Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DECOMPENSASI CORDIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah KMB

Disusun oleh :
IRMA ROHIMAH
NIM. 1611277011

STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS


KATA PENGANTAR

Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasi lagi Maha
Penyayang. Berkat limpahan karunia nikmatNya saya dapat menyelesaikan
Laporan Pendahuluan tentang “ Decompensasi Cordis ” dengan lancar dan
tepat waktu. Penyusunan Laporan Pendahuluan ini dalam rangka memenuhi
salah satu tugas akhir semester Mata kuliah KMB.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan
masukan dari berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih
atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini.
Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan
dan kekeliruan di dalam penulisan laporan pendahuluan ini, baik dari segi
tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga penulis secara terbuka
menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.
Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga laporan
pendahuluan ini dapat bermanfaat untuk masyarakat umumnya, dan untuk
saya sendiri khususnya.

Ciamis, Februari 2018

Penulis
1. PENGERTIAN
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung
tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan vena normal (Muttaqin, 2012).
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan
tanda dan gejala) yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik saat istirahat atau saat
aktivitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi pada jantung (Nurarif dan
Kusuma, 2013).
Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
okseigen secara adekuat (Udjiati, 2013).
Klasifikasi
a. Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya
1) Gagal jantung kiri
Kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau mengosongkan dengan benar dan
dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi disfungsi sitolik dan diastolik
(Nurarif dan Kusuma, 2013).
2) Gagal jantung kanan
Kegagalan ventrikel kanan untuk memompa darah secara adekuat (Nurarif dan
Kusuma, 2013).
3) Gagal jantung kongestif
Kegagalan ventrikel kanan dan kiri secara bersamaan (Udjiati, 2013).

b. Klasifikasi gagal jantung menurut derajat sakitnya

Derajat Keterangan
1 Pasien masih dapat melakukan aktivitas fisik sehari-
(Tanpa keluhan) hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak nafas.
2 Aktivitas fisik sedang menyebabakna kelelahan
(Ringan) atau sesak nafas tetapi jika aktivitas ini dihentikan
maka keluhan akan hilang.
3 Aktivitas fisik ringan menyebabakna kelelahan atau
(Sedang) sesak nafas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas
dihentikan.
4 Tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari
(Berat) bahkan pada saat istirahatpun keluhan masih tetap
ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas
walaupun aktifitas ringan.
(Nurarif dan Kusuma, 2013).
2. ETIOLOGI
a. Kelainan mekanis
1) Peningkatan beban tekanan
 Dari sentral (stenosis aorta)
 Dari peripheral (hipertensi sistemik)
2) Peningkatan beban volume
 Regurgitas katup
 Meningkatnya beban awal akibat regurgitas aorta dan cacat septum
3) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel
 Stenosis mitral atau trikuspid
4) Temponade perikardium
5) Retriksi endokardium dan miokardium
6) Aneurisma ventrikular
7) Dis-sinergi ventrikel
(Muttaqin, 2012).
b. Kelainan miokardial
1) Primer
 Kardiomiopati
 Ganguan neuromuskular miokarditis
 Metabolik (DM)
 Keracunan (alkohol dan lain-lain)
2) Sekunder
 Iskemik, inflamasi, penyakit infiltratif
 Penyakit sistemik, PPOK
 Obat-obatan yang mendepresi miokard
c. Gangguan irama jantung
1) Henti jantung
2) Ventrikular fibrilasi
3) Takikardi atau bradikardi yang ekstrim
4) Asinkronik listrik dan gangguan konduksi
(Nurarif dan Kusuma, 2013).

3. TANDA DAN GEJALA


a. Gagal jantung kiri
1) Letargi dan diaphoresis
2) Dispnea atau orthopnea
3) Palpitasi (berdebar-debar)
4) Pernafasan cheyne-stokes
5) Batuk dan rinki basah
6) Edema paru
7) Oliguria atau anuria
8) Irama gallop’s
b. Gagal jantung kanan
1) Edema tungkai
2) CVP (central venosus pressure) meningkat
3) Pulsasi vena jugularis
4) JVP meningkat
5) Asites, hepatomegali, dan BB meningkat
6) Splenomegali, distensi abdomen, mual dan anoreksia.
(Udjiati, 2013).

4. KOMPLIKASI
a. Edema paru
b. Gagal ginjal
c. Aritmia
d. Tromboembolisme
e. Kerusakan metabolik
(Kowalak, 2011).
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Ekokardiografi
Digunakan untuk memperkirakan ukuran dan fungsi ventrikel kiri (Muttaqin,
2012).
b. Rontgen dada
Foto sinar-X dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena,
edema paru atau kardiomegali (Muttaqin, 2012).
c. EKG
Ditemukan adanya LBBB, kelainan ST atau T menunjukkan disfungsi ventrikel
kiri kronis. Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen
ST menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi (Muttaqin, 2012).

6. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Pembatasan natrium
2) Tirah baring
3) Pembatasan lemak
b. Penatalaksanaan farmakologis
1) Pemberian O2
2) Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat berupa salep nitrogliserin sedangkan vasodilator parenteral
berupa nitrogliserin parenteral atau nitropusid natrium
3) Diuretik kuat
Diuretik kuat bekerja pada ansa henle dengan menghambat transport klorida
terhadap natrium ke dalam sirkulasi (menghambat reabsorbsi natrium pasif).
Garam natrium dan air akan keluar bersama dengan kalium, kalsium, dan
magnesium. Obat yang termasuk dalam diuretik kuat adalah furosemid dan
asam etakrinat.
4) Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan konraktilitas. Obat yang
termasuk dalam digitalis adalah digoksin dan digitoksi.
5) Inotropik positif
Obat dalam inotropik positif adalah dopamin yang fungsinya meningkatkan
denyut jantung pada keadaan bradikardi disaat atropin tidak menunjukkan
kerja yang efektif. Selain itu dobutamin juga dapat digunakan sebagai
peningkat kontraksi miokardium.
6) Sedatif
Phenobarbital dapat diberikan untuk mengurangi kegelisahan sehingga pasien
dapat beristirahat dan memberi relaksasi pada pasien.
(Muttaqin, 2012).

7. PROSES KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Biodata
Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa dengan
defek kongenital dan defek jantung akuisita (di dapat). Kurang lebih 1%
penduduk pada usia 50 tahun dapat terjadi gagal jantung, sedangkan 10%
penduduk berusia lebih dari 70 tahun berisiko gagal jantung (Kowalak, 2011).
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta
pertolongan kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik
(Muttaqin, 2012).
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang di dapat dengan adanya gejala-gejala kongestif vaskular
pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nokturnal paroksimal, batuk,
dan edema pulmonal akut. Pada pengkajian dyspnea (dikarakteristikkan
oleh pernafasan cepat, dangakal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan
udara yang cukup dan menekan pasien) menyebabkan insomnia, gelisah,
dan kelemahan (Muttaqin, 2012).
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien gagal jantung biasanya pasien pernah menderita infark
miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia (Muttaqin, 2012).
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia muda
merupakan faktor risiko utama penyakit jantung iskemik pada
keturunannya sehingga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung
(Muttaqin, 2012).
d. Riwayat kebiasaan
Pada penyakit gagal jantung pola kebiasaan biasanya merupakan perokok
aktif, meminum alkohol, dan obat-obatan tertentu (Muttaqin, 2012).
e. Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stres akibat kesulitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik (Muttaqin, 2012)
4) Pengkajian primer
A (Airway)
Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas (Tabrani,
2007).
B (Breathing)
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter, untuk
mempertahnkan saturasi > 92 %. Pada pasien decompensasi cordis ditemukan
adanya sesak nafas sehingga memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul,
simple mask, atau non rebrithingmask sesuai dengan kebutuhan oksigen
(Mediana, 2012).
C (Circulation)
Pada pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop. Pada pasien
decompensasai cordis berikan cairan melalui IV dan pemasangan kateter
untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh karena pada pasien dengan
decompensasi cordis mengalami kelebihan volume cairan (Mediana, 2012)
D (Disability)
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau GCS. Jika pasien
mengalami penurunan kesadaran menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim
dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di
ICCU (Mediana, 2012).
E (Exposure)
Jika pasien stabil lakukan pemerksaan riwayat kesehatan dan fisik lainnya
(Mediana, 2012).
5) Pengkajian sekunder
Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang harus dilakukan
adalah pemeriksaan EKG, dan pemesangan kateter untuk mengetahui adanya
kelebihan volume cairan (Mediana, 2012).
Give comfort
Pada pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi senyaman
mungkin untuk mengurangi rasa sesak pasien.
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan kesadaran yang
baik atau composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat gangguan
yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012).
b) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya tanda kongesti vaskular
pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk
dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum
terdengar pada dasar posterior paru. Hal ini dikenalsebagai bukti
kegagalan ventrikel kiri (Muttaqin, 2012).
B2 (Blood)
Inspeksi
Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis. Gejala ini
merupakan tanda dari penurunan curah jantung. Selain itu sulit
berkonsentrasi, defisit memori, dan penurunan toleransi latihan juga
merupakan tanda dari penurunan cuah jantung. Pada inspeksi juga
ditemukan distensi vena jugularis akibat kegagalan ventrikel ventrikel
kanan dalam memompa darah. Dan tanda yang terakhir adalah edema
tungkai dan terlihat pitting edema (Muttaqin, 2012).
Palpasi
Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang mencerminkan
respon terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bermakna
dari curah sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer menyebabkan
bradikardi. Hipertensi sistolik dapat ditemukan pada gagal jantung yang
lebih berat. Selain itu pada gagal jantung kiri dapat timbul pulsus alternans
(perubahan kekuatan denyut arteri) (Muttaqin, 2012).
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda
fisik yang berakitan dengan gagal jantung kiri adalah adanya bunyi
jantung ke 3 dan ke empat (S3, S4) serta cracles pada paru-paru
(Muttaqin, 2012).
Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
atau kardiomegali (Muttaqin, 2012).
B3 (Brain)
Kesadaran composmetis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat, wajah meringis, menangis, merintih, dan
mereganag (Muttaqin, 2012)
B4 (Bladder)
Adanya oliguria yang merupakan tanda syok kardiogenik dan adanya
edema ekstremitas merupakan tanda adanya retensi cairan yang parah
(Muttawin, 2012)
B5 (Bowel)
Pasien biasanya mual dan muntah, anoreksia akibat pembesaran vena dan
statis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan. Selain
itu dapat terjadi hepatomegali akibat pembesaran vena di hepar dan pada
akhirnya menyebabkan asites (Muttaqin, 2012).
B6 (Bone)
Pada pengkajian B6 di dapatkan kulit dingin dan mudah lelah (Muttaqin,
2012).

b. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri,
peningkatan afterload dan konduksi elektrikal.
2) Ketidakefetifan pola nafas b.d pengembangan paru tidak optimal, dan edema
paru.
3) Kelebiham volume cairan b.d retensi natrium dan air, serta penurunan perfusi
renal.
4) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke otak dan
jaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.
5) Gangguan pertukaran gas b.d edema pulmonal
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake
nutrisi, mual, muntah dan anoreksia.
7) Ansietas b.d penurunan status kesehatan dan sesak nafas.
8) Gangguan pemenuhan istirahat tidur b.d batuk, penumpukan sekret.

c. Intervensi
1) Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri,
peningkatan afterload dan konduksi elektrikal.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam penurunan
curah jantung dapat teratasi.
Kriteria hasil :
a) Pasien akan melaporkan penurunan episode sesak nafas
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal
c) CRT < 2 detik dan produksi urine > 30 ml/jam
d) Irama jantung teratur
Intervensi :
a) Beri penjelasana mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan pada
pasien
Rasional : mencegah kesalahfahaman antara perawat dan pasien
serta meningkatkan pengetahuan pasien.
b) Observasi tekanan darah
Rasional : perbandingan tekanan darah dapat memberikan
gambaran yang lengkap tentang keterlibatan masalah vaskular.
c) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional : dengan mencatat keberadaan, kulaitas denyutan sentral
dan perifer akan diketahui adanya vasokonstriksi pada pembuluh darah.
d) Kaji bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke
ventrikel yang mengalami distensi murmur.
e) Anjuran pasien untuk istirahat atau tirah baring optimal
Rasional : melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung
diturunkan sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
f) Beri posisi semi fowler atau fowler
Rasional : mengurangi jumlah darah darah yang kembali ke jantung
sehingga mengurangi kongesti paru.
g) Berikan lingkungan yang tenang
Rasional : stres emosi menghasilkan vasokontrikasi sehingga dapat
meningkatkan tekanan tekanan darah dan kerja jantung.
h) Kolaborasi dengan dokter pemberian digoksin
Rasional : meningkatkan kontraksi miokardium dan memperlambat
frekuensi jantung dengan menurunkan volume sirkulasi dan tahanan
vaskular sistemik dan kerja ventrikel.
2) Ketidakefetifan pola nafas b.d pengembangan paru tidak optimal, dan edema
paru.
Tujuan :
Setelah dilakuka tidakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi
perubahan pola nafas.
Kriteria hasil :
a) Pasien tidak sesak nafas
b) RR dalam batas normal (16-20 x/menit)
c) Respon batuk berkurang
Intervensi :
a) Beri penjelasan mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan oleh
perawat pada pasien
Rasional : mencegah kesalahfahaman antara perawat dan pasien
serta meningkatkan pengetahuan pasien.
b) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : peningkatan pernafasan dapat menunnjukkan adanya
ketidakefektifan pengembangan ekspansi paru.
c) Kaji bunyi nafas (cracles)
Rasional : indikasi adanya edema paru sekunder akibat
decompensasi jantung.
d) Beri posisi semi fowler atau fowler
Rasional : meningkatkan kemampuan usaha nafas sehingga sesak
nafas berkurang.
e) Kolaborasi dengan dokter pemberian O2
Rasional : meningkatkan intake O2 dalam tubuh sehingga kebutuhan
O2 dalam tubuh terpenuhi.
3) Kelebiham volume cairan b.d retensi natrium dan air, serta penurunan perfusi
renal
.Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 24 jam tidak terjadi
kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteri hasil :
a) Tidak terjadi edema ekstremitas
b) Tidak terjadi pitting edema dan sesak nafas berkurang
c) Produksi urine > 600 ml/hari
Intervensi :
a) Beri penjelasan mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan oleh
perawat pada pasien
Rasional : mencegah kesalahfahaman antara perawat dan pasien
serta meningkatkan pengetahuan pasien.
b) Observasi TTV
Rasional : takikardi dan peningkatan tekanan darah menunjukan
kegagalan fungsi jantung serta mengetahui peningkatan beban jantung.
c) Kaji distensi vena jugularis
Rasional : peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel
kanan yang dapat di pantu melalui pemeriksaan vena jugularis.
d) Kaji intake dan output
Rasional : penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal sehingga menurunkan haluaran urine.
e) Batasi cairan sesuai indikasi
Rasional : mengurangi kelebihan volume cairan dalam tubuh.
f) Kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik
Rasional : menurunkan volume plasma dan menurunkan rentensi
cairan di jaringan sehingga menurunkan terjadinya edema paru.
d. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Implementasi keperawatan
decompensasi cordis sesuai dengan intervensi yang telah dibuat sebelumnya.

e. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya (Lynda Juall Capenito, 1999:28).
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak, M.W. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.
Udjiati, W. 2013. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai