Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS PADA ANAK

Disusun oleh :

Ari suryawan

14.401.11.011

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

KRIKILAN – GLENMORE

BANYUWANGI

1. A. TEORI KONSEP
1. 1. Pengertian TBC

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculusis


dan micobacterium bovis

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC )

Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosis.
Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainya

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman / bakteri Mycobacteriumtuberculosis. Kuman


ini pada umumnya menyerang paru – paru dan sebagianlagi dapat menyerang di luar paru –
paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan
sebagianya

( Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba
medika )

1. 2. Etiologi

Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan dahak
(droplet nuclei) yang dibatukkan. Jadi kalau Cuma bersin atau tukar-menukar piring atau
gelas minum tidak akan terjadi penularan
( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

1. Merokok pasif

Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga meningkatkan risiko
tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat
kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

1. Faktor Risiko TBC anak

1) Resiko infeksi TBC

Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis,
penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan
terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa
ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif,
terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk
produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi
udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang
dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena
kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk5.
Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun,
kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret
endobrokial anak.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

2) Resiko Penyakit TBC

Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit
TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun,
resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1
tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5
tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak
< 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan
dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi,
keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial
ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan
pendidikan yang rendah.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

1. 3. Berdasarkan tipe infeksi

1) Infeksi primer.

TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC). Pada anak yang usianya lebih
dewasa, biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan hasil foto rontgen dada tidak
terlihat adanya tanda infeksi. Sangat jarang terjadi pembengkakan kelenjar limfe dan
kemungkinan sedikit batuk.

Infeksi primer ini biasanya sembuh dengan sendirinya karena anak telah membentuk
kekebalan tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu. Namun pada beberapa kasus,
jika tidak ditangani dengan benar (biasanya antara 6 bulan hingga 2 tahun), infeksi ini dapat
berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru (disebut TBC progresif)

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ) .

2) Infeksi progresif (TBC progresif)

Infeksi primer yang berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru, atau
ke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan demam, kehilangan berat badan, kelelahan,
kehilangan selera makan, kesulitan bernafas, dan batuk.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

3) Infeksi reaktivasi ( TBC reaktivasi)

Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih dalam keadaan tidur
atau hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan (misalnya kekebalan tubuh menurun), bakteri
menjadi aktif. TBC pada anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin saja termasuk tipe
ini. Gejala yang paling jelas adalah demam terus-menerus, diiringi dengan keringat pada
malam hari. Kelelahan dan kehilangan berat badan juga mungkin terjadi. Jika penyakit
bertambah parah dan terbentuk lubang-lubang pada paru-paru, penderita TBC akan
mengalami batuk dan mungkin terdapat darah pada produksi air liur, dahak, atau phlegm.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. 4. Patofisologi

Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC anak,
kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak
terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang
untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung
kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung, seperti saat batuk.
Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis
paru primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak,
proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses
terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan
terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi
pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam
alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang
sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui terhirupnya nukleus
droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh
sel dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel
imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang
terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular
(lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi
peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami
konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat
sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel (Price dan Wilson,
2006).

Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening regional dan infiltrasi
makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel
menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada
sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa,
menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus
ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut
kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam
pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat
rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk
menetal. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah
pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai
manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental,
demam , anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50
tahun dalam keadaan dorman

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

Patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :

1. Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier
bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai
saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer predileksinya
disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan
sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan
dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)

TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer,
misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk.
Ciri khas dari TBC pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas
atau efusi pleura.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. 5. Manifestasi Klinik

Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat
awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan
kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya
(3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun
tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran
vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-
benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya
tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-
tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan
sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman TBC
(mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak
begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan
mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak
mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak
akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini
mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya.
Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak
positif TBC

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):

1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat
cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus
dicurigai TBC, meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan
berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah
diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak
ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak
terkena TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai
kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran
kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test,
MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10
mm. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya
negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap MT.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

( Ngastiyah. 2005 ) skrining tuberkulosis pada anak antara lain : Sesungguhnya mendiagnosa
tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat
sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya
Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang
diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang
dewasa, hal ini tak sulit dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka,
apalagi yang masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan
alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik
(khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya
tidak. Atau underdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi
sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat
ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif. Karena tanda-
tanda dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan
anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux
ini hanya menunjukkan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak,
dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua
orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB.
Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah
terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi
daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi
dalam tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan
lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya
lagi, bakteri tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah
dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan
bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk
diukur. Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan
warna kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan
centimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran sama
dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa
faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini
dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih
kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV,
sudah dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya hasil
negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. Anergi dapat terjadi apabila anak
mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem
imun tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja
divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB,
tata laksana tes Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus
diulang.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

1. 6. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik termasuk sebagai bagian dari proses pengumpulan
data perawat harus waspada terhadap hasil pemeriksaan signifikan yang membutuhkan
pelaporan pada dokter dan atau melakukan intervensi keperawatan khusus.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Beberapa pemeriksaan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, sementara yang lainnya


sangat berguna dalam mengikuti perjalanan penyakit atau penyesuaian terapi pada banyak
kasus hubungan antara pemeriksaan fisik dengan patofisiologi penyakit cukup jelas, tetapi
pada kasus lain tidak jelas, hal ini merupakan interelasi antara berbagai organ dan sistem
tubuh.
( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain :

1. Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak sudah
terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji Mantoux,
yang menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif). Dosis
standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi secara intradermal.
Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan di ukur
diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat
indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 5-9 mm masih dianggap meragukan,
tetapi jika 10 mm keatas jelas positif.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

1. b. Pemeriksaan Radiologis

Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin
dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis
tetapi diperlukan juga data klinis.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

1. c. Pemeriksaan bakteriologis

Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-bahan yang


digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah :

1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum (pada anak yang besar)
4. Cairan pleura

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

1. d. Uji bcg

Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila ada anak
yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7
hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan
tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu,
reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik.

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung dari cahaya.
Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang mungkin sulit
menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai berikut :
1) Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,05 mg.

2) Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 mg

( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

1. 7. Komplikasi
1. Penyakit paru primer pogresif

Komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi jarang terjadi pada anak bila fokus primer
membesar dengan mantap dan terjadi pusat perkejuan yang besar. Pencarian dapat
menyebabkan pembentukan kaverna primer yang disertai dengan sejumlah besar basili.
Pembesaran fokus dapat melepaskan debris nekrotik kedalam bronkus yang berdekatan,
menyebabkan penyebaran intrapulmonal lebih lanjut.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. Efusi pleura

Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh, mula-mula keluarnya basili
kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau limfonodi.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. Perikarditis

Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari limponodi subkranial.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. Meningitis

Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi primer yang tidak diobati pada
anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi
primer, bila robekan satu atau lebih tuberkel subependimal menegeluarkan basil tuberkel
kedalam ruang subarakhnoid.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. Tuberkulosis Tulang
Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis cenderung menyerang
vetebra. Manifestasi klasik spondilitis tuberculosa berkembang menjadi penyakit Pott,
dimana penghancuran corpus vertebra menyebabkan gibbus dan kifosis. Tuberkulosis
skeletona adalah komplikasi tuberkulosis lambat dan menjadi perwujudan yang jarang sejak
terapi antituberkulosis tersedia.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. 8. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan yang diberikan sekarang ialah ;

1. a. Farmakologi

1) Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali sehari per oral,
diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan

2) INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraseluler
dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per oral, lama pemberian 18-24
bulan

3) Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-35 mg/kgBB/hari


per oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.

4) Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari


selama 1 tahun.

5) Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkulosis yang masih


sensitif, diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari. Kortikosteroid
di berikan sebagai antiflogistik dan ajuvan pada tuberkulosis milier, meningitis serosa
tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa, penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberkulosis berat atau
keadaan umum yang buruk.

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. b. Non farmakologi

1) Memberikan posisi ektensi ( kepala lebih tinggi dari badan )

2) Melakukan postural drainase

3) Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak


4) pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak
terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya

5) memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya

( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

1. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. a. Identitas data

Identitas Data Umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis
kelamin, juga identitas orangtua; nama orangtua, pendidikan, dan pekerjaan)

( Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba
medika )

1. b. Medis

TB Paru

1. c. Riwayat keperawatan sekarang

1) Saat masuk Rumah Sakit

Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit).

2) Saat pengkajian

Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi PQRST
(palliative, quantitatif, region, scale, timing)

3) Keluhan penyerta

Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala klinis TB serta
terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub
mandibula

( Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba
medika )

1. d. Riwayat kehamilan dan kesehatan

1) Pre Natal
Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil)

2) Intra Natal

Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput
sesadonium, bayi menderita cepal hematom

3) Post Natal

kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia icterus

1. e. Riwayat masa lalu

1) Penyakit waktu kecil

Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan
benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan
antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh?
Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?)

2) Pernah di rawat di Rumah Sakit

Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien dirawat dirumah
sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa.

3) Obat-obatan yang pernah digunakan

Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, agar kerja obat serta efek
samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik dalam jangka panjang perlu di
identifikasi

4) Tindakan (operasi)

Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa, atas indikasi apa

5) Alergi

Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan

6) Kecelakaan

Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya, apabila mengalami


kecelakaan apakah langsung di beri tindakan, atau di bawa berobat ke dokter atau hanya di
diamkan saja

7) Imunisasi

a) Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan


antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibody yang
akan bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada
imunisasi pasif

b) Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh
mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum yang telah
mengandung zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam
kandungan

1) Vaksin BCG ( Bacillus Calmet Guirnet )

2) Vaksin campak

3) Vaksin polio

4) Vaksin DPT ( Difetri Pertusis Tetanus )

5) Vaksin toxoid difetri

1. f. kebutuhan dasar (11 Pola Fungsi Gordon)

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

2) Pola nutrisi metabolic

Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan

3) Pola eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.

4) Pola tidur dan istirahat

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

5) Pola aktivitas dan latihan

Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur,
demam, menggigil, berkeringat pada malam hari
Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul

6) Pola persepsi kognitif

Subjektif : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular

Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas fisik

7) Pola persepsi dan konsep diri

Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak

Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.

8) Pola peran hubungan dengan sesama

1. a. Yang mengasuh anak

Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Siapa yang lebih intensif
dan secara konstan menekankan perkembangan, pertumbuhan si anak dapat mempengaruhi
perilaku, sikap dan pengontrolan emosi serta perkembangan anak

1. b. Hubungan dengan anggota keluarga

Keluarga diharapkan untuk dapat lebih menekankan perkembangan individu setiap anaknya,
kemudian orangtua akan lebih intensif dan secara konstan menekankan harapan keluarga
terhadap anaknya

1. c. Hubungan dengan teman sebaya

Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya akan berpengaruh besar
terhadap perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak

1. d. Lingkungan rumah

Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi
anak.

9) Pola koping dan toleransi terhadap stres

Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak

Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.

10) Pola reproduksi dan seksualitas

Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.


11) Pola nilai dan kepercayaan

Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya akan menyerahkan pada
Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan keluarganya

1. g. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering ditemukan sudah dalam
keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah

2) Tanda-tanda vital

sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama atau naik turun, nafas cepat
dan pendek, saat badan demam atau panas biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi

3) Antropometri

Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.

4) Pemeriksaan fisik

1. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut


2. Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil
3. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau tidak,
simetris tidak.
4. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh
5. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan atau tidak,
uji pendengaran anak
6. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan
sub mandibula.
7. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen
(menghasilkan sputum).
8. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru.
9. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura.
10. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot
dan kering diwaktu malam hari.
11. Perut : kaji bentuk perut, bising usus
12. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan
13. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
14. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
15. inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
16. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum
sudah turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah

1. h. Pemeriksaan tingkat perkembangan untuk anak usia < 6 tahun


Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain

Motorik halus : sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang, membuka
kotak, melempar benda

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

Bersihan jalan nafas pada anak dengan peradangan pada paru dapat disebabkan oleh adanya
obstruksi, inflamasi dan peningkatan sekresi atau nyeri yang membuat anak tidak mampu
batuk secara efektif . upaya yang dilakukan adalah dengan cara mempertahankan nafas atau
kepatenan jalan nafas, sehingga diharapkan nafasnya bersih dan mampu mengeluarkan
sekresi secara adekuat

( Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba
medika )

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas kembali efektif dalam
waktu 3×24 jam.

Dengan kriteria hasil :Sekret berkurang sampai dengan hilang, pernafasan dalam batas
normal 40-60x/menit

 Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, kedalaman dan penggunaan otot
aksesori.

R : untuk mengetahui tingkat sakit dan tindakan apa yang harus dilakukan

 Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis.

R : untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien

 Berikan pasien posisi semi atau fowler, R: semi fowler memudahkan pasien untuk
bernafas
 Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.

R : untuk mencegah penyebaran infeksi

 Lembabkan udara/oksigen. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator,


kortikosteroid sesuai indikasi

R : pemberian oksigen dapat memudahkan pasien untuk bernafas

( Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba
medika )

1. Hypertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak demam dalam waktu
3×24 jam.

Dengan kriteria hasil : tidak terjadi penyebaran infeksi

 Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui


bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan
potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.

R : Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan
untuk mencegah komplikasi.

 Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota


keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Memberitahukan kepada mereka
untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
 R : Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan terjadinya penyebaran
 Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
 R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
 Gunakan masker setiap melakukan tindakan
 R : Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi
 Monitor temperature
 R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi. Febris merupakan indikasi
terjadinya infeksi.
 Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak
 R : Kerja sama akan mempercepat proses penyembuhan
 Monitor sputum BTA. Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi
diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan.
 R : Pemantauan untuk terapi yang akan dilaksanakan selanjutnya

1. Gangguan nutrisi
2. Resti penyebaran infeksi
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, pengobatan dan proses penyakit

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO TUJUAN & KRITERIA


INTERVENSI KEPERAWATAN
DX HASIL
1 Tujuan: setelah dilakukan a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,
tindakan keperawatan jalan kecepatan, kedalaman dan penggunaan otot
nafas kembali efektif dalam aksesori.
waktu 3×24 jam. Dengan
kriteria hasil: R: untuk mengetahui tingkat sakit dan
tindakan apa yang harus dilakukan
Sekret berkurang sampai
dengan hilang, pernafasan b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan
dalam batas normal 40- secret atau batuk efektif, catat karakter,
60x/menit jumlah sputum, adanya hemoptisis.

R: untuk mengetahui perkembangan


kesehatan pasien

c. Berikan pasien posisi semi atau fowler, R:


semi fowler memudahkan pasien untuk
bernafas

d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea,


suction bila perlu.

R: untuk mencegah penyebaran infeksi

e. Lembabkan udara/oksigen. Berikan obat:


agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid
sesuai indikasi

R: pemberian oksigen dapat memudahkan


pasien untuk bernafas
2 Tujuan: setelah dilakukan a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak
tindakan keperawatan pasien aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus
tidak demam dalam waktu pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran
3×24 jam. darah atau sistem limfe dan potensial infeksi
melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau
Dengan kriteria hasil : tidak menyanyi.
terjadi penyebaran infeksi
R : Membantu klien agar klien mau mengerti
dan menerima terhadap terapi yang diberikan
untuk mencegah komplikasi.

b. Mengidentifikasi orang-orang yang


beresiko untuk terjadinya infeksi seperti
anggota keluarga, teman, orang dalam satu
perkumpulan. Memberitahukan kepada
mereka untuk mempersiapkan diri untuk
mendapatkan terapi pencegahan.

R : Pengetahuan dan terapi dapat


meminimalkan kerentanan terjadinya
penyebaran

c. Anjurkan klien menampung dahaknya jika


batuk

R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya


penularan infeksi.

d. Gunakan masker setiap melakukan


tindakan

R : Masker dapat mengurangi resiko


penyebaran infeksi

e. Monitor temperature

R : untuk mengetahui adanya indikasi


terjadinya infeksi. Febris merupakan indikasi
terjadinya infeksi.

f. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak

R : Kerja sama akan mempercepat proses


penyembuhan

g. Monitor sputum BTA. Klien dengan 3 kali


pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan
sampai batas waktu yang ditentukan.

R : Pemantauan untuk terapi yang akan


dilaksanakan selanjutnya
3 Tujuan : f. Mengukur dan mencatat BB pasein

Kriteria hasil:Keluarga klien R : BB menggambarkan status gizi pasien


dapat menjelaskan penyebab
gangguan nutrisi yang dialami g. Menyajikan makanan dalam porsi kecil
klien, pemulihan kebutuhan tapi sering
nutrisi, susunan menu dan
pengolahan makanan sehat R : Sebagai masukan makanan sedikit-
seimbang. Dengan bantuan sedikit dan mencegah muntah
perawat, keluarga klien dapat
mendemonstrasikan h. Menyajikan makanan yang dapat
pemberian diet (per sonde/per menimbulkan selera makan
oral) sesuai program dietetik.
R : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu
makan pasien

i. Memberikan makanan tinggi TKTP (tinggi


kalori tinggi protein)

R : Protein mempengaruhi tekanan osmotik


pembuluh darah

j. Memberi motivasi kepada pasien agar mau


makan.

R : Alternatif lain meningkatkan motivasi


pasein untuk makan
k. Lakukan perawatan oral sebelum dan
sesudah terapi respirasi

R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari


sputum atau obat-obat yang digunakan untuk
pengobatan yang dapat merangsang
vomiting.

l. Jelaskan kepada keluarga tentang


penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan pengolahan
makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh
jenis sumber makanan ekonomis sesuai
status sosial ekonomi klien.

R : Meningkatkan pemahaman keluarga


tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi
untuk pemulihan klien sehingga dapat
meneruskan upaya terapi diet yang telah
diberikan selama hospitalisasi.

m. Tunjukkan cara pemberian makanan per


sonde, beri kesempatan keluarga untuk
melakukannya sendiri.

R : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam


pemenuhan kebutuhan nutrisi klien,
mempertegas peran keluarga dalam upaya
pemulihan status nutrisi klien.

n. Laksanakan pemberian roborans sesuai


program terapi.

R : Roborans, meningkatkan nafsu makan,


proses absorbsi dan memenuhi defisit yang
menyertai keadaan malnutrisi.

o. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan


atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.

R : Menilai perkembangan masalah klien.

p. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

R : Mengganti zat-zat makanan secara cepat


melalui parenteral
4 Tujuan: Menyatakan a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya:
pemahaman proses tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan,
penyakit/prognosis dan tingkat partisipasi, lingkungan belajar,
kebutuhan pengobatan. tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Melakukan perubahan prilaku R: untuk mengetahui kondisi pasien dan
dan pola hidup untuk tindakan apa yang akan diberikan
memperbaiki kesehatan umur
dan menurunkan resiko b. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi
pengaktifan ulang Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake
tuberkulosis paru. cairan yang adekuat.

Mengidentifikasi gejala yang R: agar pemenuhan nutrisi terpenuhi


memerlukan sehingga penyembuhan bisa lebih cepat
evaluasi/intervensi.
c. Berikan Informasi yang spesifik dalam
Menerima perawatan bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
kesehatan adekuat.
R: agar keluarga pasien tidak memberikan
obat dan waktu yang keliru

d. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis,


frekuensi, tindakan dan perlunya terapi
dalam jangka waktu lama. Ulangi
penyuluhan tentang interaksi obat
Tuberkulosis dengan obat lain.

R: agar keluarga pasien tidak memberikan


obat dan waktu yang keliru

e. jelaskan tentang efek samping obat: mulut


kering, konstipasi, gangguan penglihatan,
sakit kepala, peningkatan tekanan darah

R: agar keluarga pasien mengetahui sehingga


bisa melaporkan jika hal tersebut terjadi
5 Tujuan: Setelah dilakukan 1. kaji tingkat pengetahuan keluarga
tindakan keperawatan
pengetahuan ibu dan keluarga R: untuk mengetahui tingkat pengetahuan
pasien bertambah dalam keluarga pasien sampai mana
waktu 1×24 jam dengan
kriteria hasil ibu dan keluarga 2. berikan pendidikan kesehatan berkaitan
pasien paham tentang dengan penyakit pasien
penyakit anaknya dan cemas
teratasi R: agar keluarga pasien mengetahui dan
tidak cemas

3. jelaskan setiap tindakan keperawatan yang


akan dilakukan

R: untuk mengurangi kecemasan keluraga


pasien

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai