Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Prolapsus alat-alat genitalia dapat disamakan dengan suatu hernia, di mana
suatu organ genitalia turun ke dalam vagina, bahkan bila mungkin ke luar dari liang
vagina. Keadaan ini sebagian besar dikarenakan kelemahan dari otot-otot, fascia
dan ligamentum-ligamnetum penyokongnya. Prolapsus genitalia ini secara umum
dapat berupa prolapsus vagina dan atau prolapsus uteri.1,2
Prolapsus genitalia yang sering ditemukan adalah Pelvic Organ Prolapse
(POP) yaitu prolapsus uteri, uterosistokel, sistokel, atau rektokel. Uretrokel saja
jarang terjadi, sedangkan enterokel lebih sering ditemukan terutama pada pasien-
pasien pasca tindakan histerektomi. Kasus ini sering terdapat pada wanita dengan
paritas yang tinggi dan 40% dari mereka membutuhkan tindakan pengobatan dan
kasus ini jarang sekali ditemukan pada seorang wanita nullipara.1,4,5
Diperkirakan 50% dari wanita yang telah melahirkan akan menderita
prolapsus genitalia dan hampir 20% kasus ginekologi yang menjalani operasi
adalah akibat kasus prolapsus genitalia. Angka ini akan terus meningkat jumlahnya
akibat usia harapan hidup wanita Indonesia yang terus meningkat.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Losif dan Bekazzy (1984)
ditemukan hampir 50% wanita terutama wanita pasca menopause yang mengalami
prolapsus genitalia mempunyai masalah urogenital akibat keadaan tersebut, akan
tetapi prevalensinya secara pasti sangat sulit ditentukan dengan tepat. Hal ini
disebabkan banyak wanita tersebutyang tidak mau atau merasa malu, takut ataupun
enggan untuk membicarakan masalah–masalah yang dialaminya, bahkan tabu, baik
pada teman, keluarga, tenaga kesehatan, maupun dokter.Oleh karena itu,
pengetahuan dan pemahaman tentang prolapsus urogenital cukup penting sehingga
setiap wanita yang mengalaminya dapat hidup dengan layak tanpa memberikan
beban yang berat pada keluarga maupun pada masyarakat apabila ditatalaksana
dengan tepat dan benar sejak dini.5
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. R

No. MR : 11 64 11

Umur : 76 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Painan Timur

Anamnesis

Keluhan Utama:

Seorang pasien wanita umur 76 tahun datang ke IGD RSUD M. Zein

Painan pada tanggal 14 Februari 2016 pukul 23.00 WIB dengan keluhan nyeri ari –

ari sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:

 Nyeri ari – ari dirasakan sejak 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan di awal BAK,

dan berkurang setelah BAK.

 Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

 Buang air kecil dirasakan lebih sering dibanding biasanya, sedikit – sedikit,

dan tidak puas di akhir BAK.

 Keluhan BAK berdarah disangkal.

 Pasien sudah dikenal dengan prolapse uteri sejak 10 tahun yang lalu

2
 Pasien tidak haid sejak 30 tahun yang lalu

 Buang air besar (+), warna dan konsistensi biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Pasien memiliki riwayat hipertensi, dengan tekanan darah tertinggi

180/100 mmHG

 Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, dan ginjal.

 Riwayat DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan,

menular, atau kejiwaan

Riwayat Perkawinan, Kehamilan, Imunisasi dan Kontrasepsi :


 Riwayat Perkawinan : 4 kali

 Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan : 12 / 2 / 10

 Riwayat Kontrasepsi : Tidak ada

 Riwayat Imunisasi : Tidak ada

Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Kompos mentis kooperatif

Vital sign

Tekanan Darah : 115/60 mmHg

Frekuensi Nadi : 90 x/menit

Frekuensi Nafas : 23 x/menit

Suhu : 38,8 C

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, cekung -/-

3
Gigi : Caries gigi (+)

Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar

Torak:

Paru: Inspeksi : Gerakan normal, simetris paru kanan dan kiri

Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama.

Perkusi : Sonor kiri sama dengan kanan

Auskultasi : Vesikular di seluruh lapangan paru, wheezing -/-

ronki -/-

Jantung: Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung murni, teratur, bising (-)

Abdomen: Status Obstetrikus

Genitalia: Status Obstetrikus

Kulit: Turgor kulit menurun

Extremitas: Edema (-/-), varises vena varikosa (-/-),

Refleks fisiologis (+/+), Refleks Patologis (-/-)

Status Ginekologi:

Abdomen : I : distensi ( - )

Pa : FUT tidak teraba, NT (-), NL (-)

Pe : timpani

Au : BU (+) Normal

4
Genitalia : I : Tampak massa uterus keluar dari introitus vagina, bentuk bulat,

warna merah muda, erosi (-), tanda radang (-)

: Pa : teraba massa ukuran 15cm x 10cm x 5cm, konsistensi

kenyal,nyeri (-)

Diagnosa

Observasi febris e.c susp infeksi saluran kemih + prolapse uteri grade IV + riwayat

hipertensi tidak terkontrol

Laboratorium

Darah Rutin

Hb : 11,8 gr/dl

Leukosit : 16.600 /mm3

Ht : 33%

Trombosit : 278.000/ mm3

Gula darah random : 256 mg/dl

Kimia Darah

Ureum : 35 mg/dl

Kreatin : 0,8 mg/dl

Na/K/Cl : 137/-/80

Urinalisa

BJ : 1,015

pH : 6,5

Leukosit : +++

Eritrosit : +++

Silinder :-

5
Kristal :-

Epitel : 2-8

Protein : +++

Glukosa :+

Bilirubin :-

Urobilin : Normal

Benda keton : -

Penatalaksanaan

- IVFD RL 28 tts/menit

- Injeksi ceftriakson 2 x 1 gr (IV)

- Paracetamol 3x500 mg

- Cek gula darah puasa dan 2 jam PP

FOLLOW UP 15 Februari 2016

S/ Demam (+), Nyeri ari-ari (+), nyeri BAK (+), Nafsu makan menurun (+), BAB

(+)

O/ KU Kes TD HR RR T

Sedang CMC 110/70 96 27 38,3

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, cekung -/-

Abdomen : FUT tidak teraba, NT (-), NL (-), DM (-)

Genitalia : Tampak prolaps uteri ukuran 15cm x 10cm x 5cm

Tanda radang (-)

Laboratorium : GDP = 206 g/dL, GD2PP = 209 g/dL

6
A/ Observasi febris e.c infeksi saluran kemih + prolapse uteri gr. IV + hiperglikemia

ec susp DM tipe II baru dikenal + riw. Hipertensi tidak terkontrol

P/ - IVFD RL 28 tts/menit

- Injeksi ceftriakson 3 x 1 (IV)

- Paracetamol 3x500 mg

- konsul interne

FOLLOW UP 16 Februari 2016

S/ Demam (-), BAK sering (+), Nyeri BAK (+) berkurang, BAB (+)

O/ KU Kes TD HR RR T

Sedang CMC 110/70 84 20 37,2

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, cekung -/-

Abdomen : FUT tidak teraba, NT (-), NL (-), DM (-)

Genitalia : Tampak prolaps uteri ukuran 15cm x 10cm x 5cm

Tanda radang (-)

A/ Observasi febris e.c infeksi saluran kemih + prolapse uteri gr. IV +

P/ - IVFD RL 28 tts/menit

- Injeksi ceftriakson 3 x 1 (IV)

- Paracetamol 3x500 mg

Hasil konsul Penyakit Dalam :

WD/ DM tipe II baru dikenal + susp. Urosepsis

Sikap :

 Rawat bagian peyakit dalam


 Cefoperazone 2 x 1 gr
 Paracetamol 3 x 500 mg

7
 Urinter 3 x 1
 Cek gula darah (sliding scale sesuai protap)
 Rencana USG

FOLLOW UP 17 Februari 2016

 Pasien dirawat di bagian penyakit dalam dan telah dilakukan pemeriksaan

USG

 Hasil pemeriksaan USG :

- Hidronephrosis Bilateral ec Obstuksi post renal


- Cystisis
 Sikap : Konservatif

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Pelvis


Pelvis dibentuk oleh 4 buah tulang, yaitu:2
 Dua buah ossae coxae yang membentuk dinding anterior dan lateral.
 os sacrum dan os coccygis (bagian dari columna vertebralis) memben-
tuk dinding dorsal pelvis.
Panggul dibagi oleh apertura pelvis superior (pintu atas panggul) yang
dibentuk oleh promontorium sacralis di sebelah dorsal, linea iliopectinea yaitu:6
linea terminalis dengan pecten ossis pubis di sebelah lateral, dan symphysis os
pubis di sebelah anterior, menjadi:
 Pelvis spurium (pelvis major), yaitu bagian di atas apertura tersebut,
merupakan bagian bawah rongga abdomen
 Pelvis verum (pelvis minor), yaitu rongga di bawah apertura pelvis
superior tersebut.

Pelvis spurium ( Pelvic Major )


Merupakan bagian yang terdapat di depan vertebrae lumbalis sebagai batas
dorsal; fossa iliaca dengan m. iliacus berada di sebelah lateral dan dinding
abdomen bagian bawah di sebelah ventral. Pelvis spurium ini juga merupakan
bagian rongga perut.Fungsinya menahan alat-alat rongga perut dan menahan
uterus yang berisi fetus pada wanita hamil sejak bulan ketiga.

9
Gambar 1. Anatomi Panggul

Pelvis verum (Pelvic Minor)


a) Mempunyai pintu masuk panggul; apertura pelvis superior dan pintu keluar;
apertura pelvis inferior yang berupa 2 buah segitiga yang bersekutu pada
alasnya (yakni garis yang menghubungkan kedua tuber ischiadica). Segitiga
bagian dorsal trigonum anale dibentuk oleh kedua lig.sacrotuberosa dan
puncaknya terletak pada os coccygis.
Segitiga bagian ventral trigonum urogenitale dibentuk oleh ramus
inferior ossis pubis dan ramus inferior ossis ischii sebelah kiri dan kanan,
dan puncaknya terletak pada symphysis ossium pubis (yang diperkuat oleh
lig. arcuatum pubis).
b) Cavum pelvis (rongga panggul) terletak di antara pintu masuk dan pintu
keluar panggul, berupa saluran pendek yang melengkung dengan bagian
cekung ke depan.

10
Gambar 2. Pembagian Pelvic
Dasar panggul2
Karena manusia berdiri tegak lurus, maka dasar panggul perlu mempunyai
kekuatan untuk menahan semua beban yang diletakan padanya, khususnya isi
rongga perut dan tekanan intaabdominal.Beban ini ditahan oleh lapisan otot-otot
dan fasia yang apabila mengalami tekanan dan dorongan berlebihan atau terus-
menerus dapat timbul prolapsus genitalis.
Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma urogenital,
dan lapisan-lapisan otot yang berada diluar (penutup genitalia eksterna).
Diafragma pelvis merupakan penutup bagian bawah dari rongga perut, dan
terbentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus yang menyerupai
sebuah mangkok serta fasia endopelvik.
Muskulus levator ani ini terbagi menjadi iliokoksigeus, pubokoksigeus, dan
puborektalis, walaupun jauh subdivisinya disebut pubouretralis, dan pubovaginalis
dimana serabut-serabut levator ani berinsersi dalam fasia yang menutupi uretra,
Otot pubokoksigeus berjalan dari permukaan dalam tulang pubis bagian
anterior dan median membentang ke belakang menuju bagian belakang rectum,
setelah mengelilingi rectum dan vagina kembali ke tulang pubis di sisi lain.
Bagian lateral dari otot tersebut disebut iliokoksigeus yang membentang dari
spina ischiadika dan arkus tendius yang menutup otot obturatorius interna terus
kebelakang dan berinsersi di pinggir lateral tulang koksigeus dan sacrum bagian
bawah.
Otot levator ani kanan-kiri membentuk levator plate yang kuat sekali dan
terbentang dari titik penggabungannya di belakang hiatus levator dan terus ke

11
belakang dan berinsersi di tulang koksigeus, central perineal body, dan pada
ligament anokoksigeus.
Di bawah otot levator ani terdapat diafragma urogenital yang menutup
hiatus genitalis, dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus perinei profundus
dan muskulus transversus superfisialisberjalan antara arkus pubis kanan-kiri. Di
dalam sarung aponeurosis itu terdapat muskulus rhabdosfingter urethrae.
Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh muskulus bulbokavernosus yang
melingkari genital eksterna, muskulus perinei transversus superfisialis, muskulus
iskhiokavernosus dan muskulus sfingter ani eksternus.

