Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menuntun penulis untuk
menyelesaikan makalah dengan judul “Ikan Patin”. Dimana makalah ini merupakan dalam
rangka penyelesaian tugas mata pelajaran Prakarya di kampus MA. Al Muthohhar Plered
Kabupaten Purwakarta
Dalam makalah yang bertemakan tentang penjelasan tentang ikan patin dari mulai
klasifikasi dan morfologi ikan patin, syarat hidup, pembenihan sampai dengan cara budidaya
ikan patin, kami ingin mengulas dan membahas lebih jauh mengenai budidaya ikan patin.
Mengingat pentingnya pembelajaran tentang aspek-aspek tersebut untuk membantu
kedepannya dalam pengembangan lebih lanjut dari dari budidaya ikan patin di indonesia.
Tentunya dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat celah kekurangan
dalam segi apa pun, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif
demi perkembangan yang progesif untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam masyarakat Indonesia maupun dunia.

Purwakarta, Oktober 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin ................................................................ 2
B. Pembenihan Ikan Patin ..................................................................................... 2
C. Syarat Lokasi Pembenihan ................................................................................ 3
D. Komponen Pembenihan .................................................................................... 3
E. Teknologi Pemeliharaan Induk Ikan Patin ........................................................ 4
F. Pemijahan .......................................................................................................... 4
G. Penetasan dan Pendederan ................................................................................ 5
H. Pemeliharaan Larva dan Benih ......................................................................... 6
I. Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Patin ...................................................... 6
J. Kualitas Air ....................................................................................................... 7
K. Penyakit ............................................................................................................ 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ....................................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 8


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikan patin merupakan salah satu ikan air tawar yang memilikipeluang ekonomi
untuk dibudidayakan. Budidaya ikan Patin masih perlu diperluas lagi, karena pemenuhan
atas permintaan ikan patin masih sangat kurang. Rasa daging ikan patin yang enak dan
gurih konon memiliki rasa yang lebih dibandingkan Ikan Lele. Ikan patin memiliki
kandungan minyak dan lemak yang cukup banyak di dalam dagingnya.
Teknik budidaya ikan Patin sebenarnya relatif mudah, sehingga tidak perlu ragu
jika berminat menekuni budidaya ikan ini. Pada awalnya pemenuhan kebutuhan ikan
Patin hanya mengandalkan penangkapan dari sungai, rawa dan danau sebagai habitat asli
ikan patin. Seiring dengan meningkatnya permintaan dan minat masyarakat, ikan Patin
mulai dibudidayakan di kolam, keramba maupun bak dari semen. Permintaan ikan Patin
yang terus meningkat memberikan peluang usaha bagi setiap orang untuk menekuni
usaha di bidang budidaya ikan Patin ini. Dengan permintaan yang demikian meningkat
jelas tidak mungkin mengandalkan tangkapan alam, tetapi perlu budidaya ikan Patin
secara lebih intesnsif

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi dan morfologi ikan patin?
2. Bagaimana cara pembenihan ikan patin?
3. Bagaimana syarat dan komponen pembenihan ikan patin?
4. Bagaimana teknnologi pemeliharaan induk ikan patin?
5. Bagaimana cara penetasan dan pendederan?
6. Bagaimana pemeliharaan larva dan benih ikan patin?
7. Apa kebiasaan makanan ikan patin?
8. Bagaimana kualitas air dan macam penyakit ikan patin?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui klasifikasi dan morfologi ikan patin
2. Untuk mengetahui cara pembenihan ikan patin
3. Untuk mengetahui syarat dan komponen pembenihan ikan patin
4. Untuk mengetahui teknnologi pemeliharaan induk ikan patin
5. Untuk mengetahui cara penetasan dan pendederan
6. Untuk mengetahui pemeliharaan larva dan benih ikan patin
7. Untuk mengetahui kebiasaan makanan ikan patin
8. Untuk mengetahui kualitas air dan macam penyakit ikan patin

BAB II PEMBAHASAN

A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin (Pangasius pangasius)


Klasifikasi ikan patin (Pangasius pangasius) menurut Saanin (1984) adalah sebagai
berikut :

