PENDAHULUAN
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa
sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated
Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap
sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau
lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus.
Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah
kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas
1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO
dan American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu
atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-
masing negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-
60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada
beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan
berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta
I.3 TUJUAN
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan
BAB II
A. Identitas Penderita
Alamat : Pagelaran
B. Anamnesa
sejak 3 hari yang lalu (15 Agustus 2011, pukul 07.30). Pasien mengaku pernah
terjatuh dikamar mandi dengan posisi bokong terlebih dahulu menyentuh lantai (08
Agustus 2011, 05.30) pasien menyangkal keluar cairan dan darah dari jalan lahir,
pulang dan diberikan vitamin. (10 Agustus 2011) Pasien mengaku mulai
merasakan gerakan janinnya semakin berkurang. (12 Agustus 2011) Pasien tidak
lagi merasakan adanya gerakan janin. (13 Agustus 2011, 11.00) Pasien kembali
periksa ke bidan dan diperiksasudah tidak ada denyut jantung bayi, kemudian
pasien dirujuk ke RSUD Kanjuruhan. (15 Agustus 2011, pukul 07.20) Tiba di IGD,
menikah 23 tahun.
8. Riwayat kebiasaan dan sosial : sosial menengah ke bawah, kebiasaan : pijat oyok
(+) 3 kali
1. Status present
Keadaan umum : kesadaran compos mentis
1. Pemeriksaan umum
Kulit : normal
Kepala :
Thorax :
Paru :
Auskultasi : vesikuler +/+ , suara nafas menurun -/-, wheezing -/-, ronki -/-
Jantung :
Abdomen :
Inspeksi : flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh darah kolateral -/-
Palpasi : pembesaran organ -/-, nyeri tekan -/-, teraba massa abnormal -/-
Perkusi : timpani
D. Status Obstetri
Pemeriksaan luar :
Leopold I : Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah procesus xiphoideus (30 cm)
Fundus uteri teraba lunak
E. Ringkasan
Rencana tindakan :
Lembar Follow Up
Nama pasien : Ny. E
15Agustus 2011
S : Pusing (+), perdarahan (-) BAB (+), BAK (+)
O : T = 110/80 mmHg
N = 90x/menit
S = 37,5C
RR = 21x/menit
2. Cefotaxim IV
3. Observasi TTV
16 Agustus 2011
S : Pusing (-), perdarahan (-) BAB (+), BAK (+)
O : T = 120/80 mmHg
N = 88x/menit
S = 36,2C
RR = 18x/menit
2. Cefotaxim IV
3. Observasi TTV
17 Agustus 2011
S : Pusing (-), perdarahan (-) BAB (+), BAK (+)
O : T = 120/80 mmHg
N = 84x/menit
S = 36,6C
RR = 18x/menit
2. Cefotaxim IV
3. Observasi TTV
18 Agustus 2011
S : Pusing (-), perdarahan (-) BAB (+), BAK (+)
O : T = 120/80 mmHg
N = 84x/menit
S = 36,5C
RR = 18x/menit
2. Cefotaxim IV
3. Observasi TTV
Hb : 12 gr/dL
PPV :-
Massa :-
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa
sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated
Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap
sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau
lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus.
Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah
kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas
1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO
dan American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu
atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-
masing negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20
minggu. (Rustam Muchtar, 1998)
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-
60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada
beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan
berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta
(Kliman, 2000).
1. a. Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif,
sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif, yang
berakibat antara ibu dan janin akan mengalami ketidakcocokan Rhesus.
Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya dapat
terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu reaksi imunologis yang menimbulkan
gambaran klinis pada janin antara lain berupa pembengkakan pada perut akibat
terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan
kulit janin penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain.
Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh janin akan
membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur dengan air. Jika
kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan tertolong lagi.
Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara
golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya.
Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak
cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu akan membentuk zat antibodi.
Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga sangat
berbahaya pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat hipertensi
meupun yang tidak (hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat menyebabkan
kekurangan O2 pada janin yang disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari
ibu ke plasenta yang disebabkan oleh spasme dan kadang-kadang trombosis
dari pembuluh darah ibu.
4) Trauma saat hamil
Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun virus.
Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103 F) dapat menyebabkan
janin tidak tahan dengan tubuh ibunya.
Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan
mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan
asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental
dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal
ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus
arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera
dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal
kehamilan dan akhir kehamilan melalui
7) Hamil pada usia lanjut
Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan ini
rentan dikarenakan beberapa hal, yaitu:
Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan mengalami penurunan
telur lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan berlaku kehamilan kembar dua
atau lebih.
Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah diabetes. Ini
dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak sehat, terlalu banyak konsumsi
Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara normal.
kromosom.
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamil-
an lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan
pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perda-
rahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, se-
dangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.
9) Kematian Ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami kematian,
dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan janin, tidak
lagi ada.
b. Faktor Janin
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan
satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan
yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar
terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan darah dari ibu ke janin akan
tersumbat. Gerakan janin yang sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin
tidak terpenuhi.
2) Kelainan kromosom
Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat (trisomi).
Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi pada saat
kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin. Hal ini disebabkan karena
pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan beresiko tinggi dan
memakan biaya banyak.
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi
cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa
menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat
dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami
pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.
4) Malformasi janin
Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak
berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai yang
dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi buruk
dan bahkan akan menyebabkan kematian pada janin.
5) Kehamilan multiple
Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa kehamilan.
Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan kematian, yang
tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi mekonium, perdarahan
paru, hipotermia dan hipoglikemi.
Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka
akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning,
ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Dan gangguan ini akan
membuat kesejahteraan janin memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin
akan mati.
Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang sudah
disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini terjadi pada
kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami pertumbuhan secara
normal.
1. c. Faktor Palsenta
1) Perlukaan cord
1. d. Faktor Resiko
Berikut ini beberapa faktor resiko terjadinya kematian janin intra uteri (Kliman,
2000) :
Infertilitas Ibu
Usia Ayah
Obesitas
3.3 PATOLOGI ANATOMI
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya
mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi
pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang
kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu
dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga
mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam
waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada
IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.
c) Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi
setelah 48 jam janin mati.
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan
hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.
Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada
beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-tanda
lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin
pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada
primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.
2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng
semakin pelan atau melemah.
Uterus tegang/kaku
Perdarahan
Syok
Abdomen nyeri
3.5 PENATALAKSANAAN
Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen bisa
turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi pada
kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan lebih
awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe plasentasi,
induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat
perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak
tidak merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum,
resiko berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang
(Kliman, 2000).
Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti oleh
dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan
prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol
pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi
wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan kematian janin pada usia
kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih
rendah. The American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan
bahwa untuk induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak
digunakan pada wanita denga riwayat sectio caessariakarena resiko terjadinya
ruptur uteri (Kliman, 2000).
Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus
kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin
yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk
pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa
nyeri (Kliman, 2000).
1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus diberitahukan
memberikan kesempatan pada serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi
maternal dapat terjadi, walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu
secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif
kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil (30g)
2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian janin
terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi bercak pada vagina.
Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan terjadinya resorpsi pada janin
yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah komplikasi yang jarang dan harus
diamati pada kasus tersebut. Koagulopati konsumtif juga dapat timbul pada janin
yang hidup. Keadaan ini mengarahkan pada perlunya persalinan segera jika
kematian salah satu janin terjadi pada kehamilan yang lanjut dan maturitas janin
yang lainnya telah diyakini dengan pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam
cairan amnion.
3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai lima jam)
adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester. Walaupun
(250 g pada interval satu dan satu sampai satu setengah dan seengah jam) jika
selaput amnion telah pecah. Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi
4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun cukup
dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki persalinan dalam dua atau tiga
tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah
ketiga yang telah lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk
tersebut.
5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus. Jika
diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan
persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera. Penjelasan
pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total pasien. Tiap
usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin, karyotiping dan
Penanganan Khusus
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.
tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin, dan cairan ketuban berkurang.
Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu
penanganan aktif.
Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan
Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebih 4
dosis.
Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati.
Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan