PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Magang ini bertujuan untuk mengetahui tata cara pembesaran ikan lele
(Clarias gariepinus) dengan sistem Bioflok dan menghasilkan ikan ukuran siap
konsumsi.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Klasifikasi
Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara Clarias
batracus dengan Clarias fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali
masuk Indonesia pada tahun 1985.
Klasifikasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinis) menurut Saanin (1989)
adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysoidei
Subordo : Silaroidae
Family : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
2.1.2 Morfologi
Lele dumbo memiliki kulit yang licin, berlendir, dan sama sekali tidak
memiliki sisik. Warnanya hitam keunguan atau kemerahan dengan bintik-bintik yang
tidak beraturan. Warna kulit tersebut akan berubah menjadi mozaik hitam putih jika
lele sedang dalam kondisi stres, dan akan menjadi pucat jika terkena sinar matahari
langsung (Arifin, 2009). Lele dumbo memiliki kepala yang panjang hampir mencapai
seperempat dari panjang tubuhnya. Tanda yang khas dari lele dumbo adalah
tumbuhnya empat pasang sungut seperti kumis di dekat mulutnya. Sungut tersebut
3
berfungsi sebagai alat penciuman serta alat peraba saat mencari makan (Najiyati,
2003).
Lele dumbo memiliki 3 buah sirip tunggal, yaitu sirip punggung yang
berfungsi sebagai alat berenang, serta sirip dubur dan sirip ekor yang berfungsi
sebagai alat bantu untuk mempercepat dan memperlambat gerakan. Lele dumbo juga
memiliki dua sirip yang berpasangan yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada
mempunyai jari-jari yang keras dan runcing yang biasa disebut patil. Patil berfungsi
sebagai senjata sekaligus alat bantu gerak ke kanan dan ke kiri (Najiyati, 2003).
Habitat atau tempat hidup lele dumbo adalah air tawar. Air yang paling baik
untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, air tanah dan mata air.
Namun lele dumbo jaga dapat hidup dalam kondisi air yang rendah O2 seperti dalam
lumpur atau air yang memiliki kadar oksigen yang rendah. Hal tersebut dapat
dimungkinkan karena lele dombo memiliki alat pernapasan tambahan yaitu
arborescent. Alat tersebut memungkinkan lele mengambil O2 langsung dari udara
sehingga dapat hidup di tempat beroksigen rendah. Alat tersebut juga memungkinkan
lele dumbo hidup di darat asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembapan yang
cukup (Nugroho, 2007).
Salah satu sifat dari lele dumbo adalah suka meloncat ke darat, terutama pada
saat malam hari. Hal tersebut karena lele dumbo termasuk ikan nokturnal, yaitu
hewan yang lebih aktif beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Sifat
4
tersebut juga yang menyebabkan lele dumbo lebih menyenangi tempat yang
terlindung dari cahaya (Khairuman, 2010).
Dilihat dari makanannya, lele dumbo termasuk hewan karnivora atau
pemakan daging. Pakan alami lele dumbo adalah cacing, kutu air, dan bangkai
binatang. Lele dumbo sangat agresif dalam memangsa makanan, karena apapun yang
diberikan pasti dilahapnya. Hal tersebut yang menyebabkan lele dumbo sangat cepat
pertumbuhannya (Arifin, 2009). Sirip anal Sirip kaudal mata Di alam bebas, lele
dumbo melakukan perkawinan pada bulan Oktober sampai April, yakni saat musim
hujan berlangsung. Pada musim hujan, air hujan menggenang. Kondisi tersebut
merangsang lele dumbo untuk melakukan pemijahan (Arifin, 2009).
2.2 Pertumbuhan
Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate/SR) adalah jumlah ikan yang hidup
hingga akhir pemeliharaan. Untuk mengetahuinya digunakan rumus sederhana, yaitu
jumlah ikan yang ditebar dikurangi dengan jumlah ikan yang hidup kali seratus
persen. Faktor yang mempengaruhi SR ini antara lain faktor lingkungan (kualitas air,
5
pH, kekeruhan, jumlah oksigen terlarut), makanan, predator yang bisa menurunkan
SR.
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki tingkat kelangsungan
hidup yang tinggi. Hal ini disebabkan karena lele memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya, antara lain lebih tahan terhadap penyakit,
lebih cepat besar, dan mampu beradaptasi dengan mudah pada berbagai kondisi
lingkungan,termasuk kondisi lingkungan yang buruk (Angkringan, 2009).
6
2. Membutuhkan oksigen yang tinggi di dalam kolam kisaran 4 ppm-6 ppm.
Untuk mengatasinya bisa menggunakan pompa celup dengan ketinggian pompa
2,5meter.
3. Penambahan bahan baku stater yang mengandung karbon seperti molase,
tepung tapioka, tepung terigu, bekatul atau gula.
1. Warna air kolam coklat kekuningan semakin lama akan coklat kemerahan.
7
III. METODELOGY
2. Seser induk Untuk menjaring ikan ukuran siap konsumsi ketika panen
8
14. Kertas lakmus Untuk mengukur derajat keasaman air pada kolam
3.2.2 Bahan
9
5. setelah itu pasang aerasi.
= 2076 ekor
10
3.3.4 Penebaran benih
Waktu penebaran yang baik yaitu pada saat suhu rendah seperti pagi hari dan
sore hari agar benur yang ditebar kedalam bak pemeliharaan dalam keadaan
yang masih teduh untuk menghindari stress.
Cara penebaran benih yang baik yaitu dengan melakukan aklimatisasi kurang
lebih 15-30 menit. Hal ini bertujuan agar benih dapat beradaptasi dengan
lingkungan yang baru dan juga dapat mengurangi tingginya tingkat kematian
(mortalitas) terhadap benih.
Adapun sifat benih yang bagus adalah memiliki sifat yang gesit/aktif, ukuran
benih seragam, warna seragam, organ tubuh yang lengkap serta memiliki
panjang tubuh 4 – 7 cm. Setelah benih yang berkualitas tersebar dengan baik ke-
esokan harinya barulah tambahkan probiotik lagi 5 ml/m3.
1. Probiotik 5 ml/m3
1. Probiotik 5 ml/m3.
2. Ragi tempe 2–3 sendok makan/m3
3. Ragi tape 6–8 butir/m3
11
4. Malam harinya tambahkan dolomite 200–300 gr/m3(diambil
airnya saja). Pemberian ragi tempe dan ragi tape dilarutkan dalam air.
Selama pembesaran pada proses budi daya lele, hal lain yang harus
diperhatikan adalah pakan ikan serta pemberian aerasi setiap hari. Pemberian
pakan harus dikelola dengan baik agar dapat mencapai produksi yang maksimal.
Gunakan pakan yang berkualitas baik, dengan ukuran pakan disesuaikan lebar
bukaan mulut ikan. Sebelum diberikan pada lele, sebaiknya pakan difermentasi
dengan probiotik terlebih dahulu mengunakan probiotik mikroorganisme jenis
Lactobacillus selama 2 hari atau maksimal 7 hari.. Komposisinya yaitu 2 cc
probiotikper kilogram pakan, ditambah air bersih sebanyak 25% dari berat
pakan. Pakan diaduk merata dan dibiarkan 2 hari. Pakan dapat diberikan dua
kali sehari, yaitu pagi dan sore hari, dengan dosis pakan 80%. Setiap seminggu
sekali ikan dipuasakan, yaitu tidak diberikan pakan. Setelah terbentuk flok,
pemberian pakan dapat dikurangi 30%.
