Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

PROLAPS UTERI

Pembimbing :
dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG

Disusun Oleh :
Farida Nurhayati
1820221093

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KANDUNGAN DAN


KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 30 SEPTEMBER – 7 DESEMBER 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus ini diajukan oleh


Nama : Farida Nurhayati
NRP : 1820221093
Program Study : Kepaniteraan Klinik Obstetrik dan Ginekologi
Judul : Prolaps Uteri

Disetujui,
Kepala Departemen Pembimbing

dr. Hary Purwoko, Sp.OG, KFER dr. Adi Rahmanadi, Sp.OG

Ditetapkan di : Ambarawa
Tanggal disetujui : November 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha
Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
pembuatan laporan kasus yang berjudul “Prolaps Uteri” yang merupakan salah
satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter
di Bagian Ilmu Kesehatan Kandungan dan Kebidanan RSUD Ambarawa -
Semarang.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG dan dr. Hary Purwoko,
Sp.OG K-FER selaku dokter pembimbing dalam pembuatan tulisan ini dan
teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tulisan ini banyak terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap
kritik dan saran dari pembaca.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada
khususnya dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu
kedokteran pada umumnya.

Ambarawa, November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1


BAB II LAPORAN KASUS ......................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA …………………………………..………...6
BAB IV PEMBAHASAN…………………...................................................18

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................19

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Prolaps uteri adalah turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis yang disebabkan oleh melemahnya otot-otot dasar panggul, terutama
otot-otot levator ani, ligamentum-ligamentum dan fasia yang menyokong uterus,
sehingga uterus turun kedalam vagina dan mungkin keluar dari vagina. Hal ini
dapat mempengaruhi kualitas hidup yang merupakan akibat dari penekanan dan
ketidaknyamanan dari prolaps uteri tersebut. Prolaps uteri merupakan salah satu
dari prolaps organ pelvis dan menjadi kasus nomor dua tersering setelah
cystourethrocele (bladder and urethral prolapse). Prolaps uterus dapat
disebabkan karena kelemahan otot, fasia, dan ligemen penyokongnya.
Prolapsus organ genitalia masih menjadi masalah kesehatan pada wanita
yang insidennya mencapai 40% pada wanita usia diatas 50 tahun. Frekuensi
prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti dilaporkan di klinik
Gynecologie et Obstetrique Geneva insidesnya 5,7%, dan pada priode yang sama
di Hambrug 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang
kejadiannya cukup tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika, Indonesia
kurang. Penyebabnya terutama adalah melahirkan dan pekerjaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat serta kelemahan dari
ligamentum-ligamentum karena hormonal pada usia lanjut. Untuk itu, diperlukan
adanya usaha untuk menjaga kualitas hidup yang dapat menurun akibat
morbiditas jangka panjang yang disebabkan oleh persalinan. Penatalaksanan
konservatif dan perubahan gaya hidup tetap memiliki peran pada penatalaksanaan
prolaps uteri derajat ringan, pasien yang masih ingin memiliki anak, atau yang
tidak menginginkan operasi. Selain pengobatan, upaya pencegahan terhadap
faktor resiko juga perlu diprioritaskan.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

Formulir Rekam Medik


A. Identitas pasien
Nama : Ny. D
Umur : 84 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Ambarawa, Kab. Semarang
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No MR : 1768xxx
Tanggal Masuk : 13 Oktober 2019

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar benjolan dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluar benjolan dari jalan lahir dirasakan pasien sejak 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Benjolan awalanya kecil dan semakin lama bertambah besar.
Benjolan keluar terutama saat berjalan, berdiri atau mengedan dan benjolan
tersebut tidak dapat masuk kembali. Keluhan juga disertai nyeri perut bagian
bawah serta keluar darah dari jalan lahir, namun sedikit. Keluhan nyeri berkurang
bila pasien berbaring. Sehari-hari pasien melakukan perkerjaan rumah seperti
menyapu. Saat keluhan timbul pasien masih melakukan aktivitas seperti biasa.
Saat ini pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur. Keputihan dan lendir
disangkal. Demam disangkal, mual dan muntah disangkal. Buang air kecil dan
buang air besar tidak ada keluhan.
Riwayat Obstetri
Pasien pernah hamil sebanyak 4 kali, melahirkan 4 kali, dan tidak ada
riwayat keguguran. Pasien menikah sebanyak 2 kali, pernikahan dengan suami

