan dalam proses budidaya udang sebagai berikut,

terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Fasilitas budidaya yang digunakan.

N Gambar Nama Alat Kegunaan


o

1. Pipa air Mengisi air/tandon

2. Pipa saringan Menyaring sisa pakan

Kincir

3. Kincir Menyuplai Oksigen

4.

Blower Membagi oksigen


16

5.

Mesin Lampu dan kincir

6 Mesin Listrik

Pipa Pembuangan limbah


7

Jaring Biosecurity
17

4.1.4 Fasilitas Pendukung

Fasilitas pendukung di pelawa adalah, mess karyawan, ruang makan karyawan,

pos jaga keamanan perusahaan, rumah pompa, rumah genset, gudang penyimpanan

pakan, laboratorium, gensert, ruang pencuci alat, pendukung kegiatan produksi.

4.2 Kegiatan Budidaya

4.2.1 Persiapan Tambak

Persiapan adalah tahapan yang dilakukan terlebih dahulu sebelum tambak

dioperasionalkan. Persiapan ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa pakan seperti

lumpur dan lumut dari siklus sebelumnya untuk mencegah terjadinya penyakit pada

udang yang ditimbulkan akibat kebersihan tambak yang tidak terjaga.

Persiapan tambak sangat berpengaruh pada keberhasilan budidaya sebanyak,

jika persiapan dan pembuatan tambak baik maka keberhasilan tersebut dapat kita raih.

Sebelum tambak dioperasionalkan, langkah-langkah persiapan tambak terlebih

dahulu meliputi pengeringan tambak, pembersihan tambak, perbaikan sarana dan

prasarana serta pengisian air.

Persiapan tambak di Desa avulua, mulai pembangunan dari desember. untuk

persiapan buat kolam dari baja ringan unutk rangka, unutk sela2 penutup

menggunakan papan supaya kalau ada air tidak terlalu press ke pinggir kolam. Untuk

penggunaan terpal menggunakan PE Terpaulin Korean, terpal ini sebenarnya bukan

terpal untuk budidaya, tapi karena agak tebal ukurannya. Ukuran bak kolam 1 5x6

ketinggian kolam 1,5 m luasnya, kolam 2 6x6 dgn ketinggian 1,5 m juga. Kenapa
18

beda ukuran ? karena masih uji coba pertama. Untuk persiapan memakan waktu

sekitar 1 bulan. Mulai dari pembuatan pondasi kolam, pemmasangan terpal, sampai

perakitan untuk instalasi oksigennya.

4.2.1.1 Perbaikan alat dan kontruksi tambak

Pada tahap ini dilakukan pencucian kincir dan penambahan oli pelumas

sebanyak 2 liter oli per dinamo kincir serta mengecek kesiapan alat tersebut untuk

dioperasikan kembali. Blower dihidupkan beberapa saat untuk mengetes kelancaran

pemakaian, karena blower yang tidak dipergunakan beberapa bulan pasca panen

biasanya akan mengalami kemacetan begitupun dengan pompa air laut harus

dilakukan pengetesan terlebih dahulu sebelum dioperasikan. Selain persiapan alat,

dilakukan juga perbaikan instalasi dasar tambak yang meliputi perbaikan klem pipa

aerasi.

4.2.1.2 Pembersihan dan pencucian dasar tambak

Pembersihan adalah langkah awal sebelum melakukan budidaya dan

pembersihan dan pencucian juga di lakukan pada saat selesai panen. Pencucian dasar

dan dinding tambak dengan bantuan alat sikat dan steam machine dengan

mengalirkan air tawar, tujuannya untuk membersihkan lumut dan tritip yang

mengering di dalam petak tambak, penggunaan air tawar dalam pembersihan tambak

bertujuan untuk meminimalisir tumbuhnya penyakit yang terdapat pada air laut
19

4.2.1.3 Pengeringan dasar tambak

Pengeringan dasar tambak dilakukan selama 10 hari dibawah sinar matahari

penuh sesudah pembersihan dasar tambak. Tujuan pengeringan tambak yaitu untuk

menguapkan zat-zat beracun yang bersifat toksik seperti amoniak (NH3), nitrit

(NO2), asam hydrogen sulfida (H2S) yang dihasilkan dari sisa pakan dan kotoran

udang dan dapat diuraikan oleh bakteri pengurai dibantu dengan sinar matahari serta

memutuskan rantai penyakit dari siklus sebelumnya.

4.2.1.4 Pengapuran dan Pemupukan

Pengapuran dan pemupukan tambak supra intensif yang berada di kabupaten

parigi moutong, tidak melakukan pengapuran dan pemupukan pada saat persiapan

tambak, karna kualitas air laut yang digunakan masih sangat baik dijadikan sebagai

suplay air budidaya dan mampu mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia

pencemar, namun dalam fase produksi ada kalanya mereka memberikan molase untuk

merangsang pertumbuhan plankton dan pemberian kapur untuk mempertahankan pH

air pada tambak.


20

4.2.1.5 Pengisisan air

Proses pengisian air dilakukan dengan menggunakan pompa submersible,

pemasangan pompa sumber air laut berjarak 15 m dari batas pantai dengan panjang

pipa yang digunakan 100 meter dengan kedalaman ± 7 m. Proses pengisian air laut

tersebut dilakukan secara langsung mengambil dari laut tanpa menggunakan tandon.

Proses pengisian tersebut berlangsung selama dua hari dengan menyalakan pompa air

laut hingga ketinggian air setinggi 200 cm untuk tambak berukuran 729 m2.

Tambak supra intensif yang berlokasi di desa kampal dan tindaki pada

penebaran awal ketinggian air berada pada batas 2 meter, kemudian setiap pagi hari

dilakukan penambahan air 0,5 cm yang bertujuan untuk mengencerkan plankton

untuk menjaga agar tidak terjadi blooming plankton, serta memperbaiki kondisi

parameter kualitas air terkhusus bahan-bahan organik yang terlalu pekat. Proses

pengisian air tersebut berlangsung selama 8 hari pemeliharaan tanpa adanya

pembuangan air melalui central drain, hal tersebut dilatarbelakangi oleh ukuran PL

yang baru ditebar sangat kecil dan masih rentan serta mengantisipasi agar benur

udang tidak tersangkut pada waring yang melapisi paralon pada sisi-si central drain

yang terbawa oleh air yang keluar sehingga perlu untuk menunggu hingga kondisi

benur tersebut stabil dan kuat melawan arus.


21

Berdasarkan hasil pengamatan, ketinggian air tambak udang supra intensif

dalam kisaran 2,5-3 m dengan ketinggian tambak 3 meter. Hal ini dikarenakan

kepadatan udang vaname yang tinggi dengan kisaran kepadatan 1000 ekor/m2 serta

habitat udang vaname yang dapat memanfaatkan semua badan air, sehingga

ketinggian air tersebut mampu memberikan ruang gerak untuk aktivitas udang.

4.2.1.5 Pemberantasan hama

Pemberantasan hama di lakukan dengan cara penerapan biosecurity seperti

memasang waring di sekeliling tambak untuk mencegah hewan lain masuk pada

tambak budidaya, namun selama proses budidaya berlangsung belum ada hama yang

menjadi penggangu proses budidaya udang vaname di Desa Ovulua, Pelawa, Kampal,

dan tindaki, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah.

4.2.2 Penanganan Benur

proses penebaran benur, anda harus memerhatikan suhu lingkungan sekitar

benur, tepatnya saat berada di dalam plastik. Keberhasilan penebaran dipengaruhi

oleh penyesuaian suhu antara plastik benur dengan tambak. Umumnya, suhu pada

plastik benur termasuk rendah. Maka, sebaiknya anda melakukan penebaran pada dini

hari menjelang subuh, karena pada saat itu suhu tambak masih dalam kondisi rendah.

Berikut ini caranya


22

4.2.2.1 Sumber benih/benur dan pengangkutannya

Sumber benur dari PT. Prima benur bali, Benur yang digunakan yaitu benur

berkualitas, karena mutu kualitas benur tersebut merupakan salah satu faktor penentu

keberhasilan pembesaran udang vaname. Benur tersebut sudah tersertifikasi bebas

SPF (Spesific Pathogen Free) dan SPR (Spesifik Pathogen Resistance). Secara visual

benur sudah cukup baik dengan ukuran PL 5, gerakannya aktif, ukuran benur cukup

seragam serta tidak bergerombol atau menyebar di dalam kantong benur. Benur yang

ditebar berasal dari perusahaan pembenihan udang yang berada di daerah Makassar

(cabang perusahaan).

Kualitas benur yang ditebar sangat menentukan keberhasilan budidaya udang,

dan benur yang berkualitas dapat diperoleh dari hatcher, terkait mengenai kriteria

benur yang ditebar, tidak sesuai yang dilakukan dilapangan bahwa PL yang

digunakan stadia PL 5. Pengangkutan Benur menggunakan Pesawat terbang, benur

dimasukkan dalam kantong plastik yang telah diisi oksigen dan dimasukkan dalam

styrofoam dan diberikan es diantara kantongan untuk menjaga suhu agar tetap stabil.

4.2.2.2 Aklimatisasi

Aklimatisasi benur yang ada di Desa Ovulua, Pelawa, Kampal, dan tindaki,

Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. memerlukan waktu sekitar 30

menit. Sebelum penebaran dilakukan terlebih dahulu mengukur parameter kualitas air

yang ada di dalam kantong benur untuk mengetahui perbedaan parameter kualitas air

di tambak dengan parameter kualitas air di kantong benur.


23

Parameter kualitas air yang diamati antara lain DO, pH, salinitas, dan suhu

pada media dalam kantong benur. Sebelum proses penebaran benur berlangsung,

terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi benur, tujuan aklimatisasi tersebut bertujuan

untuk menyesuaikan kondisi benur dengan lingkungan perairan yang baru agar benur

yang ditebar tidak mengalami stres akibat perbedaan parameter kualitas air.

4.2.2.3 Penebaran Benih/benur

Benur di tebar pad pukul 16.47 WIB, karena pada sore hari suhu tidak terlalu

tinggi sehingga tidak menyebabkan benur menjadi stres. Waktu penebaran dilakukan

sore hari atau menjelang matahari terbenam, pukul 16.00 - 18.00, atau pagi hari

setelah matahari terbit sampai pukul 09.00 WIB karena pada waktu ini kondisi

fluktuasi suhu, parameter air dan lingkungan tidak banyak berubah. Setelah proses

aklimatiasi selesai, kantong plastik benur dibuka dan benur sedikit demi sedikit

ditebar ke dalam petakan tambak (Farchan, 2006).

Kegiatan penebaran benur tersebut memerlukan proses aklimatisasi terlebih

untuk menyesuaikan kondisi lingkungan pada udang yang berasal dari lingkungan

yang baru. Serta dapat menekan mortalitas yang terjadi pada saat proses pengiriman.

Proses aklimatisasi tersebut dilakukan pada saat sore hari dimana terik dari pancaran

sinar matahari sudah mulai berkurang.


24

4.2.3 Pemeliharaan

4.2.2.1 Manajemen pakan

Pakan yang digunakan diproduksi oleh PT. Central Proteina Prima.

Pemberian pakan ini disesuaikan dengan umur atau size udang yang kita pelihara.

Hal ini sesuai dengan pendapat Adiwijaya (2004), yang menuliskan bahwa pada

umumnya pakan yang akan diberikan untuk udang berupa pakan pellet dan crumble

Gambar 2. Kontrol Anco

Pakan ditebar di sekeliling petakan tambak. Penebaran pakan dilakukan

secara merata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Diah ayu Lestari, bahwa syarat

terpenuhinya pemberian pakan yang baik adalah merata, agar setiap individu udang

memperoleh bagian pakan yang sama, sehingga diharapkan udang budidaya akan

seragam.
25

Pemberian pakan tergantung dari pembudidaya, di desa pelawa dan kampal

Pemberian pakan sehari 6 kali, jam 6 pagi, jam 10 pagi, jam 2 siang, jam 6 sore, jam

10 malam, jam 2 malam. Semua jumlahpakan sama tiap kolam, karna dihitung dari

kebutuhan pakan 1 hari/6 kali jam makan dengan kandungan protein pakan 30%.

Kegiatan praktek lapang udang kaki putih (P. vannamei) di Parigi dan Tindaki

melakukan pemberian pakan dalam satu hari satu malam 8 x dengan perbandingan

pakan 1:3 Pakan-pakan yang diberikan sangat penting dalam pemeliharaan dan perlu

adanya pengontrolan yang ketat berdasarkan jam pakan dan pengontrolan pada anco.

4.2.2.2 Manajemen kualitas air

Gambar 2. Kualitas air di pelawa

Salah satu faktor yang berperan menentukan keberhasilan budidaya udang

adalah pengelolaan kualitas air. Pengukuran kualitas air selama pemeliharaan udang

penting dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang terjadi akibat perubahan salah
26

satu parameter kualitas air. Dengan mengetahui gejala tersebut maka langsung dapat

mengambil tindakan untuk mengatasi perubahan tersebut karena akan berpengaruh

terhadap kelangsungan hidup biota yang dipelihara (Dia Ayu Lestari). Kegiatan

praktek lapang udang kaki putih (P. vannamei) di Parigi dan Tindaki sudah tidak

melakukan pengontrolan kualitas air karena manajemen kualitas airnya masih baik

tanpa melakukan treatment. Tetapi menurut Banun dkk. 2007 kualitas air dalam

tambak budidaya perlu dilakukan pengontrolan untuk mengtahui kondisi air

budidaya. kualitas air harus berada pada kondisi optimal dan diukur lengkap untuk

mendapatkan data akurat yang menjadi acuan untuk pengukuran kualitas air, adanya

bakteri dan patologi yang ada dalam tambak.

4.2.2.3 Manajemen kesehatan

Pengamatan penyakit udang di Desa Ovulua, Pelawa, Kampal, dan tindaki,

Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah hanya menggunakan

pengamatan Visual untuk mengetahui apakah udang tersebut terserang penyakit atau

tidak dan biasanya mereka mengamatinya lewat anco.


27

4.2.2.4 Sampling

Sampling dilakukan tiga hari sekali. Hal ini dilakukan sesuai dengan

teknologi budidaya yang dipakai yaitu Supra intensif dengan kepadatan udang yang

dimiliki dalam kisaran 1000 ekor/m2, sehingga kontroling terhadap biota semakin

ditingkatkan. Sampling dilakukan menggunakan anco pada DoC 15 hingga DoC 60,

setelah umur pemeliharaan udang lebih dari 60 hari sampling dilakukan dengan

menggunakan jala. Parameter yang diukur dalam sampling yaitu berat rata-rata udang

(ABW) dan pertambahan berat rata-rata udang per hari (ADG)

4.2.4 Pemanenan dan pemasaran hasil

Panen udang supra intensif dilakukan secara parsial dan panen total

disesuaikan dengan harga pasaran yang bagus serta kondisi bobot udang yang sudah

ditargetkan sebelumnya untuk panen parsial serta panen total sehingga dapat

menguntungkan secara finansial. Diah Ayu Lestari salah seorang mahasiswa alumni

Untad Prodi Akuakultur angkatan 2005 yang kini bekerja dilokasi praktek lapang

menyatakan bahwa panen dapat dilakukan secara total maupun parsial, tergantung

dari permintaan pasar.


28

4.2.4.1 Penen parsial

Panen parsial atau selektif dilakukan hanya sebagian biomassa yang dipanen.

Untuk panen parsial dapat dilakukan lebih dari satu kali panen. Panen parsial pertama

dilakukan setelah umur pemeliharaan 65 hari saat berat udang sudah mencapai 100 gr

atau size 100, panen parsial kedua pada saat target udang mencapai size 65 sampai

68. Panen parsial dapat dilakukan seminggu sekali hingga mencapai panen total, serta

panen tersebut dilakukan dengan menggunakan jala atau petara

4.2.4.2 Panen total

Panen total dapat dilakukan pada target size 37 sudah memasuki DoC 120 hari

dengan berat tubuh 37 gr/ekor. Panen total dilakukan tidak berpatokan terhadap

ukuran udang saja melainkan monitoring pada kondisi kesehatan udang tersebut yang

di perhatikan (Diah Ayu Lestari). Panen total yaitu panen yang dilakukan secara

keseluruhan biomassa di dalam tambak

4.2.4.3 Pemasaran Hasil

Kegiatan praktek lapang udang kaki putih (P. vannamei) di Parigi dan Tindaki

udang kaki putih dipanen setelah berumur sekitar 65 hari dengan size berkisar antara

30, 40, 50 gram/ekor. Pemasaran hasil di Makasaar dan lain-lain. Teknik yang

digunakan saat panen tergantung dari ukuran dan sistem pemeliharaan yang

digunakan serta ketersediaan tenaga kerja. Udang kaki putih dapat dipanen setelah

berumur sekitar 62 hari dengan berat tubuh berkisar antara 16-20 gram/ekor.
29

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Budidaya udang vaname di Desa Ovulua, Pelawa, Kampal, dan tindaki,

Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Memiliki sumber air yang

baik dan layak untuk budidaya, sehinga air laut langsung di alirkan ke dalam petakan

tambak, sehingga budidaya tidak banyak memiliki kendala dan masala-masalah pada

saat budidaya, hal tersebut tentunya memudahkan dan menjanjikan hasil yang

memuaskan pada saat panen, hanya saja setiap petambak memiliki perlakuan atau

cara kerja yang berbeda-bedah.

5.2 Saran

Saran saya dalam praktek lapang ini agar ke depanya bias menamba ilmu

pengetahuan bagi mahasiswa akuakultur sebaiknya prakteknya lebi di fokuskan pada

teknologi budidayanya dan cara pengaplikasiannya.

Anda mungkin juga menyukai