Pembimbing :
dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG
Disusun Oleh :
Farida Nurhayati
1820221093
Disetujui,
Kepala Departemen Pembimbing
Ditetapkan di : Ambarawa
Tanggal disetujui : November 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kebesaran Allah SWT karena rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Intrauterine fetal
death”. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kebidanan dan
Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Selesainya laporan kasus ini
tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Adi
Rachmanadi, Sp.OG selaku dokter pembimbing dan teman teman Co-Ass yang
telah membantu dalam pembuatan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis sangat
memerlukan kritik dan saran. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi para
pembaca.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Tidak merasakan gerakan janin.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan tidak merasakan
adanya gerakan janin sejak 1 hari yang lalu. Ibu merasa terakhir ada gerakan janin
pada pukul 4 sore 1 hari sebelum datang ke poli. Malam harinya ibu merasakan
mules seperti ingin BAB, namun pada saat itu gerakan janin sudah tidak dirasakan
hingga keesokan harinya. Ibu bahkan mengaku 2 hari sebelumnya baru saja
memeriksakan kandungannya di Bidan dan pada saat itu gerakan janin masih aktif
serta DJJ baik.
Tidak ada keluhan lain seperti lendir darah, rembes air ketuban, mules-
mules. Tidak ada keluhan sistemik lain seperti pusing, nyeri kepala, mata
berkunang, mata kabur, dada sakit, sesak nafas, mual, muntah berlebih,
kelemahan anggota gerak.
2
Riwayat Obstetri
Pasien baru mengalami kehamilan pertama sebelumnya tidak pernah
melahirkan maupun keguguran. Pasien sudah menikah selama 4 tahun.
Riwayat Menarche
Pasien pertama kali haid pada usia 12 tahun, haid rutin setiap bulan dan
siklus 28 hari dengan lama menstruasi 5 hari. Terakhir menstruasi adalah 13
November 2018 dengan hari perkiraan lahir 20 Agustus 2019.
Riwayat ANC
Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan rutin di bidan tetapi tidak
pernah melakukan kontrol rutin ke dokter spesialis kandungan dan kebidanan.
Riwayat KB
Belum pernah memakai
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Infeksi saluran kemih : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah ibu rumah tangga
Perilaku Kesehatan
Merokok : Disangkal
Minum-minuman beralkohol : Disangkal
Konsumsi narkoba : Disangkal
Riwayat penggunaan obat-obatan dan jamu : Disangkal
Memiliki hewan peliharaan : Disangkal
3
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 78
Tinggi badan : 162
Tanda vital
Tekanan darah : 140/90
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36.7
RR : 20x/menit
Kepala : Mata konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks
Paru : Vesikuler (+), tidak ada rhonki maupun wheezing
Jantung : S1S2 reguler, tidak ada murmur maupun gallop
Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, tungkai tidak edem.
Status Obstetrik
Inspeksi : membuncit, membujur, linea nigra (+), striae gravidarum (+),
bekas sc (-)
Palpasi
4
Auskultasi : DJJ (-)
Pemeriksaan dalam / Vaginal Toucher :
Vulva/uretra tidak ada kelainan, dinding vagina dalam batas normal
Vaginal Toucher :
- Kulit Ketuban (KK) (+),
- Air ketuban (-)
- Lendir darah, sarung tangan lendir darah (-)
Bishop score
Serviks Hasil Pemeriksaan Skor
Posisi portio Searah sumbu jalan lahir 1
Konsistensi Sedang 1
Pendataran 40-50% 1
Pembukaan 1 cm 1
Penurunan kepala Bidang hodge I 3
TOTAL 7
D. Diagnosis Kerja
G1P0A0 38 tahun hamil 41 minggu, janin 1 mati intrauterin, presentasi kepala
sudah masuk PAP, puka, belum dalam persalinan.
