Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA

LAPORAN KASUS
JANUARI 2016

INTRAUTERINE FETAL DEATH

Disusun oleh:
Wahyuni Syukriah Tatuhey
Heron RF. Titarsole
Pembimbing:
dr. Rahmat Saptono, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RS TK. II PROF. DR. J. A. LATUMETTEN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
BAB I
ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nomor Rekam Medik

: 03-18-61

Nama

: Ny. SN

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal lahir

: 12 Januari 1981

Umur

: 34 tahun

Pekerjaan

:-

Agama

: Islam

Alamat

: Galunggung

Tanggal masuk

: 31 Desember 2015

Tanggal pulang

: 02 Januari 2016

Ruang rawat

: Kirana/IIB

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada tanggal 31 Desember 2015)


Keluhan utama

: Gerakan janin tidak dirasakan

Keluhan tambahan

: Leher tegang, pusing

Riwayat penyakit

:
G6P5A0, MRS dengan keluhan gerakan janin tidak lagi
dirasakan sejak 1 minggu sebelum MRS. Keluhan
ini juga disertai dengan leher terasa tegang dan
pusing. Mules-mules (-), keluar lendir darah (-), airair (-). Di lingkungan rumah pasien terdapat banyak
kucing. HPHT 15 Juli 2015. UK 24-25 minggu.

RPD: Hipertensi (+) sejak tahun 2009 diketahui saat


kontrol kehamilan anak pertama, penyakit jantung (-),
penyakit ginjal (-), asma (-), alergi (-).
Riwayat Obstetrik

: Anak I (2009) dan II (2010) lahir meninggal pada usia


6 bulan kehamilan, anak III (2011) lahir meninggal
pada usia 5-6 bulan kehamilan, anak IV (2012) dan V
(2015) lahir meninggal pada usia 6 bulan kehamilan.
Anak I dan II tidak diketahui beratnya karena lahir
dirumah, sedangkan anak III, IV dan V lahir dengan
berat badan 500 gram.

C. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 31 Desember 2015)


Tanda vital
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

TD

: 180/100 MmHg

Nadi

: 88 x/menit

Pernapasan

: 18 x/menit

Suhu

: 36,5C

Berat badan

: 48 kg

Pemeriksaan fisik
Kepala

: Normochepal
3

Mata

: Ca -/-, Si -/-

THT

: Otorea -/-, Rhinorea -/-, tenggorokan dalam batas normal

Leher

: Pembesaran kelenjar tiroid (-)

KGB

: Pembesaran KGB (-)

Dada

: Normochest, pergerakan dada simetris

Paru

: Bunyi napas dasar vesikuler +/+, Rh -/- , Wh -/-

Jantung

: Bunyi jantung I/II murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Hati

: Tidak teraba

Ginjal

: Tidak teraba

Limpa

: Tidak teraba

Alat genital : Dalam batas normal


Ekstremitas: Edema (-)
Refleks

: Dalam batas normal

Kulit

: Dalam batas normal

Gigi- mulut : Dalam batas normal


Saraf otak : Dalam batas normal
Pemeriksaan ginekologi
a. Abdomen
Supel, NT (-), TFU teraba setinggi umbilikus, massa (-), his (-), DJJ (-).

b. Vaginal toucher

V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio mencucu, dilatasi
serviks (-), STLD (-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG (31 Desember 2015) IUFD 24-25 minggu

Gambar 1. Hasil USG pasien, tampak janin


tunggal, IU, DJJ (-).

2. Pemeriksaan laboratorium ( 10 November 2015)


Darah rutin
Hb
Leukosit
Platelet

Nilai rujukan
11,0 17,0 gr/dL
4,0 12,0 x 103/L
150 400 x 103/L

Hasil pasien
8,3 gr/dL
10,4 x 103/L
128 x 103/L

E. DIAGNOSIS KERJA
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) 24-25 minggu
F. TATALAKSANA
1.

Rencana induksi dengan misoprostol

2.

Infus RL 16 tpm

3.

Nifidipine 3 x 10 mg PO

4.

Konsul dr.Hergani, Sp.PD

5.

Observasi 9

6.

