Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan gizi akan protein hewani saat ini dirasakan sangat diperlukan.
Salah satu sumber protein hewani tersebut adalah ikan. Karena semakin besarnya
permintaan ikan, maka pemenuhannya tidak cukup hanya kita peroleh dari kegiatan
perikanan tangkap. Hal ini yang mengakibatkan diperlukannya adanya kegiatan
budidaya.

Bioflok merupakan agregat diatom, makroalga, pelet sisa, eksoskeleton


organisme mati, bakteri, protista dan invertebrata juga mengandung bakteri, fungi,
protozoa dan lain-lain yang berdiameter 0,1-2 mm. Bahan-bahan organik itu
merupakan pakan alami ikan dan udang yang mengandung nutrisi baik, yang mampu
disandingkan dengan pakan alami, sehingga pertumbuhan akan baik bahkan jumlah
pakan yang diberikan bisa diturunkan.(Probiotik)

Menurut buku “Probiotik” Editor dari Prof.Dr. Soeharsono, Msc, hasil


penelitian menunjukkan bahwa kehadiran unsur Karbon (C), Nitrogen (N) dan Posfor
(P) dalam tubuh ikan atau udang yang merupakan cerminan dari pakan ikan atau
udang, rata-rata 13%, 29% dan 16%, namun jumlahnya sangat sedikit dalam tubuh,
karena ternyata pakan yang dimakan oleh ikan hanya 20%-30%, artinya tersisa 70-
80% dalam kolam atau sedimen dan itu jumlah yang sangat besar. Sisa 70%-80%
inilah yang biasa menjadi sumber penyakit muncul, Kualitas air menurun dan
berakibat dengan pertumbuhan ikan lele yang kurang maksimal. Artinya saat kita
mampu mengolah sisa 70% tersebut maka kita mampu memberikan lingkungan yang
terbaik untuk ikan lele. Ada banyak teknik pengelolaan sisa kotoran dan pakan bisa
menggunakan sistem sirkulasi, sistem penyedotan, sistem probiotik dan yang akan
kami gunakan yaitu sistem Bioflok.

1
1.2 Tujuan
Magang ini bertujuan untuk mengetahui tata cara pembesaran ikan lele
(Clarias gariepinus) dengan sistem Bioflok dan menghasilkan ikan ukuran siap
konsumsi.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

2.1.1 Klasifikasi

Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara Clarias
batracus dengan Clarias fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali
masuk Indonesia pada tahun 1985.
Klasifikasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinis) menurut Saanin (1989)
adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysoidei
Subordo : Silaroidae
Family : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus

2.1.2 Morfologi

Lele dumbo memiliki kulit yang licin, berlendir, dan sama sekali tidak
memiliki sisik. Warnanya hitam keunguan atau kemerahan dengan bintik-bintik yang
tidak beraturan. Warna kulit tersebut akan berubah menjadi mozaik hitam putih jika
lele sedang dalam kondisi stres, dan akan menjadi pucat jika terkena sinar matahari
langsung (Arifin, 2009). Lele dumbo memiliki kepala yang panjang hampir mencapai
seperempat dari panjang tubuhnya. Tanda yang khas dari lele dumbo adalah
tumbuhnya empat pasang sungut seperti kumis di dekat mulutnya. Sungut tersebut

3
berfungsi sebagai alat penciuman serta alat peraba saat mencari makan (Najiyati,
2003).
Lele dumbo memiliki 3 buah sirip tunggal, yaitu sirip punggung yang
berfungsi sebagai alat berenang, serta sirip dubur dan sirip ekor yang berfungsi
sebagai alat bantu untuk mempercepat dan memperlambat gerakan. Lele dumbo juga
memiliki dua sirip yang berpasangan yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada
mempunyai jari-jari yang keras dan runcing yang biasa disebut patil. Patil berfungsi
sebagai senjata sekaligus alat bantu gerak ke kanan dan ke kiri (Najiyati, 2003).

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Intan, 2006)

2.1.3 Habitat dan Kebisaan Hidup

Habitat atau tempat hidup lele dumbo adalah air tawar. Air yang paling baik
untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, air tanah dan mata air.
Namun lele dumbo jaga dapat hidup dalam kondisi air yang rendah O2 seperti dalam
lumpur atau air yang memiliki kadar oksigen yang rendah. Hal tersebut dapat
dimungkinkan karena lele dombo memiliki alat pernapasan tambahan yaitu
arborescent. Alat tersebut memungkinkan lele mengambil O2 langsung dari udara
sehingga dapat hidup di tempat beroksigen rendah. Alat tersebut juga memungkinkan
lele dumbo hidup di darat asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembapan yang
cukup (Nugroho, 2007).
Salah satu sifat dari lele dumbo adalah suka meloncat ke darat, terutama pada
saat malam hari. Hal tersebut karena lele dumbo termasuk ikan nokturnal, yaitu
hewan yang lebih aktif beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Sifat

4
tersebut juga yang menyebabkan lele dumbo lebih menyenangi tempat yang
terlindung dari cahaya (Khairuman, 2010).
Dilihat dari makanannya, lele dumbo termasuk hewan karnivora atau
pemakan daging. Pakan alami lele dumbo adalah cacing, kutu air, dan bangkai
binatang. Lele dumbo sangat agresif dalam memangsa makanan, karena apapun yang
diberikan pasti dilahapnya. Hal tersebut yang menyebabkan lele dumbo sangat cepat
pertumbuhannya (Arifin, 2009). Sirip anal Sirip kaudal mata Di alam bebas, lele
dumbo melakukan perkawinan pada bulan Oktober sampai April, yakni saat musim
hujan berlangsung. Pada musim hujan, air hujan menggenang. Kondisi tersebut
merangsang lele dumbo untuk melakukan pemijahan (Arifin, 2009).

2.2 Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah,


ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan
berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolisme (Soetjiningsih,
1988).
Ada perbedaan kecepatan tumbuh antara ikan lele lokal dan ikan lele dumbo. Ikan
lele dumbo biasanya kemiliki kecepatan tumbuh yang lebih besar dibandingkan
dengan ikan lele lokal. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan lele, yaitu
faktor internal meliputi genetik dan kondisi ikan itu sendiri, dan faktor eksternal
meliputi kondisi lingkungan contohnya air.

2.3 Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate/SR) adalah jumlah ikan yang hidup
hingga akhir pemeliharaan. Untuk mengetahuinya digunakan rumus sederhana, yaitu
jumlah ikan yang ditebar dikurangi dengan jumlah ikan yang hidup kali seratus
persen. Faktor yang mempengaruhi SR ini antara lain faktor lingkungan (kualitas air,

5
pH, kekeruhan, jumlah oksigen terlarut), makanan, predator yang bisa menurunkan
SR.
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki tingkat kelangsungan
hidup yang tinggi. Hal ini disebabkan karena lele memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya, antara lain lebih tahan terhadap penyakit,
lebih cepat besar, dan mampu beradaptasi dengan mudah pada berbagai kondisi
lingkungan,termasuk kondisi lingkungan yang buruk (Angkringan, 2009).

2.4 Pakan Ikan


Ikan lele termasuk ikan omnivor yaitu pemakan segala. Ikan lele dapat
memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai
makanannya. Dalam usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pelet) sangat
berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas.

2.5 Kualitas Air


Lele termasuk ikan air tawar yang menyukai genangan air. Di sungai-sungai,
ikan ini lebih banyak dijumpai di tempat-tempat yang aliran airnya tidak terlalu deras.
Kondisi yang ideal bagi hidup lele adalah air yang mempunyai pH 6,5-9 dan bersuhu
24–26 ºC. Kandungan O² yang terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya
gelembung-gelembung dalam jaringan tubuhnya. Sebaliknya penurunan kandungan
O² secara tiba-tiba, dapat menyebabkan kematiannya. (Najiyati, 1992).

2.6. Persyaratan Kolam Biofloc

1. Membutuhkan probiotik pembentuk floc. Dengan menggunakan bakteri


Bacillus sp seperti Bacillus Substilis, Bacillus cereus.Probiotik bisa dibeli
dipasaran dengan harga yang murah dan bisa diperbanyak dengan molase supaya
lebih hemat.

6
2. Membutuhkan oksigen yang tinggi di dalam kolam kisaran 4 ppm-6 ppm.
Untuk mengatasinya bisa menggunakan pompa celup dengan ketinggian pompa
2,5meter.
3. Penambahan bahan baku stater yang mengandung karbon seperti molase,
tepung tapioka, tepung terigu, bekatul atau gula.

4. Kondisi lingkungan air kolam dibuat selalu mengaduk dengan bantuan


semburan air atau aerator.

2.7. Ciri-Ciri Air Kolam Yang Terbentuk Sistem Biofloc

1. Warna air kolam coklat kekuningan semakin lama akan coklat kemerahan.

2. Air kolam tidak berbau.

3. Air kolam lebih encer dan tidak kental.

4. Jika diambil sampel airnya didiamkan beberapa menit, terdapat endapan


coklat kehijauan yang melayang-layang didalam air.

5. Ikan lele sehat dan gesit.

7
III. METODELOGY

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan Magang dilaksanakan pada hari Sabtu, 06 Juli 2019 sampai


dengan Jum’at 09 September 2019. Bertempat di Laboratorium Mini Hatchery
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

3.2 Alat dan bahan


3.2.1 Alat
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam magang

No. Alat Kegunaan

1. Baskom Untuk menampung ikan setelah panen atau ketika


dialakukannya sampling

2. Seser induk Untuk menjaring ikan ukuran siap konsumsi ketika panen

3. Seser benih Untuk menjaring benih ketika ingin dilakukan sampling

4. Mangkok hitung Untuk menghitung benih sebelum ditebarkan

5. Kelambu panen Untuk menadah ikan di saluran pengeluaran ketika panen

6. Blower Alat yang digunakan untuk mengaliri udara ke kolam

7. Selang aerasi Untuk mengaliri oksigen

8. Batu aerasi Sebagai pemberat aerasi

9. Sepuyer (keran aerasi) Untuk mengatur tekanan udara yang keluar

10. Timbangan Untuk menimbang ikan

11. Penggaris Untuk mengukur panjang ikan

12. Pompa sumur Untuk memompa air atau memindahkan air

13. Thermometer Untuk mengukur suhu air pada kolam

8
14. Kertas lakmus Untuk mengukur derajat keasaman air pada kolam

15. Filter bag Untuk menyaring air yang masuk ke kolam

3.2.2 Bahan

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam magang

No. Bahan Kegunaan


1. Air tawar Sebagai media budidaya
2. Benih ikan lele Organisme yang dibudidayakan
3. Kapur Untuk menaikkan Ph
4. Probiotik Nutrisi bagi bakteri flok
5. Molase (gula merah) Nutrisi bagi bakteri flok
6. Ragi Untuk memfermentasikan pakan
7. Pakan Makanan ikan

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Persiapan wadah


Wadah pemeliharaan yang akan digunakan dicuci hamakan agar terhindar
dari penyakit dan hama baik yang berada didasar maupun yang menempel di
dinding kolam. Tujuannya agar mencegah timbulnya berbagai penyakit yang
dapat menyerang benih.
Adapun persiapan wadah pemeliharaan sebagai berikut :
1. Alat yang digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air bersih dan
dikeringkan.
2. Kolam disiram terlebih dahulu kemudian di bersihkan menggunakan
sikat dan deterjen dengan cara menggosok seluruh bagian dinding
kolam dan dasar kolam hingga bersih.
3. Bilas dengan menggunakan air tawar secara merata hingga bersih.
4. Pengeringan dilakukan selama 2-3 hari.

9
5. setelah itu pasang aerasi.

3.3.2 Persiapan media


Pengisian air dilakukan dengan ketentuan ketinggian air harus 50 cm
di bawah ketinggian kolam dengan tinggi 100 cm,maka batas air bak 50 cm.
Air di masukkan ke dalam kolam harus di saring dengan menggunakan filter
bag terlebih dahulu agar kotoran tidak ikut masuk ke dalam kolam. Setelah itu
nyalakan aerasi.
Adapun proses kerja persiapan media pemeliharaan :

 Penggunaa kaporit sebanyak 20 ppm, fungsinya untuk mematikan organisme


pathogen.
 Pemberian aerasi selama ± 24 jam
 Pemberian Natrium Thiosulpat (Na²S²Oᶾ). Sebanyak 10 ppm dan aerasi
selama 6 jam, fungsinya : untuk menetralkan pengaruh dari kaporit
 Pemberian EDTA (Ethiyl Dcematy tetra acid), sebanyak 5 ppm. Fungsi untuk
mengikat logam-logam berat seperti ; zat besi, nitrit, nitrat, dan asam
belerang.
 Aerasi dijalankan kembali selama 6 jam.

3.3.3 Padat tebar

Padat penebaran pada satu kolam sebesar 3000/m3

Jumlah benih = Padat tebar x volume kolam

= 3000 ekor/m3 x 0,693 m3

= 2076 ekor

10
3.3.4 Penebaran benih

Waktu penebaran yang baik yaitu pada saat suhu rendah seperti pagi hari dan
sore hari agar benur yang ditebar kedalam bak pemeliharaan dalam keadaan
yang masih teduh untuk menghindari stress.

Cara penebaran benih yang baik yaitu dengan melakukan aklimatisasi kurang
lebih 15-30 menit. Hal ini bertujuan agar benih dapat beradaptasi dengan
lingkungan yang baru dan juga dapat mengurangi tingginya tingkat kematian
(mortalitas) terhadap benih.

Adapun sifat benih yang bagus adalah memiliki sifat yang gesit/aktif, ukuran
benih seragam, warna seragam, organ tubuh yang lengkap serta memiliki
panjang tubuh 4 – 7 cm. Setelah benih yang berkualitas tersebar dengan baik ke-
esokan harinya barulah tambahkan probiotik lagi 5 ml/m3.

Perawatan benih ikan lele berikutnya adalah setiap 10 hari sekali


berikanlah:

1. Probiotik 5 ml/m3

2. Ragi tempe 1 sendok makan/m3

3. Ragi tape 2 butir/m3

4. Malam harinya tambahkan dolomite 200–300 gr/m3dapat diambil


airnya saja.

Setelah benih lele mencapai ukuran 12 cm atau lebih, setiap 10 hari


sekali masukkan:

1. Probiotik 5 ml/m3.
2. Ragi tempe 2–3 sendok makan/m3
3. Ragi tape 6–8 butir/m3

11
4. Malam harinya tambahkan dolomite 200–300 gr/m3(diambil
airnya saja). Pemberian ragi tempe dan ragi tape dilarutkan dalam air.

3.3.5 Pembuatan Pakan Fermentasi

Selama pembesaran pada proses budi daya lele, hal lain yang harus
diperhatikan adalah pakan ikan serta pemberian aerasi setiap hari. Pemberian
pakan harus dikelola dengan baik agar dapat mencapai produksi yang maksimal.
Gunakan pakan yang berkualitas baik, dengan ukuran pakan disesuaikan lebar
bukaan mulut ikan. Sebelum diberikan pada lele, sebaiknya pakan difermentasi
dengan probiotik terlebih dahulu mengunakan probiotik mikroorganisme jenis
Lactobacillus selama 2 hari atau maksimal 7 hari.. Komposisinya yaitu 2 cc
probiotikper kilogram pakan, ditambah air bersih sebanyak 25% dari berat
pakan. Pakan diaduk merata dan dibiarkan 2 hari. Pakan dapat diberikan dua
kali sehari, yaitu pagi dan sore hari, dengan dosis pakan 80%. Setiap seminggu
sekali ikan dipuasakan, yaitu tidak diberikan pakan. Setelah terbentuk flok,
pemberian pakan dapat dikurangi 30%.