2
pertama mempunyai 2 orang anak, pernikahan dengan suami kedua juga
mempunyai 2 orang anak. Saat ini suami pertama dan kedua sudah meninggal.
1. Laki-laki, 59 tahun, lahir spontan, di dukun beranak, berat badan lahir
tidak ingat, meninggal usia 54 tahun
2. Laki-laki, 54 tahun, lahir spontan, di dukun beranak, berat badan lahir
tidak ingat
3. Laki-laki, 48 tahun, lahir spontan, di dukun beranak, berat badan lahir
tidak ingat
4. Perempuan, 41 tahun, lahir spontan, di Bidan, berat badan lahir tidak ingat
Riwayat Menarche
Pasien pertama kali haid pada umur 13 tahun, haid rutin setiap bulan
dengan lama 7 hari dan siklus 28 hari.
Riwayat KB
Riwayat memakai KB diakui yaitu pil. Pasien mengonsumsi pil KB selama
>10tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Hipertensi : diakui
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM : disangkal
Hipertensi : disangkal
Asma : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sebagai ibu rumah tangga, aktivitas sehari-hari di rumah yaitu menyapu.
Pasien tinggal bersama anak perempuannya, menantu, dan 2 oeang cucu. Pasien
tinggal di lingkungan perkampungan yang cukup padat penduduk. Sehari-hari
pasien makan nasi beserta lauk pauk seperti telur, tempe dan sayur. Pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok dan tidak sedang mengonsumsi obat-obatan, jamu,
ataupun alkohol.

3
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 150/90 mmHg Nadi : 95 kali/ menit
Suhu : 36,5°C RR : 20 kali/ menit

Kepala : Mata konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)


Leher : KGB tidak teraba pembesaran
Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)
Abdomen : Bising usus (+) Normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, capirally refill test < 2 detik.
Status Ginekologi
Inspeksi : Fluksus (+), flour (-), vulva dan vagina tidak ada kelainan,
tampak massa berasal dari vagina pada vulva, discharge (-),
erosi (-)
Periksa Dalam : Fluksus (+), flour (+), vulva dan vagina tidak ada kelainan,
teraba massa dari dinding anterior vagina turun sampai di
luar intoritus vagina, porsio: licin, erosi (+)

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah, tanggal 13 Oktober 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 14.4 g/dl 11,7-15,5
Leukosit 9.32 ribu 3.6 – 11
Hematokrit 45.6 % 35 - 47
Eritrosit 5.44 106/ul 3.8 – 5.2
Trombosit 239 ribu 150 – 440
MCV 83.8 83.8 82-98
MCH 26.4 26.4 27 – 32

4
MCHC 31.5 31.5 32 – 37
RDW 12.8 12.8 10 – 16
MPV 7.16 mikro 7 – 11
Basofil 0.4 % 0–1
Eosinofil 2.3 % 2–4
Neutrofil 67 % 50 – 70
Limfosit 29 % 25 – 40
Monosit 3,65 % 2–6
Glukosa Sewaktu 71 mg/dL 74 - 106
SGOT 13 u/L 0 – 35
SGPT 16 u/L 0 – 35
Ureum 25.2 mg/dL 10 – 50
Kreatinin 0.74 mg/dL 0,45 – 0.75
HbsAg Non reaktif

E. Diagnosis Kerja
P4A0 dengan Prolapsus Uteri grade III dan injeksi ulkus

F. Pentalaksanaan
• Bed rest
• Pemasangan Pessarium

K. Prognosis
a. Ad vitam: dubia ad bonam
b. Ad fungsionam: dubia ad malam
c. Ad sanasionam: dubia ad bonam

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi Prolapsus Uteri


Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang
diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan
penyokong (fasia).

III.2 Epidemiologi
Prolapsus organ panggul (POP) masih menjadi masalah kesehatan pada
wanita yang mengenai hingga 40% wanita usia di atas 50 tahun.3 Prolapsus uteri
merupakan salah satu jenis prolapsus organ panggul (genitalia) dan menjadi kasus
nomor dua tersering setelah cystouretrochele (bladder and urethral prolapse). 4
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara, seperti dilaporkan di klinik
Gynecologie et Obstetrique Geneva insidennya 5,7% dan pada periode yang sama
di Hamburg 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang
kejadiannya cukup tinggi.
Prolapsus organ panggul (POP) merupakan masalah yang sering dialami
dengan prevalensi 41-50% dari keseluruhan perempuan di atas usia 40 tahun dan
akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup seorang 8
perempuan. Insidensi bedah untuk POP yaitu 15-49 kasus per 10.000 perempuan
per tahun.

III.3 Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps yang
sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaan belum
lengkap, prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta, dan
sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan bila prolapsus genitalia terjadi segera
sesudah partus atau dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis
mempermudah terjadinya prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai pada

6
nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus.

III.4 Faktor Risiko


1. Multiparitas
Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai faktor
risiko untuk prolaps uteri. Tidak ada kesepakatan apakah itu kehamilan atau
kelahiran itu sendiri yang merupakan predisposisi disfungsi dasar panggul.
Namun, banyak penelitian telah dijelaskan menunjukkan bahwa melahirkan tidak
meningkatkan kecenderungan wanita untuk prolaps uteri. Misalnya, pada studi
Organ Penyokong Panggul (POSST), peningkatan paritas dikaitkan dengan
peningkatan kejadian prolaps (Swift, 2005). Selain itu, risiko prolaps organ pelvis
meningkat 1,2 kali pada persalinan pervaginam. Studi kohort yang dilakukan di
Oxford pada 17.000 wanita untuk membandingkan wanita nulipara dengan wanita
yang telah mengalami dua kali melahirkan, mengalami peningkatan delapan kali
lipat berkunjung ke rumah sakit untuk prolaps organ pelvis.
2. Usia
Seperti dijelaskan sebelumnya, usia lanjut juga terlibat dalam
pengembangan prolaps organ pelvis. Dalam studi POSST, ada 100-persen
peningkatan risiko prolaps untuk setiap dekade kehidupan. Pada wanita berusia 20
sampai 59 tahun, kejadian prolaps organ pelvis berlipat ganda dengan setiap
dekade. Seperti risiko prolaps organ pelvis lainnya, penuaan adalah proses yang
kompleks. Peningkatan insiden mungkin akibat dari penuaan fisiologis dan proses
degeneratif serta hipoestrogenisme.
3. Penyakit jaringan ikat
Wanita dengan gangguan jaringan ikat lebih mungkin untuk
mengembangkan prolaps organ pelvis. Dalam sebuah studi seri kasus kecil,
sepertiga dari wanita dengan sindrom Marfan dan tiga perempat dari wanita
dengan sindrom Ehlers-Danlos melaporkan riwayat prolaps organ pevis.
4. Ras
Prevalensi perbedaan ras, prolaps organ pelvis telah dibuktikan dalam
beberapa penelitian. Perempuan kulit hitam dan Asia menunjukkan risiko

7
terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki risiko tertinggi.
Meskipun perbedaan kandungan kolagen telah dibuktikan antara ras, perbedaan
ras di tulang panggul juga mungkin memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit
hitam lebih sering memiliki lengkungan kemaluan sempit dan panggul android
atau antropoid. Bentuk-bentuk ini adalah pelindung terhadap prolaps organ pelvis
dibandingkan dengan panggul ginekoid khas wanita Kaukasia yang paling.9
5. Peninggian tekanan intraabdomen
Peningkatan tekanan intra-abdomen yang kronis diyakini memainkan
peran dalam patogenesis prolas organ pelvis. Kondisi ini dapat sebabkan oleh
obesitas, sembelit kronis, batuk kronis, dan angkat berat berulang-ulang. Sejumlah
penelitian mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko independen untuk stres
inkontinensia urin.

III.5 Patofisiologi
Uterus di fiksasi pada tempatnya oleh otot dan ligamentum membentuk
dasar pelvis. Prolaps uteri terjadi ketika dasar pelvis yaitu otot dan ligamentum
mengalami peregangan, terjadi kerusakan, dan kelemahan sehingga mereka tidak
sanggup untuk menyokong organ pelvis, sehingga uterus dan organ pelvis lainnya
jatuh ke introitus vaginae. Prolaps bisa saja terjadi secara tidak komplet, atau pada
beberapa kasus yang berat, terjadi prolaps yang komplet sehingga uterus jatuh
sampai keluar vagiana.

Gambar 1. Prolapsus Uteri

8
III.6 Manifestasi Klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala penderita
yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai
a. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genialia
eksterna.
b. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
c. Prolaps uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
 Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan
lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
 Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri.

III.7 Klasifikasi
Untuk mengklasifikasikan prolaps organ panggul dikembangkan beberapa
sistem.Untuk keperluan praktis klinis, sistem Baden-Walker dikembangkan secara
luas, sementara sistem Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q) mulai
banyak digunakan untuk praktik klinik dan penelitian. Pada sistem Baden-Walker,
pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi litotomi. Kemudian pasien
diminta meneran, setelah itu dinilai penurunan prolaps dan dinilai sesuai dengan
derajat prolaps sebagai berikut:
Stadium 0 : posisi normal untuk tiap lokasi
Stadium 1 : penurunan sampai dengan setengah jarak menuju himen
Stadium 2 : ujung prolaps turun sampai dengan himen
Stadium 3 : ujung prolaps setengahnya sampai diluar vagina
Stadium 4 : ujung prolaps lebih dari setengahnya ada diluar vagina

9
Gambar 1. Derajat Prolapsus Uteri

Salah satu baku emas untuk menentukan stadium prolaps adalah POP-Q.
Sistem ini berisi serangkaian penilaian terhadap pendukung organ panggul wanita.
Disetiap segmen pengukuran, diukur dari selaput dara, yang merupakan anatomi
tetap untuk identifikasi. Enam poin dalam pengukuran POP-Q yaitu: dua di
dinding vagina anterior (poin Aa dan Ba), dua di vagina apikal (poin C dan D),
dan dua di dinding vagina posterior (poin Ap dan Bp). Semua poin POP-Q,
kecuali total panjang vagina (TVL), diukur selama pasien mengejan dan harus
mencerminkan tonjolan maksimum. Semua pengukuran kecuali panjang vagina
total diukur saat pasien mengedan.

10
III.8 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya
dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Pasien dengan
prolaps uteri biasanya mengeluhkan adanya benjolan yang keluar dari alat
kelaminnya. Pasien biasanya mengeluhkan
a. Rasa berat pada atau rasa tertekan pada pelvis.
b. Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau
kadang-kadang keluar dari vagina.
c. Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang
d. Nyeri pada saat berhubungan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan genikologi biasanya mudah dilakukan, Friedman dan Little
menganjurkan sebagai berikut; Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan
dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi
normal atau portio telah sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah
keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi,
ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari
ukuran normal dinamakan elongasio kolli. Berikut adalah stadium untuk prolaps
uteri: Lima stadium untuk prolaps.
a. Stadium 0: Tidak ada prolaps.
b. Stadium I: Sebagian besar portio distal mengalami prolaps > 1 cm di atas
himen.
c. Stadium II: Sebagian besar portion distal mengalami prolaps ≤ 1 cm di
proksimal atau distal himen.
d. Stadium III: Sebagian besar portio distal mengalami prolasp > 1 cm
dibawah himen tetapi benjolan tidak lebih 2 cm dari panjang vagina.
e. Stadium IV: Prolaps komplet termasuk bagian dari vagina.

11
Gambar 3. Prolaps uteri dan pesarium.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes
Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada kasus
yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus
ditangguhkan ke dokter perawatan primer atau dokter kandungan.
b. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari
kelainan-kelainan lain.

III.9 Penatalaksanaan
1. Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala. Mempertahankan
prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang lebih tepat. Beberapa
wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi lanjutan dari prolaps.
Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil atau buang air
besar terhambat, erosi vagina).

12
2. Terapi Konservatif
a. Latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi pada
pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun dari
penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative management
prolaps uterus yang diterbitkan pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa
latiahan otot dasar panggul tidak bukti ilmiah yang mendukung. Caranya
ialah, penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul
seperti biasanya setelah selesai berhajat atau penderita disuruh membayangkan
seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikkanya.
b. Pemasangan Pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama pessarium tersebut dipakai. Oleh karena
jika pessarium diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang mendukung
penggunaan pessarium tidak kuat, mereka digunakan oleh 86% dari ginekolog
dan 98% dari urogynaecologists. Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa alat
tersebut membuat tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian
dari vagina tersebut besereta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina
bagian bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolaps genitalia ialah
pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat
digunakan pessarium Napier.
 Pedoman Pemasangan Pessarium.
a) Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur
dengan jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas
introitus vagina, ukuran tersebut dikurang 1 cm untuk mendapat
diameter dari pessarium yang akan dipakai.
b) Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit
kedalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina,
bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Kadang-
kadang pemasangan pessarium dari plastik mengalami kesukaran.

13
c) Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan, sebaiknya dipakai
pessarium dari karet dengan per didalamnya.
d) Untuk mengetahui setelah pemasangan, apakah ukuran cocok,
penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak
keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak merasa nyeri,
pessarium dapat diteruskan.
e) Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita
diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2 – 3
bulan sekali, vagian diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan
ada tidaknya perlukaan. Pessarium dibersihkan dan dicucihamakan
dan kemudian di pasang kembali.
 Indikasi penggunaan pessarium:
a) Kehamilan.
b) Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi.
c) Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan.
d) Penderita menolak untuk dioperasi.
e) Untuk menghilangkan gejala yang ada, sambil menunggu waktu
operasi dapat dilakukan.

Gambar 4. Jenis-jenis pessarium. A. Cube pessary. B. Gehrung pessary. C. Hodge with


knob pessary. D. Regula pessary. E. Gellhorn pessary. F. Shaatz pessary. G.
Incontinence dish pessary. H. Ring pessary. I. Donut pessary.

14
3. Terapi Bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani pula.
Ada kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan pembedahan,
padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada belum perlu dioperasi.
Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk
prolaps vagina. Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolaps rahim,
disertai dengan perbaikan prolaps vagina pada waktu yang sama. Indikasi untuk
melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti
umur penderita, keinginan untuk masih mendapat anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya keluhan. Macam-macam
operasi untuk prolaps uterus sebagai berikut :
a. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak,
dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan
ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut
atau dengan cara operasi Purandare.
b. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks dilakukan pula
kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan
untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo ngasio kolli). Tindakan
ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus, dan distosia
servikalis pada persalinan. Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah
penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini
ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi
anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
c. Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat
lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri, atas
pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan

15
dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps
vagina di kemudian hari.
d. Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan pra/pasca
operasi belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak aktif lagi dapat
dilakukan operasi sederhana dengan menjahit dinding vagina depan dengan
dinding vagina belakang, sehingga lumen vagian tertutup dan uterus terletak
di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak memperbaiki sistokel dan retrokel
sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urinae. Obstipasi serta keluhan
prolaps lainnya juga tidak hilang.

III.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah
1. Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri
Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio);
karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan
berwarna keputih-putihan
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha
dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun
timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan
karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun ke dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang
turun serta pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi
dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli.
4. Infertilitas
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.

III.11 Prognosis

16
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps derajat
awal biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama sekali.
Latihan otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah perburukan prolaps
derajat awal.

17
BAB IV
KESIMPULAN

Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang


diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan
penyokong (fasia).
Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan prolapse organ genital
antara lain: sistokel adalah penurunan kandung kemih, prolapse uteri adalah
penurunan uterus dan serviks melalui kanalis vaginalis menuju introitus vagina.
Diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis, meliputi otot,
ligament, dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan oleh trauma
obstetrical dan laserasi selama persalinan. Proses persalinan per vaginam
menyebabkan peregangan pada dasar pelvis, dan hal ini merupakan penyebab
paling signifikan dari prolapse uteri. Selain itu, seiring proses penuaan terdapat
penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan
kekuatannya.
Penatalaksaan prolaps uteri dapat dilakukan secara konsrvatif contohnya
pemasangan pessarium yang bersifat paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya
selama pessarium tersebut dipakai, maupun terapi bedah yaitu histerektomi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anatomy of Uterine [Image on the Gray’s Anatomy Student Consult] 2010. [cited
on Feb 28, 2015]. Available from:
http://www.studentconsult.com/bookshop/chome/default.cfm?shortcut=an
atomy.
Anhar K, Fauzi A. Kasus Prolapsus Uteri di Rumah Sakit DR. Mohammad
Hoesin Palembang Selama Lima Tahun (1999 – 2003). Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSMH Palembang. [database on the internet]. [cited on Feb 28,
2015]. Available from: http://digilib.unsri.ac.id/download/
KASUS%20PROLAPSUS%20UTERI%20DI%20RUMAH%20SAKIT%
20DR_%20MOHMMAD%20HOESIN.pdf.
Barsoom RS, Dyne PL. Uterine Prolapse in Emergency Medicine. Medscape
Article. [database on the medscape] 2011. [cite on Feb 27, 2015].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/797295-
overview#showall.
Detollenaere RJ, Boon J, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA, et al.
Treatment of Uterine Prolapse Stage 2 or Higher: A Randomized
Multicenter Trial Comparing Sacrospinnosus Fixation with Vaginal
Hysterectomy (SAVE U Trial). BMC Womens Health Journals 2011.
[database on the NCBI]. [cited on Feb 28, 2015]; 02:1402. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3045971/ pdf/1472-6874-
11-4.pdf.
Doshani A, Teo R, Mayne CJ, Tincello DG. Uterine Prolapse. Clinical Review
2007. [database on the NCBI]. [cited on Mar 1, 2015]; 335:819-823.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
PMC2034734/pdf/bmj-335-7624-cr-00819.pdf.
Faraj R, Broome J. Laparoscopic Sacrohysteropexy and Myomectomy for Uterine
Prolapse: A Case Report and Review of the Literature. Journal of Medical
Case Report 2009. [database on the NCBI]. [cited on Feb 27, 2015];
02:1402. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC2783099/pdf/1752-1947-3-99.pdf.
Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International Urogynecological
Association 2011. [article in the internet]. [cited on Mar 1, 2015];
335:819-823. Available from:
http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_po
p.pdf.
Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International Urogynecological
Association 2011. [article in the internet]. [cited on Mar 2, 2015];
335:819-823. Available from:

19
http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_po
p.pdf.
Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies.
2008.
Standring S, Ellis H, Healy JC, Johnson D, Williams A, et al. Gray’s Anatomy:
The Anatomical Basis of Clinical Practice. 39th Edition. [textbook of
Anatomy]. Elsevier Churchill Livingstone: 2008.
Vita DD, Giordano S. Two Succesful Natural Pregnancies in a Patient with
Severe Uterine Prolapse: A Case Report. J Med Case Report 2011.
[database on the NCBI]. [cite on Mar 1, 2015]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3180421/.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua,
Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009.
Hal: 9-11,432,433,436,437.

20

Anda mungkin juga menyukai