Anda di halaman 1dari 20

TUGAS BUDIDAYA PAKAN ALAMI

Budidaya Cacing Sutra (Tubifex sp)

KELOMPOK 2

Disusun oleh:

Ilham Agung Hernowo 26010215140068


Tiara Dwimastuti Suratno 26010215140070
Muhammad Ibnu Shina 26010215140069
Muhammad Annas Firdaus 26010215140067
Kartika Sulistyaning Ratri 26010215140066
Masfuaah 26010215130065

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Subandiyono, M.App.Sc.


19620122 198803 1 002

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
I.Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Usaha budidaya ikan dan udang nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intesif

maupun secara ekstensif. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya

pembenihan ikan dan udang adalah kesediaan pakannya. Dalam penyediaan pakan harus

diperhatiakan beberapa faktor yaitu jumlah dan kualitas pakan, kemudahan untuk

menyediakannya serta lama waktu pengambilan pakan yang berkaitan dengan penyediaan

makanan yang dihubungkan dengan jenis dan umurnya.jenis pakan yang dapat diberikan pada

ikan dan udang berupa pakan alami maupun pakan buatan. Ketersediaan pakan alami

merupakan faktor penting dalam budidaya ikan dan udang, terutama pada usaha pembenihan

dan usaha budidaya ikan dan udang. Selain itu pakan alami sebagai sumber makanan ikan

dan udang dapat dilihat dari nilai nutrisinya yang relatif tinggi dimana berkaitan dengan

kalori yang dikandungnya.

Usaha pengembangan budidaya tidak dapat terlepas dari tahap pengembangbiakan

atau pembenihan jenis-jenis organisme unggulan. Ketersediaan benih yang memadai baik dari

segi jumlah, mutu dan kesinambungan harus dapat terjamin agar usaha pengembangan

budidaya dapat berjalan dengan baik. Sampai saat ini usaha pembenihan masih merupakan

factor pembatas dalam pengembangan budidaya di Indonesia untuk organisme-organisme

tertentu. Oleh sebab itu, usaha pembenihan diperlukan pakan alami untuk menunjang.

Salah satu diantara pakan alami adalah cacing sutra atau juga dikenal dengan Tubifex .sp.

Cacing sutra ini menjadi favorit bagi semua benih ikan yang sudah hilang ketersedian kuning

telurnya memakan pakan alami. Cacing sutera ini biasanya diberikan dalam keadaan hidup

atau masih segar ke dalam air karena lebih di sukai ikan.


Cacing sutera (Tubifex sp) cukup mudah untuk dijumpai, dan jika dibudidayakan tidaklah
sulit untuk melakukannya.Kemampuanya beradaptasi dengan kualitas air yang jelek
membuatnya bisa dipelihara di perairan mengalir mana saja, bahkan pada perairan tercemar
sekalipun. Hal ini diperkuat oleh Pardiansyah et al.,(2014) yang menyatakan bahwa
Kebanyakan cacing sutra ditemukan pada bahan organik dan perairan dengan polusi tinggi,
karena pada umumnya cacing sutra dapat beradaptasi pada oksigen rendah. Cacing sutra
mempunyai habitatlingkungan dengan konduktivitas tinggi, kedalaman rendah, sedimen liat-
berpasir atau liatberlumpur, kecepatan arus rendah, dan jumlah yang berubah-ubah dari bahan
organik.Selain itu juga bias bertahan lama hidup di air dan nilai gizi yang ada pada cacing ini
cukup baik untuk pertumbuhan ikan. Berbagai keunggulan ini membuat Cacing sutera
(Tubifex sp) menjadi primadona pakan alami bagi dunia pembenihan

1.2 Tujuan

a.Mengetahui bagaimana tentang siklus hidup cacing sutra (Tubifex sp)

b.Mengetahui metode budidaya cacing sutra (Tubifex sp) meliputi teknik,wadah,

parameter,media, hingga proses panen

c.Mengetahui nilai nutrisi, kelebihan-kekurangan cacing sutra (Tubifex sp) sebagai pakan

alami

d.Mengetahui Permasalahan dan Solusinya dalam budidaya cacing sutra (Tubifex sp)
II.Pembahasan
2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Cacing sutra (Tubifex sp), menurut Gusrina (2008) memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Filum : Annelida

Kelas : Oligochaeta

Ordo : Haplotaxida

Famili : Tubifisidae

Genus : Tubifex

Spesies: Tubifex sp
Cacing ini memiliki bentuk dan ukuran yang kecil serta ramping dengan panjangnya

1-2 cm, sepintas tampak seperti koloni merah yang melambai-lambai karena warna tubuhnya

kemerah-merahan, sehingga sering juga disebut dengan cacing rambut. Cacing ini merupakan

salah satu jenis benthos yang hidup di dasar perairan tawar daerah tropis dan subtropis,

tubuhnya beruas-ruas dan mempunyai saluran pencernaan, termasuk kelompok Nematoda.

Cacing sutera hidup diperairan tawar yang jernih dan sedikit mengalir. Dasar perairan yang

disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik. Makanan utamanya adalah

bagian-bagian organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan tersebut.hal ini

diperkuat oleh Pardiansyah et al.,2014 yang menyatakan bahwa Cacing sutra mempunyai

habitat lingkungan dengan konduktivitas tinggi,kedalaman rendah, sedimen liat-berpasir atau

liat-yang berubah-ubah dari bahan organik.

2.2 Siklus Hidup

Tubifex bersifat hermaprodit.Pada satu organisme mempunyai 2 alat kelamin.Telur

Tubifex dihasilkan oleh cacing yang mengalami kematangan kelamin betina dan dibuahi oleh

cacing lain yang mengalami kematangan sel kelamin jantan.Pembuahan menghasilkan kokon.

Kokon yaitu suatu bangunan berbentuk bulat telur yang berukuran panjang kira-kira 1,0 mm

dan garis tengahnya 0,7 mm.Kokon ini dibentuk oleh kelenjar epidermis dari salah satu

segmen tubuh cacing yang disebut klitelum.Telur yang ada didalam tubuh mengalami

pembelahan,selanjutnya berkembang membentuk segmen-segmen.Setelah beberapa hari

embrio Cacing Tubifex sp akan keluar dari kokon.Jumlah telur dalam setiap kokon berkisar

antara 4 5 buah.Tubifex mempunyai siklus hidup yang relatif singkat yaitu 50 57 hari.

Induk tubifex dapat menghasilkan kokon setelah berumur 40 45 hari.Sementara proses

perkembangan embrio didalam kokon berlangsung selama 10 12 hari.

Reproduksi Tubifex sp
Reproduksi Tubifex sp

Cacing Tubifex sp dewasa dapat menghasilkan kista telurnya yang dapat bertahan

dalam kekeringan selam dua minggu dan lebih lama lagi pada daerah pembuangan yang

ditutupi oleh sampah.Pada siklus hidup cacing sutra harus sangat diperlukan suatu

pengelolaan kualitas air yang baik, karena kurangnya nutrisi pada media pada budidaya dapat

menyebabkan kurangnya asupan pakan cacing sutra tersebut.Pakan untuk cacing sutra sendiri

adalah bahan-bahan organik yang telah terurai dan mengendap didasar perairan.Hal ini

diperkuat oleh Cahyono et al. (2015) yang menyatakan bahwa daur hidup cacing sutera dari

telur, menetas hingga menjadi dewasa serta mengeluarkan kokon dibutuhkan waktu sekitar

50-57 hari, sehingga pemanenan dilakukan pada hari ke 50 dengan harapan bahwa pada

waktu tersebut merupakan titik puncak populasi dan biomassa cacing sutera sebelum terjadi

kematian sehingga menyebabkan populasi dan biomassa menurun.Hal ini diperkuat juga oleh

Nurftriani et al. (2014) yang menyatakan bahwa media memegang peranan penting dalam

budidaya cacing sutera, kurangnya nutrisi pada media budidaya dapat menyebabkan

kurangnya asupan makanan sehingga menyebabkan rendahnya biomassa dan kandungan

nutrisi cacing sutera. Makanan utama cacing yaitu bahan-bahan organik yang telah terurai

dan mengendap didasar perairan.


2.3 Metode Budidaya

; Habitat dan Sifat

Cacing Tubifex banyak hidup di perairan tawar yang airnya jernih dan sedikit mengalir.

Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik. Makanan

utamanya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan.

Cacing ini akan membenamkan kepalanya masuk ke dalam lumpur untuk mencari makanan.

Sementara ujung ekornya akan disembulkan di atas permukaan dasar untuk bernafas.

Perairan yang banyak dihuni oleh cacing ini sepintas tampak seperti koloni lumut merah yang

melambai-lambai. Kebiasaan makan dan cara makan cacing sutra ialah memakan detritus,

alga benang, diatom atau sisa-sisa tanaman yang terlarut di lumpur dengan cara cacing

membuat lubang berupa tabung dan menyaring makanan atau mengumpulkan partikel-

partikel lumpur yang dapat dicerna di dalam ususnya. Cacing sutra tumbuh optimal pada

suhu 18 - 20 C. Pada suhu di atas 35C cacing ini mati dan pada suhu dibawah 5C

dalam keadaan tidak aktif. Seperti biota air lain, cacing Tubifex membutuhkan oksigen untuk

pernafasannya. Oksigen optimum untuk hidup dan berkembang biak adalah 3-8 ppm.Cacing

Tubifex adalah hewan air tawar sehingga sangat peka terhadap perubahan salinitas. Cacing

Tubifex tidak menyukai sinar, sehingga mudah ditemukan pada tempat-tempat yang teduh

(Pardiansyah et al., 2014).

Marian dan Pandian (1989) dalam Supriyono et al. (2015) menyatakan bahwa cacing sutra

dapat tumbuh dengan baik pada perairan yang memiliki kandungan bahan-bahan organik

tinggi dan dapat beradaptasi pada perairan dengan oksigen terlarut rendah.
; Budidaya Cacing Sutra

1.Teknik Budidaya

Budidaya cacing rambut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a Persiapan pertama untuk budidaya cacing rambut adalah persiapan bak pemeliharaan.

Mula-mula bak dikeringkan, kemudian ditaburi dengan media budidaya.

b Perbandingan media yang digunakan adalah kotoran ayam segar / dedak halus

sebanyak 50 % dan lumpur sebanyak 50 % dengan tinggi media 5 cm. Pemupukan

ulang dilakukan setiap minggu dengan menggunakan kotoran ayam atau dedak halus

sebanyak 9 %.

c Bak pemeliharaan cacing rambut kemudian dialiri air dengan debit 900 menit.

d Bibit cacing rambut ditebar sehari sesudah media kultur dialiri air. Penebaran

bibit dimulai dengan membuat lubang kecil-kecil di atas petakan. Jarak antar

lubang 10 - 15 cm. Lubang ini diisi dengan koloni bibit cacing 10 ekor / lubang.

e Bak pemeliharaan cacing rambut dialiri air setiap saat dengan debit kecil (ada aliran

air). Aliran air ini berfungsi untuk menjaga kualitas air.

f Hal lain yang perlu dikontrol adalah konsentrasi amoniak (NH3) dalam air. Gas

beracun ini biasanya dihasilkan dari proses pembusukan bahan organik, terutama

kotoran ayam. Konsentrasi NH3 yang terlalu tinggi dapatmengakibatkan kematian

massal cacing rambut. Oleh karena itu, aliran air yang kecil diperlukan untuk

membuang gas NH3.

g Masa pemeliharaan cacing rambut sekitar 2 minggu. Bila kondisi lingkungan cocok

dan jumlah pakannya cukup, bibit cacing rambut akan berkembang dengan cepat.

h Pemanenan cacing rambut dilakukan setelah 2 bulan pemeliharaan dan dapat

dipanen setiap hari dengan metode panen acak.

i Pemanenan dilakukan dengan menggunakan serokan dari terilin. Cacing rambut

yang didapat dan masih bercampur dengan media budidaya dimasukkan ke dalam

ember atau bak yang diisi air, kira-kira 1 cm di atas media budidaya agar cacing
rambut naik ke permukaan. Ember ditutup hingga bagian dalam menjadi gelap dan

dibiarkan selama 6 jam. Setelah itu cacing yang menggerombol diambil dengan

menggunakan tangan.

j Dengan cara ini diperoleh cacing tubifex sebanyak 30 - 50 g / m2 per 2 minggu.

2. Bak Pemeliharaan dan Media Budidaya

Budidaya cacing sutra dilakukan dengan menggunakan wadah berupa bak plastik

dengan ukuran panjang 100 cm dan lebar 50 cm, dengan kedalaman 15 cm wadah media.

Lapisan dasar wadah diberi lumpur kolam sedalam 3 cm dengan ketinggian air 2 cm. Cacing

sutra diperoleh dari para pengumpul,kemudian bibit dibersihkan dan ditimbang sesuai dengan

perlakuan sebelum ditebar secara merata ke media budidaya. Padat tebar yang digunakan

adalah 2 mg/cm2. Aliran air yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem resirkulasi

dengan debit air 0,05 l/detik. Air yang berasal dari wadah budidaya lele dialirkan ke wadah

budidaya cacing dan kemudian kembali lagi kedalam wadah budidaya lele. Sampling

dilakukan setiap 10 hari sekali dengan cara memasukkan pipa paralon berdiameter 3 cm ke

dalam substrat sampai ke dasar wadah pada bagian inlet, tengah, dan outlet wadah.

Wadah Budidaya Tubifex sp

Cacing dipisahkan dari subtrat dengan cara mengambil sedikit demi sedikit substrat

kemudian ditaruh pada kaca arlogi untuk mempermudah mengambil cacing yang berada di

substrat tersebut. Cacing yang diperoleh dihitung, kemudian dibilas dengan air yang telah
disiapkan, setelah semua cacing diambil kemudian di keringkan dengan tisu dan ditimbang

(Supriyono et al., 2015)

3. Bibit

Perkembangbiakan cacing rambut dapat dilakukan secara pemutusan ruas tubuh

dan pembuahan secara hemaphrodit. Telur cacing rambut terjadi di dalam kokon, yaitu suatu

bangunan yang berbentuk bulat telur, panjang 1,0 mm dan garis tengahnya 0,7 mm. Kokon

dibentuk oleh kelenjar epidermis dari salah satu segmen tubuhnya yang disebut kitelum.

Telur yang ada di dalam kokon akan mengalami pembelahan menjadi morula.

Selanjutnya embrio akan berkembang menjadi 3 segmen, kemudian berkembang

menjadi beberapa segmen. Setelah beberapa hari, embrio akan keluar melalui ujung kokon

secara enzimatis. Perkembangan embrio dari telur hingga meninggalkan kokonnya

memakan waktu 10 - 12 hari, dan optimal pada suhu 24 C. Setelah meninggalkan kokon,

cacing rambut pertama kali menghasilkan kokon setelah berumur 40 - 45 hari. Jadi daur

hidup cacing rambut dari telur hingga menetas dan menjadi dewasa serta mengeluarkan

kokon membutuhkan waktu 50 - 57 hari (Supriyono et al., 2015).

4.Proses Panen

Panen pertama dapat dilakukan setelah cacing berumur > 75 hari. Untuk selanjutnya

dapat dipanen setiap 15 hari.Ciri dari cacing yang siap dipanen dapat dilihat dari kolam

budidaya lumpur sebagai media pemeliharaan terasa kental bila dipegang.Pemanenan cacing

sutra dilakukan dengan mengambil cacing sutra yg ada dipermukaan bersama lumpurnya.

Setelah lumpur diambil Pemanenan dimasukan ke dalam bak dengan cara bak yang berisi

cacing sutra ditutup dengan plastik hitam selama 1-2 jam agar cacing sutra berkumpul diatas

permukaan lumpur. Setelah cacing sutra berkumpul dipermukaan media kemudian

diambil/dipanen, Setelah terkumpul, hasil panen casut dicuci dg jaring khusus sampai lumpur
halus keluar dan diukur volumenya. Konsep panen cacing sutera ialah mengurangi koloni,

yaitu jika bagian atas dipanen maka bagian bawah cacing akan tumbuh.

2.4 Nilai Nutrisi, Kelebihan-Kekurangan sebagai pakan alam

Cacing sutra (Tubifex sp) memiliki kandungan protein dan lemak yang tinggi.

Kandungan protein cacing sutra berkisar antara 40%-60%. Sedangkan kandungan lemaknya

berkisar antara 13%-21%. Protein sangat dibutuhkan oleh ikan dalam membentuk dan

memperbaiki jaringan dalam tubuh ikan. Protein tinggi dalam makanan juga dapat membantu

ikan untuk memproduksi telur atau sperma dengan kualitas baik dengan jumlah yang relatif

banyak. Lemak juga dibutuhkan oleh ikan sebagai sumber energi untuk bergerak.

Cacing sutra juga sangat membantu dalam proses penjinakan ikan karena hampir semua jenis

ikan, baik karnivora maupun herbivora menyukai cacing sutra. Dalam hal ini bisa membantu

dalam tahap pengenalan pakan buatan kepada ikan. Menurut Adam, et al (2013) yang

menyatakan bahwa cacing sutera (Tubifex Sp), ini mengandung protein yang cukup tinggi

yaitu diatas 50%.

Cacing sutra yang ada dipasaran didapat dari alam. Jadi kemungkinan cacing sutra

tersebut membawa penyakit atau parasit. Untuk mencegah tertular penyakit dari cacing, cuci

sampai bersih cacing dan rendam dalam air bersih sebelum diberikan pada ikan.

Cacing sutra juga tidak dapat bertahan hidup lama apabila tidak adanya perlakuan khusus.

Dan apabila cacing sutra mati, akan menimbulkan aroma yang sangat tidak sedap. Jika cacing

sutra mati dalam aquarium atau kolam ikan, bisa mengakibatkan meningkat jumlah amoniak

secara drastis. Peningkatan amoniak ini bisa menjadi racun bagi ikan dalam aquarium atau

kolam.Perlakuan khusus yang dimaksud dapat berupa pemberian aerator atau bahkan wadah

penyimpanan dialiri dengan air.Yang paling bagus adalah dengan mengairi wadah terus

menerus. Selain bertahan hidup lebih lama, apabila air yang mengairi cacing itu terdapat
bahan makanan yang memadai, tidak menutup kemungkinan cacing malah dapat berkembang

biak walaupun dalam jumlah yang sedikit.

2.5 Permasalahan dan Solusinya

Cacing Sutera (Tubifex sp.) sangat dibutuhkan sebagai pakan alami dalam kegiatan

unit perbenihan, terutama pada fase awal (larva) karena memiliki kandungan nutrisi (protein

57% dan lemak 13%) yang baik untuk pertumbuhan kultivan budidaya.Hal ini diperkuat oleh

(Bardach et al., 1972 dalam Kawania et al., 2012) Tubifex sp. mempunyai kandungan protein

yang tinggi yaitu sebesar 52% sebelum pengeringan dan 50% setelah menjadi Tubifex sp.

kering.

Namun dibalik tingginya protein yang terkandung dalam cacing sutra, saat ini

budidaya Tubifex sp. untuk pakan alami masih belum banyak dilakukan.Ketersediannya

masih mengandalkan pencarian tangkapan alam yaitu dengan cara mengambil langsung dari

sungai atau dari parit saluran air yang mengandung buangan organik tinggi seperti limbah

pasar atau limbah rumah tangga, sehingga kebutuhan dari pakan alami untuk larva masih

sangat terbatas.Hal ini diperkuat oleh Pardiansyah, et al. (2014) yang menyatakan bahwa

keberadaan cacing sutra di alam juga tidak tersedia sepanjang tahun. Pada musim penghujan,

saat kegiatan pembenihan banyak dilakukan, cacing sutra sulit didapatkan. Untuk

meningkatkan produksi cacing sutra, maka cacing sutera perlu dibudidayakan.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka diperlukan budidaya cacing sutera untuk

mengatasi permasalahan yang ada saat ini, dalam mengatasi keterbatasannya produksi cacing

sutera di alam, budidaya cacing sutera juga akan memberkan hasil yang lebih berkualitas

dibanding mengandalkan hasil tangkapan dari alam.Selain itu, menurut (Hutabarat et al.,

2016) menyatakan bahwa tujuan dari mengembangkan budidaya cacing sutera adalah agar

kebutuhan cacing sutera sebagai pakan alami ikan dapat terpenuhi.


Dalam kegiatan budidaya cacing sutera media memegang peran penting serta

keberhasilan di dalamnya, kurangnya nutrisi pada media budidaya dapat menyebabkan

kurangnya asupan makanan sehingga menyebabkan rendahnya biomassa dan kandungan

nutrisi cacing sutera.Makanan utama cacing yaitu bahan-bahan organik yang telah terurai dan

mengendap didasar perairan (Johari, 2012). Menurut (Findy, 2011 dalam Pardiansyah et al.,

2014) menyatakan bahwa hasil penelitian cacing sutra hingga saat ini belum maksimal untuk

sampai taraf komersial karena produktivitasnya masih rendah, yaitu hanya mencapai 600

g/m2 dan 2 kg/m2 , sedangkan kemampuan alam diperkirakan hingga mencapai 2,5 kg/m2.

Menurut (Febriyani, 2012 dalam Suminto et al., 2014) menyatakan bahwa penelitian terbaik

yang pernah dilakukan pada budidaya cacing sutera adalah menggunakan sedimen dari hasil

fermentasi kotoran ayam. Fermentasi merupakan proses pengubahan bahan organik menjadi

bentuk lain yang lebih berguna dengan bantuan mikroorganisme secara terkontrol, melakukan

perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk akhir.Hasil

penelitian selama ini masih banyak menggunakan campuran satu atau dua sumber bahan

organik sebagai media cacing, oleh karena itu dalam upaya mendapatkan hasil biomassa yang

maksimal, maka perlu dilakukan penelitian dengan mengkombinasikan tiga sumber bahan

organik yang berpotensi sebagai nutrisi pada media budidaya.Tiga kombinasi sumber bahan

organik yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya yaitu kotoran ayam, ampas tahu dan

ikan segar.

III.Penutup

3.1 Kesimpulan
Tubifex bersifat hermaprodit.Pada satu organisme mempunyai 2 alat kelamin.Telur

Tubifex dihasilkan oleh cacing yang mengalami kematangan kelamin betina dan dibuahi oleh

cacing lain yang mengalami kematangan sel kelamin jantan.Pembuahan menghasilkan kokon.

Kokon yaitu suatu bangunan berbentuk bulat telur yang berukuran panjang kira-kira 1,0 mm

dan garis tengahnya 0,7 mm.Kokon ini dibentuk oleh kelenjar epidermis dari salah satu

segmen tubuh cacing yang disebut klitelum.Telur yang ada didalam tubuh mengalami

pembelahan,selanjutnya berkembang membentuk segmen-segmen.Setelah beberapa hari

embrio Cacing Tubifex sp akan keluar dari kokon.

Tubifex bersifat hermaprodit.Pada satu organisme mempunyai 2 alat kelamin.Telur

Tubifex dihasilkan oleh cacing yang mengalami kematangan kelamin betina dan dibuahi oleh

cacing lain yang mengalami kematangan sel kelamin jantan.Pembuahan menghasilkan kokon.

Kokon yaitu suatu bangunan berbentuk bulat telur yang berukuran panjang kira-kira 1,0 mm

dan garis tengahnya 0,7 mm.Kokon ini dibentuk oleh kelenjar epidermis dari salah satu

segmen tubuh cacing yang disebut klitelum.Telur yang ada didalam tubuh mengalami

pembelahan,selanjutnya berkembang membentuk segmen-segmen.Setelah beberapa hari

embrio Cacing Tubifex sp akan keluar dari kokon.

Tubifex bersifat hermaprodit.Pada satu organisme mempunyai 2 alat kelamin.Telur

Tubifex dihasilkan oleh cacing yang mengalami kematangan kelamin betina dan dibuahi oleh

cacing lain yang mengalami kematangan sel kelamin jantan.Pembuahan menghasilkan kokon.

Kokon yaitu suatu bangunan berbentuk bulat telur yang berukuran panjang kira-kira 1,0 mm

dan garis tengahnya 0,7 mm.Kokon ini dibentuk oleh kelenjar epidermis dari salah satu

segmen tubuh cacing yang disebut klitelum.Telur yang ada didalam tubuh mengalami

pembelahan,selanjutnya berkembang membentuk segmen-segmen.Setelah beberapa hari

embrio Cacing Tubifex sp akan keluar dari kokon.permasalahan yang ada saat ini dalam

budidaya cacing sutra keterbatasannya produksi cacing sutera di alam, budidaya cacing sutera
juga akan memberkan hasil yang lebih berkualitas dibanding mengandalkan hasil tangkapan

dari alam.

3.2 Saran

Permasalah yang kerap terjadi dalam penyediaan pakan alami Cacing Tubifex sp ini

adalah masih sedikit yang mebudidayakan tubifex sp. Kerap sulitnya stock penjual Cacing

Tubifex sp sehingga menyebabkan melambung tinggi saat stock sedang sulit dipasaran.Hal

ini yang harus dipertimbangkan dan dikaji lebih lanjut lagi.

Daftar Pustaka

Adam. Y, Y. Koniyo, Hasim.2013. Pengaruh Pemberian Pakan Alami Cacing Sutera (Tubifex

Sp) Dengan Dosis Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele

Sangkuriang (Clarias Sp): 1-12


Cahyono. E. W., J. Hutabarat., dan V. E. Herawati. 2015. Pengaruh Pemberian Fermentasi

Kotoran Burung Puyuh Yang Berbeda Dalam Media Kultur Terhadap Kandungan

Nutrisi Dan Produksi Biomassa Cacing Sutra (Tubifex sp.). Journal of Aquaculture

Management and Technology. 4(4): 127-135

Fadhlullah, Muhammadar, S. A. E. Rahimi.2017.Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Pupuk

Organik Cair Terhadap Biomassa Dan Populasi Cacing Sutera (Tubifex Sp.).

2(1): 41-49

Hutabarat, J. Syahendra, F dan Herawati, V. E. 2016. Pengaruh Pengkayaan Bekatul dan

Ampas Tahu dengan Kotoran Burung Puyuh yang difermentasi dengan Ekstrak

Limbah Sayur Terhadap Biomassa dan Kandungan Nutrisi Cacing Sutera (Tubifex

sp.). Jurnal Manajemen Aquaculture dan Teknologi. 5(1): 35-44

Johari, Y. T. 2012. Pemanfaatan Limbah Lumpur (Sludge) Kelapa Sawit dan Kotoran Sapi

Untuk Budidaya Cacing Sutra (Tubifex sp.) dalam Pengembangan Pakan Alami Ikan.

[Thesis].

Kawania, N. W. Kusnoto dan Alamsjah, M. A. 2012. Kombinasi Cacing Sutera (Tubifex sp.)

Kering dan Tepung Chlorella sp. Sebagai Pakan Tambahan pada Pertumbuhan dan

Retensi Protein Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos). Jurnal Kelautan dan Ilmu

Pesisir. 1(1): 45-52

Nurfitriani. L., Suminto., dan J. Hutabarat. 2014. Pengaruh Penambahan Kotoran Ayam,

Ampas Tahu Dan Silase Ikan Rucah Dalam Media Kultur Terhadap Biomassa,

Populasi Dan Kandungan Nutrisi Cacing Sutera (Tubifex sp.). Journal of Aquaculture

Management and Technology. 3(4): 109-117


Pardiansyah, D. Supriyono, E dan Djokosetianto, D. 2014. Evaluasi Budidaya Cacing Sutra

Tubifex sp. yang Terintegrasi dengan Budidaya Ikan Lele Clarias sp. Sistem Bioflok.

Jurnal Akuakultur Indonesia. 13(1): 28-35

Suminto. Nurfitriani, L dan Hutabarat, J. 2014. Pengaruh Penambahan Kotoran Ayam, Ampas

Tahu DAN Silase Ikan Rucah Dalam Media Kultur Terhadap Biomassa, Populasi Dan

Kandungan Nutrisi Cacing Sutera (Tubifex sp.). Jurnal Manajemen Aquactulture dan

Teknologi. 3(4): 109-117

Supriyono, E., D. Pardiansyah dan D. Djokosetianto. Perbandingan jumlah bak budidaya

cacing sutra (tubificidae) dengan memanfaatkan limbah budidaya ikan lele (Clarias

sp.) sistem intensif terhadap kualitas air ikan lele dan produksi cacing sutra. Depik,

4(1): 8-14.

