Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kegiatan UKP

1. Obsgin
Pasien masuk IGD RS Bhayangkara dengan keluhan mual muntah sejak 4 hari yang lalu.
Dilakukan aloanamnesis pada suami pasien, riwayat keluhan mual muntah sejak 4 hari
sebelum masuk RS, muntah setiap kali makan, frekuensi muntah lebih dari 10 kali setiap
hari, isi muntah air dan makanan, banyaknya muntah sekitar setengah gelas aqua tiap kali
muntah. Di rumah pasien muntah terus menerus, mengeluh nyeri ulu hati, tidak mau
makan, dan keadaan umum lemah. BAK sedikit, BAB normal. Pasien tidak pernah
mengalami hal ini di kehamilan sebelumnya.
Riwayat mengalami penyakit ginjal, jantung, liver, paru, hipertensi, kolesterol, dan
diabetes disangkal.
Riwayat merokok dan mengonsumsi alkohol disangkal. Berat badan sebelum hamil 43kg.
BB sekarang 40 kg, TB 150 cm
Riwayat Haid
Menarche umur 12 tahun
Siklus teratur
Lamanya haid 3-4 hari
Banyaknya haid 2-3 pembalut/hari
Tanggal hari pertama haid terakhir 05 Oktober 2020
Riwayat Perkawinan dan Kehamilan Dahulu
Perkawinan 1 kali
Pernikahan berlangsung 6 tahun
Riwayat kehamilan sebelumnya
A1 : 2018/keguguran/usia kehamilan 8 minggu/dikuret di RSUD Otanaha
P1 : 2019/perempuan/Spontan letak kepala/2400 gram/ meninggal usia 3 bulan
Riwayat Keluarga Berencana : tidak menggunakan KB
Riwayat ANC : Belum pernah ANC

1) Status Praesens
- Keadaan Umum : sedang - Telinga : Serumen -/-
- Kesadaran : apatis - Leher : Pembesaran KGB (-)
- Tekanan darah : 130/80 mmHg - Thorax : Simetris, retraksi (-)
- Nadi : 120 x/menit, regular, - Jantung : bunyi jantung I-II
isi cukup normal, gallop (-), murmur (-), bising(-)
- Pernapasan : 24 x/menit. Regular - Paru-paru : Suara pernapasan
- Suhu badan : 36,7 oC vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
- Berat badan : 40 kg - Abdomen : perut sedikit
- Tinggi badan : 150 cm memebesar, turgor kulit kembali lambat
- Kepala : Normocephali - Genitalia eksterna : Perempuan normal,
- Mata : Conjungtiva anemis oedem (-), infeksi (-)
(-/-), sklera ikterik(-/-), mata cekung (+) - Ekstremitas : Edema (-) pada kedua
- Hidung : Sekret (-) ekstremitas bawah, akral hangat
- Gigi & Mulut : lidah kotor (+) - Refleks : Refleks fisiologis (+),
- Tenggorokan : T1/T1, hiperemis (-) refleks patologis (-)

2) Pemeriksaan Obstetrik
o Inspeksi : Perut tampak sedikit membesar
o Palpasi : TFU : di antara simfisis dan umbilikus
o His :-
o Kontraksi :-
o Auskultasi : DJJ (+)

3) Pemeriksaan Ginekologik
o Inspeksi : tidak dilakukan
o Inspekulo : tidak dilakukan
o Vaginal Touche : tidak dilakukan
o Rectal Touche : tidak dilakukan

4) Pemeriksaan Penunjang
17/02/2021, Jam 21.30 :
Leukosit : 9.700 /µL
Eritrosit : 3,66 juta/ µL
Hb : 10,6 g/dL
Hematocrit 39 %
MCV 76 fL
MCH 28 pg
MCHC 33,1 g/dL
Trombosit 307 ribu/ µL
GDS : 120 mg%
HCG : +
Urinalisis :
pH 6,0
berat Jenis 1.030
protein +1
bilirubin +1
urobilinogen +2
Keton +3
G3P1A1 23 tahun hamil 15-16 minggu dengan Hiperemesis gravidarum grade 2
Janin Intra Uterin Tunggal Hidup

Pasang infus
Pasang kateter
IVFD D5% : NaCl 2:1 = 30 tpm (DRIPS FURAMIN 1 AMP dalam 500 cc D5%)
Injeksi Ondacentron 8 mg/8 jam
PROVOMER TABLET/8 JAM
Asam folat 400 mcg/24 jam

Abstrak :
hiperemesis gravidarum ditandai dengan mual muntah terus menerus yang dapat
mengakibatkan penurunan berat badan 5% dari berat badan sebelumnya, dehidrasi,
dan ketidak seimbangan elektrolit.2,4 Berdasarkan berat ringannya hiperemesis
gravidarum dibagi dalam tiga tingkatan: 5
1) Tingkat 1
Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman,
berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir
dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah, nadi meningkat sampai
100x/mnt, dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering,
turgor kulit berkurang, dan urin sedikit tapi masih normal.
2) Tingkat 2
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,
subfebris, nadi cepat lebih dari 100-140 x/mnt, tekanan darah sistolik menurun,
apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang icterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan
berat badan cepat menurun
3) Tingkat 3
Walaupun kondisi tingkat 3 sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan
kesadaran (delirium – koma), muntah berkurang atau berhenti, dapat terjadi
icterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam
urin.

Sampai saat ini penyebab dari hiperemesis gravidarum dipercayai merupakan


kombinasi dari pengaruh faktor hormonal, imunologikal, genetic, dan psikologi,
dimana faktor hormonal memiliki peran utama.6
1) hCG : penelitian prospektif melaporkan bahwa secara signifikan terdapat level
serum hCG yang tinggi pada pasien dengan hiperemesis grvidarum dari pada
pasien yang tidak mengalami hiperemesis gravidarum. 2
2) Estrogen : telah dilaporkan hubungan positif antara mual mundah dan serum E2
maternal.2
3) Progesteron : peneliti-peneliti mengingat fungsi corpus luteum yang tinggi pada
trimester pertama dengan level progesterone yang tinggi. Sehingga mereka
mendalilkan bahwa ada hubungan antara tingkat progesterone yang tinggi dengan
mual muntah pada kehamilan. 4
4) Subklinis Infeksi h. pylori: satu penelitian menggunakan pemeriksaan histologi
dari biopsi mukosa melaporkan bahwa 95% dari semua pasien hiperemesis
memiliki tes positif terhadap subklinis infeksi h.pylori dibandingkan dengan
pasien tanpa hiperemesis gravidarum.2
5) Faktor Psikologi : variasi stres psikologi telah dihubungkan dengan hiperemesis,
termasuk imaturitas emosi, ketergantungan ibu yang kuat, kekhawatiran, dan
tekanan yang berkaitan dengan kehamilan, dan penolakan terhadap kehamilan
yang tidak dinginkan.2
6) Serotonin : level serotonin meningkat pada pasien dengan hiperemesis
gravidarum.4
Faktor Risiko
Insiden hiperemesis gravidarum ditemukan lebih banyak pada nulipara, riwayat
hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya, fetus perempuan, penyakit
trofoblas, hamil ganda, abnormalitas kromosom fetus, malformasi sistem saraf pusat,
dan pada wanita di bawah 25 tahun.6

2. Pasien datang ke RS Bhayangkara Kendari, dengan keluhan luka robek pada jari ke 1
tangan kanan setelah mengalami kecelakaan kerja 1 jam sebelum masuk RS. Pasien
adalah seorang tukang angkat batu, saat bekerja tangan pasien tertindih batu, Tidak ada
trauma lain, seperti kepala terbentur, pingsan, muntah tidak dikeluhkan pasien.
Allergy :-
Medication : paracetamol 500 mg
Past illness : -
Last meal :-
Event :-

Primary Survey
Airway : clear
Breathing : 20x/menit
Circulation : 82x/menit, regular, isi cukup, akral hangat
Disability : alert
Exposure : tangan kanan
- Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis
- GCS : E4V5M6
- Tanda-tanda vital :
o Tekanan darah : 120/80 mmHg
o Nadi : 82x/menit
o Respirasi : 20x/menit
o Suhu : 36,8 oC
o SpO2 : 97%
- Kepala : CA -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor Ø 3mm, refleks cahaya +/+
- Leher : tidak ada kelainan
- Thoraks :
o Paru :
Inspeksi : simetris, tidak ada jejas, tidak ada perubahan warna pada dinding
dada
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan, nyeri tekan tidak ada
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara napas vesikuler kiri = kanan, ronki (-), wheezing (-)
o Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kana di inter costae space (ICS) IV linea
parasternalis dekstra, batas jantung kiri di ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung SI-S2 normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen :
Inspeksi : datar, lemas
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
Ekstremitas superior : region manus :
o Look :
Open fraktur digiti I distal & medial, perdarahan (+), bone exposure (+),
hecting (+)
o Feel :
Nyeri tekan (+)
o Movement : range of movement (ROM) terbatas pada digiti I distal & medial
Ekstremitas inferior : akral hangat, CRT 2 detik
- Pemeriksaan radiologis

X Foto manus AP :
Kesan : Fracture complete distal & middle intraphalang digiti I manus dekstra
Fractur complete distal & middle intraphalang digiti I manus dekstra terbuka gr. IIIA

Tatalaksana
- IVFD D5 ½ NS 500 cc/8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Pro Debridement
- Rujuk ke Sp.OT
Abstrak
Fraktur atau patah tulang diartikan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Sumber lain menyatakan fraktur adalah hilangnya
kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun
yang parsial.1

Fraktur dapat disebabkan oleh 1) cedera; 2) stress berulang; atau 3) kelemahan tulang
akibat kelainan patologis (fraktur patologis). Jika kulit diatasnya tetap utuh merupakan fraktur
tertutup (Simple fracture); jika kulit atau salah satu rongga tubuh terhubung dengan dunia luar,
merupakan fraktur terbuka (Compound fracture) yang secara langsung dapat mengalami
kontaminasi dan infeksi. Energi yang sampai ketulang tergantung dari jenis (ringan, berat, dsb),
arah dan kecepatan trauma tersebut. Kebanyakan fraktur terjadi tiba-tiba dan dengan kekuatan
lebih, baik langsung maupun tidak langsung.1

Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan
pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstremitas seperti
semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat
adalah (1) survei primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, disability, exposure (2)
meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi (4) menghilangkan dan
mencegah sumber-sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal di atas telah tercapai maka
fraktur dapat direduksi dan direposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk
proses persambungan tulang dan meminimalisasi komplikasi lebih lanjut.6

3. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak l5 hari sebelum masuk RS,
nyeri perut awalnya dirasakan di ulu hati kemudian berpindah di kanan bawah nyeri
disertai mual dan muntah, nafsu makan berkurang, demam (+). Tidak bisa BAB sejak 3
hari sebelum masuk RS. BAK seperti biasa. Keluhan baru pertama kali dirasakan, tidak
ada riwayat darah tinggi, gula, dan sakit lainnya.

- Keadaan umum : sakit sedang


- Kesadaran : compos mentis
- GCS : E4V5M6
- Tanda-tanda vital :
o Tekanan darah : 120/80 mmHg
o Nadi : 82x/menit
o Respirasi : 20x/menit
o Suhu : 38,8 oC
o SpO2 : 97%
- Kepala : CA -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor Ø 3mm, refleks cahaya +/+
- Leher : tidak ada kelainan
- Thoraks :
o Paru :
Inspeksi : simetris, tidak ada jejas, tidak ada perubahan warna pada dinding
dada
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan, nyeri tekan tidak ada
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara napas vesikuler kiri = kanan, ronki (-), wheezing (-)
o Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kana di inter costae space (ICS) IV linea
parasternalis dekstra, batas jantung kiri di ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung SI-S2 normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen :
Inspeksi : datar, lemas
Auskultasi : bising usus (+) normal, nyeri tekan mc burney, psoas sign (+)
Palpasi : lemas, hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas : akral hangat, CRT 2 detik

Alvarado Score : 10
- Migration of pain : 1
- Anorexia : 1
- Nausea / vomit : 1
- Tenderness in RLQ : 2
- Rebound tenderness : 1
- Elevated temperature : 1
- Leukositosis : 2
- Shift to the left : 1

Pemeriksaan penunjang :
Leukosit :15.000
Hemoglobin :15
Trombosit :197.000
PMN :86,2
Limfosit :9,4
Monosit :4,4

USG abdomen : Appendicitis Acute

Dx :
Appendicitis acute

Plan :
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Inj. Paracetamol 500mg/8 jam
Inj. Norages 500 mg/8 jam
Konsul bedah
Pro Apendektomi CITO

Abstraksi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks yang dapat diakibatkan oleh fekalit/apendikolit,
hyperplasia limfoid, benda asing, parasite, neoplasma, atau striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya. Obstruksi lumen yang terjadi menfukung perkembangan bakteri
dan sekresi mukus sehingga menyebabkan distneis lumen dan peningkatan tekanan
dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan menghambat aliran limfe sehingga
menimbulkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat tersebut terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri periumbilikal. Sekresi mukus yang terus
berlanjut dan tekanan yang terus meningkat menyebabkan obstruksi vena, peningkatan
edema, dan pertumbuhan bakteri yang menimbulkan radang. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehinga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Pada saat ini terjadi apendisistis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan timbul infark dinging dan gangrene. Stadium ini disebut apendisitis
gangrenosa yang bila rapuh dan pecah menjadi apendisitis perforasi. Meskipun bervariasi
, biasanya perforasi terjadi paling sedikit 48 jam setelah awitan gejala. Bila semua proses
di atas berjalan dengan imunitas yang cukup baik, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendisitis sebagai mekanisme pertahanan sehingga timbul massa
local yang disebut apendikularis. Peradangan yang terjadi dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak, omentum lebih pendek, dan apendis lebih panjang dengan
dinding lebih tipis sehingga mudah terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
Apendisitis harus dipikirkan sebagai diagnosis banding pada semua pasien dengan nyeri
abdomen akut yang sesuai dengan manifestasi klinis yakni, mual muntah pada keadaan
awal yang diikuti dengan nyeri perut kuadran kanan bawah yang semakin progresif.
Tatalaksana berupa tirah baring, puasa, dan apendektomi sebagai terapi definitif.

4. Pasien diantar oleh orang tuanya dengan keluhan sesak sejak 2 hari sebelum masuk RS,
sesak disertai batuk berlendir, lendir berwarna putih, demam (+). Muntah 3 kali, 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, isi cairan, banyaknya kurang lebih ½ gelas akua tiap kali
muntah. BAB cair (-), BAK (+), pasien masih suka minum. Riwayat lahir via SC dari ibu
G7P6A2, perokok aktif, hamil aterm, dengan berat badan lahir 2700 gr, PB 38 cm, apgar
score 3-5-7.

Pemeriksaan fisik :
Berat Badan : 3,8 kg
Panjang Badan : 52 cm

KU/kes : gerak aktif, menangis kuat


N165 R54 S37,8 SpO2 88%
Kepala : normocephal, conj. Anemis -/-, sklera ikterik -/-, ubun-ubun cekung (+), mata
cowong +/+
Thoraks : pulmo : retraksi sub diafragma (+), sp. Bronkoves, rh +/+, wh-/-. Cor : BJ I-II
regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral dingin, CRT >2 detik

Leukosit 22000
Hb 14
Tc 254000

Baby gram : pneumonia

Dx :
Pneumonia
Dehidrasi ringan – sedang

Sikap:
O2 Sungkup 6lpm
Rehidrasi Asering 50cc/kgBB dalam 3 jam lanjut maintenance 380 cc/24 jam
Nebulizer NaCl 0,9% 3cc/4 jam + suction
Inj. Paracetamol 50mg/6jam
Inj. Cefotaxime 190mg/8 jam
Inj. Gentamicin 19mg/24 jam
Termoregulasi
Pasang OGT
ASI via OGT ad lib

Abstrak
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,
radiasi, dll) . pada pneumonia disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting
adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya
diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara
klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakteral dengan pneumonia viral.
Demikia pula pemeriksaan radiologid dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan
nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bacterial awitannya
cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada
pemeriksaan radiologis. Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai
dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam
pneumonia adalah streptococcus pneumumoniae, hemophilus influenza, staphylococcus
aereus, streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun
pneumonia viral dapat ditatalaksanan tanpa antibiotic, tapi umumnya sebagian besar
pasien diberi antibiotic karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. Terdapat
berbagai berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia
pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah : pneumonia yang
terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak
mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens
kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara
(polusi industri atau asap rokok).
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumona, yaitu 1) pneumonia
- masyarakat (community - acquired pneumonia), bila infeksi terjadi di masyarakat, dan
2) pneumonia-RS atau pneumonia nasokomial (hospital - acquired pneumonia), bila
infeksinya didapat di RS.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
- Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu
makan, keluhan gasteointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk,s esak napas, retraksi dada, takipnea, sesak
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas
melemahm dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda
pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru
umumnya tidak ditemukan kelainan. Diagnosis etiologic berdasarkan pemeriksaan
mikrobiologis dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi,
penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium
penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis
berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta
gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis,
dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, napas cuping
hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernapasan,
tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemunkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah
pengobatan kasual dengan antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan
suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat
diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit
penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus
dipantau dan diatasi. Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama
keberhasilan pengobatan. Terapi abtibiotik harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia uji
mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotic dipilih berdasarkan pengalaman empiris.
Umumnya pemilihan antibiotic empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab
dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klini pasien serta faktor epidemiologis.

5. Pasien laki-laki 63 tahun datang dengan keluhan BAB hitam sejak 1 hari sebelum masuk
RS, BAB hitam 2 kali, disertai muntah 3 kali, isi cairan dan makanan, darah (-), nyeri ulu
hati (+), demam (-). Riwayat menggunakan obat-obat anti nyeri yang dibeli di warung
jika nyeri lutut. Keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Riwayat darah tinggi
(+) tidak minum obat teratur, riwayat sakit gula disangkal

Pemeriksaan Fisik
Ku : sedang, kes : CM
TD 160/90 N98 R20 S36,5
Kepala : conj. Anemis +/+, sklera ikterik -/-
Thoraks : pulmo : sp. Ves, rh-/-, wh -/-. Cor : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal, nyeri tekan (+) epigastrium
Ekstremitas : akral hangat, CRT 2 detik, tofus (+)
RT : feses hitam (+)
Laboratorium :
leukosit : 9.900
Hb 8,7
Tc 354.000
Uric acid 9,1

Dx :
Melena ec Susp. Peptic ulcer bleeding
Anemia ec melena
Gout artritis

Plan :
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Inj. Omeprazole 80 mg loading, lanjutkan 40mg/12 jam
Sucralfat syrup 2cth/8 jam
Inj. Asam tranexamat 500 mg/8 jam

Abstraksi
Ulkus didefinisikan sebagai hilangnya lapisan epithelial mukosa hingga submukosa
dengan kedalaman >5mm. penyakit ulkus peptikum terdiri dari ulkus gaster dan ulkus
duodenum yang memiliki pathogenesis, etiologi, dan manifestasi klinis yang mirip satu
sama lin. Namun terdapat beberapa karekateristik yang dapat membedakan keduannya.
Ulkus peptikum merupakan penyebab tersering perdarahan dari saluran cerna bagian atas.
Ulkus peptikum paling sering disebabkan oleh H. pylori dan penggunaan OAINS.
Etiologi lain adalah infeksi herpes simpleks, cytomegalovirus atau tuberculosis; obat-
obatan seperti kortikosteroid, biofosfat, klopidogrel, kokain dan KCL; penyakit seperti
sirosis hepatis, penyakit Crohn, gagal ginjal kronis, sarkoidosis atau kelainan
mioploriferatif; trauma/stres akibat bedah, syok hipovolemia. Sindrom Zollinger Ellison
atau penyakit kritis lain. Stres psikologis juga diperkirakan dapat memicu tumbulnya
ulkud peptikum peptikum . merokok menyebabkan defek proses penyembuhan mukosa
lambung dan menciptakan suasana yang nyaman untuk infeksi H. pylori. Pasien dengan
ulkus gaster memiliki kadar sekresi asam normal atau rendah sehingga dihipotesiskan
bahwa gangguan terletak pada mekanisme defensif mukosa lambung atau karena refluks
empedu dan enzim pancreas dari duodenum yang merusak mukosa gaster.
Keluhan yang paling sering dirasakan adalah nyeri di epigastrium , baik pada gaster dan
ulkus duodenum. Nyeri pada ulkus gaster terjadi segera setelah makan, sementara nyeri
pada ulkus duodenum terjadi 2-3 jam sesudah makan atau saat lapar dan membaik setelah
majan atau minum antasida (hunger pain food relief). Hal ini disebabkan karena segera
setelah makan produksi asam lambung di lambung meningkat sehingga pasien dengan
ulkus gaster akan merasa nyeri. Gejala ulkus duodenum baru muncul beberapa jam
setelah makan karena saat makan pylorus akan berkontraksi untuk mengkonsetrasian
makanan di lambung dulu, baru kemudian berelaksasi dan melepaskan isi lambung dan
asam lambung ke duodenumulkus dapat mengalami berbagai macam komplikasi, yang
tersering adalah perdarahan yang ditandai oleh hematemesis, melena, dan fecal blood test
fositif. Baku emas diagnosis ulkus peptikum adalah esofagosttoduidenoskopi (EGD).
Tatalaksana ulkus karena H. Pylori terdiri dari kombinasi PPI dan antibiotic selam 10-14
hari, ulkus karen OAINS penggunaan OAINS harus langsung dihentikan, jika harus
dialnutkan diberikan bersamaan dengan PPI, obat-obat lain H2RA, sucralfat, dan bedah
jika pasien tidak toleran terhadap medikamentosa.

Anda mungkin juga menyukai