12
𝑵𝒕
𝑺𝑹 = × 𝟏𝟎𝟎 %
𝑵𝒐
Keterangan:
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No = jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor)
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
14
= 0,71 gr/hari
P= 𝑃𝑡−𝑃𝑜
Keterangan :
P : Pertumbuhan panjang (cm)
Pt : panjang pada saat t ( cm )
Po : panjang pada saat o ( cm )
4.1.4 Panen
Panen merupakan langkah terakhir dari suatu pemeliharaan benih ikan lele.
Panen dilakukan apabila telah ada pesanan dari konsumen (pembeli).
a) Waktu panen
Waktu yang paling tepat untuk melakukan pemanenan yaitu pagi hari
atau sore hari
b) Teknik panen
1. Panen total
Panen total adalah pemanenan seluruh benih ikan yang berada
di bak pemeliharaan yang dikeluarkan melalui pipa pengeluaran
dengan menggunakan kelambu panen.
15
2. Panen parsial (pane sebagian)
Panen parsial adalah pemanenan sebagian benih atau sesuai
pesanan konsumen (pembeli) dengan menggunakan seser.
4.2 Pembahasan
Ikan lele merupakan komoditas akuakultur yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Lele dumbo merupakan hasil kawin silang antara betina lele Clarias fuscus yang asli
Taiwan dengan pejantan Clarias mossambicus(dengan nama sinonim Clarias
gariepinus) yang berasal dari Afrika ( Rosalina 2013 ). Menurut Yurisman dan
Heltonika (2010) faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat
kelulushidupan suatu organisme akuatik adalah faktor biotik dan abiotik. Faktor
biotik antara lain kepadatan populasi, umur dan kemampuan organisme dengan
lingkungan sedangkan faktor abiotik seperti suhu, oksigen terlarut, pH dan
kandungan ammonia. Selain faktor biotik, kematian pada biota air (ikan) dapat
dopengaruhi oleh faktor abiotik yang meliputi sifat fisika dan sifat kimia perairan
pada kolam (Rika 2008).
Berdasarkan data yang di hasilkan SR perhitungan pada hari ke 14 menunjukkan
jumlah ikan yang masih hidup sebanyak 5.467 dan jumlah ikan yang mati sebanyak
533 ekor. Jika dipersentasekan jumlah ikan hidup yaitu 91,11%. Hal ini dapat
dikatakan dalam kategori baik karena tingkat kelangsungan hidup ikan lele ini masih
diatas rata-rata.
Pertambahan bobot rata-rata dan panjang badan rata-rata pada setiap kolam
semuanya meningkat dapat di lihat pada hasil bobot rata-rata setiap hari samplingnya
bobot ikan meningkat. Meningkatnya bobot ikan ini dapat di karenakan beberapa
faktor di antaranya pemberian pakan yang sesuai porsi dan usia ikan.
16
V PENUTUP
A. Kesimpulan
Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara Clarias
batracus dengan Clarias fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali
masuk Indonesia pada tahun 1985. Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, antara lain lebih mudah
dibudidayakan dan dapat dipijahkan sepanjang tahun, fekunditas telur yang besar
serta mempunyai kecepatan tumbuh dan efesiensi pakan yang tinggi.
Pengolahan basic kolam terdiri dari pencucian kolam dan pengeringan.
Kemudian pengisian air dan treatment air serta penumbuhan flok.
Setelah melakukan magamg kami telah mempelajari penerapan prinsip Bioflok
pada segmentasi pembesaran ikan lele. Dalam memproduksi ikan lele berkualitas,
dibutuhkan manajemen pengelolaan yang teliti dan terukur. Ukuran keberhasilan
dalam proses pembesaran ikan lele dapat dilihat menggunakan parameter Survival
Rate (SR), Pertambahan Bobot, Pertambahan Panjang, Jumlah Konsumsi Pakan, dan
Penanganan Hama dan Penyakit. Parameter tersebut sangat penting untuk
menentukan tindakan selama melakukan kegiatan budidaya ikan lele.
B. Saran
17