3.3.6 Pemberian Pakan

Pakan merupakan komponen terpenting dalam memaksimalkan hasil produksi


budidaya ikan pada umumnya,ketersedian pakan berkualitas dapat
mendongkrak peningkatan produksi budidaya,pakan dapat diberikan setiap 2 x
sehari pagi dan sore,sebanyak 500-700 gram/hari selama 2,5-3 bulan lamanya,
disesuaikan dengan jumlah benih yang ditebar.

3.3.7 Tingkat Kelangsungan Hidup


Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate adalah jumlah ikan
yang hidup hingga akhir pembesaran. Jumlah ikan yang hidup ini dibuat
perbandingan dengan jumlah seluruh ikanyang ditebaran saat awal penebaran.
Rumus :

12
𝑵𝒕
𝑺𝑹 = × 𝟏𝟎𝟎 %
𝑵𝒐
Keterangan:
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No = jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor)

3.3.8 Penanganan hama dan penyakit


Hama yang paling umum dalam budidaya ikan lele antara lain hama
predator seperti linsang, ular, musang air dan burung. Sedangkan hama yang
menjadi pesaing antara lain ikan mujair. Untuk mencegahnya yaitu dengan
memasang saringan pada jalan masuk dan keluar air atau memasang pagar di
sekeliling kolam. Penyakit pada budidaya ikan lele bisa datang dari protozoa,
bakteri dan virus. Ketiga mikroorganisme ini menyebabkan berbagai penyakit
yang mematikan. Beberapa diantaranya adalah bintik putih, kembung perut
dan luka di kepala dan ekor.

Untuk mencegah timbulnya penyakit infeksi adalah dengan menjaga


kualitas air, mengontrol kelebihan pakan, menjaga kebersihan kolam, dan
mempertahankan suhu kolam pada kisaran 28֯ C. Selain penyakit infeksi, ikan
lele juga bisa terserang penyakit non-infeksi seperti kuning, kekurangan
vitamin dan lain-lain.

13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Survival Rate


Survival Rate menunjukan tingkat kelangsungan hidup ikan. Hal ini diketahui
dengan membandingkan jumlah akhir ikan budidaya dengan jumlah awal
pembesarannya. Nilai survival rate dapat diketahui dengan menggunakan rumus:
𝑁𝑡
SR= 𝑁𝑜 x 100%

Keterangan : Nt : Jumlah ikan saat sampling (ekor)


No : Jumlah ikan awal (ekor)
Jumlah populasi ikan awal sebesar 6.000 ekor, namun dihari ke-14 terdapat
penurunan jumlah ikan sehingga menjadi 5.467 ekor. Namun setelah hari ke-14
tidak ada penurunan jumlah hingga panen. Nilai Survival Rate (SR) yang didapat
stabil.
 Tingkat kelangsungan hidup (SR) = jumlah benih hari ke-7 = 5467 ekor
Jumlah benih hari ke-1 = 6000 ekor
= 0,9111 x 100%
= 91 %

4.1.2 Pertambahan Bobot


Pertambahan Bobot merupakan nilai yang bertambah seiring berkembangnya
ikan lele yang di budidayakan. Bobot rata-rata dihitung dengan cara
menjumlahkan bobot per ekor ikan lele saat sampling dibagi dengan jumlah total
ikan yang disampling. Ikan yang disampling sebanyak 10 ekor.

 Total berat hari ke-7 = 31 gr


Total berat hari ke-1 = 26 gr -
Pertumbuhannya = 5 gr
Maka berat perharinya = 5 gr / 7 hari

14
= 0,71 gr/hari

4.1.3 Pertambahan panjang


Pertambahan panjang merupakan selisih antara panjang ikan pada saat
t dengan panjang ikan pada saat o. Panjang rata-rata ikan lele diketahui saat
sampling dengan menjaring 10 ekor ikan lele untuk diukur bobot dan
panjangnya. Rumus dari pertambahan panjang adalah total panjang dibagi
dengan jumlah ikan yang disampling. Pertambahan panjang dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

P= 𝑃𝑡−𝑃𝑜

Keterangan :
P : Pertumbuhan panjang (cm)
Pt : panjang pada saat t ( cm )
Po : panjang pada saat o ( cm )