5
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Darah Lengkap
Hb 13 11.7 – 15.5 g/dl
Leukosit 9.5 3.6 – 11.0 ribu
Eritrosit 4 3.8 – 5.2 juta
Hematokrit 37.1 35 – 47 %
Trombosit 315 150 – 400 ribu
MCV 90 82 – 98 fL
MCH 29 27 – 32 pg
MCHC 35.8 32 – 37 g/dl
Limfosit % 26 25 – 40 %
Monosit % 6.7 2–8%
Eosinofil % 3 2–4%
Basofil % 0.5 0–1%
Neutrofil % 70 50 – 70 %
PTT 9 9.3 – 11.4 detik
APTT 30.5 24.5 – 32.8 detik
Golongan Darah B
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 100 74 – 106 mg/dL
SGOT 30 0 – 35 U/L
SGPT 20 0 – 35 IU/L
Ureum 20 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.40 0.45 – 0.75 mg/dL
Serologi
HBsAg Non-reaktif Non-reaktif
USG
Tanggal 29 Agustus 2019 hasil menunjukan air ketuban cukup, plasenta di atas,
TBJ 3420 gram, DJJ (-), kepala dibawah.
G. Penatalaksanaan
Diagnosis Kerja: Ny.I G1P0A0 41 tahun hamil 41 minggu IUFD.
1. IP Dx :
6
a. Subjektif : Anamnesis
b. Objektif : His, DJJ, Bishop score, Tes darah rutin, Proteinuria, EKG, USG,
CTG
2. IP Tx :
- Pasang IV Line untuk Induksi persalinan dengan RL + oksitosin 10 tpm,
selang 10 menit 20 tpm.
- Pasang oksigen 3 liter
3. IP Mx :
- Monitoring KU, TTV
- Monitoring bishop skor atau pembukaan
4. IP Ex
- Posisi ibu miring kiri
- Motivasi induksi persalinan
- Motivasi rawat inap untuk pasien
- Motivasi bila persalinan tak maju, indikasi sectio cesaria
- Beri pasien dan keluarga penjelasan tentang kondisi pasien beserta janin
serta penanganannya
H. Persalinan Spontan
Kala I
16.30 Belum pembukaan
Induksi persalinan pembukaan lengkap pukul 10.30 keesokan hari
Kala II
10.45 bersalin spontan
Kala III
KU : baik
TFU : 2 jari di bawah pusat
Perdarahan : 50 ml
Kontraksi uterus : baik
Plasenta : lahir pervaginam, lengkap, selaput amnion
lengkap
7
Kala IV
No Waktu TD N S TFU Kontraksi Kandung Perdarahan
Uterus kemih
1 11.10 120/60 70 36 2 jari Keras Kosong 10cc
11.25 120/70 74 dibawah Kosong 10cc
11.40 120/70 78 pusat Kosong 10cc
11.55 130/70 76 50cc 10cc
2 12.25 130/80 80 36,4 100cc 10cc
12.55 120/80 80 100cc 10cc
II. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Definisi
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim
dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari
gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi (Winkjosastro, 2009).
Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, atau
akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati
(Saifuddin,2008).
III.2 Epidemiologi
Indonesia merupakan salah satu negara dengan Angka Kematian Bayi
(AKB) yang cukup tinggi yaitu 25,5% pada tahun 2016.1 Angka Kematian Bayi
merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menilai status
kesehatan anak, status kependudukan dan kondisi perekonomian wilayah tertentu.
Angka kematian bayi merefleksikan besarnya masalah kesehatan yang berakibat
langsung terhadap kematian bayi, seperti diare, infeksi saluran pernafasan, atau
kondisi prenatal, dan juga merefleksikan tingkat kesehatan ibu, kondisi kesehatan
lingkungan serta tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat secara umur.2
Dua per tiga dari AKB adalah kematian neonatal dan dua per tiga dari kematian
neonatal tersebut adalah kematian perinatal.3
Beberapa penelitian terakhir menunjukkan adanya hubungan antara usia
ibu saat kehamilan dengan angka kejadian kematian janin dalam rahim. Wanita
yang hamil usia dibawah 20-34 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi
mengalami kematian janin dalam rahim terutama pada usia ≤16 tahun. 9 Selain itu,
ditemukan peningkatan risiko terjadinya IUFD sebanyak 40-50% pada wanita usia
>35 tahun dibandingkan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko ini lebih berat pada
primipara dibanding multipara dan dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti
9
kunjungan antenatal care, kebiasaan merokok, faktor sosioekonomi dan berat
maternal.10
III.3 Faktor Predisposisi
Menurut Winkjosastro (2009), Pada 25-60% kasus penyebab kematian
janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau
kelainan patologik plasenta.
1) Faktor maternal antara lain adalah post term (>42 minggu), diabetes
mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi hipertensi,
pre-eklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus,
rupture uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
2) Faktor fetal antara lain: hamil kembar, hamil tumbuh terlambat, kelainan
congenital, kelainan genetic, infeksi.
3) Faktor plasenta antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, KPD,
vasa previa.
Sedangkan faktor resiko terjadinya kematian janin intra uterine meningkat
pada usia >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi
dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urelitikum), kegemukan,
ayah berusia lanjut.
III.4 Etiologi
Menurut Norwitz (2008), penyebab kematian janin dalam rahim yaitu :
10
dalam kasus ditemukannya abnormalitas struktural janin. Keberhasilan
analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten meningkat. Kadang-
kadang, amniosentesis dilakukan untuk mengambil amniosit hidup untuk
keperluan analisis sitogenetik.
5) Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin
menuju ibu) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi pada
semua kehamilan, tetapi biasanya dengan jumlah minimal (<0,1 mL). Pada
kondisi yang jarang, perdarahan janin-ibu mungkin bersifat masif. Uji
Kleuhauer-Betke (elusi asam) memungkinkan perhitungan estimasi volume
darah janin dalam sirkulasi ibu.
6) Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan pengaturan
klinis yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama >1) kehilangan
kehamilan trimester kedua dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan,
peristiwa tromboembolik vena yang tidak dapat dijelaskan.
7) Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya jelas
terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histologi terhadap
janin, plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu.
11
III.6 Manifestasi Klinis
Menurut Achadiat(2004), kriteria diagnostik kematian janin dalam rahim
meliputi:
1) Rahim yang hamil tersebut tidak bertambah besar lagi, bahkan semakin
mengecil.
2) Tidak lagi dirasakan gerakan janin.
3) Tidak ditemukan bunyi jantung janin pada pemeriksaan.
4) Bentuk uterus menjadi tidak tegas sebagaimana suatu kehamilan normal.
5) Bila kematian itu telah berlangsung lama, dapat dirasakan krepitasi, yakni
akibat penimbunan gas dalam tubuh.
e. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan janin
sangat berkurang.
b. Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau
kehamilan tidak seperti biasanya.
c. Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan
sakit seperti mau melahirkan.
d. Penurunan berat badan.
e. Perubahan pada payudara atau nafsu makan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu.
2) Terhentinya perubahan payudara
b. Palpasi
1) Tinggi fundus uteri lebih rendah dari usia kehamilan
2) Tidak teraba gerakan- gerakan janin.
3) Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada
tulang kepala janin.
c. Auskultasi
12
Baik memakai stetoskop monoral maupun dopler tidak terdengar
denyut jantung janin.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati.
2) hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati.
b) Pemeriksaan Radiologi
1) USG
a) Gerak anak tidak ada
2) X-Ray
a) Spalding’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak janin saling
tumpah tindih, pencairan otak dapat menyebabkan overlapping
tulang tengkorak.
b) Nanjouk’s sign (+) : tulang punggung janin sangat melengkung.
c) Robert’s sign (+) : tampak gelembung-gelembung gas pada
pembuluh darah besar. Tanda ini ditemui setelah janin mati
paling kurang 12 jam.
d) Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar
janin.
III.7 Diagnosis
Menurut Norwitz (2008), diagnosis kematian janin dalam rahim meliputi :
1) Gejala jika kematian janin terjadi terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak
akan ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan yang
biasa dialami (mual, sering berkemih, kepekaan pada payudara). Di usia
kehamilan selanjutnya, kematian janin harus dicurigai jika janin tidak
bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama.
2) Tanda-tanda ketidakmampuan mengidentifikasi denyut jantung janin pada
kunjungan ANC (antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu atau tidak
adanya pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis.
13
3) Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan kadar gonadotropin
korionik manusia (Human Chorionic Gonadotropin atau HCH) mungkin
dapat membantu diagnosis dini selama kehamilan.
4) Pada pemeriksaan radiologis. Secara historis, foto rontgen abdominal
digunakan untuk mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang dapat
menunjukkan adanya kematian janin meliputi penumpukan tulang
tengkorak janin (tanda spalding), tulang punggung janin melengkung
secara berlebihan dan adanya gas didalam janin. Meskipun demikian, foto
rontgen sudah tidak digunakan lagi. USG saat ini merupakan baku emas
untuk mengkonfirmasi IUFD dengan mendokumentasikan tidak adanya
aktifitas jantung janin setelah usia gestasi 6 minggu. Temuan sonografi
lain mencakup edema kulit kepala dan maserasi janin.
14
III.9 Penatalaksanaan
Menurut Nugroho (2012), Janin yang mati dalam rahim sebaiknya segera
dikeluarkan secara:
1) Lahir spontan: 75% akan lahir spontan dalam 2 minggu.
2) Persalinan anjuran :
a) Dilatasi serviks dengan batang laminaria
Setelah dipasang 12-24 jam kemudian dilepas dan dilanjutkan dengan
infus oksitosin sampai terjadi pengeluaran janin dan plasenta.
b) Dilatasi serviks dengan kateter folley.
(1) Untuk umur kehamilan > 24 minggu.
(2) Kateter folley no 18, dimasukan dalam kanalis sevikalis diluar kantong
amnion.
(3) Diisi 50 ml aquades steril.
(4) Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol, ujung tali
diberi beban sebesar 500 gram.
(5) Dilanjutkan infus oksitosin 10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml, mulai 8
tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat.
c) Infus oksitosin
Keberhasilan sangat tergantung dengan kematangan serviks, dinilai
dengan Bishop Score, bila nilai = 5 akan lebih berhasil. Dipakai oksitosin
5-10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8 tetes / menit dinaikan 4 tetes
tiap 15 sampai his adekuat.
d) Induksi prostaglandin
(1) Dosis :
Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suppositoria 20 mg, diulang 4-5
jam.
Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suntikan im 400 mg.
Pg-E 2,5 mg/ml dalam larutan NaCL 0.9 %, dimulai 0,625 mg/ml
dalam infus.
(2) Kontra Indikasi: asma, alergi dan penyakit kardiovaskuler.
15
III.10 Pencegahan
Menurut Winkjosastro (2009), Upaya mencegah kematian janin,
khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin
menurun, tidak bergerak atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemeli
dengan TT (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi
pembuluh anastomosis.
III.11 Prognosis
Menurut Norwitz (2008), sekitar 20-25% dari ibu yang mempertahankan
janin yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka akan mengalami
koagulopati intravaskuler diseminata (Disseminated Intravascular Coagulopathy
atau DIC) akibat adanya konsumsi faktor-faktor pembekuan darah secara
berlebihan.
16
BAB IV
KESIMPULAN
17
satu faktor resiko dari IUFD. Pasien tidak memiliki binatang peliharaan, makan
daging setengah matang, yang menurut literatur dapat menyebabkan infeksi
toksoplasmosis pada janin. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil
kemungkinannya mengingat pasien dan suaminya dari suku yang sama.
Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu induksi persalinan
dilakukan dengan pemberian induksi oksitosin 5 IU melalui infus RL 10 tpm yang
kemudian selang 10 menit dinaikan menjadi 20 tpm karena serviks cukup matang
(bishop skore ≥6). Setelah persalinan pasien diberikan amoxcicilin 500 mg 3x1
tab untuk mengatasi infeksi dimana amoxcicilin anti bakteri spektrum luas yang
bersifat bakterisid. Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu akan mengakibatkan
gangguan pembekuan darah, infeksi dan berbagai komplikasi yang
membahayakan nyawa ibu. Edukasi pada pasien ini ialah memberikan dukungan
psikologis agar pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat
ini, dan menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang
besar untuk ibu.
18
DAFTAR PUSTAKA
19