Gambar 3. Pelvic floor


Semua otot dibawah pengaruh saraf motorik dan dapat dikejangkan aktif.
Fungsi otot-otot tersebut diatas adalah sebagai berikut:
 Muskulus levator ani berfungsi mengerutkan lumen rectum, vagina, uretra
dengan cara menariknya ke arah dinding tulang pubis, sehingga organ-organ
pelvis di atasnya tidak dapat turun (prolaps), mengimbagkan tekanan
intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga ligament-ligamen tidah
perlu bekerja mempertahankan letak organ-organ pelvic di atasnya, sebagai
sandaran uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih. Bila otot
levator rusak atau mengalami defek maka ligament seperti ligament
kardinale, sakro uterine mempunyai kerja yang berat.

12
 Diafragma urgenital berfungsi memberi bantuan pada otot levator ani
menahan organ-organ pelvis
 Muskulus sfingter ani eksternus diperkuat oleh muskulus levator ani
menutup anus,
 Muskulus bulbokavernosus mengecilkan introitus vagina di samping
meperkuat fungsi muskulus sfingter vesisae internus yang terdiri atas otot
polos.

Gambar 4. Otot dan Ligament Pelvic


Pada introitus vaginae ditemukan juga bulbus vestibuli yang terdiri atas
jaringan yang mengandung banyak pembuluh darah sehingga dapat membesar jika
pembuluh darah terisi.

3.2. Anatomi Genitalia Interna pada Wanita

Uterus pada orang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang
sedikit gepeng. Ukuran panjang uerus adalah 7-7,5 cm, lebar ditempat yang paling
lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas)
dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ
tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus.5

13
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam
anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina,
sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120o-130o dengan
serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri
berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.5
Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackenrodt) merupakan
ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun. Ligamentum
ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke
arah lateral ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah,
antara lain vena dan arteri uterina.
1. Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang
juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan, melengkung dari
bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah os
sakrum kiri dan kanan.
2. Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus dalam antefleksi, dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan
kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
3. Ligamentum puboservikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os pubis
melalui kandung kencing, dan seterusnya sebagai ligamentum vesikouterinum
sinistrum dan dekstrum ke serviks.
4. Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang berjalan
dari uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung jaringan ikat.
Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi
uterus dan kedua tuba, dan berbentuk lipatan. Di bagian lateral dan belakang
ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum).
Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.
5. Ligamentum infundibulopelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba
Falopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Sebagai
alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.

14
6. Ligamentum ovarii propium sinistrum dan dektrum, yakni ligamentum yang
menahan tuba Falopii, berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang fundus uteri
ke ovarium.

Gambar 5. Organ-Organ dalam panggul


Sistem uropoetik di rongga panggul2
Ureter yang di abdomen letaknya retroperitoneal masuk ke pelvis minor
melewati arteria iliaka interna dan melintasi arteri uterina dekat pada serviks hampir
tegak lurus, dan akhirnya bermuara di kandung kencing sisi belakang di trigonum
Lieutaudi.
Vesika urinaria (kandung kencing) umumnya mudah menampung 350 ml,
akan tetapi dapat pula terisi cairan 600 ml atau lebih. Bagian kandung kencing yang
mudah berkembang adalah bagian yang diliputi oleh peritoneum viserale. Pada
dasar kandung kencing terdapat trigonum Lieutaudi, yang bersamaan dengan
uretra, dihubungkan oleh septum vesiko-uretro-veginale dengan dinding depan
vagina. Di trigonum Lieutaudi bermuara kedua (atau lebih) ureter. Dasar kandung
kencing ini terfiksasi, tidak bergerak atau tidak mengembang seperti bagian atas
yang diliputi oleh serosa. Di septum septum vesiko-uretro-vaginale terdapat fasia
yang dikenal sebagian fasia Halban,
Dinding kandung kencing mempunyai lapisan otot polos yang kuat,
beranyaman seperti anyaman tikar. Selaput kandung kencing di daerah kandung
kencing di daerah trigonum Lieutaudi licin dan melekat pada dasarnya. Pada

15
daerah kandung kencing dan bagian atas uretra terdapat muskulus lissosfingter,
terdiri atas otot polos, dan berfungsi menutup jalan urine setempat.
Uretra panjangnya 3,5-5 cm berjalan dari kandung kencing kedepan di
bawah dan belakang simfisis, dan bermuara di vulva. Pada wanita yang berbaring
arahnya kurang lebih horisontal. Di sepanjang uretra terdapat muskulus sfingter.
Yang terkuat adalah muskulus lissosfingter dan muskulus rhabdosfingter. Yang
terakhir ini adalah bagian dari diafragma urogenitale.

Rektum
Rektum berjalan melengkung sesuai dengan lengkungan os sakrum, dari
atas ke anus. Antara rektum dan uterus terbentuk ekskavasio rektouterina, terkenal
sebagai kavum Douglasi, yang diliputi oleh peritoneum viserale. Dalam klinik
rongga ini mempunyai arti penting: rongga ini menonjol jika ada cairan (darah atau
asites) atau ada tumor di daerah tersebut. Dasar rongga tersebut terletak 5-6 cm di
atas anus. Anus ditutup oleh muskulus sfingter ani eksternus, diperkuat oleh
muskulus bulbokavernosus, muskulus levator ani, dan jaringan ikat perineum.

Gambar 6. Jaringan dan Dinding Penyokong Organ Pelvic

3.3. Definisi Prolaps Uteri


Prolapsus uteri adalah suatu keadaan pergeseran letak uterus ke bawah
sehingga serviks atau seluruh uterus berada di dalam orificium vagina, atau keluar
hingga melewati vagina.1 Turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus

16
genitalis disebabkan karena kelemahan otot-otot, fascia, ligamentum-ligamentum
yang menyokongnya.2

3.4. Angka Kejadian


Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berbeda, seperti dilaporkan di
klinik d`Gynocologie et Obstetrique Geneva insidensnya 5,7% dan pada periode
yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang
kejadiannya lebih tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika, Indonesia lebih
kecil angka kejadian pada kasus ini. Pada suku Bantu di Afrika Selatan jarang sekali
terjadi.5
Telah banyak diketahui bahwa faktor predisposisi untuk terjadinya
prolapsus genitalia terutama adalah persalinan pervaginam lebih dari satu kali dan
pekerjaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat serta kelemahan
dari ligamentum-ligamentum karena hormonal pada usia lanjut. Trauma persalinan,
beratnya uterus pada trauma persalinan, beratnya uterus pada masa involusi uterus,
mungkin juga sebagai penyebab.Pada suku Bantu involusi uterus lebih cepat terjadi
dari pada orang kulit putih dan juga pulihnya otot-otot dasar panggulnya.Hampir
tak pernah ditemukan subinvolusi uteri pada suku Bantu tersebut.2,3,5
Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita yang
telah melahirkan, wanita tua yang menopause dan wanita dengan pekerjaan yang
cukup berat. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dari tahun 1995-
2000 telah dirawat 240 kasus prolapsus genitalia yang mempunyai keluhan dan
memerlukan penanganan terbanyak dari penderita pada usia 60-70 tahun dengan
paritas lebih dari tiga.1

3.5. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Penyebab prolapsus alat genitalia adalah multifaktorial dan semakin
berkembang dari tahun ke tahun. Namun pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan
“pelvic floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik, dan ligamentum-
ligamentum yang menyokong organ-organ genitalia tersebut. 1,2

17
Gambar 7. Pelvic Organ Prolapse

Faktor resikonya :

a. Multiparitas
Persalinan yang sering merupakan faktor resiko terbanyak. Sampai saat ini
belum ada penjelasan mengenai apakah karena kehamilan atau nifas itu sendiri
yang menjadi faktor resiko dari prolapsus uteri. Persalinan pervaginam
merupakan faktor risiko yang paling sering dikutip. Tidak ada kesepakatan
apakah kehamilan atau nifas itu sendiri yang merupakan predisposisi untuk
disfungsi dasar panggul. Namun banyak penelitian statistik jelas menunjukkan
bahwa persalinan pervaginam ini meningkatkan kecenderungan seorang
wanita untuk mengalami Pelvic Organ Prolapse (POP). Sebagai contoh, dalam
Dukungan Pelvic Organ Study (POSST), peningkatan paritas dikaitkan dengan
peningkatan resiko prolapsus. Selain itu, risiko POP meningkat 1,2 kali dengan
setiap pengiriman vagina. Studi Kohort Keluarga Berencana Oxford dari
17.000 wanita, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan wanita nullipara,
mereka dengan dua kali persalinan mengalami peningkatan resiko delapan kali
lipat di rumah sakit untuk POP. 3,4
b. Umur
Usia lanjut juga juga merupakan faktor resiko prolapsus uteri. Pada wanita
yang telah menopause, di samping akibat kurangnya hormon estrogen
(hipoestrogenism) yang dihasilkan oleh ovarium serta karena faktor umur
menyebabkan otot-otot dasar panggul seperti diafragma pelvis, diafragma
urogenital dan ligamentum serta fasia akan mengalami atrofi dan melemah,

18
serta terjadi atrofi vagina. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dan fascia
tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai alat penyokong organ
sehingga menyebabkan terjadinya prolapsus genitalia.2,4
c. Penyakit atau kelainan pada jaringan ikat.
Wanita dengan gangguan jaringan ikat mungkin akan lebih beresiko untuk
terjadinya prolapsus uteri.
d. Ras
Telah dibuktikan dalam beberapa penelitian bahwa wanita berkulit hitam,
dan wanita Asia menunjukkan risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik
tampaknya memiliki risiko tertinggi. Meskipun perbedaan dalam komponen
kolagen telah dibuktikan antara ras, namun perbedaan tulang panggul dalam
settiap ras mungkin juga berperan.Misalnya, perempuan kulit hitam, umumnya
arcus pubis < 90 derajat dan umumnya Bentuk panggulnya adalah android atau
antropoid.Bentuk panggul ini mengurangi resiko untuk terjadinya prolapsus
uteri dibandingkan dengan ras Barat dimana rata-rata bentuk panggulnya
ginekoid.
e. Peningkatan Tekanan Intraabdominal
Peningkatan tekanan intra-abdominal yang berlangssung lama diyakini
mempunyai peranan dalam patogenesis Prolapsus uteri. Contohnya dalam
kasus ini adalah pasien yang obesitas, konstipasi yang lama, sering mengangkat
berat, batuk kronis, dan berulang.Selain itu, merokok dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) juga telah terlibat dalam pengembangan PP,
meskipun sedikit data mendukung hal tersebut. Demikian pula, meskipun hasil
batuk kronis berulang dalam peningkatan tekanan intra-abdomen, ada
mekanisme yang jelas telah ditunjukkan.
f. Faktor penyebab lainnya :
Makrosomia, kala dua memanjang akibat peregangan otot-otot jalan lahir
yang terlalu lama bisa menjadi factor resiko yang dapat menyebabkan POP.
Selain itu beberapa ahli ginekologi menganggap trauma jalan lahir akibat
episiotomi, laserasi sfingter anal, penggunaan forceps, stimulasi oksitosin
berulang, riwayat operasi pelvis terutama histerektomi juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya POP dikemudian hari walaupun hal ini masih

19
menjadi pertimbangan. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis akan
mempermudah terjadinya prolapsus genitalia. Bila prolapsus uteri dijumpai
pada nullipara, faktor penyebab biasanya disebabkan oleh adanya kelainan
bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.1-4

Gambar 8. Peningkatan Tekanan Intrabdominal Sebagai Faktor Resiko POP

Tabel 1. Faktor-faktor Resiko Prolapsus Genitalia

20
3.6. Klasifikasi Prolaps Uteri
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat
antara para ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa
macam klasifikasi yang dikenal yaitu:1
1. Prolapsus uteri tingkat I, di mana serviks uteri turun sampai introitus vagina;
2. Prolapsus uteri tingkat II, di mana serviks menonjol ke luar dari introitus
vagina atau sebagian besar uterus keluar vagina;
3. Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus ke luar dari vagina, prolapsus ini
sering juga dinamakan prosidensia uteri.

21
Gambar 9. Derajat Prolapsus Uteri

Selain itu dikenal juga pembagian prolapsus uteri menurut Baden-Walker,


metode pemeriksaannya menggunakan pemeriksaan Baden-Walker.
Pembagiannya adalah :
1. Stage 0 = Tidak ada prolaps
2. Stage I = Ujung prolaps turun sampai setengah dari introitus
3. Stage II = Ujung prolaps turun sampai introitus
4. Stage III = Ujung prolaps sampai setengahnya diluar vagina
5. Stage IV = Ujung prolaps sampai lebih dari setengahnya ada di luar vagina.

Gambar 10. Derajat Prolapsus Uteri Baden-Walker


Pemeriksaan Prolapsus Uterus juga mengenal pembagian berdasarkan system
POPQ ( Pelvic Organ Prolapse Quantification).

22
Gambar 11. Pembagian Klasifikasi Prolapsus Uteri Menurut Sistem POPQ

Tabel 2. Deskripsi dan stadium Prolapsus dengan system POPQ

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo/FK UI pembagian prolapsus uteri


sebagai berikut:2

23
1. Prolapsus derajat I, bila serviks uteri belum melewati introitus vagina tetapi
uterus terletak di bawah kedudukan normal,
2. Prolapsus uteri derajat II, bila serviks sudah melewati introitus vagina,
3. Prolapsus uteri derajat III, bila seluruh uterus sudah melewati introitus vagina

3.7. Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan
pervaginam yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamentum-
ligamentum yang tergolong dalam fascia endopelvis dan otot-otot serta fascia-
fascia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat
dan kronis akan memudahkan terjadinya penurunan uterus, terutama apabila tonus
otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause.2,3
Serviks uteri terletak di luar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita
tersebut dan lambat laun akan menimbulkan ulkus yang disebut dengan ulkus
dekubitus. Jika fascia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya akibat
trauma obstetrik maka akan terdorong oleh kandungan kencing sehingga
menyebabkan penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang di namakan
sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena
persalinan berikutnya yang kurang lancar sehingga akan menyebabkan terjadinya
uretrokel. Uretrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra.Pada divertikulum
keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya di belakang uretra ada lubang
yang membuat kantong antara uretra dan vagina. 6,7
Kekendoran fascia di bagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik
atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan
menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan
rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi. Dinding vagina atas bagian
belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat berisi usus dan
omentum.4

24
PATHOPHYSIOLOGY PRECIPITATING
PREDISPOSING
FACTORS FACTORS
Pelvic Organ Prolapse 
 Sex: female pregnancy
 Age: y/o PELVICin ORGAN PROLAPSE  multiparous women
 Elderly/ Increased intra-abdominal pressure  hypoestrogenism
postmenopausal  obesity, chronic
women pulmonary disease,
smoking, constipation
stretching and tearing of the endopelvic fascia
 pelvic tumors, sacral
and the levator muscles and perineal body
nerve disorders, and
diabetic neuropathy.

decreased perineal muscle tone


stretching

further sagging and stretching of


perineum

vaginal or uterine descent at or through


the introitus

sensation of vaginal fullness ulceration of the protruding cervix


or pressure or vagina

coital difficulty vaginal spotting

displacement of pelvic organs

displacement of the
sacral back pain with lower abdominal rectal pressure
bladder
standing discomfort

voiding difficulties
(incontinence,
defecatory difficulties
frequency, and
(Constipation,
urgency)
uncontrollable gas, and
fecal incontinence)

Gambar 12. Skema Patofisiologi Pelvic Organ Prolapse

25
3.8. Gejala Klinis
Gejala-gejala prolapsus genitalia sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu berbeda dengan yang lainnya dan prolapsus
genitalia yang cukup berat dapat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolapsus yang ringan saja telah mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:1,2
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna.
2. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel yang dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi yang lebih sering dan sedikit-sedikit mula-mula pada siang hari,
kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat di kosongkan seluruhnya.
c. Stress inkontinensia, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urin pada sistokel yang
besar sekali.
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.
b. Baru dapat defekasi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana akan menimbulkan
lecet sampai luka dan ulkus dekubitus pada porsio uteri.
b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada porsio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa
penuh di vagina.

3.9. Diagnosis
Berdasarkan keluhan-keluhan pada penderita dan pemeriksaan ginekologik
umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.

26
Dari anamnesis ditanyakan mengenai adanya benda asing yang keluar dai
kemaluan, apakah terasa mengganjal di sekitar kemaluanya, apakah seperti ada
suatu ruangan antara anus dan vagina, apakah menggunakan laxatives secara rutin,
apakah ada low back pain, adakah dispareunia, ataupun inkontenensia dan
konstipasi.
Friedman dan Little (1991) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai
berikut: Penderita dalam posisi jongkok lalu disuruh mengejan dan ditentukan
dengan pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal atau porsio
sampai pada introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.
Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi lalu ditentukan pula
panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan
elongasio kolli.2
Pada sistokel dijumpai pada dinding vagina depan berupa benjolan kistik,
lembek dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita di suruh
mengejan.Jika dimasukkan ke dalam kandung kencing kateter logam, lalu kateter
itu diarahkan ke dalam sistokel dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada
dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih ke bawah dari sistokel, yaitu dekat pada
orifisium uretra eksternum.2,3
Menegakkan diagnosis retrokel sangatlah mudah yaitu ditandainya dengan
menonjolnya rektum ke lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini
berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak
nyeri.Untuk memastikan diagnosis jari dimasukkan ke dalam rektum dan
selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang menonjol ke lumen
vagina.Enterokel menonjol ke lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada
pemeriksaan rektal dinding rektum lurus dan terdapat benjolan ke arah vagina di
atas rektum.2,4

27
Gambar 13. Cara pemeriksaan Pelvic Organ Prolapse

a. Anamnesis8

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan
rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum

28
Sims atau spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih
diperjelas dengan meminta pasien meneran atau berdiri dan berjalan sebelum
pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan kandung kemih
kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih penuh dapat
berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya jika pasien
meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua pasien.
Tanda-tanda menurunnya estrogen:
o Berkurangnya rugae mukosa vagina
o Sekresi berkurang
o Kulit perineum tipis
o Perineum mudah robek
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang
mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan
iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika
terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih
timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan discharge serviks purulen.1,5,6
POGI, 2013, menjelaskan bagaimana pemeriksaan fisik pada kasus prolaps uteri
sebagai berikut.
• Pasien dalam posisi terlentang pada meja ginekologi dengan posisi litotomi.
• Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain
• Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
- Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
- Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera,ulkus yang
bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.
- Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk mengetahui
derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dahulu sebelum dimasukkan
inspekulum.
• Manuver Valsava.
- Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan manuver
Valsava.

29
- Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior vagina,
serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum perlu
dievaluasi secara sistematis dan terpisah.
- Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan pada posisi
berdiri di atas meja periksa.
- Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolaps.
• Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan otot
levator ani
• Pemeriksaan rektovagina
- untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolaps uteri.

c. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi,
obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus
tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran
kemih. Kultur getah serviks diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau
discharge purulen. Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat
keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda obstruksi saluran kemih, pemeriksaan
BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.6

d. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan
pemeriksaan fisik meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI
dapat digunakan untuk menentukan derajat prolaps namun tidak rutin dilakukan.6

3.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus genitalia adalah:
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan
keluarnya dinding vagina (inversio), karena itu mukosa vagina dan serviks uteri
menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputih-putihan.

30
2. Dekubitus. Jika serviks uteri terus ke luar dari vagina maka ujungnya bergeser
dengan paha pada pakaian dalam, sehingga hal ini dapat menyebabkan luka dan
radang yang lambat laun dapat menjadi ulkus yang disebut ulkus dekubitus.
Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan suatu keganasan,
lebih-lebih pada penderita yang berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi biopsi
perlu dilakuakan untuk mendapatkan kepastian akan adanya proses keganasan
tersebut.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat maka
akibat tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta karena pembendungan
pembuluh darah, maka serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang
pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli. Hipertrofi ditentukan
dengan pemeriksaan pandang dan perabaan. Pada elongasio kolli serviks uteri
pada perabaan lebih panjang dari biasanya.
4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia. Pada sistokel berat, miksi kadang-
kadang terhalang sehingga kandung kencing tidak dapat dikosongkan
sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter sehingga bisa
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula
mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra sehingga dapat
menyebabkan stress inkontinensia.
5. Infeksi saluran kencing. Adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan
infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan
pielitis dan pielonefritis yang akhirnya keadaan tersebut dapat menyebabkan
gagal ginjal.
6. Kemandulan, karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina atau
sama sekali ke luar dari vagina sehingga tidak akan mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan pada waktu persalinan. Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil
maka pada waktu persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala pembukaaan
sehingga kemajuan persalinan jadi terhalang.
8. Hemoroid. Varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan
terjadinya obstipasi sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.

31
9. Inkarserasi usus halus. Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit
sehingga kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu
dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit tersebut.

3.11. Pencegahan
Pemendekan waktu persalinan terutama pada saat kala dua dengan
memperbaiki power yaitu memimpin persalinan dengan baik agar penderita
dihindari untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap adalah tindakan yang benar,
episiotomy yang benar dipertimbangkan, memperbaiki dan mereparasi luka atau
kerusakan jalan lahir dengan baik, , menghindari paksaan dalam pengeluaran
plasenta (perasat Crede), mengawasi involusi uterus paska persalinan yang tetap
baik dan cepat, serta mencegah atau mengobati hal-hal yang dapat meningkatkan
tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronis. Menghindari mengangkat
benda-benda yang berat dan menganjurkan para wanita jangan terlalu banyak punya
anak atau terlalu sering melahirkan.2,4

3.12. Penatalaksanaan
Penatalaksanan pada prolapsus genitalia bersifat individual, terutama pada
mereka yang telah memiliki keluhan dan komplikasi, namun secara umum
penatalaksanan dengan kasus ini terdiri dari dua cara yakni konservatif dan
operatif.2,4

1. Pengobatan Konservatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu para
penderita dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya diberikan pada penderita
prolapsus ringan tanpa keluhan atau pada penderita yang masih ingin mendapatkan
anak lagi atau penderita yang menolak untuk melakukan tindakan operasi atau pada
kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.
Tindakan yang dapat diberikan pada penderita antara lain:4,5
a. Latihan-latihan otot dasar panggul. Latihan ini sangat berguna pada penderita
prolapsus uteri ringan terutama yang terjadi pada penderita pasca persalinan
yang belum lewat enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar

32
panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama
beberapa bulan. Caranya adalah di mana penderita disuruh menguncupkan anus
dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah buang air besar atau
penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air
kencing dan tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa menjadi lebih efektif
dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas
obturator yang dimasukkan ke dalam vagina dan dengan suatu pipa
dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian kontraksi otot-otot
dasar panggul dapat diukur kekuatannya.
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat
pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang di dalam
pessarium yang dimasukkan ke dalam liang vagina.
c. Pengobatan dengan pessarium. Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya
bersifat paliatif saja, yakni menahan uterus ditempatnya selama alat tersebut
digunakan. Oleh karena itu jika pessarium diangkat maka timbul prolapsus
kembali. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan
tekanan pada dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari vagina tersebut
beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika
pessarium terlalu kecil atau dasar panggulnya terlalu lemah maka pessarium
akan jatuh dan prolapsus uteri akan timbul kembali. Pessarium yang paling baik
untuk prolapsus genitalia ialah pessarium cicic yang terbuat dari plastik. Jika
dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier. Pessarium ini
terdiri atas suatu gagang (stem) dengan dengan ujung atas suatu mangkok (cup)
dengan beberapa lobang dan diujung bawah terdapat 4 tali. Mangkok
ditempatkan di bawah serviks dan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang
untuk memberikan sokongan pada pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari
ukuran yang cocok maka diukur dengan jari berupa jarak antara fornik vagina
dengan pinggir atas introitus vagina, kemudian ukuran tersebut dikurangi
dengan 1 cm untuk mendapatkan diameter dari pessarium yang akan digunakan.
Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina.
Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina maka bagian tersebut ditempatkan
ke forniks vagina posterior. Kadang-kadang pemasangan pessarium dari plastik

33
mengalami kesukaran, akan tetapi kesukaran ini biasanya dapat diatasi oleh
penderita. Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan sebaiknya digunakan
pessarium dari karet dengan per di dalammnya. Pessarium ini dapat dikecilkan
dengan menjepit pinggir kanan dan kiri antara 2 jari dan dengan demikian lebih
mudah dimasukkan ke dalam vagina. Untuk mengetahui setelah dipasang
apakah ukurannya cocok maka penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika
pessarium tidak keluar lalu penderita disuruh berjalan-jalan dan apabila ia tidak
merasa nyeri maka pessarium dapat digunakan terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asalkan penderita diawasi
dan diperiksa secara teratur. Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan
sekali. Vagina diperiksa secara inspekulo untuk menentukan ada tidaknya
perlukaan, pessarium lalu dibersihkan dan disterilkan lalu kemudian dipasang
kembali.Pada kehamilan, reposisi prolapsus uteri dengan memasang pessarium
berbentuk cincin dan kalau perlu ditambah tampon kassa serta penderita
disuruh tidur mungkin sudah dapat membantu penderita. Apabila pessarium
dibiarkan di dalam vagina tanpa pengawasan yang teratur, maka dapat
menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti ulserasi, terpendamnya sebagian
dari pessarium ke dalam dinding vagina, bahkan dapat terjadi fistula
vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis. Kontraindikasi terhadap pemakaian
pesarium ialah adanya radang pelvis akut atau subakut serta adanya keganasan.
Sedangkan indikasi penggunaan pessarium antara lain kehamilan, bila
penderita belum siap untuk dilakukan tindakan operasi, sebagai terapi tes untuk
menyatakan bahwa operasi harus dilakukan, penderita yang menolak untuk
dilakukan tindakan operasi dan lebih suka memilih terapi konservatif serta
untuk menghilangkan keluhan yang ada sambil menunggu suatu operasi dapat
dilakukan.

34
Gambar 14. Jenis-jenis Pessarium

Tabel 3. Tipe Pessarium yang bisa dipasang berhubungan dengan tipe


prolaps

35
2. Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan adanya prolapsus vagina, sehingga
jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri maka prolapsus vagina perlu
ditangani pula secara bersamaan. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus uteri
yang ada belum perlu dilakukan tindakan operasi. Indikasi untuk melakukan operasi
pada prolapsus vagina ialah jika didapatkan adanya keluhan pada penderita.2,7
Di bawah ini akan dibicarakan terapi pembedahan pada jenis-jenis
prolapsus genitalis.2,6
a. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafi anterior. Setelah diadakan sayatan
pada dinding vagina depan lalu dilepaskan dari kandung kencing dan uretra, lalu
kandung kencing didorong ke atas dan fascia puboservikalis sebelah kiri dan kanan
dijahit di garis tengah. Sesudah dinding vagina yang berlebihan dibuang maka
dinding vagina yang terbuka ditutup kembali. Kolporafi anterior dilakukan pula
pada uretrokel. Kadang-kadang tindakan operasi ini tidak mencukupi pada sistokel
dengan stress inkontinensia yang berat.
b. Rektokel
Pada kaus ini operasi yang dilakukan disebut dengan kolpoperineoplastik.
Di mana mukosa dinding belakang vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga
dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum dan dengan ujungnya pada batas
atas rektokel.Sekarang fascia rektovaginalis dijahit di garis tengah dan kemudian
muskulus levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah. Luka pada dinding
vagina dijahit, demikian pula otot-otot perineum superfisialis sebelah kanan dan
kiri, lalu dihubungkan di garis tengah dan akhirnya luka pada kulit perineum dijahit.
c. Enterokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke serviks
uteri. Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari dinding
vagina lalu peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin. Sisanya dibuang
dan di bawah jahitan itu ligamentum sakrouterina kiri dan kanan serta fascia
endopelvik dijahit di garis tengah.
d. Prolapsus uteri

36
Seperti telah diterangkan di atas bahwa indikasi untuk melakukan operasi
pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,
kemungkinannya untuk masih mendapatkan anak lagi atau untuk mempertahankan
uterus, tingkatan prolapsus uteri dan adanya keluhan yang ditemukan pada
penderita.

3.14 Komplikasi Prolaps Uteri


Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah:2
 Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertai
dengan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina
dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-
putihan.
 Dekubitus. Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan
radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan
demikian, perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada
penderita berusia lanjur.
 Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun ke
dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih
kuat, karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan
menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli.
 Kemandulan. Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus
vaginae atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi
kehamilan.

3.13. Prognosis
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan memberat.
Prognosis akan baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal (tidak
disertai penyakit lainnya), dan Indeks Masa Tubuh ( IMT ) dalam batas normal.
Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk, mempunyai

37
gangguan sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas batas normal. Rekurensi
prolaps uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.5

BAB IV
DISKUSI

38
Telah dilaporkan seorang pasien wanita umur 76 tahun yang datang ke
RSUD Dr. M Zein Painan dengan diagnosis observasi febris e.c ISK + prolapsus
uteri std IV. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.

Pasien masuk dengan keluhan utama nyeri ari – ari sejak 1 hari yang lalu
dan semakin meningkat dalam 3 jam terakhir. Keadaan nyeri ari – ari pada pasien
ini dapat dihubungkan dengan adanya gangguan pada organ pelvis, seperti vesika
urinaria, ataupun uterus. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien juga
merasakan demam sejak 3 hari yang lalu, kemudian terdapat gangguan dalam buang
air kecil. BAK dirasakan keluar sedikit – sedikit yang disertai nyeri dan pasien
merasa tidak puas setelah buang air kecil. Pasien telah dikenal menderita prolapse
uteri sejak 10 tahun yang lalu dan belum mendapatkan terapi.

Pasien tidak haid sejak 30 tahun yang lalu. Pasien tidak mempunyai riwayat
operasi pelvis dan tidak mengalami batuk kronik sebelumnya. Buang air besar
dikatakan ada. Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pasien memiliki riwayat
hipertensi dengan tekanan darah tertinggi adalah 180/100. Pasien tidak pernah
menderita penyakit jantung, paru, hati, dan ginjal. Tidak ada anggota keluarga yang
menderita penykait keturunan, menular, dan kejiwaan.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran


composmentis cooperative, tekanan darah 115/60 mmHg, nadi 90 kali/menit, nafas
23 kali/menit, suhu 38,8oC. Dari mata, didapatkan konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pemeriksaan thorkas dan ekstremitas didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan ginekologi terlihat bagian abdomen tidak ada distensi, FUT tidak
teraba, NT (-), NL (-). Pada pemeriksaan genitalia, tampak massa uterus keluar dari
introitus vagina, bentuk bulat, warna merh muda, erosi (-), tanda radang (-) dan
teraba massa ukuran 15 cm x 10 cm x 5 cm, konsistensi kenyal, nyeri (-).

Pasien telah mempunyai 10 orang anak dan dilahirkan secara spontan.


Menurut kepustakaan, adanya kelemahan ligament endopelvik. Faktor penyebab
terjadinya prolapse uteri adalah melahirkan dan menopause, persalinan lama dan
sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada
kala dua, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul

39
yang tak baik. Pada menopause, hormone estrogen telah berkurang sehingga otot
dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.

Beberapa gejala klinis dari prolaps uteri adalah adanya benjolan yang
menonjol di genitalis eksterna terutama jika pasien berdiri lama, berjalan jauh, atau
mengedan juga disertai rasa nyeri yang hilang bila berbaring dan gangguan pada
miksi dan defekasi. Sesuai dengan kepustakaan di atas, maka pada pasien ini dari
anamnesa didapatkan adanya benjolan yang dirasakan keluar dari kemaluan sejak
5 tahun yang lalu yang mulanya sebesar bola pimpong dan bertambah besar sampai
sebesar tinju dewasa, terutama bila berdiri lama, berjalan jauh, mengedan dan
batuk, juga disertai gangguan BAK dan BAB.

Dari pemeriksaan fisik, tampak massa keluar dari kemaluan sebesar tinju
dewasa, warna merah jambu, permukaan rata. Pada palpasi teraba masa sebesar
tinju dewasa keluar dari kemaluan konsistensi kenyal, padat, permukaan rata,
mobil, dan tidak nyeri tekan. Berikut adalah pembagian prolaps uteri menurut
Baden-Walker :
6. Stage 0 = Tidak ada prolaps
7. Stage I = Ujung prolaps turun sampai setengah dari introitus
8. Stage II = Ujung prolaps turun sampai introitus
9. Stage III = Ujung prolaps sampai setengahnya diluar vagina
10. Stage IV = Ujung prolaps sampai lebih dari setengahnya ada di luar vagina
Berdasarkan kepustakaan tersebut, pasien ini termasuk prolap uteri grade
IV. Berdasrakan kriteria POPQ, pasien ini termasuk stadium IV, karena seluruh
uterus telah melewati hymen
Berdasarkan literatur, etiologi prolapsus uteri yang paling mungkin pada
pasien ini adalah melemahnya jaringan pendukung uterus (ligament, fasia, serta
otot-otot dasar panggul) akibat proses ketuaan serta defisiensi hormon estrogen
setelah menopause. Disamping itu dapat juga dikaitkan dengan riwayat persalinan
yang berulang kali (pasien merupakan grande multipara) dan semua anaknya lahir
secara spontan.
Pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan pengobatan medis dan
operatif. Pengobatan medis :

40
1. Latihan – latihan otot dasar panggul.
Latihan ini sangat berguna pada prolaps enteng, terutama yang terjadi
pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan.

2. Stimulasi otot – otot dengan alat listrik


Kontraksi otot – otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat
listrk, elektrodenya dapat dipasang dalam pesarium yang dimasukan ke
dalam vagina.

3. Pengobatan dengan pessarium


Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena itu jika
pessarium diangkat, timbul prolaps lagi.

Pengobatan operatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsu uteri tergantung dari
beberapa faktor, seperti umur penderita, keonginannya untuk mash mendapat anak
atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya keluhan.
Macam – macam operasi :
1. Ventrofiksasi ; pada wanita yang masih tergolong muda dan masih
mengingkan anak , dilakukan operasi untuk membuat uterus
ventrofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau
mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut.
2. Operasi Machester ; pada oparasi ini biasanya dilakuakan amputasi
serviks uteri dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong,
di muka serviks dilakukan pula kolporafiaanterior dan
kolpoperineoplastik.
3. Histerektomi vaginal ; operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps
uteri dalam tingkat lanjut, dan pada wanita yang telah menopause.
Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum
rotundum kanan – kiri.
4. Kolpokleisis ; operasi penjahitan sederhana dinding vagina depan
dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan
uterus terletak di atas vagina.

41
Pada pasien ini dianjurkan untuk pemasangan pesarium. Prinsip
pemasangan pesarium adalah bahwa lat tersebut memeberikma tekanan pada
dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina beserta uterus tidak dapat
turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika pesarium terlalu kecil atau dasar
panggul terlalu lemah, pessarium jatuh dan prolapsus uteri akan timbul lagi.
Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalis adalah pessarium cincin,
terbuat dari plastic. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pesarium
Napier. Pesarium ini terdiri atas suatu gagang (stem) dengan ujung atas suatu
mangkok (cup) dengan beberapa lobang, dan di ujung bawah 4 tali. Mangkok
ditempatknan di bawah serviks dan tali – tali dihubungkan dengan sabuk pinggang
untuk memberi sokongan pada pessarium. Pesarium diberi zat pelican dan
dmasukkan miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam
vagina, bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Untuk mengetahui
setelah dipasang apakah ukurannya cocok, penderita disuruh batuk atau mengejan.
Jika psarium tidak keluar, penderita disuruh jalan – jalan, apabila ia tidak merasa
nyeri, pesarium dapat dipakai terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun , dengan syarat diawasu
secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakuakn 2 – 3 bulan sekali, vagina
diperiksa inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium
dibersihkan dan disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali.. apabila
pesarium dibiarkan dalam vagina tanpa pengawasan yang timbul, dapat timbul
komplikasi ulserasi dan terpendamnya sebagian dari pesarium dalam dinding
vagina. Kontraindikasi terhadap pemakaian pesarium ialah adanya radang pelvis
akut atau sub akut, dan karsinoma.
Indikasi penggunaan pessarium adalah : 1) kehamilan; 2) bila penderita
belum siap untuk dilakukan operasi; 3) sebagai terapi tes, menyatakan bahwa
operasi harus dilakukan; 4) penderita menolak untuk dioperasi, lebih memilih terapi
konservatif; 5) untuk menghilangkan symptom yang ada sambal menunggu waktu
operasi dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

42
1. Junizaf. Prolapsus alat genitalia. Dalam: Buku ajar: Uroginekologi. Jakarta
Subbagian uroginokologi rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi
FKUI/RSUPN-CM, 2002; 70-76
2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua,
cetakan Ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009:
103-131, 421-446
3. Decherrney AH, Goodwin, TM, et al. Current Diagnosis and Treatment. New
York: The McGraw hill, 2007:720-734
4. Schorge J et al. Williams Gynecology. United States: The McGraw hill, 2008:
chapter 24
5. Fortnes K et al. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics.
Baltimore. Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
6. Thomson JD. Surgical techniques for pelvic organ prolapse. In: Bent AE,
Ostergard DR, Cundiff GW, et al, eds. Ostergard’s urogynecology and pelvic
floor dysfunction. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,2003.
7. Wong Eric. Patophysiology of menopause organ changes. 2011. Available
from : http://www.pathophys.org/menopause/ Diunduh tanggal 17 Februari
2016.
8. POGI. 2013. Panduan Penatalaksanaan Organ Panggul

43

Anda mungkin juga menyukai