Soal Tubifex sp
A; Pilihan Ganda
1; Ketersediannya masih mengandalkan pencarian tangkapan alam yaitu dengan cara....
a; Mengambil di parit aliran air sungai yang mengandung bahan organik
b; Di kolam budidaya
c; Di genangan air
d; Di pinggir pantai
2; Dalam kegiatan budidaya cacing sutera apa yang berperan penting?
a; Salinitas
b; Suhu
c; Media
d; Kepadatan
3; Pada cacing tubifex, indukan cacing tubifex dapat menghasilkan kokon setelah
berumur?
a; 50 57 hari
b; 40 45 hari
c; 10 12 hari
d; 30 35 hari
4; Cacing tubifex memiliki siklus daur hidup yang singkat, yaitu selama?
a; 50 57 hari
b; 40 45 hari
c; 10 12 hari
d; 30 35 hari
5; Kandungan protein pada cacing sutra berkisar antara...
a 40%-50% c. 40%-60%
b 20%-40% d. 50%-60%
6; Dalam budidaya cacing sutra, harus dilakukan perlakuan khusus untuk cacing sutra
bertahan hidup. Perlakuan khusus pada cacing sutra antara lain...
a Pemberian aerator c. Wadah dialiri air
b Tempat lembab d. a, b, c benar
7; Dimana perkembangan sel telur padaTubifex sp terjadi?
a; Kokon c. Koton
b; Kitelium d. Katalium
8; Bagaimana Tubifex sp dalam mencari makan
a; Dengan berenang di perairan c. Keluar ke permukaan air
b; Membenamkan pada lumpur d. Diam ditempat
9; Jenis pupuk yang cocok untuk media cacing sutra adalah..
a; Kotoran ayam kering c. Pupuk urea
b; Pupuk ampas kayu d. Pupuk Npk
10; Tubifex di beri pakan setiap satu minggu sekali dan jenis pakannya adalah
a; Ampas tahu yang difermentasi
b; Pellet
c; Fresh fish
d; Semua jawaban benar
e;
B; Benar atau Salah
1; Fermentasi merupakan proses pengubahan bahan organik menjadi bentuk lain yang
lebih berguna dengan bantuan mikroorganisme secara terkontrol, melakukan
perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk akhir.
(BENAR/SALAH)
2; Taraf produktivitas pada kemampuan alam dalam menghasilkan cacing sutera masih
lebih rendah dibandingkan dengan hasil budidaya. (BENAR/SALAH)
3; Klitelum ini dibentuk oleh kelenjar epidermis dari salah satu segmen tubuh cacing
yang disebut kokon. (BENAR/SALAH)
4. Media memegang peranan penting dalam budidaya cacing sutera, kurangnya nutrisi
pada media budidaya dapat menyebabkan kurangnya asupan makanan sehingga
menyebabkan rendahnya biomassa dan kandungan nutrisi cacing sutera.
(BENAR/SALAH)

5. Cacing sutra yang di dapatkan dari pembudidaya lebih bagus daripada cacing sutra
yang didapatkan dari alam. (BENAR/SALAH)
6; Protein yang tinggi pada cacing sutra dapat membantu ikan untuk memproduksi telur
atau sperma dengan kualitas baik dengan jumlah yang relatif banyak.
(BENAR/SALAH)
7; Tubifex sp banyak hidup di perairan tawar yang airnya jernih danmengalir,dasar
perairam berlumpur dan banyak mengandung bahan organik. (BENAR/SALAH)
8; Tubifex sp tumbuh optimal pada suhu 18-20c.pada suhu diatas 35c tubifex akan mati
dan pada suhu 5c tidak aktif. (BENAR/SALAH)
9; Budidaya cacing sutra dilakukan dengan menggunakan wadah berupa bak plastik
dengan media yang berisi lumpur dan telah di beri pupuk. (BENAR/SALAH)
10; Pemanenan pertama dapat dilakukansetelah cacing berumur > 75 hari. Untuk
selanjutnya dapat dipanen setiap 15 hari. (BENAR/SALAH)

Jawaban
A; Pilihan Ganda
1; A
2; C
3; B
4; A
5; C
6; D
7; A
8; B
9; A
10; A

B; Benar atau Salah


1; Benar
2; Salah, karena tara produktivitas kemampuan alam lebih tinggi yaitu 2,5 kg/m2
sedangkan untuk hasil budidaya yaitu hanya mencapai 600 g/m2 dan 2 kg/m2.
3; SALAH, karena kokon ini dibentuk oleh kelenjar epidermis dari salah satu
segmen tubuh cacing yang disebut klitelum
4; BENAR
5; BENAR
6; BENAR
7; BENAR
8; BENAR
9; BENAR
10; BENAR

Anda mungkin juga menyukai