Panjang rata-rata hari ke-7 = 4,6 cm


Panjang rata-rata hari ke-1 = 3,5 cm -
Panjang rata-rata = 1,1 / 7 hari
Maka pertumbuhan/hari = 0,157 cm

4.1.4 Panen

Panen merupakan langkah terakhir dari suatu pemeliharaan benih ikan lele.
Panen dilakukan apabila telah ada pesanan dari konsumen (pembeli).
a) Waktu panen
Waktu yang paling tepat untuk melakukan pemanenan yaitu pagi hari
atau sore hari
b) Teknik panen
1. Panen total
Panen total adalah pemanenan seluruh benih ikan yang berada
di bak pemeliharaan yang dikeluarkan melalui pipa pengeluaran
dengan menggunakan kelambu panen.

15
2. Panen parsial (pane sebagian)
Panen parsial adalah pemanenan sebagian benih atau sesuai
pesanan konsumen (pembeli) dengan menggunakan seser.

4.2 Pembahasan
Ikan lele merupakan komoditas akuakultur yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Lele dumbo merupakan hasil kawin silang antara betina lele Clarias fuscus yang asli
Taiwan dengan pejantan Clarias mossambicus(dengan nama sinonim Clarias
gariepinus) yang berasal dari Afrika ( Rosalina 2013 ). Menurut Yurisman dan
Heltonika (2010) faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat
kelulushidupan suatu organisme akuatik adalah faktor biotik dan abiotik. Faktor
biotik antara lain kepadatan populasi, umur dan kemampuan organisme dengan
lingkungan sedangkan faktor abiotik seperti suhu, oksigen terlarut, pH dan
kandungan ammonia. Selain faktor biotik, kematian pada biota air (ikan) dapat
dopengaruhi oleh faktor abiotik yang meliputi sifat fisika dan sifat kimia perairan
pada kolam (Rika 2008).
Berdasarkan data yang di hasilkan SR perhitungan pada hari ke 14 menunjukkan
jumlah ikan yang masih hidup sebanyak 5.467 dan jumlah ikan yang mati sebanyak
533 ekor. Jika dipersentasekan jumlah ikan hidup yaitu 91,11%. Hal ini dapat
dikatakan dalam kategori baik karena tingkat kelangsungan hidup ikan lele ini masih
diatas rata-rata.
Pertambahan bobot rata-rata dan panjang badan rata-rata pada setiap kolam
semuanya meningkat dapat di lihat pada hasil bobot rata-rata setiap hari samplingnya
bobot ikan meningkat. Meningkatnya bobot ikan ini dapat di karenakan beberapa
faktor di antaranya pemberian pakan yang sesuai porsi dan usia ikan.

16
V PENUTUP

A. Kesimpulan

Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara Clarias
batracus dengan Clarias fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali
masuk Indonesia pada tahun 1985. Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, antara lain lebih mudah
dibudidayakan dan dapat dipijahkan sepanjang tahun, fekunditas telur yang besar
serta mempunyai kecepatan tumbuh dan efesiensi pakan yang tinggi.
Pengolahan basic kolam terdiri dari pencucian kolam dan pengeringan.
Kemudian pengisian air dan treatment air serta penumbuhan flok.
Setelah melakukan magamg kami telah mempelajari penerapan prinsip Bioflok
pada segmentasi pembesaran ikan lele. Dalam memproduksi ikan lele berkualitas,
dibutuhkan manajemen pengelolaan yang teliti dan terukur. Ukuran keberhasilan
dalam proses pembesaran ikan lele dapat dilihat menggunakan parameter Survival
Rate (SR), Pertambahan Bobot, Pertambahan Panjang, Jumlah Konsumsi Pakan, dan
Penanganan Hama dan Penyakit. Parameter tersebut sangat penting untuk
menentukan tindakan selama melakukan kegiatan budidaya ikan lele.

B. Saran

Diharapkan kedepannya fasilitas yang digunakan untuk kegiatan budidaya lebih


lengkap lagi dan air untuk media budidaya dapat tersedia melimpah.

17

Anda mungkin juga menyukai