Evaluasi 6 jam lagi

G. FOLLOW UP
Tanggal

Perjalanan penyakit

31-12-2015
(21.00)

S: Keluar air-air dari jalan lahir


O:
- KU: Baik, CM
- Mata: CA-/- Abdomen: His (-), DJJ (-)
- Genitalia:
V/U
tenang,
dinding vagina dbn, portio
lunak, dilatasi serviks 4 cm,
KK (-), preskep, kepala turun
HI, AK (+), STLD (+)
- Kesimpulan: Partus maju

TD: 170/100
mmHg
Nadi: 90 x/m
RR: 20 x/m
S: 36,7 0C

(21.20)

(21.22)

(23.22)

Perintah dokter
dan pengobatan
- Pimpin persalinan

A: G6P5A0
Janin lahir spontan, jenis kelamin
laki-laki, berat badan 500 gram,
panjang badan 30 cm
Plasenta lahir spontan lengkap,
perineum utuh
A: Post partus spontan dengan R/ observasi VK 2
IUFD
jam
Obat oral:
- Cefadroxil
2x500 mg
- As.
mefenamat
3x500 mg
- Vit ever 2x1
S: Perut masih mules-mules
- Pindah
ruang
O:
nifas
- Obat
oral
- KU: Baik, CM
- Mata: CA-/dr.Sp.OG lanjut
- Abdomen:
Supel,
luka - Alganax 2x1
operasi baik, TFU teraba 2 - Jika TD 170
mmHg,
drip
jari dibawah umbilikus,
catapres 1 amp/8
kontraksi baik, BU (+)
6

01-01-2016
TD: 180/100
mmHg
N: 90 x/m
S: 36,5 0C
P: 18 x/m

02-01-2016
TD: 180/100
mmHg
N: 94 x/m
S: 36,5 0C
P: 18 x/m

normal.
Genitalia: Lokia (+)

A: Post partus spontan dengan


IUFD
S: Keluhan (-)
O:
- KU: Baik, CM
- Mata: CA-/- Abdomen:
Supel,
luka
operasi baik, TFU teraba 2
jari dibawah umbilikus,
kontraksi baik, BU (+)
normal.
- Genitalia: Lokia (+)
A: Post partus spontan dengan
IUFD H I + hipertensi kronis
S: Keluhan (-)
O:
- KU: Baik, CM
- Mata: CA-/- Abdomen:
Supel,
luka
operasi baik, TFU teraba 2
jari dibawah umbilikus,
kontraksi baik, BU (+)
normal.
- Genitalia: Lokia (+)

jam

Terapi lanjutkan
Drip catapres 1
amp/8jam

Terapi lanjutkan
Drip catapres 1
amp/8jam

A: Post partus spontan dengan


IUFD H II + hipertensi kronis
H. RESUME MEDIS
G6P5A0, MRS dengan keluhan gerakan janin tidak lagi dirasakan sejak 1
minggu sebelum MRS. Keluhan ini juga disertai dengan leher terasa tegang
dan pusing. Mules-mules (-), keluar lendir darah (-), air-air (-). Di lingkungan
rumah pasien terdapat banyak kucing. HPHT 15 Juli 2015. UK 24-25 minggu.
Pasien riwayat hipertensi sejak tahun 2009 diketahui saat kontrol kehamilan

anak pertama. Untuk riwayat obstetrik, anak I (2009) dan II (2010) lahir
meninggal pada usia 6 bulan kehamilan, anak III (2011) lahir meninggal pada
usia 5-6 bulan kehamilan, anak IV (2012) dan V (2015) lahir meninggal pada
usia 6 bulan kehamilan. Anak I dan II tidak diketahui beratnya karena lahir
dirumah, sedangkan anak III, IV dan V lahir dengan berat badan 500 gram.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 180/100 mmHg, N 88 x/m, P 18
x/m, S 36,5oC. Pemeriksaan abdomen: Supel, NT (-), TFU teraba setinggi
umbilikus, massa (-), his (-), DJJ (-). Vaginal toucher: V/U tenang, dinding
vagina dalam batas normal, portio mencucu, dilatasi serviks (-), STLD (-).
Pada pemeriksaan penunjang dengan USG hasilnya adalah IUFD 24-25
minggu, janin tunggal, IU, DJJ (-). Pada pasien dilakukan tindakan induksi
dengan misoprostol direncanakan partus pervaginam dan pada tanggal 31
Desember 2015 pukul 21.20 bayi lahir meninggal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI1,2
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal
atau janin pada usia gestasional 22 minggu. World Heatlh Organization dan
American College of Obstetricians and Gynecologist mendefinisikan IUFD
sebagai janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih
atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. The US
National Center for Health Statistics menyatakan bahwa IUFD adalah
kematian pada fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia
kehamilan 20 minggu atau lebih.
Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin
atau fetal death dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death,
kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan 20-28 minggu dan
Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28
minggu.

B. EPIDEMIOLOGI

Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah


faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal akan
meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 4050% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia
20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara
dibanding multipara. Selain itu, kebiasaan buruk (merokok), berat maternal,
kunjungan antenatal care, faktor sosioekonomi juga mempengaruhi resiko
terjadinya IUFD.3
Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko
IUFD. Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan
oleh Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol
terhadap 700 primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa
primipara yang mengalami kelebihan berat badan (IMT 25-29,9) ternyata
memiliki risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita
dengan IMT 19,9. Risiko ini akan jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT
30). Kenaikan berat badan yang terjadi selama kehamilan tampaknya tidak
memperngaruhi risiko IUFD.1
Di Negara berkembang, angka lahir mati ini telah menurun dari 15-16 per
1000 kelahiran total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000 kelahiran pada
tahun 1990.4 Dari data the National Vital Statistics Report tahun 2005
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kematian janin dalam kandungan terjadi
sekitar 6.2 per 1000 kelahiran5.

10

Tabel 1. Insiden terjadinya kematian janin berdasarkan usia kehamilan 5

Gestation (weeks)
5-7
8-11
12-15
16-19
20-27
Total 5-27

Mean incidence fetal death (%)


17.5
50.6
47.0
32.8
10.7
33.0

C. ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI


Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk
perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam kesehatan
perinatal.1

11

Tabel 2. Penyebab IUFD6

Faktor faktor yang menybabkan IUFD:3,7


1.

Faktor maternal
a.

Kehamilan post-term ( 42 minggu)

b.

Diabetes Mellitus tidak terkontrol

c.

Systemic lupus erythematosus

d.

Infeksi

e.

Hipertensi

f.

Pre-eklampsia

g.

Eklampsia

h.

Hemoglobinopati

i.

Penyakit rhesus

j.

Ruptura uteri

k.

Antiphospholipid sindrom

l.

Hipotensi akut ibu

m. Kematian ibu
n.

Umur ibu tua

12

2.

3.

Faktor fetal
a.

Kehamilan ganda

b.

Intrauterine growth restriction (Perkembangan Janin Terhambat)

c.

Kelainan kongenital

d.

Anomali kromosom

e.

Infeksi (Parvovirus B-19, CMV, listeria)

Faktor plasenta
a. Cord accident (kelainan tali pusat)
b. Solutio Plasenta (lepasnya plasenta)
c. Insufisiensi plasenta
d. Ketuban pecah dini
e. Vasa previa
f. Perdarahan Feto-maternal

Telah dilakukan beberapa studi pada untuk mengetahui etiologi spesifik dari
kasus IUFD, beberapa diantaranya yaitu:
1.

Intrauterine Growth Restriction (IUGR)1


Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah
ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang
dibanding janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini
disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi
kausa yang sama dengan insufisiensi plasenta.2
IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan
dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom
fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41%

13

kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini
juga sangat berisiko memicu terjadinya persalinan prematur. Pada
kehamilan postterm, atau usia gestasi lebih dari 41 minggu, risiko IUFD
juga semakin meningkat.
2.

Penyakit Medis Maternal1


Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko
IUFD pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi
dibandingkan populasi non diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes
terjadi akibat kendali glukosa yang tidak baik dan komplikasi makrosomia,
polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin intrauterine dan pre-eklampsia.
Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan angka
kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan
multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian
janin saat dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut.
Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi
kronis dan superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang
sering dijumpai pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang
bermakna. Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada wanita dengan
defisiensi antitrombin herediter, resistensi protein C teraktivasi dan
defisiensi protein C dan protein S. Sindrom antibodi fosfolipid dengan
antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat dan IUFD terkait dengan
gangguan implantasi, trombosis dan infark pada plasenta. Sindrom

14

fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit lain


misalnya SLE.
Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor kausatif
pada IUFD. Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan
peningkatan kadar asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko
mortalitas janin. Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome
perinatal dapat ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana.
3.

Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin1


Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk
melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe.
Sejumlah kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi
autosom 21, 18 dan 13 sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering
ialah 45x.
Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat
meninggal akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian
besar janin dengan malformasi letal mengalami IUFD akibat defek jantung
kongenital, hipoplasia paru, dan penyakit genetik lethal seperti sindrom
Potter, anensefali dan hernia diafragmatika.

4.

Komplikasi Plasenta dan Tali pusat


a.

Plasenta6
Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari
pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 400 ml/menit.

b.

Tali pusat6
15

Terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan


mesoderm primer. Panjang tali pusat normal ialah 50 60 cm dengan
diameter 12 mm. Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua
trimeter pertama. Tali pusat abnormal dibagi menjadi tali pusat panjang >
100 cm dan tali pusat pendek < 30 cm.
Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya
inflamasi membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular
uteroplasental yang tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan
tanda adanya solusio. Komplikasi tali pusat juga dilaporkan memicu
IUFD secara langsung.1 Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran
darah dan oksigen ke janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik,
hipoksia dan kematian.8

Gambar 2. Kompresi tali pusat8

Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab
kematian pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan
warna pada tubuh janin yang berhubungan dengan keadaan hipoksia
janin yaitu kekurangan oksigen akibat tertekannya arteri umbilikalis.8

16

Gambar 3. Lilitan tali pusat8

Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan


IUFD dan anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD
akibat FMH sebesar 4%.2 Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta
dapat memicu terjadinya transfusi fetomaternal.
Solusio plasenta atau disebut juga ablasio placenta adalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus, dilaporkan
sebanyak 12 % menyebabkan IUFD.9

Gambar 4. Solutio Plasenta9

5.

1,8

Infeki

17

Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental


(hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi
IUFD terkait infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD.
Beberapa agen yang dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian
janin seperti infeksi virus kongenital oleh parvovirus

B19 dan

cytomegalovirus (CMV) juga sering dilaporkan sebagai pemicu kematian


janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan berhubungan dengan
IUFD walaupun lebih jarang. Rubela maternal pada awal kehamilan juga
dapat memicu IUFD. Pada kasus yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan
oleh infeksi intrauterine dari herpes simpleks. Infeksi maternal primer oleh
Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin dan memicu
toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin. Beberapa agen bakterial
yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah Streptococcus grup B,
Escherichia coli, Listeria monocytogenes, lues, mycoplasma genital dan
Ureaplasma urealyticum. Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga
dipertimbangkan dapat memicu IUFD.
Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intrauterin
dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam
plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi transplasental. Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis
pada plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan. Infeksi dapat memicu
pecahnya ketuban sebelum waktunya yang mengakibatkan persalinan preterm bahkan dapat berakhir dengan kematian janin.

18

6.

Penyebab lain yang tidak dapat dijelaskan.1


Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan
berkisar 12-50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan
ini juga berbeda dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik.
Menurut Froen dkk, IUFD mendadak ini cenderung meningkat seiring usia
gestasional, usia maternal, pemakaian rokok yang tinggi, edukasi yang
rendah dan obesitas. Asap rokok telah terbukti menyebabkan bayi lahir
dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko sindrom kematian bayi
mendadak atau sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan bibir
sumbing, kelainan jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat
IUFD sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut.

D. KLASIFIKASI
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin
dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 2,4
1.

2.

3.

4.

Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu


penuh (early fetal death)
Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal
death)
Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal
death)
Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan
di atas.

19

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan perubahan sebagai berikut: 2,4
1. Rigor mortis (tegang mati) Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian
lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) Kulit kemerahan setengah matang
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mulamula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai
mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) Kulit mengelupas luas, efusi cairan
serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air
ketuban menjadi merah coklat.
5. Maserasi grade III (durasi >8 hari) Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan
keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin sangat lemas, hubungan
antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.

E. MANIFESTASI KLINIS10
Gejala adanya IUFD dapat diketahui antara lain dengan:
1.
2.
3.
4.
5.

Tidak adanya denyut jantung janin (Funandoskop, doppler, maupun USG)


Rahim tidak membesar, malahan mengecil
Palpasi janin oleh pemeriksa tidak begitu jelas.
Gerak janin tidak dapat dirasakan terutama oleh ibu sendiri.
Test kehamilan menjadi negatif (-), terutama setelah janin mati 10 hari.

F. DIAGNOSIS2,11,12
1. Anamnesis
a. Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
b. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak
seperti biasanya )

20

c. Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan
d. Penurunan berat badan
2. Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi
Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia
kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat
terlihat pada ibu yang kurus.
b.

Palpasi
Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakangerakan janin.

c.

Auskultasi
Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan 10-12
minggu pada pemeriksaan ultrasonic doppler merupakan bukti kematian
janin yang kuat.

3. Pemeriksaan radiologi (USG)


a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)
Tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang
terjadi akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur
ligamentosa yang membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7
hari setelah kematian. Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada
kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.

21

Gambar 5. Spaldings sign.

b.

Punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)

c.

Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)

d.

Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)

e.

Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan

G. PENATALAKSANAAN 4,13,14,15
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat
janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis
sebelumnya sehingga tidak diobati. Jika pemeriksaan Radiologik (USG)
tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa
overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis, gelembung
udara didalam jantung dan edema scalp. USG merupakan sarana penunjang
diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya
menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin,
ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.
22

Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun


ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum
keputusan diambil. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu
persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan
spontan akan terjadi tanpa komplikasi. Sekitar 90% perempuan akan
melahirkan spontan pada minggu ketiga setelah janin meninggal dalam
kandungan. Jika kelahiran spontan tidak terjadi dalam 3-4 minggu resiko
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) meningkat.
Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif. Penanganan aktif dapat dilakukan dengan induksi persalinan.
Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin. Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil
yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang
timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Indikasi induksi
persalinan antara lain:
1. Indikasi janin
a.

Kehamilan lewat waktu

b.

Ketuban pecah dini

c.

Janin mati

2. Indikasi Ibu
a.

Kehamilan dengan hipertensi

b.

Kehamilan dengan diabetes mellitus

Kontraindikasi induksi persalinan antara lain:

23

1. Malposisi janin
2. Insufisisensi plasenta
3. Disporposi sefalopelvik
4. Cacat rahim, misalnya pernah megalami seksio sesarea, enukleasi miom.
5. Grande multipara
6. Gemelli
7. Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion
8. Plasenta previa
Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi,
diantaranya:
1. Hendaknya serviks uteri sudah matang, yaitu serviks sudah mendatar dan
menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks
menghadap ke depan.
2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)
3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Jika skor Bishop
kurang atau sama dengan 3 maka angka kegagalan induksi mencapai lebih dari
20% dan berakhir pada seksio sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan
kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi menunjukkan kematangan
serviks.
Tabel 3. Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untk
induksi persalinan

24

Jika bishop skor kurang dari 6 direkomendasikan menggunakan agen


pematangan servik sebelum induksi persalinan. Jika ada tanda infeksi, berikan
antibiotika untuk metritis. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit
atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati. Pemeriksaan patologi
plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD1
Non-Interferensi
2 minggu

Kasus refrakter atau kasus

Partus Spontan

dimana terminasi kehamilan

dalam 2 minggu

diindikasikan

Psikologis

Infeksi

Penurunan kadar fibrinogen

Retensi janin lebih dari 2 minggu

(80%)

Rawat di RS, Induksi persalinan

25

Servik matang

Infus Oksitosin

Servik belum matang

Prostaglandin gel
Diulang setelah 6-8 jam

Gagal

Oksitosin diulang dengan

gagal

Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam

Metode-Metode Terminasi :
1. Terminasi dengan induksi, yaitu :
a. Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah
terjadi pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin
dalam 500 ml larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua
botol infus dapat diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang
induksinya gagal, pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan
pada hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30 tetes per menit.
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan
menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi
harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol
pada waktu yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang
kecil dapat menurunkan resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter,
26

langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per vaginam.


Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya
berulang tetap gagal menginduksi persalinan.
b. Prostaglandin
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks
posterior sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum
matang. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit
menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
1) Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah
6 jam
2) Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali
dan jangan melebihi 4 dosis.
Pemberian dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat
ditambah dengan pemberian oksitosin.
2. Operasi Sectio Caesaria (SC)
Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus
yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak
lintang.
3. Embriotomi
Embriotomi adalah suatu persalinan buatan dengan cara merusak atau
memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam, tanpa

27

melukai ibu. Embriotomi diindikasikan kepada janin mati dimana ibu dalam
keadaaan bahaya ataupun janin mati yang tak mungkin lahir pervaginam.

H. PENCEGAHAN2,4
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati
aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau
gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan USG. Perhatikan
adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion)
percegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care
yang baik. Ibu perlu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman
beralkohol atau penggunaan obat-obatan. Tes-tes antepartum misalnya USG,
tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal elektronik dapat digunakan
untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan terminasi
kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.

I. KOMPLIKASI
1. Disseminated intrvascular coagulation (DIC)16
Kematian janin akan mengakibatkan desidua plasenta menjadi rusak.
Plasenta yang rusak akan menghasilkan

tromboplastin. Tromboplastin

masuk ke dalam peredaran darah ibu yang mengakibatkan pembekuan


intravaskular yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit
sehingga terjadi pembekuan darah yang meluas (DIC).

28

Dampak dari adanya DIC tersebut adalah terjadinya hipofibrinogenemia


(kada fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD. Kadar
normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%.

Akbat

kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi perdarahan post partum.


Perdarahan postpartum biasanya berlangsung 2 3 minggu setelah janin
mati.
2. Ensefalomalasia multikistik17
Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan
monozigotik dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang
masih hidup dengan yang salah satu janinnya meninggal. Dalam hal ini
sering kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya. Jika janin kedua
masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki risiko tinggi
terkena ensefalomalasia multikistik. Bila salah satu bayi kembar ada yang
meninggal dapat terjadi embolisasi bahan tromboplastik dari janin yang
meninggal melalui komunikasi vaskular plasenta ke janin yang masih hidup
dengan atau tanpa perubahan hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian
janin seingga terjadi infark cedera selular pada otak (ensefalomalasia
multikistik, yang diagnosisnya dikonfirmasi dengan ekoensefalografi), usus,
ginjal, dan paru.3

29

BAB III
DISKUSI

G6P5A0, MRS dengan keluhan gerakan janin tidak lagi dirasakan sejak 1
minggu sebelum MRS. Keluhan ini juga disertai dengan leher terasa tegang dan
pusing. Tidak ada mules-mules, keluar lendir darah atau air-air. HPHT 15 Juli
2015. UK 24-25 minggu. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2009
yang diketahui saat kontrol kehamilan anak pertama. Anak I V pun lahir
meninggal pada rata-rata usia kehamilan 6 bulan dengan berat badan lahir ratarata 500 gram. Hasil pemeriksaan USG menunjukkan janin tunggal, IU dan DJJ
(-). Pada pasien kemudian didiagnosis dengan IUFD 24-25 minggu dengan
hipertensi kronis.
IUFD menurut ICD 10 adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional
22 minggu. Sedangkan WHO dan ACOG mendefinisikan IUFD sebagai janin
yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian
janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Jika dilihat pada definisi
diatas, maka hal ini sesuai dengan yang terjadi pada kasus pasien dimana usia
kehamilan ibu > 20 minggu (24-25 minggu) dan berat badan bayi 500 gram.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ezechi OC dkk menunjukkan
bahwa dari sejumlah penyakit maternal yang dapat penyebabkan terjadinya IUFD
penyakit hipertensi pada kehamilan menduduki persentase tertinggi sebagai
penyebab IUFD (21,6%). Penyakit hipertensi pada kehamilan sendiri terbagi

30

menjadi 4 yaitu hipertensi gestasional, preeklampsia-eklampsia, preeclampsia


superimposed on chronic hypertension, dan hipertensi kronik. Pada kasus pasien,
yang dipikirkan menjadi penyebab utama IUFD adalah hipertensi kronik karena
pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi kronik
didefinisikan sebagai hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu
hipertensi yang menetap sampai usia 12 minggu persalinan.18
Pada semua kasus hipertensi, terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan
vasokonstriksi pembuluh darah. Hal inilah yang mendasari mengapa pada
hipertensi dalam kehamilan dalam hal ini adalah hipertensi kronik dapat
menyebabkan

terjadinya

IUFD.

Peningkatan

resistensi

vaskuler

dan

vasokonstriksi menyebabkan gangguan aliran darah di daerah intervili yang


menyebabkan penurunan perfusi ke plasenta. Hal ini menimbulkan iskemik dan
hipoksia plasenta yang berakibat terganggunya pertumbuhan bayi intra uterin
hingga kematian bayi.19,20
Diagnosis suatu IUFD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali semua gejala dan
riwayat penyakit ibu. Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan sudah tidak
lagi merasakan gerakan janin yang dikandungnya. Hasil pemeriksaan fisik juga
menunjukkan hal yang serupa dimana pada palpasi tidak teraba gerakan janin.
Hasil auskultasi menggunakan doppler dan USG memperkuat diagnosis karena
tidak ditemukan denyut jantung janin. Cara mendiagnosis hingga diagnosis
menjadi suatu IUFD pada kasus ini sudah sesuai dengan yang dijelaskan pada

31

teori. Jika berdasarkan klasifikasinya, maka kasus ini masuk kedalam IUFD
golongan II atau intermediete fetal death dimana kematian janin terjadi pada usia
kehamilan 20-28 minggu (pada kasus 24-5 minggu).
Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif.
Pada kasus ini pilihan yang dipilh adalah induksi dengan misoprostol setengah
tablet (100 mcg). Pilihan induksi pun sesuai dengan teori karena pada kasus
pasien memenuhi indikasi janin yaitu janin mati dan indikasi ibu yaitu kehamilan
dengan hipertensi.

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to


Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of
Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University
Hospital,

Stockholm,

Sweden

2002.

Avaiable

from

URL:

https://openarchive.ki.se/xmlui/bitstream/handle/10616/39084/thesis.pdf?
sequence=1
2. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi IV,cetakan kedua. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2009. 732-35.
3. Ardy. G3P2A0, 38 years old, gravid 28 weeks, single fetal death, intrauterine,
breech presentation, breech, yet inpartu with intrauterine fetal death (iufd).
[upload : Oct 2013] ; [download : Sep 15, 2015] 8 sheet: pg 11-19. Avaiable
from : URL :
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=122485&val=5502
4. Cunningham FG et all. 2006. Obstetri Wiliams vol.2 edisi 21 Penyakit dan
cedera pada janin dan neonatus. EGC: Jakarta.
5. Lindsay,JL. Evaluation of Fetal Death. [Upload : 2010] : [Download : Sep 14,
2015]. Avaiable from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/259165overview
6. Ezechi OC et all. Induction of Labour by Vaginal Misoprostol for Intrauterine
Fetal Death. [Upload Dec 2004] : [Upload Sep 14 2015]. J Obstet Gynecol
Ind. 54(6):561-3 Avaiable from : URL :

33

http://medind.nic.in/jaq/t04/i6/jaqt04i6p561g.pdf
7. Mattingly PJ, MD. Evaluation of Fetal Death.[Update May 02, 2014] :
[Download Sep 14, 2015]. Avaiable from : URL :
http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview#a5
8. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 2009
9. McDonald SD et all. Risk of Fetal Death Associated With Maternal Drug
Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study. [ Upload Jan
15, 2007] ; [Download Sept 15, 2015]. Department of Obstetrics and
Gynecology, McMaster University, Hamilton ON. Avaiable from : From :
http://www.jogc.com/abstracts/full/200707_Obstetrics_5.pdf
10. Hendaryono,H. Patologi kebidanan. 2007
11. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in Latin
America. [Upload May, 2009] ; [download Sep 14, 2015] Acta Obstet Gynecol
Scand; 79: 3718. Avaiable from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10830764
12. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and
Related Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F
Receptor Deficient Mice. [Upload Jan 8, 2003] : [Download Sep 15, 2015]
Biology or Reproduction ;68:1968-74. Avaibale from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12606450
13. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of
Gynecology and Obstetrics. [Upload Oct 4, 2007] : [Download Sep 14, 2015]:
S156S159. Avaiable from: URL:
http://www.ijgo.org/article/S0020-7292(07)00506-1/pdf

34

14. Tang J et all. WHO recommendations for misoprostol use for obstetric an
gynecologic indications. International journal gynecology & obstetrics.
[Upload Feb 21, 2013] : [Download Sep 14, 2015] : pg 186 189. Avaiable
from: URL:
http://www.ijgo.org/article/S0020-7292(13)00039-8/abstract
15. Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua
Kematian Janin Intra Uterin. EMS : Jakarta
16. Flenady V et all. Major risk factors for stillbirth in high-income countries:
asystematic review and metaanalysis. [upload Apr 16, 2011] : [Download Sep
14, 2015]. Avaiable from : URL :
https://www.adelaide.edu.au/arch/stillbirth/Stillbirth_review.pdf
17. Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua
Kematian Janin Intra Uterin. EMS : Jakarta.
18. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta. 2010.
19. Prasetyo R, Anggraeni W. Prostasiklin dan preeklampsia. FK UNDIP. 2013.
20. ACOG Task Force on Hypertension in Pregnancy. Hypertension in pregnancy.
Obstetrics & Gynecology. Vol. 122, No. 5, 2013.

35

Anda mungkin juga menyukai