1
Ordo : Ostariophyri
Subordo : Siluroide
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius sp

Ikan patin (Pangasius sp)


merupakan jenis ikan
konsumsi air tawar, berbadan
panjang berwarna putih
perak dengan
punggung berwarna
kebiru-biruan. Kepala
ikan patin relatif kecil,
mulut terletak di ujung
kepala agak di sebelah
bawah (merupakan ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua
pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Subagja 2009).
Morfologi ikan patin (Pangasius sp) mempunyai badan memanjang dan pipih,
posisi mulut sub terminal dengan 4 buah sungut. Sirip punggung berduri dan bersirip
tambahan serta terdapat sirip lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor.
Bentuk sirip tersebut agak bercagak dengan bagian tepi berwarna putih dan garis hitam
di tengah. Ikan ini mempunyai panjang maksimum 150 cm (Subagja 2009).
Ikan patin sangat toleransi terhadap derajat keasaman (pH) air. Artinya, ikan ini
dapat bertahan hidup pada kisaran pH air yang lebar, dari perairan yang agak asam (pH
5) sampai perairan yang basa (pH 9) (Subagja 2009). Kandungan oksigen terlarut yang
dibutuhkan bagi kehidupan ikan patin adalah berkisar antara 3-6 ppm, sementara
karbondioksida yang bias ditolerir berkisar antara 9-20 ppm, dengan alkalinitas antara
80-250 (Subagja 2009). Suhu air media pemeliharaan yang optimal berada dalam
kisaran 28-30°C (Khairuman dan Suhenda 2002).

B. Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius)


Pembenihan adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam pematangan gonad,
pemijahan dan pembesaran larva hasil penetasan sehingga menghasilkan benih yang
siap ditebar di kolam, keramba atau ditebar kembali keperairan umum. Secara umum
pembenihan pada ikan dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Pembenihan secara alami adalah kegiatan untuk memproduksi benih yang
diperoleh semata-mata dari hasil pemijahan induk ikan yang ada di alam tanpa
ada campur tangan manusia.
b. Pembenihan secara semi alami atau semi buatan adalah kegiatan untuk
memproduksi benih yang sebagian dari kegiatan tersebut sudah ikut campur
tangan manusia.

2
c. Pembenihan secara buatan adalah kegiatan untuk memproduksi benih yang
semua kegiatannya adalah campur tangan manusia.
Pembenihan menyangkut dua hal yaitu ”Breeding dan Seeding”. Breeding yaitu
segala perlakuan atau treatmen terhadap induk sehingga menghasilkan larva. Sedangkan
Seeding adalah penanganan mulai dari larva sampai dengan benih yang siap untuk di
pasarkan (Hayati, 2004).

C. Syarat Lokasi Pembenihan


Fasilitas yang harus dimiliki oleh suatu balai benih ikan adalah:
a. Kolam pemijahan
b. Kolam pendederan
c. Kolam pemeliharaan calon induk
d. Kolam penampung calon benih
e. Kolam pemberokan
f. Kolam filter dan reservoir
g. Kolam pemeliharaan ikan donor, dan
h. Peralatan bahan lainnya (Khairuman dan Amri, 2002).

D. Komponen Pembenihan
Pemijahan buatan atau kawin suntik dapat
dilakukan apabila induk telah matang gonad,
langkah selanjutnya adalah penyuntikan hormon,
menurut Sutisna dan Sutarmanto (1995), teknik
penyuntikan dapat dibagi tiga yaitu :

1) Intramuscular (penyuntikan di dalam otot)


2) Intraperitorial (penyuntikan pada rongga perut)
3) Intracranial (penyuntikan pada rongga otak melalui tulang occipital bagian yang
tipis).
Penyuntikan di dalam otot yaitu jarum suntik tersebut di arahkan ke dalam otot
punggung bagian belakang yang kemiringan jarum suntik 45 derajat, penyuntikan pada
rongga perut ini yaitu ikan tersebut dibaringkan dan disuntik dari arah samping perut
diantara rongga tulang perut, dan pada penyuntikan pada rongga otak melalui tulang
occipital bagian yang tipis ini yaitu jarum suntik diantara tulang pangkal kepala dan
tulang pangkal punggung ikan.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemijahan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu : Faktor eksternal meliputi : suhu, curah hujan, intensitas cahaya, dan
sebagainya dan Faktor internal meliputi : kematangan gonad, ketersediaan hormon, dan
hormon gonadotropik.

E. Teknologi Pemeliharaan Induk


Tujuan utama Pemeliharaan Induk adalah agar dapat menghasilkan induk yang
mempunyai kualitas prima. Mutu induk selain ditentukan dari segi genetiknya juga

3
sangat ditentukan oleh cara perawatan induk tersebut, paling tidak ada dua hal yang
perlu diperhatikan yaitu kolam pemeliharaan dan pakan (Hernowo, 2001).
Menurut Djariajah (2001), pematangan gonad dilakukan selama 3-4 bulan
dengan kepadatan 3-5 ekor/m2. Makanan yang diberikan untuk induk sebaiknya
memiliki kandungan protein yang tinggi, tetapi kadar lemaknya rendah. Ditambahkan
oleh Hernowo (2001), apabila menggunakan pakan komersial, sebaiknya pakan tersebut
ditingkatkan mutunya dengan pengayaan (enriched), caranya dengan menambahkan
nutrisi serta vitamin C ke dalam pakan komersial tersebut. Pada bagian perut kelihatan
agak membesar ke arah anus dan bagian lubang genitalnya berwarna kemerahan.
Sedangkan ciri-ciri induk jantan yang matang gonad berumur minimal 2 tahun dengan
berat 1,5 -2 kg/ekor. Alat kelamin membengkak dan berwarna merah tua dan apabila
diurut ke arah anus akan mengeluarkan sperma berwarna putih susu.

F. Pemijahan
Pemijahan adalah suatu proses pengeluaran
sel telur oleh induk ikan betina dan sperma oleh
induk jantan yang kemudian diikuti
dengan pembuahan. Pemijahan dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu : pemijahan alami, pemijahan
semi alami, dan pemijahan buatan. Ikan patin
hanya dapat dipijahkan secara buatan (Hayati,
2004).
Hernowo (2001) menyatakan bahwa, pemijahan buatan dapat dilakukan
dengan cara menstriping atau mengurut perut sampai ke arah lubang kelamin induk
jantan dan induk betina. Agar telur dan sperma dari induk-induk yang telah disuntik
tersebut dapat dikeluarkan. Proses penstripingan ini dapat dilakukan beberapa jam
setelah penyuntikan.
Pembuahan dilakukan dengan cara mencampur telur dan sperma yang diaduk
secara perlahan dengan menggunakan bulu ayam selama lebih kurang 2 menit dan
kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih (aquades) untuk menghilangkan
lendir. Agar daya rekat telur hilang dan menghindari penggumpalan pada telur, maka
dilakukan pencucian dengan emulsi lumpur yang terlebih dahulu telah dipanaskan pada
suhu 1000 C guna menghindari penyakit (Khairuman dan Suhenda, 2002).

G. Penetasan dan Pendederan


Penetasan merupakan saat terakhir dari masa pengeraman (inkubasi) sebagai
hasil dari beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya. Penetasan
terjadi karena adanya :
a) Kerja mekanik oleh karena embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan
ruang dalam cangkangnya, dengan pergerakan tersebut bagian cangkang telur yang
lembek akan pecah sehingga embrio akan keluar dari cangkangnya
b) Kerja enzimatik yaitu enzim dan unsur kimia lainnya yang dikeluarkan oleh
kelenjar endodermal didaerah pharink embrio (Lagler et al, 1972).

4
Penetasan akan terjadi semakin cepat bila embio yang ada dalam cangkang
semakin aktif bergerak. Aktivitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi
oleh :
1) Faktor dalam yaitu hormone (yang dihasilkan oleh hipofisa dan tyroid dan berperan
dalam proses metamorfosa) dan volume kuning telur (berperan dalam
perkembangan embrio)
2) Faktor luar yaitu suhu, pH, salinitas, gas-gas terlarut (O2, CO2, NH3) dan
intensitas cahaya.
Nuraini (2001) menyatakan bahwa, proses penutupan blastopor kemudian masuk
kepada fase perkembangan embrio. Tanda-tanda aktifitas embrio ikan terlihat dari
pergerakan dan sering kali merupakan bagian yang penting dalam proses penetasan.
Proses ini terlihat bila embrio telah lebih panjang dari lingkaran kuning telur. Selama
penetasan, larva bergerak-gerak sampai lepas dari kapsul telur, dan membutuhkan suhu
yang cocok dan suplay oksigen yang cukup.
Susanto dan Amri (2001) menyatakan bahwa telur disebarkan di dalam
aquarium yang disiapkan sebelumnya, yang diberi air bersih dan diaerasi.
Selanjutnya, diusahakan telur ikan jangan sampai menumpuk karena berakibat telur
akan membusuk, oleh karena itu disebarkan dengan menggunakan bulu ayam agar telur
tidak pecah.
Menurut Susanto (1996), untuk mengatur suhu tempat penetasan agar tetap
konstan dapat digunakan heater dan thermostat pada tempat penetasan atau dapat juga
dilakukan dengan cara memasukkan air segar ke tempat penetasan sehingga akan
menstabilkan suhu air.
H. Pemeliharaan Larva dan Benih
Pendederan merupakan kegiatan
pemeliharaan larva ikan patin dari umur 14
hari sampai ukuran benih berkisar ukuran 5-
10 cm yang siap untuk dibesarkan. Kegiatan
pendederan meliputi persiapan kolam,
penebaran benih, pengelolaan rutin dan
pemanenan (Arie, 1996).
Pemeliharaan di kolam
pendederan berlangsung selama 14 hari. Kemudian dipanen
dengan cara menyurutkan air kolam secara perlahan-lahan sampai mencapai ketinggian
tertentu. Benih diambil sedikit demi sedikit dan ditampung d i bak penampungan.
Benih yang berumur 14 hari ini biasanya sudah berukuran 1-2 inci (Pataros dan Sitasit,
1976).
Hardjamulia (1975) menyatakan bahwa penebaran benih sebaiknya dilakukan
pada pagi hari dengan padat penebaran 100 ekor/m2. Pengontrolan dilakukan setiap hari
untuk memantau keadaan kolam, air masuk, hama dan penyakit.
Pemeliharaan larva dilakukan dengan pemberian makanan, penggantian air,
pemberian aerasi, dan penyiponan untuk pembuangan makanan yang tersisa atau
kotoran dan bangkai larva. Makanan diberikan setelah larva berumur 5-7 hari sejak

5
menetas, jenis makanan yang diberikan adalah makanan alami berupa plankton
hewani atau nabati yang diambil dari perairan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2003).

I. Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Patin


Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ikan.
Untuk merangsang pertumbuhan, diperlukan jumlah dan mutu makanan yang tersedia
dalam keadaan cukup serta sesuai dengan kondisi perairan (Asmawi, 1986).
Menurut Djariah (2001), Ikan patin memerlukan sumber energi yang berasal dari
makanan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Patin merupakan ikan pemakan
segala (omnivora), tetapi cenderung ke arah karnivora.
Susanto dan Amri (2001) menjelaskan, di alam makanan utama ikan patin
berupa udang renik (crustacea), insekta dan moluska. Sementara makanan pelengkap
ikan patin berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di perairan. Apabila
dipelihara di jala apung, ikan patin ternyata tidak menolak diberi pakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjaga kesehatan dan mempercepat
pertumbuhan ikan patin adalah :
1) Benih berumur 15 hari sebaiknya diberi pakan berupa artemia agar
pertumbuhannya lebih cepat dan gerakannya menjadi gesit
2) Benih berumur 30 hari dapat diberikan pakan berupa tubifex yang dikombinasikan
dengan pakan pellet serbuk
3) Patin dewasa dapat diberi pakan berupa pellet tenggelam.

J. Kualitas Air
Air sebagai media hidup haruslah diperoleh dengan mudah dan mengalir
dalam sejumlah yang cukup sepanjang tahun dengan kualitas yang baik, namun
jumlah tidak boleh berlebihan yang dapat mengakibatkan banjir (Suseno, 1977).
Kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan
pertumbuhan larva. Menurut Sulistidjo, Nondji, dan Soergiarto (1980), rendahnya
reproduksi benih ikan karena sifat fisika kimia air yang digunakan pada tempat
pembenihan kurang baik. Beberapa parameter fisika dan kimia perairan yang dapat
mempengaruhi kehidupan ikan adalah suhu, konsentrasi oksigen terlarut,
karbondioksida, amoniak, pH, alkalinitas dan kekeruhan.
Dalam proses pembenihan ikan patin air yang digunakan sebaiknya air yang
tidak mengandung racun (sumber air bisa diperoleh dari air tanah, air sungai, air danau
atau waduk dan sebelum air tersebut digunakan terlebih dahulu air diendapkan atau
didiamkan lebih kurang 1 hari agar unsur-unsur kimia dan bakteri yang terkandung di
dalamnya tidak terbawa pada saat digunakan di wadah atau akuarium.

K. Penyakit
Gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh
ikan. Penyakit dapat menyebabkan kematian, kekerdilan, periode pemeliharaan lebih
lama, tingginya konfersi makanan pada padat penebaran yang lebih rendah dan
hilangnya atau menurunnya produksi. Penyakit dapat disebabkan antara lain karena

6
stress, organisme pathogen, perubahan lingkungan, factor racun dan kekurangan
nutrisi.
Penyakit yang sering menyerang ikan patin terdiri dari dua golongan yaitu
penyakit infeksi yang timbul karena gangguan organisme patogen dan penyakit non
infeksi yang timbul karena organisme lain. Penyebab penyakit infeksi adalah parasit,
bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyebab penyakit non infeksi
adalah keracunan dan kekurangan gizi. Parasit dapat dikendalikan dengan metil biru
atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air).
Pengendalian jamur menggunakan malachyt green oxalate sejumlah 2-3 g/m air (1 liter)
selama 30 menit. Sedangkan penyakit bakteri dapat dibasmi dengan merendam ikan
dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 30-60 menit, merendam
ikan dalam larutan nitrofuran 5- 10 ppm selama 12-24 jam atau merendam ikan dalam
larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Budidaya ikan patin yang dilakukan pada praktikum budidaya hewan dan
tanaman adalah pembesaran di dalam kolam dengan dasar keramik. Selama
pembesaran, dilakukan perawatan dan pengukuran pertumbuhan meliputi panjang dan
bobot ikan patin. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam satu hari.

B. Saran
Untuk memaksimalkan budidaya ikan patin sebaiknya pembesaran dilakukan di
kolam tanah atau kolam semen di area terbuka dengan kondisi yang memungkinkan
unttuk pertumbuhan plankton sebagai pakan alami. Untuk mempercepat pertumbuhan
dapat diberikan pakan tambahan yang lebih intensif dan rutin.

DAFTAR PUSTAKA

Asmawi,S.1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba.Cetakan Kedua.PT.Gramedia,


Jakarta.44 hal.
Arie, U. 1996. Teknik Pemijahan Lele Bangkok Alias Si Jambal Siam. Koran Pertanian
Sinar Tani, Nomor 2517-Tahun XXVI. Hal V.
Djarijah.A.A.2001. Budidaya Ikan Patin. Kanasius. Yogyakarta 87
hal. Djariah, A.S. 1995. Pakan Alami. Kanisius. Yogyakarta

7
Hayati, U. 2004. Keadaan Pembenihan Ikan Patin pada Hatchery Suhaimi di Desa Koto
Masjid Kecamatan 13 Koto Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Usulan Praktek
Umum. UIR. Pekanbaru. 28 hal.
Hernowo. 2001. Pembenihan Patin Skala Kecil dan Besar Serta Solusi
Permasalahan. Penebar Swadaya. Jakarta. 66 hal.
Hardjamulia, A. 1975. Cara Memelihara dan Menternakkan Ikan Jambal Siam.
Departemen Pertanian, Jakarta.
Khairuman dan Amri, K. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka.
Jakarta.83 hal.
Wikipedia.org. 2010. Salinitas dan pH. http://id.wikipedia.org/wiki/Salinitas/pH. Akses 14
Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai