Anda di halaman 1dari 23

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN P2A0 POST SECTIO CAESAREA


DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Disusun Oleh:
Siti Ngafinah
24191374

PROGAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2020
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXV SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

HALAMAN PENGESAHAN
Telah disahkan “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Klien P2A0 Post Sectio
Caesarea Di RSUD Panembahan Senopati Bantul” Program Pendidikan Profesi Ners STIKes
Surya Global Yogyakarta Tahun 2020.

Yogyakarta, Juni 2020


Mahasiswa

Siti Ngafinah

Mengetahui

Pembimbing Akedemik

(Viantika Kusumasari, S.Kep., Ns., M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN P2A0 POST SECTIO CAESAREA

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
Sectio caesarea ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh.
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim.
2. Jenis-Jenis Sectio Caesarea
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio caesarea transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada corpus
yang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih cepat, tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa
diperpanjang proksimal atau distal. Sedangkan dari cara ini adalah infeksi
mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonialisasi
yang baik dan untuk persalinan berikutnya lebih sering terjdi ruptur uteri
spontan.
2) Sectio caesarea profunda
Dengan insisi pada segmen rahim dengan kelebihan penjahitan luka lebih
mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan
kurang dan kemungkinan ruptur uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan
demikian kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan
sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak serta keluhan pada
kandung kemih.
3) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritonium parietalis dan
dengan demikian telah membuka cavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan apabila:
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (transversal)
3) Sayatan huruf T (T insisian)
c. Sectio caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuka sayatan memanjang pada corpus uteri kira-kira
10cm, berikut adalah kelebihannya:
1) Mengeluarkan janin lebih memanjang
2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Sedangkan kekurangannya adalah sebagai berikut:


1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan
3) Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah
dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC
profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan
4) Untuk mengurangi kemungkinan ruptur uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi, sekurang-kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan
kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang
akor sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio caesarea (ismika profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkraf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm. Kelebihan tindakan ini adalah sebagai berikut:
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan:
1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak
2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi
3. Etiologi
a. Indikasi ibu
1) Panggul sempit
Adalah kurangnya salah satu ukuran panggul 1cm atau lebih dari ukuran
normal atau panggul sempit absolut yang ukuran konjugata diagonalisnya
5,5 cm.
2) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi
3) Adanya tumor dalam jalan lahir yang menyebabkan obstruksi
4) Stenosis serviks atau vagina
5) Plasenta previa
Adalah plasenta yang abnormal pada segmen bawah sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
6) Disproporsi sevalopelvik
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin dan dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Kondisi tersebut membuat bayi
susah keluar melalui jalan lahir.
7) Pre eklamsia dan hipertensi
b. Indikasi janin
1) Kelainan letak
2) Gawat janin
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima oksigen cukup sehingga
mengalami hipoksia. Normalnya detak jantung janin berkisar 120-160 kali
per menit. Gawat janin dalam persalinan dapat terjadi bila persalinan
berlangsung lama.
3) Prolapsus tali pusat atau dikenal dengan tali pusat menumbung jika tali
pusat berada di samping atau di bawah bagian terbawah janin.
4) Janin besar
c. Indikasi relatif
1) Riwayat sectio caesarea sebelumnya
2) Presentasi bokong
Adalah janin letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong.
3) Distosia (persalinan yang sulit)
Adalah persalinan abnormal yang ditandai oleh kelambatan atau tidak
adanya kemajuan proses persalinan dalam ukuran satuan waktu tertentu.
4) Preeklamsia berat
Adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema,
yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke-20 atau kadang-kadang
timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada
vili dan korealis.
5) Diabetes melitus
6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
7) Gemeli atau bayi kembar dianjurkan untuk SC apabila:
a) Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
b) Bila terjadi interlock (kehamilan kembar terkunci), adalah keadaan
salah satu anak menghambat turunnya dan lahirnya anak yang lain.
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri akibat luka pembedahan.
b. Adanya luka insisi pada dinding abdomen.
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
d. Aliran lochea sedang dan bebas berkuan yang berlebihan (lochea tidak
banyak).
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml.
f. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru.
g. Biasanya terpasang kateter urinarius.
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar.
i. Pengaruh anestesi dapat mengakibatkan mual dan muntah.
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler.
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur.
l. Bonding dan attachment pada anak yang baru dilahirkan.
5. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalopelvic, ruptur uteri
mengancam, partus lama, distosia serviks dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Anestesi ini juga akan
mempengaruhi pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada dilambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi. Mortilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-saraf
disekitar area insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan ras anyari. Sehingga proses pembedahan
berakhir , daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila
tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
6. Pathway

Sirkulasi Cemas pada


Insufisiensi
uteroplasenta ↓ janin
plasenta

Tidak timbul Kadar kortisol ↓


HIS (merupakan metabolisme
karbohidrat, protein dan
Faktor predisposisi: lemak)
Tidak ada
1. Ketidakseimbangan perubahan pada
sepalopelvic serviks
2. Kehamilan kembar
3. Distress janin
4. Presentasi janin Kelahiran
5. Preeklamsi/eklamsi terhambat

Post date

SC

Persalinan
tidak normal

Kurang Nifas Estrogen ↑


pengetahuan
(post pembedahan)

Ansietas Penurunan
laktasi
Luka insisi

Ketidakefektifan
menyusui

Nyeri akut Intoleransi Resiko tinggi Hambatan


aktivitas infeksi mobilitas fisik
7. Komplikasi
a. Komplikasi pada ibu
Terjadi “tria komplikasi” ibu, yaitu perdarahan, infeksi dan trauma jalan lahir.
1) Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi paling gawat, memerlukan tranfusi
darah dan merupakan penyebab kematian ibu yang paling utama penyebab
perdarahan pada tindakan operasi adalah:
2) Atonia uteri: sumber perdarahan berasal dari implantasi plasenta.
3) Robekan jalan lahir: ruptur uteri, robekan serviks, robekan fornik (kol-
foporeksis), robekan vagina, robekan perineum, dan perforasi-kuratage,
semuanya dapat menimbulkan perdarahan ringan sampai berat.
4) Gangguan pembekuan darah: kematian janin dalam rahim melebihi 6
minggu, pada solusio plasenta dan emboli air ketuban.
5) Retensio plasenta atau plasenta rest: gangguan pelepasan plasenta
menimbulkan perdarahan dan tempat implantasi plasenta.
b. Infeksi
Setiap tindakan operasi vagina selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri,
sehingga menimbulkan infeksi makin meningkat apabila didahului oleh:
1) Keadaan umum yang rendah: anemia saat hamil, sudah terdapat manifulasi
intra-uterin sudah terdapat infeksi.
2) Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.
3) Terdapat retinsio plasenta atau plasenta rest.
4) Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis.
c. Trauma tindakan persalinan.
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga
menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan
sebagai berikut:
1) Perlukaan luas episiotomy
2) Perlukaan pada vagina
3) Perlukaan pada serviks
4) Perlukaan pada forniks-kolpoporeksis.
5) Terjadi ruptur uteri lengkap atau tidak lengkap
Bersama-sama dengan atonia uteri, retensio plasenta dan robekan jalan
lahir karena persalinan menimbulkan perdarahan. Untuk dapat menetapkan
sumber perdarahan diperlukan evaluasi dan observasi. Trauma tindakan
operasi persalinan yang paling berat adalah ruptur uteri dan kolpoporeksis.
d. Komplikasi pada bayi
Terjadi trial komplikasi bayi dalam bentuk: asfiksia, trauma tindakan dan
infeksi.
1) Asfiksia
2) Tekanan langsung pada kepala: menekan pusat-pusat vital pada medula
oblongata.
3) Aspirasi: air ketuban, mekonium, cairan lambung.
4) Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat.
5) Trauma langsung pada bayi. Fraktura ekstremitas yaitu:
a) Dislokasi persendian.
b) Ruptura alat vital: hati atau lien bayi, robekan pada usus
c) Fraktur tulang kepala bayi
d) Perdarahan atau edema jaringan otak.
e) Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magnety resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang
tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Agd
2) Kadar kalsium darah
3) Kadar natrium darah
4) Kadar magnesium darah
5) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan
6) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi.
7) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
8) Urinalisis/kultur urine.
9) Pemeriksaan elektrolit.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan adalah DS 10%, garam fisiologi dan RL, secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan tranfusi
darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya diberikan setelah pasien flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi, latihan pernapasan dapat dilakukan
sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, hari kedua post op pasien
dapat didudukan selama 5 menit dan diminta untuk bernapas dalam lalu
menghembuskannya, posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler), selanjutnya selama berturut-turut pasien
dianjurkan belajar duduk, berjalan dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke
3 sampai hari ke 5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan ras anyeri dan tida nyaman bagi
pasien, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan pasien.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
2) Analgesik
f. Perawatan luka
Perawatan luka yang baik dan benar akan mengurangi resiko terjadinya
infeksi.
g. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post op jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara
tanpa banyak menimbulkan kompresi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
10. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas
Mengkaji identitas pasien dan penanggung jawab yang meliputi: nama,
umur, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke-.
2) Alasan dirawat
Kaji apakah ibu merasakan keluhan pada masa nifas, kaji adanya sakit
perut, perdarahan, dan ketakutan untuk bergerak.
3) Riwayat masuk rumah sakit
Kaji riwayat kesehatan ibu dan keluarga serta keadaan bayi saat ini
meliputi berat badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar perut dan lain-
lain.
4) Riwayat kesehatan sekarang
5) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan keluarga.
6) Alergi
Kaji adanya alergi makanan, obat-obatan, udara, dan lain-lain.
7) Riwayat obstertri dan ginokologi
Kaji riwayat menstruasi yang meliputi menarche, siklus, banyak, lama,
keluhan, dan HPHT. Kaji riwayat pernikahan, riwayat kelahiran,
persalinan, nifas, dan riwayat keluarga berencana yang meliputi akseptor
KB, masalah dan rencana KB.
b. Pola kebutuhan sehari-hari
1) Bernapas
Kaji kemampuan ibu bernapas secara spontan, frekuensi respirasi, ada
tidaknya kesulitan bernapas.
2) Nutrisi
Kaji pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (kalori,
protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi, konsumsi snack, napsu makan,
pola minum, jumlah, frekuensi, kehilangan napsu makan mungkin
dikeluhkan kira-kira hari ke 3.
3) Eliminasi
Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia
(hilangnya inflolunter pengeluaran urine), hilangnya kontrol blas, terjadi
over distensi blas, apakah perlu bantuan saat BAK, pola BAB, frekuensi,
konsistensi, rasa takut BAB karena luka, kebiasaan penggunaan toilet,
diuresisi biasanya terjadi diantara hari ke 2 atau ke 5.
4) Aktivitas
Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan
merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui.
5) Istirahat dan tidur
Lamanya, kapan (malam/siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu
istirahat, penggunaan selimut, lampu, atau remang-remang atau gelap,
apakah mudah terganggu suara-suara, posisi saat tidur, insomnia mungkin
teramati.
6) Personal hygiene
Yang dikaji yaitu pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan
pembalut dan kebersihan genetalia, pola berpakaian, tata rias rambut dan
wajah.
7) Rasa nyaman
Nyeri tekan payudara atau pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3
sampai ke 5 pasca partum.
8) Rasa aman
Peka rangsang, takut atau menangis (post partum bluse) sering terlihat
kira-kira tiga hari setelah melahirkan.
9) Suhu
Kaji ada tidaknya perubahan suhu badan ibu dengan rentang normal yaitu
36-370C.
10) Spiritual dan keyakinan
Kaji adanya perubahan cara atau waktu ibadah ibu selama masa nifas,
keyakinan yang dipercayai yang berkaitan dengan post partum.
11) Hubungan sosial atau komunikasi
Kaji apakah ada perubahan pola komunikasi ibu pada keluarga dan
lingkungannya selama masa nifas.
12) Produktivitas
Kaji adanya perubahan produktivitas ibu selama berada dalam fase nifas.
13) Rekreasi dan hiburan
Yang dikaji situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang
membuat fresh dan rileks.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Observasi tingkat kesadaran dan keadaan emosi ibu.
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah: bisa meningkat 1-3 hari post partum. Setelah
persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekanan
darah sementara waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama
beberapa hari. Bila tekanan darah menjadi rendah, menunjukkan
adanya perdarahan post partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi,
dapat menunjuk kemungkinan adanya preeklamsi yang bisa timbul
pada masa nifas.
b) Suhu: pada hari ke 4 pasca persalinan suhu ibu bisa naik sedikit
kemungkinan disebabkan aktivitas payudara. Bila kienaikan mencapai
380C pada hari ke 2 sampai hari-hari berikutnya harus diwaspadai
adanya infeksi atau sepsis nifas.
c) Nadi: denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60x/menit yakni
pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh.
Ini terjadi utamanya pada minggu pertama post partum. Pada ibu yang
nervous nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/menit. Bisa juga terjadi
gejala syok karena infeksi khususnya bila disertai peningkatan.
d) Pernapasan: pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Bila
ada respirasi cepat post partum (>30x/menit) mungkin karena adanya
ikutan dari tanda-tanda syok.
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala: memeriksa apakah terjadi edema pada wajah. Memeriksa
apakah konjungtiva pucat, apakah sklera ikterus dan lain-lain.
b) Leher: hiperpigmentasi perlahan berkurang, kaji adanya pembesaran
kelenjar tiroid, pembuluh limfe, dan pelebaran vena jugularis.
c) Toraks
 Payudara: payudara membesar, puting mudah erektil, produksi
kolostrum per 48 jam, kaji ada tidaknya masa atau pembesaran
pembuluh limfe.
 Jantung: kaji munculnya bradikardi S1 S2 reguler tunggal.
 Paru: kaji pernapasan ibu.
d) abdomen: kaji bising usus pada empat kuadran, konsistensi, kekuatan
kontraksi, posisi, tinggi fundus, kaji adanya linea gravidarum, strie
alba, albican.
e) Genetalia
 Uterus: kaji apakah kondisi uterus sudah kembali dalam
keadaan normal.
 Lochea: periksa tipe, jumlah, bau, dan komposisi lochea.
 Serviks: kaji adanya edema, distensi, dan perubahan struktur
internal dan eksternal.
 Vagina: kaji adanya berugae perubahan bentuk dan produksi
mukus normal.
f) Perineum dan anus
 Perineum: REDA (Red, Edema, Ecchymosis, Discharge, Lass
of Approximation) dan kaji ada tidaknya hemoroid.
g) Ekstremitas: periksa apakan tangan dan kaki edema, pucat pada kuku
jari, hangat, adanya nyeri dan kemerahan, farises, refleks patela, dan
kaji homans sign (nyeri saat kaki dorso fleksi pasif).
11. Diagnosa Keperawatan
a. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang benar.
b. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan
sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan sekunder terhadap proses
pembedahan.
12. Intervensi

No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi


(NOC) (NIC)
1 Menyusui tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ulang tingkat pengetahuan
dengan kurangnya pengetahuan ibu keperawatan selama 3x24 jam dan pengalaman ibu tentang
tentang cara menyusui yang benar diharapkan pasien menunjukkan menyusui sebelumnya.
respon breast feeding adekuat 2. Demonstrasikan dan tinjau ulang
dengan kriteria hasil: teknik menyusui.
1. Pasien mengungkapkan puas 3. Kaji aliran ASI
dengan kebutuhan menyusui. 4. Berikan dukungan dan semangat
2. Pasien mampu ibu untuk memberikan ASI
mendemonstrasikan eksklusif
perawatan payudara 5. Berikan penjelasan tentang
tanda dan gejala bendungan
payudara.
6. Kolaborasi dengan tim medis
lain
2 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Pain management
diskontinuitas jaringan. keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
diharapkan nyeri berkurang dengan komprehensif termasuk lokasi,
kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol nyeri kualitas, dan faktor presipitasi.
2. Melaporkan nyeri berkurang 2. Observasi reaksi non verbal dari
3. Mampu mengenali nyeri ketidaknyamanan.
(skala, intensitas, frekuensi, 3. Gunakan teknik komunikasi
dan tanda nyeri) terapeutik untuk mengetahui
4. Tanda vital dalam rentang pengalaman nyeri pasien.
normal 4. Evaluasi pengalaman nyeri amsa
lampau
5. Bantu pasien dan keluarga
menemukan dukungan
6. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu, ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan.
7. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi dan non
farmakologi)
8. Ajarkan teknik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri
9. Kolaborasi dengan tim medis
lain.
3 Defisit pengetahuan berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ulang tingkat pengetahuan
dengan tidak mengenal atau familiar keperawatan selama 3x24 jam klien tentang proses penyakit
dengan sumber informasi tentang cara diharapkan pengetahuan klien yang spesifik
perawatan bayi meningkat dengan kriteria hasil: 2. Jelaskan patofisiologi dan
1. Pasien dan keluarga bagaimana ini berhubungan
menyatakan pemahaman dengan anatomi dan fisiologi
tentang penyakit, kondisi, 3. Gambarkan tanda dan gejala
prognosis, dan program yang biasa muncul
pengobatan. 4. Identifikasi adanya penyebab
2. Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat
menjalankan prosedur yang 5. Diskusikan pilihan terapi atau
dijelaskan dengan benar. penanganan
3. Pasien dan keluarga mampu 6. Kolaborasi dengan tim medis
menjelaskan kembali apa lain
yang dijelaskan oleh
perawat/tim kesehatan lain.
4 Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemampuan klien untuk
dengan kelelahan sehabis bersalin. keperawatan selama 3x24 jam perawatan diri yang mandiri
diharapkan ADLs klien meningkat 2. Monitor kebutuhan pasien un
dengan kriteria hasil: tuk alat-alat bantu untuk
1. Tidak ada bau badan kebersihan diri, berpakaian,
2. Klien mampu melakukan berhias, toileting dan makan
ADLs mandiri 3. Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk
melakukan self care
4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
5. Anjurkan pasien dan keluarga
untuk mendorong kemandirian
6. Kolaborasi dengan tim medis
lain

5 Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
luka operasi. keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor tanda-tanda vital
diharapkan tidak ada infeksi dengan 3. Lakukan perawatan luka sesuai
kriteria hasil: prosedur
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi 4. Bersihkan lingkungan setelah
2. Menunjukkan kemampuan dipakai oleh pasien lain
untuk mencegah timbulnya 5. Pertahankan teknik isolasi
infeksi 6. Batasi pengunjung bila perlu
3. Menunjukkan perilaku hidup 7. Instruksikan pada pengunjung
sehat untuk cuci tangan saat
berkunjung
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Anjurkan untuk selalu menjaga
kebersihan
10. Kolaborasi dengan tim medis
lain
6 Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital
dengan kelemahan sekunder terhadap keperawatan selama 3x24 jam 2. Rencanakan periode istirahat
proses pembedahan diharapkan klien dapat melakukan yang cukup
aktivitas ringan dengan kriteria hasil: 3. Berikan latihan aktivitas secara
1. Tanda-tanda vital dalam batas bertahap
normal 4. Bantu klien dalam memenuhi
2. Perilaku menampakkan kebutuhan sesuai kebutuhan
kemampuan untuk memenuhi 5. Anjurkan klien untuk tidak
kebutuhan diri kelelahan
3. Pasien mengungkapkan untuk 6. Kolaborasi dengan tim medis
melakukan beberapa lain.
tindakan/aktivitas tanpa
dibantu
4. Koordinasi otot, tulang dan
anggota gerak lainnya baik.
13. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah di
tetapkan untuk melihat keberhasilan. Dalam menentukan tingkat keberhasilan digunakan sistem SOAP (Subyektif, Obyektif,
Assasment, Planning).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Bulecheck, Gloria dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) 5th Edition.
Singapore: ELSEVIER.
Hardman, T.H, Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA-1 Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta:EGC
Lowdermilk. 2013. Keperawatan Maternitas. Edisi 8. Singapore: ELSEVIER.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Edition. Singapore:
ELSEVIER.
Muttaqin, A. 2010. Pengkajian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai