Anda di halaman 1dari 89

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN KASUS


CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI RUANG CVCU RSUP
M.DJAMIL PADANG

DISUSUN OLEH:

ANGGRATRISNA AJANI
2

PADANG
2018

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….....i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………………..1


B.Tujuan………………………………………………………………………...3
C.Manfaat…………………………………………………………………….....3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Penyakit Congestive Heart Failure

ii
iii

1. Definisi CHF………………………………………………………………… 5

2. Etiologi CHF………………………………………………………………... 5
3. Patofisiologi CHF …………………………………………………………... 6
4. Manifestasi Klinis…………………………………………………………... 9
5. Komplikasi CHF……………………………………………………………. 9
6. Penatalaksanaan CHF……………………………………………………..... 10
7. Diagnostik………………………………………………………………….. 11
B.Teori Keperawatan Model Sistem Neuman ………………………………12

BAB III PENERAPAN TEORI MODEL SISTEM NEUMAN PADA ASUHAN


KEPERAWATAN PASIEN CHF

A.Penerapan MSN pada kasus kelolaan………………………………………..17

iii
iv

BAB IV PENUTUP

4.1.Kesimpulan…………………………………………………………………50
4.2.Saran……………………....………………………………………………..50

DAFTAR PUSTAKA

iv
v

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan miokardium


memompa cukup darah untuk memenuhi tubuh tuntutan metabolik. Penyebab CHF
yang paling umum adalah hipertensi dan penyakit arteri koroner. CHF ditandai
dengan beberapa gejala kompleks yang sulit kontrol dan menghasilkan prevalensi
tinggi rehospitalization, morbiditas, dan kematian di seluruh dunia. Gejala Umum
CHF adalah takikardia, sesak napas, berkurang dalam oksigenasi darah arteri (Pao2),
ketidaknyamanan, dan pola tidur yang tidak teratur. Pasien dengan CHF merasa tidak
pasti, cemas, dan depresi. Emosi negatif (yaitu, kecemasan dan depresi) tampaknya
lebih umum pada pasien CHF dibandingkan pada individu sehat (Kasron, 2012).

Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di


seluruh dunia (Goodman & Gilman, 2011). risiko terjadinya gagal jantung semakin
meningkat sepanjang waktu. Menurut data WHO 2013, 17,3 juta orang meninggal
akibat gangguan kardiovaskular pada tahun 2008 dan lebih dari 23 juta orang akan
meninggal setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular (WHO, 2013). Lebih dari
80% kematian akibat gangguan kardiovaskular terjadi di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah (Yancy, 2013).

Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung adalah 20%


untuk usia ≥40 tahun, dengan kejadian >650.000 kasus baru yang didiagnosis gagal
jantung selama beberapa dekade terakhir. Kejadian gagal jantung meningkat dengan

v
vi

bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal jantung sekitar 50% dalam waktu 5
tahun (Yancy, 2013). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2015, prevalensi gagal
jantung di Indonesia sebesar 0,3%. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia yaitu
sebesar 9,2% yang meningkat seiring dengan peningkatan umur dan mempunyai
angka yang lebih tinggi pada wanita, status ekonomi yang lebih rendah, perilaku
merokok, pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, dan obesitas (Riskesdas, 2013).
Prevalensi faktor risiko jantung dan pembuluh darah, seperti makan makanan asin
24,5%, kurang sayur dan buah 93,6%, kurang aktivitas fisik 49,2%, perokok setiap
hari 23,7% dan konsumsi alkohol 4,6% (Depkes RI, 2015).

Sebuah studi telah menunjukkan bahwa gagal jantung meningkatkan tekanan


darah, denyut jantung, kortisol, dan meningkatkan tidur. Pasien yang mengalami CHF
cenderung untuk mengalami ganguuan tekanan darah, respirasi, dirasakan tekanan
psikologis, dan rasa sakit pada saat persiapan kateterisasi jantung. Namun, sebuah
Studi menunjukkan bahwa sesi terapi pijat 30 menit Setelah operasi jantung tidak
memperbaiki psikometri (mis., kecemasan dan depresi) atau kondisi fisik (mis.,
denyut jantung dan BP) (Chen.W.L, et.al, 2013).

Penulis menjalankan peran perawat spesialis sebagai peneliti dengan


menerapkan model system neuman (MSN). Pengkajian dengan menggunakan Barthel
Index memudahkan perawat dalam melakukan penilaian terhadap status fungsional
pada pasien gagal jantung, sehinga dapat menilai tingkat kemandirian pasien. Format
ini mudah digunakan dan memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan yang
berhubungan dengan ketidakmampuan fungsional (Ahmadi & Sadeghi, 2015).

vi
vii

Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan CHF, penulis


menggunakan pendekatan teori keperawatan Model Sistem Neuman. Pendekatan
Model System Neuman menggambarkan klien sebagai suatu system sebagai individu,
keluarga, kelompok, masyarakat atau isu sosial yang mempunyai lima komponen
yang saling berhubungan yaitu : fisiologik, psikologik, sosiokultural, pengembangan
dan spiritual. Asuhan Keperawatan dengan menggunakan teori keperawatan model
sistem Neuman merupakan salah satu upaya untuk mengeksplorasi secara holistic,
melihat pasien sebagai suatu sistem yang dituangkan dalam bentuk laporan dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada Kasus CHF dengan Penerapan Teori Model Sistem
Neuman”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menggambarkan secara umum hasil pelaksanaan yang menggunakan


pendekatan teori keperawatan Model Sistem Neuman dalam memberikan

vii
viii

pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan Congestive Heart Failure


(CHF).

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan yaitu :

a. Melakukan analisis terhadap peran perawat sebagai pemberi asuhan


keperawatan dengan menggunakan teori Model Sistem Neuman pada
pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler terutama pasien CHF
b. Melakukan analisis terhadap kekuatan dan kelemahan pada penerapan
Teori Keperawatan Model Sistem Neuman pada pasien dengan gangguan
sistem kardiovaskuler terutama pasien CHF

viii
ix

C. Manfaat

a. Dibidang Pelayanan Keperawatan

Memberikan informasi kepada perawat medical dalam memberikan


pelayanan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi
serta evaluasi dengan menggunakan teori Model Sistem Neuman. Serta
menambah pengetahuan perawat dalam menerapkan teori keperawatan dan
Evidence Based Nursing terhadap pemberian asuhan keperawatan pada pasien

b. Bagi Keilmuan

Mendukung serta memperkuat penerapan teori keperawatan,


menambah wawasan tentang ilmu keperawatan dan pengetahuan bagi perawat
medical bedah serta mahasiswa terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.

ix
x

x
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Congestive Heart Failure

1. Definisi CHF

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa


darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrient (Brunner & Suddarth, 2013). Gagal jantung kongestif
adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga
jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung
kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi
kanan (Kasron, 2012).
2. Etiologi CHF

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1) Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,


disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2) Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner ini dapat mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

3) Hipertensi sistemik atau pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan


hipertrofi serabut otot jantung.

4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif


Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.

5) Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang


sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis
AV), peningkatan mendadak afterload.

6) Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam


perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

3. Patofisiologi CHF

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan


satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf
dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan
fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah
peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga
menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump


function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada
beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung
sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya
dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak
tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan.

Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh


terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah
arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi
neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan
meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling.

Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload,


peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban
jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi
ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi
cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi
tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas
(misal pada penyakit 11 koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan
kontraktilitas.Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya
disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter.

Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu


etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan
menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan
sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan bradiaritmia
dan penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian
jantung mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel
menurun. WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat
penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun
keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang
telah disebutkan diatas. Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi
gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah
jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling
baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung
adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.15 Curah jantung yang
berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung.

Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan


kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
normal masih dapat dipertahankan.Volume sekuncup, jumlah darah yang
dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:

1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di
timbulkan oleh tekanan arteriole.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur


pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung
yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat
gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir
selalu ditemukan :

1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal


dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer. Kematian pada
CHF Aritmia dan gangguan aktivitas listrik Hipertrofi dilatasi
jantung Disfungsi diastolik dan disfungsi sistolik Tromboemboli
PJK yang berat Berdampak pada aliran darah pada myocard yang
belum infark Gangguan kontraktilitas
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi
buruk sampai delirium.
5. Komplikasi CHF

1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam


atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik
tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian
warfarin.
2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung
(dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan
dosis ditinggikan.
4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.
6. Penatalaksanaan CHF

Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:

1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.


2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-
bahan farmakologis.
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretik diet dan istirahat.

a. Terapi Farmakologi
1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)

Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala


volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan
afterload agar tekanan darah menurun.

2) Antagonis aldosteron

Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.

3) Obat inotropik

Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.

4) Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.

5) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)

Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah


vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena.

6) Inhibitor ACE

Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi


aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyebabkan peningkatan curah jantung.
b. Terapi non farmakologi

Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan


seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak,
mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.

7. Diagnostik

a. Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan EKG sangat penting untuk mengetahui hipertrofi atrial atau


ventrikuler, infark, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola
b. Laboratorium
● Enzyme hepar : meningkat dalam gagal jantung (CHF)
● Elektrolit : kemungkinan akan berubah Karen perpindahan cairan, penurunan
fungsi ginjal
● Oksimetri Nadi : kemungkinan situasi oksigen rendah
● Analisa Gas Darah : gagal ventrikel kiri akan ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan pCO2
● Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein.

B. Paradigma Keperawatan MSN

1. Manusia menurut Neuman

Neuman memandang manusia atau klien secara keseluruhan (holistic) yang


terdiri dari faktor fisiologis, psikologis, sosial budaya, faktor perkembangan,
dan faktor spiritual. 1). Faktor Fisiologis meliputi struktur dan fungsi tubuh 2)
Faktor psikologis terdiri dari proses dan hubungan mental 3). Faktor sosial
budaya meliputi fungsi sistem yang menghubungkan sosial dan ekspektasi
kultural dan aktivasi. 4) Faktor perkembangan sepanjang hidup. 5) Faktor
spiritual pengaruh kepercayaan spiritual Faktor-faktor ini berhubungan secara
dinamis dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Klien juga dipandang mengalami
kondisi yang bervariasi,sesuai stress yang dialami. Ketika stressor terjadi
individu banyak membutuhkan informasi atau bantuan untuk mengatasi
stressor. Pemberian motivasi merupakan rencana tindakan perawat untuk
membantu perkembangan klien (Alligood, 2014)
Sistem klien diartikan dalam struktur dasar dan lingkaran-lingkaran
konsentrik yang saling berkaitan . Struktur dasar meliputi faktor dasar
kelangsungan hidup yang lebih umum dari karakter sehat dan sakit yang
merupakan gambaran yang unik dari system klien. Secara umum gambaran
keunikan sistem klien dari Neuman adalah range temperatur normal, struktur
genetik , pola respon, kekuatan dan kelemahan organ, struktr ego dan
pengetahuan atau kebiasaan. Neuman selanjutnya menyatakan bahwa Normal
Lines of Defense adalah 1).Merupakan lingkaran utuh yang mencerminkan
suatu keadaan stabil untuk individu, sistem atau kondisi yang menyertai
pengaturan karena adanya stressor yang disebut keadaan wellness normal dan
digunakan sebagai dasar untuk menentukan adanya deviasi dari keadaan
wellness untuk sistem klien.2) Berbagai stressor dapat menginvasi normal
line defense jika flexible lines of defense tidak dapat melindungi secara
adekuat. Jika itu terjadi maka sistem klien akan bereaksi yang akan tampak
pada adanya gejala ketidakstabilan atau sakit dan akan mengurangi
kemampuan sistem untuk mengatasi stressor tambahan.3) Normal lines of
defense terbentuk dari beberapa variabel dan perilaku seperti pola koping
individu, gaya hidup dan tahap perkembangan (Alligood, 2014).
Gambar 2: Konsep Person dalam Model Sistim Betty Neuman

Garis pertahanan flexible/ Flexible Lines of Defense 1).Digambarkan sebagai


lingkaran putus-putus paling luar yang berperan memberikan respon awal atau
perlindungan pada sistem dari stressor. 2). Diibaratkan sebagai suatu
accordion yang bisa menjauh atau mendekat pada normal line of defense. Bila
jarak antara flexible lines of defense dan normal lines of defense meningkat
maka tingkat proteksipun meningkat.3).Melindungi normal line of defense dan
bertindak sebagai buffer untuk mempertahankan keadaan stabil dari sistem
klien. 4) Bersifat dinamis dan dapat berubah dalam waktu yang relatif singkat.
Lines of Resistance Merupakan serangkaian lingkaran putus-putus yang
mengelilingi struktur dasar. Artinya garis resisten ini melindungi struktur
dasar dan akan teraktivasi jika ada invasi dari stressor lingkungan melalui
garis normal pertahanan (normal line of defense). Misalnya adalah mekanisme
sistem immun tubuh. Jika lines of resistance efektif dalam merespon stressor
tersebut, maka sistem depan berkonstitusi, jika tidak efektif maka energi
berkurang dan bisa timbul kematian. Hubungan dari berbagai variabel
(fisiologi, psikologis, sosiokultur, perkembangan dan spiritual) dapat
mempengaruhi tingkat penggunaan flexible lines of defense terhadap berbagai
reaksi terhadap stressor (Alligood, 2014; Neuman & Fawcett, 2011).

2. Lingkungan menurut Neuman

Neuman menyatakan bahwa lingkungan yang terdiri dari lingkungan internal


dan ekstenal yang mempengaruhi wahana sehat atau kehidupan suatu
organisme. Lingkungan merupakan kesatuan sumber seperti suatu sistem
fungsional imonologikal, keterampilan koping yang baik, pendidikan,
dukungan keluarga yang kuat dan suatu komunitas pusat kesehatan. Stressor
dapat menguntungkan dan merugikan tergantung naturitas, waktu, derajat dan
potensi yang baik mengarah ke perubahan positive maupun negatif (Alligood,
2014)

3. Sehat menurut Neuman


Neuman menyatakan sehat adalah kondisi dinamis yang terjadi ketika bagian
dari sistem klien berinterkasi secara harmonis dengan keseluruhan sistem
.Kesehatan manusia dalam status baik atau sakit, selalu berubah dalam lima
variable : fisiologi, psikologi, sosiobudaya, spiritual dan perkembangan. Sehat
relative dan dinamik dengan stabilitas yang bervariasi.Garis normal sebagai
parameter status sehat. Sehat adalah individual kadang seimbang atau
stabilitas klien atau berubah.Garis pertahanan manusia dapat permiabel,
berbeda dengan individu lain dan menghasilkan status kesehatan yaitu garis
pertahanan normal.Sehat untuk individu lain mungkin berarti retensi
komponen yang tercontitusi, contoh penggunaan protesa setelah amputasi
dapat menghasilkan garis normal. Sehat untuk individu adalah hubungan
antara faktor genetik dan pengalaman.Tipe definisi sehat mengikuti individu
,tidak ada standart absolute. Status yang terbaik adalah status optimal untuk
klien bervariasi dari beberapa poin dalam hubungannya dengan konsep dasar
(Alligood, 2014; Neuman & Fawcett, 2011).

4. Keperawatan menurut Neuman

Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara utuh


dan keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang mempertahankan
semua variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Melalui
penggunaan model keperawatan dapat membantu individu, keluarga dan
kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level maksimum dari total
wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan dengan integrasi dari
semua variabel yang mana mendapat perhatian dari keperawatan . Neuman
(1981) menyatakan bahwa dia memandang model sebagai sesuatu yang
berguna untuk semua profesi kesehatan dimana mereka dan keperawatan
mungkin berbagi bahasa umum dari suatu pengertian. Neuman juga percaya
bahwa keperawatan dengan perspektif yang luas dapat dan seharusnya
mengkoordinasi pelayanan kesehatan untuk pasien supaya fragmentasi
pelayanan dapat dicegah.
Menurut Neuman & Fawcett tahun 2011 intervensi adalah tindakan yang
bertujuan untuk membantu klien mempertahankan, mencapai, atau
mendapatkan sabilitas sistem. Hal ini terjadi sebelum atau sesudah garis
pelindung pertahanan. Neuman mendukung mulai intervensi ketika ada stresor
atau sebelum adanya stresor. Intervensi berdasarkan pada tingkat aktual,
kemampuan, tujuan dan hasil. Neuman mengidentifikasi tiga tingkat
pencegahan.

Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan saat dicurigai adanya stresor atau


teridentifikasi. Reaksi belum terjadi, namun tingkat resiko sudah diketahui.
Perawat berusaha untuk mengurangi kemungkinan stresor muncul pada
individu dengan beberapa upaya dan cara atau memperketat garis fleksibel
pertahanan individu untuk mengurangi kemungkinan reaksi.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder melibatkan intervensi atau pengobatan dimulai


setelah gejala stresor terjadi. Sumber daya internal dan eksternal klien yang
digunakan terhadap sistem stabilisasi untuk memperkuat garis perlawanan
internal, mengurangi reaksi, dan meningkatkan faktor perlawanan.

Pencegahan tersier

Pencegahan tersier terjadi setelah perawatan aktif atau tahap


pencegahan sekunder. Hal ini berfokus pada penyesuaian terhadap stabilitas
sistem klien yang optimal. Tujuannya adalah untuk memperkuat resistensi
terhadap stressor, untuk membantu mencegah terulangnya reaksi.
Dalam buku Alligood tahun 2014 model system neuman dapat
diterapkan dalam menanggani pasien dengan HIV/AIDS, dan hal ini diperkuat
oleh penelitian yang dilakukan oleh Cobb, 2012 dan Mill, 1997, mereka
menerapkan moel system neuman pada pasien HIV/AIDs dengan
menggunakan pendekatan spritual dan intervensi model system neuman.
BAB III
PENERAPAN TEORI MODEL SISTEM NEUMAN PADA ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN CHF

Bab ini menguraikan penerapan Model Sistem Neuman (MSN) pada kasus
kelolaan pasein dengan gangguan sisem kardiovaskuler: Congestive Heart Failure
(CHF)

1. Penerapan MSN pada kasus kelolaan


A. Pengkajian MSN pada kasus kelolaan.

1) Profil pasien

Nama Pasien : Tn. A


Umur : 60 tahun
Satus pernikahan : Kawin
Pendidikan : Tamat SD
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Sumber : Istri/anak/pasien
Suku : Petani
Pekerjaan : IRT
Alamat : Solok selatan ,Muaro Labuh
Tanggal masuk RS : 19 Maret 2018
Tanggal pengkajian : 20 Maret 2018
B. Stres yang dipersepsikan pasien

a. Area Stres Utama/ Masalah Kesehatan Utama:

1) Keluhan Utama: Pasien mengeluhkan kesulitan saat bernapas, merasakan


nyeri dada berat saat klien membersihkan halaman rumah di pagi hari, lemas
saat beraktifitas ringan, Pasien juga mengatakan kurang selera makan karena
merasa mual tapi tidak ada muntah. Hal ini dialami Pasien sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit.
2) Diagnosa Medis: Congestive Heart Failure (CHF) NYHA II e.c old anterior
MCI.
3) Riwayat penyakit sekarang: Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama
kesulitan bernafas dan terasa nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar
sampai ke lengan kiri. Keluhan ini dirasakan lebih sejak 1 minggu terakhir
ini. Pasien mengeluh merasa cepat lelah ketika melaksanakan aktivitas
dirumah. Pasien terpasang alat bantu nafas nasal kanul, kateter, dan alat
monitor hemodinamik.
4) Riwayat kesehatan dahulu: Pasien mulai merasakan adanya gangguan pada
jantung sejak tahun 2007 pada saat sedang bekerja diladangnya. Pasien
merasa nyeri pada dada sebelah kiri sampai ke belakang dan menjalar ke
lengan kiri. Saat itu pasien hanya beristirahat sebentar dan nyeri hilang. Pada
awal tahun 2008 keluhan yang sama kembali dirasakan oleh pasien namun
periode nyeri lebih lama (> 15 menit) hilang dengan istirahat. Mulai saat itu
pasien berinisiatif untuk memeriksakan keluhan tersebut kepada dokter.
Pasien mendapat obat anti angina dari dokter, sehingga pasien selalu
mengkonsumsi obat jantung terkait penyakitnya. Pada tahun 2012 pasien
mulai putus obat sehingga pada bulan Oktober 2012 keluhan semakin
memberat yaitu nyeri dengan aktivitas ringan dan tidak hilang dengan
istirahat. Setelah pasien berobat ke dokter maka oleh dokter dirujuk ke RSUP
dr. M.djamil Padang untuk dilakukan kateterisasi. Hasil kateterisasi
menunjukkan adanya stenosis 20% di leaft mean, RCA stenosis 40-50%,
LAD 40-60%. Pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi.
5) Status nutrisi: tinggi badan 155 cm, berat badan 50 kg, Status gizi baik.

b. Gaya Hidup.
1) Sebelum sakit : pasien masih bisa mengerjakan pekerjaan sebagai kepala
keluarga yaitu bekerja ke ladangnya.
2) Pasien mempunyai perhatian/ peduli kepada keluarga istri dan anak-anak.
3) Aktivitas keagamaan pasien tetap dilakukan oleh pasien dengan rajin
menjalankan sholat.
4) Pasien mempunyai dukungan pasangan dan keluarga; pasien menikah dan
mempunyai 2 orang putra dan 3 orang putri. Hubungan pasien dengan anak-
anak baik.
5) Kebiasaan diet tidak teratur lebih banyak konsumsi daging-dagingan,
makanan berlemak, tidak berolahraga, suka makan gorengan.
6) Penggunaan waktu luang: melakukan kegiatan bersama dengan istri anak-
anak dan keluarga besarnya, di rumah.

c. Pengalaman pasien dengan masalah yang sama.

1) Pasien menyatakan merasa kurang nyaman akibat adanya rasa nyeri dan
kesulitan bernafas yang dirasakan oleh pasien.
d. Harapan kedepan

1) Harapan pasien setelah dirawat saat ini: Pasien sangat berharap dapat
melaksanakan aktivitas seperti semula setelah mengalami perawatan.
2) Harapan pasien terhadap revaskularisasi koroner : tidak terjadi
penyempitan/sumbatan lagi pada pembuluh darahnya. Pasien berharap dapat
mempertahankan kondisi kesehatan dengan melakukan pengaturan diit
makanan, pengontrolan pengobatan sesuai anjuran, perubahan gaya hidup.
3) Pasien memutuskan untuk menjaga pola makan yang sehat yaitu menghindari
makanan berlemak, mengurangi konsumsi garam.

e. Hal yang dilakukan untuk menolong diri sendiri.

1) Setiap ada masalah didiskusikan dengan istri dan diputuskan secara bersama.
2) Pasien selalu meminta pendapat dan saran dari tenaga kesehatan terkait
dengan status kesehatannya.
3) Pasien setuju atas pertimbangan medis/ kesehatan terkait dengan kondisinya
untuk dilakukan pengecekan dan operasi.
4) Pasien menerima dan kooperatif setiap tindakan yang diperlakukan
kepadanya.

f. Harapan dari orang yang terdekat.

1) Mendapat kunjungan dari istri dan anak-anak/ orang terdekat


2) Istri dan anak yang tertua mengantar dan menemani pasien selama dirawat.
3) Mendapatkan perhatian dari keluarga, permasalahan cepat didiskusikan dan
mengambil keputusan secepatnya.

C. Stres yang dipersepsikan oleh care giver

a. Area Stress Utama


1) Stressor pasien ditemukan pada saat terjadi sumbatan pada arteri koroner yang
mmnyebabkan pasien di rawat kembali, pasien mengeluh nyeri pada daerah
dada. Pasien juga mengeluhkan bahwa ia merasakan sesak nafas.
2) Keadaan status nutrisi: ideal
3) Riwayat penyakit: pasien pernah dirawat di RS dengan riwayat pemasangan
stent sebelumnya.

b. Adanya perbedaan lingkungan dari pola kebiasaan hidup.

1) Hospitalisasi: Adanya perbedaan lingkungan pasien dengan lingkungan


tempat tinggal pasien awalnya mempengaruhi istirahat pasien.
2) Merasa nyeri pada dada dan merasa kurang nyaman karena sesak yang ia
rasakan.

c. Pengalaman pasien sebelumnya dengan situasi yang sama.


1) Pasien menyatakan pernah di rawat di RS dengan tindakan pemasangan stent
seperti sekarang. Pasien pernah merasakan nyeri tapi tidak seperti saat ini.
2) Gangguan psikologi: pasien menerima kondisi penyakitnya saat ini sambil
tetap berharap akan kesembuhannya.
3) Pasien mempersepsikan beratnya penyakit sekarang ini.

d. Antisipasi kedepan

1) Membutuhkan dukungan keluarga dan peningkatan aktivitas.


2) Berobat teratur, kontrol makan teratur
3) Mendiskusikan setiap permasalahn kesehatan dengan istri dan anak-anak..

e. Hal yang dapat lakukan untuk menolong dirinya.

1) Pasien menyampaikan keluhan dan keinginannya kepada perawat/dokter.


2) Pasien mengklarifikasikan keraguannya kepada provider kesehatan dan
menerima setiap tindakan yang dilakukan kepadanya.
3) Pasien meluangkan waktu berbicara dengan orang lain
4) Pasien menerima sepenuhnya untuk pengaturan perawatan dan tindakan yang
diberikan kepadanya.

f. Harapan pasien terhadap keluarga, teman dan caregiver.

1) Pasein memandang pemberi pelayanan yaitu tim dokter dan perawat di RS


sebagai sumber informasi, dapat memberikan penjelasan tentang proses
penyakit, prosedur tindakan, dan administrasi.
2) Memberikan perhatian, dan memenuhi kebutuhan yang diperlukannya.
3) Cara pandang pasien berhubungan dengan stres. Dihadapi pasien dengan
bertanya, dan mengikuti setiap perlakuan yang diberikan.
4) Mendapat bantuan pelayanan kesehatan secara fisik dan psikologikal dengan
dukungan caregiver, istri dan anggota keluarga.
5) Pandangan pasien melihat anggota keluarga sebagai penolong dan pemberi
ketenangan.
D. Faktor-faktor intrapersonal

a. Pemeriksaan Fisik Dan Investigasi:

Kesadaran compos mentis,Tinggi badan 155 cm, berat badan 50 kg, IMT:24,22
(KgBB/m2).

Tanda-tanda vital: TD:149/86 mmHg, Nadi:86 x/menit. Repirasi: 30 x/menit.


Suhu (aksila) : 37,2oC, Sat 02 98%,

Status neurologis: kesadaran CMC, orientasi waktu tempat dan orang baik,
pelebaran pupil normal, motorik atas dan bawah baik, kiri dan kanan baik.

1) Status respirasi: RR 30 x/menit, pasien dibantu dengan O2 per binasal 5 lpm,


saturasi O2 100%. Bibir tidak sianosis. Pernafasan tampak cepat dan dangkal,
tampak tidak menggunakan otot bantu nafas, terdengar suara nafas tambahan
di ICS 4 dan 5 kiri.
2) Status kardiovaskuler:

TD:149/86 mmHg , Nadi:98 x/menit. Repirasi: 30 x/menit. Suhu (axial) :


36.50C,
Bunyi jantung S1 dan S2 normal, bunyi mur-mur (-), Suhu perifer 37,2°C,
iktus kordis teraba, apeks kordis tidak terlihat, EKG: irama Sinus Rhytm,
pulsasi arteri perifer isi dan tekanan cukup, kapilary refill <3 detik.

3) Status renal: jumlah urin (jumlah 115/3 jam).


4) Produksi Drain 10-15cc/jam warna Serous hemoragic
5) Status nutrisi: IMT:24,22; Hb:12, 7 g/dl; Keluhan mual (+), muntah (-).
6) Status eliminasi: pasien belum BAB, kebiasaan sebelumnya 1-2 kali perhari.
Produksi urine 1cc/ kg BB terpasang folley kateter 16.
7) Sistem Integument: warna kulit tidak sianosis, kulit teraba hangat

b. Psiko- Sosial dan Budaya


1) Pasien menyadari keberadaanya sekarang yang sedang dirawat karena adanya
gangguan pada jantungnya.
2) Badan terasa lemah dan sulit untuk bernafas
3) Merasa masih banyak pekerjaan/ hal lain yang perlu diselesaikan.
4) Riwayat berkeluarga: kawin dan mempunyai anak.
5) Hubungan dengan istri dan anak-anak baik.
6) Hubungan dengan kelurga besar/ dan masyarakat baik.
7) Sejak dirawat istri dan anak yang tua mendampingi.
8) Mempunyai dukungan sistim yang baik dari keluarga dan tetangga.

c. Faktor perkembangan

1) Pasien masih melakukan kontak dengan keluarga dan tetangga.


2) Pasien adalah anak ke tiga dari lima bersaudara dan sesuai dengan
perkembangan orang dewasa; menikah mempunyai 2 dua orang anak.
3) Pasien kooperatif terhadap tindakan yang diberikan.
4) Pasien menyatakan rindu dengan cucu-cucunya dan ingin cepat pulang untuk
bertemu dengan cucu.
d. Sistim kepercayaan spiritual
1) Pasien yakin dengan agamanya. Keluarga mendampingi disaat pasien sadar,
saat setelah dilepas. Keluarga menyatakan berdoa meminta kekuatan, dan
penyembuhan dari pada-Nya.
2) Pasien mempunyai dukungan sosial dari keluarga, dan kerabat.

E. Faktor-faktor Interpersonal

a. Mempunyai bantuan keluarga.


b. Berinteraksi baik dengan orang lain.
c. Mempunyai dukungan sosial.
d. Aktifitas terbatas.
e. Aktif beribadah dalam agamanya
f. Mempunyai hubungan interpersonal dengan pasangan dan anak-anak.

F. Faktor-faktor ekstrapersonal
a) Semua fasilitas kesehatan tersedia di dekat tempat tinggal pasien.
b) Tersedia fasilitas komunikasi, dan transportasi.
c) Tinggal di kota Mataram
d) Pendapatan jaminan Askes.

G. Pemeriksaan Penunjang:
a. EKG:Sinus Rhytm, HR 117x/mnt, SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis LAD, PR int
0,12”, QRS durasi 0.08 ”, ST elevasi III,aVF,infark (-), iskemik (-) hipertropi (+)
(tgl 19 Maret 2018)
b. Gambaran foto rontgen: menunjukkan adanya kardiomegali.
c. Laboratorium tgl 20 Maret 2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan / Satuan

Hemoglobin 12.7 13-16 g/dl


Leukosit 11.720 5000-10000/ul
Trombosit 176 .000 150-400 x 1000/ul
Hematokrit 37 40-48 Vol.%
pH 7.34 7.35-7.45
pCO2 45 32-42 mmHg
pO2 mmHg 99 69-116
HCO3 26.8 20-24 mmol/l
BE 1.9 -3.3-1.2 mmol/l
Saturasi O2 97.4 95-99 %
Natrium 143 135-147 mmol/L
Kalium 4.2 3.5-5.5 mmol/L
Chlorida 103 95-111 mmol/L
Magnesium 2.2 1.6-2.6 mg/dl
Calsium 2.2 2.10-2.55 mmol/L
Ureum 18 17-56 mg/dl
Kreatinin 0.8 0.72-1.25 mg/dl
BUN 8.41 6-20 mg/dl
CKMB 44 0-24 U/L

H. Penatalaksanaan Medis

1) Pemberian O2 binasal 4 liter/i,


2) IVFD Eas Pfrimmer 500cc/24 jam,
3) Ceftriaxone 1x 2 gr,
4) Lasix 1 x 20 gr,
5) Eritromicin 1 x 500 gr,
6) Bicnat 3 x 1 mg,
7) Propranolol 2x1 mg
8) As. Folat 1 x 5 mg,
9) Candesartan 1 x 16 mg,
10) Clopidogrel 1 x 75 mg
11) Total cairan 1500cc/24 jam
12) Total kalori 1500 kal/ 24 jam

2. Analisa Masalah Keperawatan

No. Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1. Ds: Ketidakseimbangan Pola Nafas Tidak


● Pasien mengeluh bahwa ventilasi-perfusi Efektif
ia merasa kesulitan
bernafas
● Pasien mengeluh dadanya
terasa berat sehingga sulit
untuk bernafas

Do:
● Repirasi: 30 x/menit
meskipun terpasang O2
binasal 5 lpm
● TD:149/86 mmHg ,
● Nadi:98 x/menit.
● Pernafasan tampak cepat
dan dangkal
● Terdengar suara nafas
tambahan di ICS 4 dan 5
kiri
● Hasil AGD : pH: 7.34,
pCO2: 45 mmHg
2. Ds: kontraktilitas & Penurunan curah
● Mengeluh nyeri pada pengisian ventrikuler jantung
dada tidak adekuat
● Pasien mengeluh nyeri
dada makin terasa meski
hanya aktivitas ringan

Do:
● pulsasi arteri perifer
teraba cukup kuat+/+,
● ekstremitas hangat, pucat
(-).
● TD:149/86 mmHg ,
● Nadi:98 x/menit.
● Repirasi: 30 x/menit
● EKG: ST, HR 117x/mnt,
Axis (Normal), P wave
(N), PR int 0,16dtk,QRS
durasi 0,08dtk,infark (-),
iskemik (-) hipertropi (+)
● Hasil rontgen :
kardiomegali
2. Ds : Ketidak seimbangan Intoleransi
● Pasien mengatakan badan antara Aktivitas
lemas dan terasa tidak kebutuhan dan suplai
bertenaga oksigen
● Pasien mengatakan badan
terasa lemas meski hanya
beraktivitas ringan saja.

Do :
● Posisi tidur terlentang dan
kepala di tinggikan ± 150
● Pasien tampak pucat
● Hb = 12,7 g/dl
● Makan minum di bantu
● Eliminasi urin dengan
kateter
● Kebutuhan hygene
terpenuhi dengan bantuan

3. Ds: Agen injuri Nyeri Akut


● Mengeluh nyeri pada
bagian dada
Do :
● Pasien tampak meringis
● Skala nyeri 7 – 8
● TD:149/86 mmHg ,
● Nadi:98 x/menit.
● Suhu: 37,2
● Repirasi: 30 x/menit

1. Rencana Tindakan Keperawatan Berdasarkan Nanda, NOC dan NIC

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. Pola Nafas Tidak Efektif Tujuan: untuk mencapai 1. Manajemen Jalan Nafas
b.d ketidakseimbangan keseimbangan ventilasi- 2. Terapi Oksigen
ventilasi-perfusi perfusi Aktivitas
1. Status Pernafasan Pencegahan Primer:
- Posisikan pasien untuk
Kriteria hasil yang ingin
memaksimalkan ventilasi
dicapai:
- Monitor rata-rata,
- Frekuensi pernafasan
kedalaman, irama dan
- Irama pernafasan
usaha respirasi
- Kedalaman inspirasi
- Monitor status pernafasan
- Saturasi O2
dan oksigenasi tambahan
- Penggunaan otot bantu
- Palpasi kesimetrisan
nafas
ekspanasi paru
- Retraksi dinding dada
- Monitor kelelahan otot-
- Mengantuk
otot diafragma
- Demam
- Auskultasi suara nafas
- Perasaan kurang
- Monitor keluhan sesak
istirahat
nafas pasien
2. Status Pernafasan :
- Monitor aliran oksigen
Ventilasi
- Monitor eefektifitas
Kriteria hasil yang ingin pemberian oksigen
dicapai:
Pencegahan Sekunder
- Tekanan darah normal
- Catat pergerakan dada
- Denyut nadi normal
- Identifikasi pasien
- Asites tidak ada
perlunya pemasangan alat
- Kelelahan
- Peningkatan berat bantu jalan nafas
badan
Pencegahan Tersier
- Wajah pucat
- Monitor kecepatan,
irama, kedalaman, dan
kesulitan bernafas
- Monitor suara nafas
- Monitor peralatan
oksigen untuk
memastikan alat tiadk
memgganggu pasien
bernafas
- Monitor kecemasan
pasien.

2. Penurunan Curah Tujuan : 1. Perawatan Jantung


Jantung b/d tidak efektif Tanda vital dalam rentang 2. Manajemen Elektrolit
kontraktilitas normal, dapat
Aktivitas:
dan pengisian ventrikel mentoleransi aktivitas,
Pencegahan Primer
tidak tidak ada kelelahan, tidak
● Lakukan penilaian
adekuat. ada edema paru, perifer
komprehensif pada
dan tidak ada asites serta
sirkulasi perifer (cek nadi
tidak ada penurunan
kesadaran. perifer, edema, pengisian
1. Kefektifan pompa CRT)
jantung ● Monitor EKG
● Catat tanda dan gejala
Indikator :
penurunan curah jantung
● Tekanan darah DBN
● Monitor status
● Ukuran jantung DBN
peernafasan
● Urin output DBN
● Monitor keseimbangan
● Keseimbangan intake
cairan
dan output dalam 24
● Monitor nilai
jam
laboratorium yang tepat
● Suara jantung
(enzim jantung)
abnormal tidak ada
● Monitor nilai serum
● Kelelahan tidak ada
elektrolit yang abnormal
● Pucat tidak ada
● Monitor manifestasi
● Intoleransi aktivitas
ketidakseimbangan
tidak ada
elektrolit
● Pucat tidak ada
● Pertahankan kepatenan
2. Status sirkulasi
IV
Indikator:
Pencegahan Sekunder
● Urin output
● Monitor respon pasien
● CRT < 3 detik
terhadap disritmia
● Kelelahan tidak ada
● Monitor toleransi
● Wajah pucat tidak ada
aktivitas pasien
● Pitting edema tidak ● Monitor sesak nafas,
ada kelelahan dan takipnea
● Luka ekstremitas ● Lakukan terapi relaksasi
bawah tidak ada
Pencegahan Tersier
3. Tingkat kelelahan
● Tingkatkan orientasi
Indikator; ● Tempatkan monitor
● Kelesuan tidak ada jantung dengan tepat
● Sakit kepala tidak ada
● Kegiatan sehari-hari
● Kualitas istirahat
● Kualitas tidur
● Hematokrit

3 Intoleransi aktivitas Tujuan : 1. Manajemen Energi


berhubungan dengan Dapat mentoleransi 2. Manajemen nutrisi
ketidak aktivitas
Aktivitas :
seimbangan antara 1. Toleransi aktivitas
Pencegahan Primer
kebutuhan
- Kaji status fisiologis
dan suplai oksigen;
pasien
gangguan
- Anjurkan pasien
irama jantung/ aritmia Indikator :
mengungkapkan secara
- Sat. Oksigen saat verbal mengenai
beraktivitas keterbatasan yang dialami
- Frekuensi nadi saat - Monitor intake/asupan
beraktifitas nutrisi untuk mengetahui
- Frekuensi nafas saat sumber energy yang
beraktivitas adekuat
- Kemudahan bernafas - Konsulkan dengan ahli
saat beraktivitas gizi mengenai cara
- Warna kulit meningkatkan asupan
- Kemudahan dalam energy dari makanan
melakukan aktivitas - Anjurkan tidur siang
harian - Monitor aktivitas fisik

2. Daya tahan
Pencegahan Sekunder:
- Bantu Pasien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
Indikator :
- Bantu untuk memilih
- Melakukan aktivitas aktivitas konsisten
rutin yangsesuai dengan
- Aktivitas fisik kemampuan fisik,
- Daya tahan otot psikologi dan social
- Oksigen darah ketika - Bantu untuk
beraktifitas mengidentifikasi dan
- Hematokrit mendapatkan
- Kelelahan sumbersumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
- Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
- Bantu Pasien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
- Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
- Bantu pasien untuk
- menumbuhkan motivasi
diri
- Monitor respon fisik,
emosi,
- social dan spiritual

Pencegahan Tersier
- Kolaborasikan dengan
tenaga rehabilitasi medic
dalam merencanakan
program terapi yang tepat
- Lakukan atau bantu
pasien terkait perawatan
mulut sebelum makan

4 Nyeri Akut b.d agen Tujuan : 1. Manajemen nyeri


cedera fisiologis : iskemik Tanda-tanda vital dalam 2. Pemberian Analgesik
batas normal dan skala
Pencegahan Primer
nyeri terkontrol
Kontrol nyeri Aktivitas :
Indikator: ● Lakukan pengkajian nyeri
● Mengenali kapan nyeri secara komprehensif yang
terjadi meliputi lokasi,
● Menggambarkan karakteristik, onset,
faktor penyebab frekuensi, kualitas,
● Menggunakan intensitas dan faktor
tindakan pencegahan pencetus
● Menggunakan ● Observasi adanya respon
analgesic yang nonverbal terhadap nyeri
direkomendasikan ● Gunakan strategi
● Melaporkan gejala komunikasi yang
yang tidak terkontrol terapeutik
● Cek perintah pengoobatan
Tingkat nyeri
meliputi jenis obat, dosis
Indikator:
dan frekuensi
● Nyeri yang dilaporkan
● Cek adanya riwayat alergi
● Ekspresi nyeri wajah
obat
● Meringis
● Monitor tanda vital
● Kehilangan nafsu
sebelum dan sesudah
makan tidak ada
pemberian analgesik
Tingkat Ketidaknyaman
Pencegahan Sekunder
Indikator :
● Ajarkan penggunaan
● Nyeri tidak ada
teknik non farmakologi
● Cemas tidak ada ● Tentukan keparahan,
● Ketegangan wajah lokasi, karakteristik dan
● Nyeri lepas kualitas nyeri sebelum
● Menyentak mengobati pasien
● Merasa kesulitan ● Dukung istirahat/tidur
bernafas untuk menurunkan nyeri
● Sesak nafas tidak ada
Pencegahan tersier
● Berikan informasi
mengenai nyeri
(penyebab nyeri, lamanya
nyeri dan antisipasi
terhadap nyeri)
● Evaluasi kefektifan
pemberian analgesik
● Dokumentasikan respon
terhadap anlgesik dan
adanya efek smaping

Back Massage Therapy


Aktivitas :
Memberikan terapi pijat
dipunggung pasien,
dilakukan selama 10 – 45
menit dalam sehari.
CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/ Tgl : 20 Maret 2018

DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

Pola Nafas Tidak Efektif Pencegahan Primer: S:


- Memposisikan pasien untuk - Pasien mengatakan
memaksimalkan ventilasi nafasnya masih terasa sesak
- Memonitor rata-rata, kedalaman, irama
O:
dan usaha respirasi
- Repirasi: 30 x/menit
- Monitor status pernafasan dan
meskipun terpasang O2
oksigenasi tambahan 5 liter/menit
binasal 5 lpm, TD:149/86
- Mengauskultasi suara nafas
mmHg , Nadi:98 x/menit,
- Memonitor keluhan sesak nafas pasien
Pernafasan masih tampak
- Memonitor aliran oksigen
cepat dan dangkal.
- Memonitor efektifitas pemberian
oksigen A:
- Pola nafas tidak efektif
Pencegahan Sekunder
belum teratasi, manajemen
- Mencatat pergerakan dada pola nafas dan monitoring
- Mengidentifikasi pasien perlunya pernafasan pasien
pemasangan alat bantu jalan nafas
P:
Pencegahan Tersier - Pencegahan primer,
- Memonitor kecepatan, irama, sekunder dan tersier
kedalaman, dan kesulitan bernafas dipertahankan untuk
- Memonitor suara nafas mencegah terjadinya
- Memonitor peralatan oksigen untuk penyempitan kembali pada
memastikan alat tidak memgganggu arteri koroner
pasien bernafas
- Memonitor kecemasan pasien.

Penurunan Curah Pencegahan Primer S:


Jantung - Memonitor status kardiovaskuler. - Pasien mengatakan badan
- Memonitor status pernapasan yang tidak merasa lemah, tidak
menandakan gagal jantung. ada sesak nafas, nyeri dada
- Memonitor adanya perubahan tekanan terasa menjalar kelengan
darah. kiri
- Memonitor respon pasien terhadap efek
O:
pengobatan antiaritmia.
- KU tenang, kesadaran
- Memonitor adanya dispnea, fatique,
compos mentis, akral
takipnea dan ortopnea.
Pencegahan sekunder hangat, tidak ditemukan
- Melakukan evaluasi terhadap adanya adanya sianosis, CRT < 3
nyeri dada (intensitas, lokasi, dan detik, TD : 120-125/80
durasi). mmHg, RR 28 x/m, HR 90
- Mencatat adanya distritmia jantung. x/m.
- Mencatat adanya tanda dan gejala
A:
penurunan cardiac output.
- Cardiac output terkontrol
- Mempertahankan tirah baring selama
dengan baik, tanda dan
ada gangguan irama jantung.
gejala perubahan perfusi
Pencegahan tersier tidak ada.
- Mengatur periode latihan dan istirahat
P:
untuk menghindari kelelahan.
- Pencegahan primer,
- Melakukan kolaborasi dengan dokter
sekunder, tersier
jika terdapat kelebihan cairan pada
dipertahankan untuk
pasien.
mencegah terjadinya
penyempitan kembali pada
arteri koroner.

Intoleransi Aktivitas Pencegahan primer S:


- Melakukan pengkajian adanya faktor - Pasien mengatakan dapat
yang menyebabkan kelelahan. beraktivitas minimal tanpa
- Memonitor nutrisi dan sumber energi bantuan.
yang adekuat. - Pasien mengatakan sudah
- Memonitor pasien akan adanya bisa berjalan didalam
kelelahan fisik dan emosi secara ruangan tanpa bantuan.
berlebihan.
O:
- Memonitor respon kardiovaskuler
- Pasien dapat berjalan dalam
terhadap aktivitas.
ruangan tanpa bantuan.
- Memonitor pola tidur dan lamanya
- Pasien bisa berjalan ke
tidur/istirahat pasien.
kamar mandi dengan
Pencegahan sekunder sendiri.
- Membantu pasien untuk - Pasien sudah menjalani
mengidentifikasi aktivitas yang mampu program rehabilitasi
dilakukan. diruang rehabilitasi.
- Membantu pasien untuk memilih
A: Intoleransi aktivitas belum
aktivitas konsisten yang sesuai dengan
teratasi.
kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
P:
- Membantu mengidentifikasi sumber-
- Intervensi dilanjutkan
sumber yang diinginkan untuk
dengan membantu
beraktivitas.
memenuhi kebutuhan dasar
- Membantu mengidentifiasi aktivitas
pasien.
yang disukai.
- Memonitor perubahan
- Membantu pasien untuk membuat
hemodinamik pada saat pre
jadwal latihan dengan menggunakan
dan post latihan.
waktu luang.
- Membantu pasien/keluarga untuk - Menjadwalkan pasien
mengidentifikasi kekurangan dalam untuk program rehabilitasi
beraktivitas. setelah pulang.
- Memberikan penguatan yang positif bagi
pasien untuk beraktivitas.
- Membantu pasien untuk menumbuhkan
motivasi dalam diri.
- Memonitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual.

Pencegahan tersier
- Melakukan kolaborasi dengan petugas
rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat.
- Membantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.
Nyeri Akut Pencegahan Primer S:
- Mengkaji nyeri secara komprehensif - Pasien mengatakan dapat
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, mentoleransi nyeri dengan
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor intensitas ringan.
pencetus terjadinya nyeri.
O:
- Melakukan observasi tanda-tanda non
- Skala nyeri 5-6 dari 10
verbal ketidaknyamanan.
- TD sistolik 100/60 mmHg,
Pencegahan sekunder HR 84 x/mnt,
- Mengajarkan teknik mengurangi rasa - Irama jantung regular, suhu
nyeri dengan menggunakan teknik non perifer hangat, CRT < 3
farmakologik yaitu dengan teknik detik.
relaksasi. - Pasien mau melakukan
- Memberikan morfin 10 mikro/kgBB/jam teknik relaksasi.
- Mendorong pasien untuk menggunakan
A : Nyeri terkontrol
pengobatan anti nyeri secara adekuat.
P:
Pencegahan tersier - Lanjutkan intervensi, tetap
- Memberikan informasi yang akurat pada monitor perubahan
keluarga untuk meningkatkan hemodinamik
pengetahuan dan respon pengalaman - Pasien diinstruksikan
nyeri. pulang, selanjutnya berobat
- Membantu pasien dan keluarga untuk jalan.
mendapatkan dukungan.
- Menggunakan keluarga dan orang teman
dekat lainnya sebagai sumber support
pasien.
- Melakukan kerja sama dengan keluarga
untuk melaksanakan metode
menurunkan nyeri.

CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/ Tgl : 21 Maret 2018

DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

Pola Nafas Tidak Pencegahan Primer: S:


Efektif - Memposisikan pasien untuk - Pasien mengatakan nafasnya
memaksimalkan ventilasi dengan posisi masih terasa sesak
semi fowler
- Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan O :
usaha respirasi - Repirasi: 24 x/menit,
- Monitor status pernafasan dan oksigenasi TD:140/86 mmHg , Nadi:98
tambahan 5 lietr/menit x/menit, Pernafasan masih
- Mengauskultasi suara nafas tampak cepat dan dangkal.
- Memonitor keluhan sesak nafas pasien
A:
- Memonitor aliran oksigen
- Pola nafas tidak efektif belum
- Memonitor efektifitas pemberian oksigen 5
teratasi, manajemen pola nafas
lpm
dan monitoring pernafasan
Pencegahan Sekunder pasien
- Mencatat pergerakan dada
P:
- Mengidentifikasi pasien perlunya
- Pencegahan primer, sekunder
pemasangan alat bantu jalan nafas
dan tersier dipertahankan untuk
Pencegahan Tersier mencegah terjadinya
- Memonitor kecepatan, irama, kedalaman, penyempitan kembali pada
dan kesulitan bernafas arteri koroner
- Memonitor suara nafas
- Memonitor peralatan oksigen untuk
memastikan alat tidak memgganggu pasien
bernafas
- Memonitor kecemasan pasien.
Penurunan Curah Pencegahan Primer S:
Jantung - Memonitor status kardiovaskuler. - Pasien mengatakan badan tidak
- Memonitor status pernapasan yang merasa lemah, tidak ada sesak
menandakan gagal jantung. nafas,
- Memonitor adanya perubahan tekanan
O:
darah.
- KU tenang, kesadaran compos
- Memonitor respon pasien terhadap efek
mentis, akral hangat, tidak
pengobatan antiaritmia.
ditemukan adanya sianosis,
- Memonitor adanya dispnea, fatique,
CRT < 3 detik, TD : 120-125/80
takipnea dan ortopnea.
mmHg, RR 28 x/m, HR 90 x/m.
Pencegahan sekunder
A:
- Melakukan evaluasi terhadap adanya nyeri
- Cardiac output terkontrol
dada (intensitas, lokasi, dan durasi).
dengan baik, tanda dan gejala
- Mencatat adanya distritmia jantung.
perubahan perfusi tidak ada.
- Mencatat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac output. P:
- Mempertahankan tirah baring selama ada - Pencegahan primer, sekunder,
gangguan irama jantung. tersier dipertahankan untuk
mencegah terjadinya
Pencegahan tersier
penyempitan kembali pada
- Mengatur periode latihan dan istirahat
arteri koroner.
untuk menghindari kelelahan.
- Melakukan kolaborasi dengan dokter jika
terdapat kelebihan cairan pada pasien.
Intoleransi Aktivitas Pencegahan primer S:
- Melakukan pengkajian adanya faktor yang - Pasien mengatakan dapat
menyebabkan kelelahan. beraktivitas minimal tanpa
- Memonitor nutrisi dan sumber energi yang bantuan.
adekuat. - Pasien mengatakan sudah bisa
- Memonitor pasien akan adanya kelelahan berjalan didalam ruangan tanpa
fisik dan emosi secara berlebihan. bantuan.
- Memonitor respon kardiovaskuler terhadap
O:
aktivitas.
- Pasien dapat berjalan dalam
- Memonitor pola tidur dan lamanya
ruangan tanpa bantuan.
tidur/istirahat pasien.
- Pasien bisa berjalan ke kamar
Pencegahan sekunder mandi dengan sendiri.
- Membantu pasien untuk mengidentifikasi - Pasien sudah menjalani
aktivitas yang mampu dilakukan. program rehabilitasi diruang
- Membantu pasien untuk memilih aktivitas rehabilitasi.
konsisten yang sesuai dengan kemampuan
A: Intoleransi aktivitas belum
fisik, psikologi dan sosial.
teratasi.
- Membantu mengidentifikasi sumber-
P:
sumber yang diinginkan untuk beraktivitas.
- Intervensi dilanjutkan dengan
- Membantu mengidentifiasi aktivitas yang
membantu memenuhi
disukai.
kebutuhan dasar pasien.
- Membantu pasien untuk membuat jadwal
- Memonitor perubahan
latihan dengan menggunakan waktu luang.
hemodinamik pada saat pre dan
- Membantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam post latihan.
beraktivitas. - Menjadwalkan pasien untuk
- Memberikan penguatan yang positif bagi program rehabilitasi setelah
pasien untuk beraktivitas. pulang.
- Membantu pasien untuk menumbuhkan
motivasi dalam diri.
- Memonitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual.

Pencegahan tersier
- Melakukan kolaborasi dengan petugas
rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat.
- Membantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.

Nyeri Akut Pencegahan Primer S:


- Mengkaji nyeri secara komprehensif - Pasien mengatakan dapat
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, mentoleransi nyeri dengan
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor intensitas ringan.
pencetus terjadinya nyeri.
O:
- Melakukan observasi tanda-tanda non
verbal ketidaknyamanan. - Skala nyeri 5-6 dari 10
- TD sistolik 100/60 mmHg, HR
Pencegahan sekunder
84 x/mnt,
- Mengajarkan teknik mengurangi rasa nyeri
- