Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa
sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated
Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap
sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau
lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus.
Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah
kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas
1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO
dan American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu
atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-
masing negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-
60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada
beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan
berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta

I.2 RUMUSAN MASALAH

I.2.1 Bagaimana etiologi dan patofisiologi IUFD pada kehamilan?

I.2.2 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan IUFD pada kehamilan?

I.3 TUJUAN

I.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi IUFD pada kehamilan.

I.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan IUFD pada


kehamilan.
I.4 MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan


ilmu kebidanan dan kandungan pada khususnya

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan

BAB II

STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

2.1 IDENTITAS PASIEN

A. Identitas Penderita

Nama penderita : Ny. E Nama Suami : Tn. B

Umur penderita : 25 tahun Umur suami : 23 tahun

Alamat : Pagelaran

Pekerjaan penderita : Swasta Pekerjaan suami : Swasta

Pendidikan penderita : SD Pendidikan suami : SMA

B. Anamnesa

1. Masuk rumah sakit tanggal : 15 Agustus 2011 pada pukul 07.30

2. Keluhan utama : Tidak merasakan gerak janin didalam rahim

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh tidak merasakan gerakan janinnya

sejak 3 hari yang lalu (15 Agustus 2011, pukul 07.30). Pasien mengaku pernah

terjatuh dikamar mandi dengan posisi bokong terlebih dahulu menyentuh lantai (08

Agustus 2011, 05.30) pasien menyangkal keluar cairan dan darah dari jalan lahir,

kemudian pasien langsung memeriksakan kandungannya ke bidan (11.00), setelah

diperiksa dikatakan tidak ada masalah dengan kandungannya, pasien disuruh

pulang dan diberikan vitamin. (10 Agustus 2011) Pasien mengaku mulai

merasakan gerakan janinnya semakin berkurang. (12 Agustus 2011) Pasien tidak
lagi merasakan adanya gerakan janin. (13 Agustus 2011, 11.00) Pasien kembali

periksa ke bidan dan diperiksasudah tidak ada denyut jantung bayi, kemudian

pasien dirujuk ke RSUD Kanjuruhan. (15 Agustus 2011, pukul 07.20) Tiba di IGD,

(Pukul 07.30) Masuk Kaber.

1. Riwayat kehamilan yang sekarang : (-)

2. Riwayat menstruasi : menarche umur 15 tahun, HPHT 20-11-2010, HPL: 27-08-

2011, UK: 38-39 minggu

3. Riwayat perkawinan : pasien menikah 1 kali, lamanya 2 tahun, umur pertama

menikah 23 tahun.

4. Riwayat persalinan sebelumnya : -

5. Riwayat penggunaan kontrasepsi : -

6. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : disangkal

7. Riwayat penyakit keluarga : disangkal

8. Riwayat kebiasaan dan sosial : sosial menengah ke bawah, kebiasaan : pijat oyok

(+) 3 kali

9. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : obat-obatan dari bidan.


C. Pemeriksaan Fisik

1. Status present
Keadaan umum : kesadaran compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmhg Nadi : 80x/menit

Suhu : 36,5C Frekwensi pernapasan : 20x/menit

Tinggi Badan : - Berat badan : -

1. Pemeriksaan umum
Kulit : normal

Kepala :

Mata : anemi (-/-) ikterik (-/-) odem palpebra (-/-)


Wajah : simetris

Mulut : stomatitis (-), hiperemi faring (-), pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-), pembesaran kelenjar


tiroid (-)

Thorax :

Paru :

Inspeksi : hiperpigmentasi areola mammae (+), ASI (-), pergerakan


pernapasan simetris tipe pernapasan normal, retraksi costa -/-

Palpasi : teraba massa abnormal -/- pembesaran kelenjar axila -/-

Perkusi : sonor +/+, hipersonor -/-, pekak -/-

Auskultasi : vesikuler +/+ , suara nafas menurun -/-, wheezing -/-, ronki -/-

Jantung :

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : thrill -/-


Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : denyut jantung S1 S2

Abdomen :

Inspeksi : flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh darah kolateral -/-

Palpasi : pembesaran organ -/-, nyeri tekan -/-, teraba massa abnormal -/-

Perkusi : timpani

Auskultasi : suara bising usus +/+, metallic sound -/-


Ekstremitas : odem -/-

D. Status Obstetri

Pemeriksaan luar :

Leopold I : Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah procesus xiphoideus (30 cm)
Fundus uteri teraba lunak

Leopold II : sebelah kanan teraba bagian-bagian kecil, sebelah kiri kesan


teraba tahanan memanjang

Leopold III : teraba keras, bundar dan melenting

Leopold IV : Belum masuk PAP

Bunyi jantung janin :-

Ukuran panggul luar : -

Pemeriksaan obstetric dalam :

Pada pemeriksaan dalam didapatkan slym (+), pembukaan : 1 jari, penipisan


portio (-), kulit ketuban (+).

E. Ringkasan

Anamnesa: Pasien mengeluh tidak merasakan gerakan janinnya sejak 3 hari


yang lalu. Pasien mengaku pernah terjatuh dikamar mandi dengan posisi bokong
terlebih dahulu menyentuh lantai. Pasien merasakan gerakan janinnya semakin
berkurang.. Pasien kembali periksa ke bidan dan diperiksa sudah tidak ada
denyut jantung bayi, kemudian pasien dirujuk ke RSUD Kanjuruhan.

Pemeriksaan fisik : keadaan umum : kesadaran compos mentis, tekanan darah :


120/80 nadi : 80x/menit, suhu: 36,5C, frekwensi pernapasan : 20x/menit

Pemeriksaan obstetric luar : Fundus uteri : 3 jari dibawah procesus xiphoideus


(30 cm), punggung kanan, belum masuk PAP, DJJ: -

Pemeriksaan obstetric dalam : Vulva / vagina : slym (+), pembukaan : 1 jari,


penipisan portio (-), kulit ketuban (+).

Diagnose : GIP0000Ab000 dengan IUFD

Rencana tindakan :

- Induksi Persalinan (Pervaginam)

Lembar Follow Up
Nama pasien : Ny. E

Ruang kelas : IRNA Brawijaya

Diagnose : P1000Ab000 Post Partum dengan IUFD

15Agustus 2011
S : Pusing (+), perdarahan (-) BAB (+), BAK (+)

O : T = 110/80 mmHg

N = 90x/menit

S = 37,5C

RR = 21x/menit

A = P1000Ab000 Post Partum dengan IUFD


P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

3. Observasi TTV

16 Agustus 2011
S : Pusing (-), perdarahan (-) BAB (+), BAK (+)

O : T = 120/80 mmHg

N = 88x/menit

S = 36,2C

RR = 18x/menit

A = P1000Ab000 Post Partum dengan IUFD


P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

3. Observasi TTV
17 Agustus 2011
S : Pusing (-), perdarahan (-) BAB (+), BAK (+)

O : T = 120/80 mmHg

N = 84x/menit

S = 36,6C

RR = 18x/menit

A = P1000Ab000 Post Partum dengan IUFD


P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

3. Observasi TTV

18 Agustus 2011
S : Pusing (-), perdarahan (-) BAB (+), BAK (+)

O : T = 120/80 mmHg

N = 84x/menit

S = 36,5C

RR = 18x/menit

A = P1000Ab000 Post Partum dengan IUFD


P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

3. Observasi TTV

LAPORAN KELUAR RUMAH SAKIT

KRS tanggal : 18 Agustus 2011

Keadaan pasien waktu pulang : keadaan umum cukup, T = 120/80


mmHg, N = 82, S = 36,5C, RR= 18 x/menit

Hb : 12 gr/dL
PPV :-

Massa :-

Diagnose saat pulang : P1000Ab000 Post Partum dengan IUFD


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa
sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated
Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap
sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau
lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus.
Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah
kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas
1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO
dan American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu
atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-
masing negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20
minggu. (Rustam Muchtar, 1998)

3.2 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-
60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada
beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan
berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta
(Kliman, 2000).

1. a. Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif,
sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif, yang
berakibat antara ibu dan janin akan mengalami ketidakcocokan Rhesus.
Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya dapat
terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu reaksi imunologis yang menimbulkan
gambaran klinis pada janin antara lain berupa pembengkakan pada perut akibat
terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan
kulit janin penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain.
Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh janin akan
membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur dengan air. Jika
kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan tertolong lagi.

2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin

Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara
golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya.
Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak
cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu akan membentuk zat antibodi.

3) Berbagai penyakit pada ibu hamil

Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga sangat
berbahaya pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat hipertensi
meupun yang tidak (hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat menyebabkan
kekurangan O2 pada janin yang disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari
ibu ke plasenta yang disebabkan oleh spasme dan kadang-kadang trombosis
dari pembuluh darah ibu.
4) Trauma saat hamil

Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta terlepas.


Trauma terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan
atau pemukulan. Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta,
sehingga menimbulkan perdarahan pada plasenta atau plasenta terlepas
sebagian, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat.
5) Infeksi pada ibu hamil

Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun virus.
Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103 F) dapat menyebabkan
janin tidak tahan dengan tubuh ibunya.

6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)

Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan
mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan
asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental
dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal
ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus
arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera
dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal
kehamilan dan akhir kehamilan melalui
7) Hamil pada usia lanjut

Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan ini
rentan dikarenakan beberapa hal, yaitu:

Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan mengalami penurunan

dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh ovarium.

Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan pengeluaran

telur lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan berlaku kehamilan kembar dua

atau lebih.

Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah diabetes. Ini

dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak sehat, terlalu banyak konsumsi

gula, dan jarang olah raga.

Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara normal.

Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena kelainan

kromosom.

Resiko tinggi keguguran.


8) Ruptur uteri

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamil-
an lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan
pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perda-
rahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, se-
dangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.

9) Kematian Ibu

Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami kematian,
dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan janin, tidak
lagi ada.

b. Faktor Janin

1) Gerakan Sangat Berlebihan

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan
satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan
yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar
terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan darah dari ibu ke janin akan
tersumbat. Gerakan janin yang sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin
tidak terpenuhi.

2) Kelainan kromosom

Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat (trisomi).
Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi pada saat
kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin. Hal ini disebabkan karena
pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan beresiko tinggi dan
memakan biaya banyak.

3) Kelainan bawaan bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi
cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa
menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat
dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami
pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.
4) Malformasi janin

Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak
berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai yang
dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi buruk
dan bahkan akan menyebabkan kematian pada janin.

5) Kehamilan multiple

Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal


meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan
tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya bisa sampai
1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang berlebihan sehingga
sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika ketidaklancaran ini berlangsung hingga
keadaan yang parah, suplai janin tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan
menyebabkan kematian janin.

6) Intra Uterine Growth Restriction

Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa kehamilan.
Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan kematian, yang
tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi mekonium, perdarahan
paru, hipotermia dan hipoglikemi.

7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)

Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka
akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning,
ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Dan gangguan ini akan
membuat kesejahteraan janin memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin
akan mati.

8) Insufisiensi plasenta yang idiopatik

Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang sudah
disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini terjadi pada
kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami pertumbuhan secara
normal.

1. c. Faktor Palsenta
1) Perlukaan cord

2) Pecah secara mendadak (abruption)

3) Premature Rupture of Membrane


4) Vasa Previa

1. d. Faktor Resiko
Berikut ini beberapa faktor resiko terjadinya kematian janin intra uteri (Kliman,
2000) :

Ibu usia lanjut

Riwayat kematian janin intra uterine

Infertilitas Ibu

Hemokonsentrasi pada ibu

Usia Ayah

Obesitas
3.3 PATOLOGI ANATOMI

Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya
mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi
pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang
kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu
dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga
mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam
waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada
IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:

a) Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2 jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.


b) Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.

c) Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi
setelah 48 jam janin mati.

d) Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan
hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

3.4 DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIS

Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada
beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-tanda
lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin
pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada
primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.

2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng
semakin pelan atau melemah.

3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada


saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang
tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.

4) Bunyi jantung anak tidak terdengar

5) Palpasi janin menjadi tidak jelas

6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa

7) Pada foto roentgen dapat terlihat:

Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)


Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)

Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin


Gejala dan Tanda Kadang-
Gejala dan Tanda Selalu Ada Kadang Ada Diagnosa Kemungkinan

Gerakan janin berkurang


atau hilang
Nyeri perut hilang timbul
atau menetap
Perdarahan
pervaginamsesudah
hamil 22 minggu
Syok

Uterus tegang/kaku

Gawat janin atau DJJ tidak terdengar


Solusio plasenta

Gerakan janin dan DJJ tidak ada

Perdarahan

Nyeri perut hebat

Syok

Perut kembung/ cairan bebas intra abdominal

Kontur uterus abnormal

Abdomen nyeri

Bagian-bagian janin teraba

Denyut nadi ibu cepat


Ruptura uteri

Gerakan janin berkurang atau hilang

DJJ abnormal (<100/menit atau >180/menit)

Cairan ketuban bercampur mekonium


Gawat janin

Gerakan janin/ DJJ hilang


Tanda-tanda kehamilan berhenti

Tinggi fundus uteri berkurang

Pembesaran uteri berkurang


Kematian janin

3.5 PENATALAKSANAAN

Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat ditegakkan.


Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah terdiagnosis
dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas dibandingkan
dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam (Kliman, 2000).

Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen bisa
turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi pada
kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan lebih
awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe plasentasi,
induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat
perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak
tidak merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum,
resiko berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang
(Kliman, 2000).
Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti oleh
dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan
prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol
pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi
wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan kematian janin pada usia
kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih
rendah. The American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan
bahwa untuk induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak
digunakan pada wanita denga riwayat sectio caessariakarena resiko terjadinya
ruptur uteri (Kliman, 2000).
Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus
kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin
yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk
pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa
nyeri (Kliman, 2000).

Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami


IUFD:

1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus diberitahukan

secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda prosedur evakuasi

janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara psikologis terhadap kematian

janin tersebut. Penundaan tersebut juga mempunyai keuntungan tambahan dengan

memberikan kesempatan pada serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi

segera setelah kematian janin, terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati

maternal dapat terjadi, walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu

setelah kematian janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang

termasuk hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial

tromboplastin time (PTT), dan analisis produk degradasi fibrinogenserta lakukan

secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif

kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil (30g)

pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.

2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian janin

terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi bercak pada vagina.

Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan terjadinya resorpsi pada janin

yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah komplikasi yang jarang dan harus

diamati pada kasus tersebut. Koagulopati konsumtif juga dapat timbul pada janin

yang hidup. Keadaan ini mengarahkan pada perlunya persalinan segera jika

kematian salah satu janin terjadi pada kehamilan yang lanjut dan maturitas janin
yang lainnya telah diyakini dengan pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam

cairan amnion.

3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai lima jam)

adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester. Walaupun

insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya retensi plasenta memerlukan

kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-methylprostaglandin F2 intramuskuler

(250 g pada interval satu dan satu sampai satu setengah dan seengah jam) jika

selaput amnion telah pecah. Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi

yang berlebihan. Adanya kegagalan mengarahkan pada anomali rahim. Persiapkan

aminophylline dan terbualine untuk menghindari bronkospasme jika prostaglandin

diberikan pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus

dihindari karena resiko rupture uterin.

4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun cukup

banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat dilakukan dengan

aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah disebutkan, harus

dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah koagulopati dan lanjutkan

dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki persalinan dalam dua atau tiga

minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat dipakai untuk memperbaikinya

sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi penggunaan heparin pada keadaan

tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah

diindikasikan kecuali terdapat persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau

operasi miomektomi. Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester

ketiga yang telah lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk

menghindari perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus

tersebut.

5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus. Jika

diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan
persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera. Penjelasan

pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total pasien. Tiap

usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin, karyotiping dan

pemeriksaan lain yang dindikasikan


Penanganan Umum

Berikan dukungan emosional pada ibu.

Nilai denyut jantung janin (DJJ) :


- bila ibu mendapat sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat, kemudian nilai
ulang;

- bila DJJ tak terdengar minta beberapa orang mendengarkan


menggunakan stetoskop Doppler.

Penanganan Khusus
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.

Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.

Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna

vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp.

USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan

kematian janin di mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan:

tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin, dan cairan ketuban berkurang.

Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien

selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan

dapat lahir per vaginam.

Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu

dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:


- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;
- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.

Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan

penanganan aktif.

Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:


- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prosaglandin.

- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan


prostaglandin atau kateter foley.

Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.

- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan

serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:


- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi sesudah
6 jam.

- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan dosis


menjadi 50 mcg setiap 6 jam.

Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebih 4
dosis.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,

waspada koagulopati.

Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan

berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi

plasenta dan infeksi.

Anda mungkin juga menyukai