KELOMPOK II:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha kuasa, oleh
karena berkat dan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial ini
dengan baik dan tepat waktu.
Laporan ini adalah laporan hasil kerja Problem Based Learning (PBL) skenario
1 pada blok sistem dermatomuskuloskeletal yang fokus pada permasalahan yang
diberikan dalam skenario tersebut.
Dalam pembuatan laporan ini, ada banyak pihak yang telah membantu kami
sehingga laporan ini dapat selesai dengan baik oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih. Secara khusus kami sampaikan terima kasih kepada dr. Nugroho
Prasetyo yang telah menuntun kami saat melakukan Problem Based Learning
sebagai tutor, serta memberikan masukan dalam penulisan laporan ini, terima kasih
juga kami sampaikan kepada rekan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Cenderawasih Angkatan 2018, serta pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu yang telah memberikan kami support dalam penulisan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta menambah
wawasan kepada pembaca yang berkaitan dengan pembahasan dalam laporan ini
namun kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
kekurangan baik dari segi penulisan maupun penyajian isi dari laporan ini sendiri.
Oleh karena itu, kami memohon kritik dan saran kepada pembaca sebagai masukan
kepada kami untuk menjadi tolak ukur kami pada penulisan laporan selanjutnya.
Kelompok II
Dua orang laki-laki Tn. Hercules berusia 60 tahun dan Tn. Ade Roy berusia 28
tahun akan mengikuti kejuaraan cabang olahraga binaraga, setelah berlatih dan
mengikuti program yang diberikan dalam kurun waktu tertentu maka keduanya
mengalami hipertrofi pada otot seperti yang menjadi kriteria penilaian dalam
kejuaraan tersebut. Ketika berlatih keduanya sering mengalami spasme otot yang
menyebabkan nyeri dan juga pernah mengalami dislokasi pada articulatio humeri.
Ketika saat bertanding Tn. Hercules dan Tn. Ade Roy dimasukkan dalam kelas
yang berbeda karena perbedaan usia dan berat badan. Diketahui sebelumnya Tn.
Hercules adalah seorang binaragawan sejak masa mudanya namun karena tidak
ingin mengalami atrofi pada otot-ototnya sehingga sampai saat ini ia masih terus
berlatih dan mengikuti pertandingan.
4. Dislokasi merupakan cedera pada sendi yang terjadi ketika tulang bergeser
dan keluar dari posisi normalnya.
6. Artrofi merupakan massa total suatu otot menurun. Jika sendi tidak
digunakan, kandungan aktin dan miosinnya berkurang, seratnya menjadi
lebih kecil. (Hall, 2016)
2. Iya bisa, karena setiap umur massa ototnya berbeda-beda. Jika ditambah
dengan kegiatan atau aktifitas mengangkat beban berat akan mengakibatkan
hipertrofi pada otot.
3. Karena spasme otot menyebabkan kaku, dan keadaan yang tidak bisa
bergerak sementara. Sehingga nyeri dapat terjadi.
5. Tidak, karena pada orang lansia atau siapa saja dapat mengalami spasme
otot. Misalnya pada lansia, sering terjadi spasme otot pada penyakit rematik.
7. Dislokasi tidak hanya dapat terjadi pada articulatio humeri, bisa juga terjadi
pada sendi-sendi yang lain.
8. Tidak, karena orang pada penyakit stroke atau pasien tirah baring dapat
menyebabkan atrofi pada otot-otot mereka karena jarang untuk digerakkan.
9. Yang dapat mempengaruhi atrofi yaitu, kegiatan atau aktifitas dan pola
makan.
SKENARIO
SPASME DISLOKASI
HIPERTROFI NYERI ARTICULATIO
OTOT ARTICULATIO
HUMERI
HUMERI
BELAJAR MANDIRI
1. Kontraksi Otot
Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot Rangka:
Potensial aksi / impuls yang dihantarkan sepanjang sarkolema, juga
dihantarkan di sepanjang membran T tubules. Akibatnya, DHP reseptor
yang terdapat di membran T tubules akan membuka, menyebabkan ion Ca+
masuk. Dengan terbukanya reseptor DHP akan merangsang terbukanya
Ryanodine (RD) reseptor di membran cysternae sarcoplasmic reticulum
menyebabkan semakin banyak ion Ca+ yang keluar dari cysternae
sarcoplasmic reticulum (karena cysternae sarcoplasmic reticulum
merupakan tempat depo ion Ca+). Dengan banyaknya ion Ca+ yang beredar
dalam sitosol akan merangsang proses kontraksi – sliding antara aktin dan
miosin.
celah sinap.
terbukanya saluran ion Natrium sehingga ion Natrium influk dan timbul
dan T tubules).
10. Ion Ca+ yang masuk ini akan merangsang pembukaan Ryanodine
Ca+ yang ada di dalam cysternae, sehingga jumlah ion Ca+ yang beredar
11. Ion Ca+ akan berikatan dengan Troponin C, menyebabkan active site
menempel dan akan menarik filamen aktin untuk lebih mendekat ke arah
filamen miosin. Proses inilah yang disebut sliding antara aktin dan
miosin. Pada saat sliding, sarkomer akan memendek dan saat inilah
12. Ion Ca+ secara proses transport aktif akan masuk kembali ke dalam
Troponin I akan menutupi active site aktin. Hal ini yang disebut proses
relaksasi.
1. Ion kalsium
3. Glikolisis anaerobic
4. Glikolisis aerobic
5. Lipolisis
Fenomena Kontraksi:
1. Sumasi Temporal
2. Sumasi Spasial
Tetani:
Hipertrofi yang sangat luas dapat terjadi bila otot-otot diberikan beban
selama proses kontraksi. Untuk menghasilkan hipertrofi hampir maksimum
dalam waktu 6 sampai 10 minggu, hanya dibutuhkan sedikit kontraksi kuat
setiap harinya. Selama terjadi hipertrofi, sintesis protein kontraktil otot
berlangsung jauh lebih cepat, sehingga juga menghasilkan jumlah filamen
aktin dan miosin yang bertambah banyak secara progresif di dalam
miofibril, yang sering kali meningkat sampai 50 persen. Kemudian, telah
diamati bahwa beberapa miofibril itu sendiri akan memecah di dalam otot
yang mengalami hipertrofi untuk membentuik miofibril yang baru.bersama
dengan peningkatan ukuran miofibril, sistem enzim yang menyediakan
energi juga bertambah. Hal ini terutama terjadi pada enzim-enzim yang
dipakai untuk glikolisis, yang memungkinkan terjadinya penyediaan energi
yang cepat selama kontraksi otot yang kuat dan singkat. (Hall, 2016)
a) Hipertrofi Otot:
Hipertrofi otot adalah satu bentuk paling umum dan paling jelas
dari hipertrofi organ, muncul pada organ otot rangka sebagai respon
atas latihan fisik atau latihan beban. Tergantung jenis latihannya,
hipertropi otot dapat muncul melalui meningkatnya volume
sarkoplasma atau meningkatnya protein kontraktil.
b) Hipertrofi Ventrikular
c) Hipertrofi Payudara
d) Hipertrofi Klitoris
Mekanisme Hipertrofi :
Penyebab dari atrofi yang lain yaitu mutasi (yang dapat merusak gen
yang membangun organ), nutrisi yang buruk, sirkulasi yang buruk,
hilangnya dukungan hormon, hilangnya pasokan saraf ke organ target,
jumlah apoptosis sel yang berlebihan, dan kurangnya gerakan atau penyakit
instrinsik pada jaringan itu sendiri.
Mekanisme dari atrofi sendiri yaitu, jika otot jarang digunakan akan
menimbulkan yang namanya kecepatan penghancuran protein pada otot, hal
ini akan berlangsung lebih cepat daripada penggantinya, Jalur yang
muncul untuk menjelaskan sebagian besar degradasi protein pada otot
yang mengalami atrofi adalah jalur ATP-dependent ubiquitin-
proteasome. Proteasome adalah kompleks protein besar yang
mendegradasi protein rusak atau protein yang tidak dibutuhkan
dengan cara proteolisis, reaksi kimia yang memecah ikatan peptida.
Ubiquitin adalah protein pengatur yang pada dasarnya menandai sel
mana yang akan menjadi target degradasi proteosomal sehingga
membuat filamen aktin dan miosin akan berkurang dan serat otot akan
menjadi kecil. (Hall, 2016). Karenanya, kandungan aktin dan miosinnya
berkurang, seratnya menjadi lebih kecil, dan menjadi atrofi (massanya
berkurang) dan lebih lemah.
Atrofi Denervasi
Atrofi Fisiologis
Atrofi Senilis
Atrofi Endokrin
5. Spasme Otot
Spasme otot juga merupakan penyebab umum nyeri, dan merupakan
dasar banyak sindrom nyeri klinis. Nyeri ini mungkin sebagian disebabkan
secara langsung oleh spasme otot yang merangsang reseptor nyeri yang
bersifat mekanosensitif, namun mungin juga nyeri ini secara tidak langsung
disebabkan oleh pengaruh spasme otot yang menekan pembuluh darah dan
menyebabkan iskemia. Spasme otot ini juga meningkatkan kecepatan
metabolisme dalam jaringan otot, sehingga relatif memperberat keadaan
iskemia, menyebabkan kondisi yang ideal untuk pelepasan bahan kimiawi
pemicu timbulnya nyeri. Spasme otot hampir selalu terjadi pada area-area
otot yang terpengaruh pada sisi tubuh yang berlawanan (karena lintasan
motorik akan menyilang ke sisi yang berlawanan). (Hall, 2016)
Kram atau spasme otot dapat terjadi pada keadaan tertentu, pada
umumnya terjadi saat otot melakukan kontraksi kuat atau maksimal.
Selanjutnya, otot tersebut tetap kontraksi tanpa diikuti fase relaksasi.
Keadaan tersebut terjadi akibat kekurangan dalam penyediaan ATP, padahal
ATP berperan penting dalam proses pemompaan ion Ca+ masuk ke dalam
sarcoplasmic reticulum. Apabila ion Ca+ tetap menumpuk dalam sitosol
dalam jumlah besar, akan menghalangi proses relaksasi otot, yaitu lepasnya
head miosin yang menempel pada filamen aktin.
Adapun jenis-jenis spasme, antara lain spasme otot akibat patah tulang,
dan spasme otot abdomen pada peritonitis. Masih ada jenis spasme lokal
lain, yakni kram otot. Setiap faktor lokal yang menyebabkan iritasi, atau
keadaan metabolisme abnormal pada otot, seperti saat kedinginan,
kurangnya aliran darah, atau latihan yang berlebihan, dapat menimbulkan
nyeri atau sinyal sensorik lainnya yang akan dihantarkan dari otot ke
medulla spinalis, yang selanjutnya menimbulkan refleks umpan balik
Kontraksi merupakan hal terpenting dari otot. Hal ini berkaitan dengan
penggunaan adenosin triposphate (ATP) sebagai energi kontraksi.
Mekanisme kontraksi otot berlangsung melalui daur reaksi yang kompleks.
Hal ini dapat dijelaskan melalui teori pergeseran filamen (sliding filament
Dislokasi Akut
Dislokasi Berulang
gambar 4 Ilustrasi kumpulan sendi manusia, siku, lutut, pinggul dan bahu.
Sendi peluru atau art. Globaidea (ball dan socket). Sendi ini memberikan
gerakan yang terbesar. Kepala sendi yang agak bulat dari tulang panjang
masuk ke dalam rongga yang sesuai berbentuk cekung memungkinkan
Sendi bujur telur atau art. Ellipsoidea (ellipsoid). Sendi ini merupakan
modifikasi dari sendi peluru. Gerakan sedikit terbatas dan tergolong ke
dalam sendi bersumbu dua. Meskipun dapat fleksi, ekstensi, abduksi dan
adduksi, namun tidak rotasi. Sebagai contoh sendisendi
metacarpophalangea dan jari-cari tangan.
Sendi putar atau art. Trocoidea (trocoid). Gerakan pada sendi jenis ini
terjadi di dalam bidang transversal dengan longitudinal. Contoh-contoh dari
sendi ini ialah art, radioulnar dan art. Atlanto epistrophica pada rotasi
kepala.
Sendi engsel atau art. Throchlearis (ginglysum). Gerakan pada sendi ini
ada di dalam bidang sagital dengan sumbu transversal. Fleksi dan ekstensi
terjadi pada siku, pergelangan kaki dan sendi interphalangea.
Sendi pelana atau art. Sellaris (sellar). Sendi ini berbentuk seperti pelana.
Sendi bersumbu dua yang dapat bergerak fleksi, ekstensi, abduksi, dan
adduksi. Satu-satunya sendi pelana yang asli ialah art. Carpometacarpaldari
ibu jari.
Pada skenario tersebut disimpulkan bahwa Tn. Hercules dan Tn. Ade Roy
merupakan atlet binaragawan yang selalu melakukan latihan untuk membentuk
ototnya hal tersebut akan membuat otot-otot mereka menjadi besar atau yang biasa
disebut dengan hipertrofi. Hipertrofi sendiri adalah keadaan dimana bertambah
besarnya suatu ukuran sel yang disebabkan karena latihan yang terus menerus dan
membuat terjadinya penumpukan protein yang menyebabkan banyaknya
mikrofilamen aktin dan miosin pada otot sehingga terjadinya hipertrofi.
Namun jika atlet tersebut tidak melakukan latihan setiap hari akan menyebabkan
terjadinya atrofi. Atrofi adalah kebalikan dari hipertrofi yaitu mengecilnya ukuran
sel yang disebabkan oleh kurangnya latihan sehingga protein mikrofilamen aktin
dan miosin menjadi berkurang. Atrofi juga bisa terjadi karena faktor usia seperti
yang telah dijelaskan dan hal tersebut terjadi pada Tn. Hercules.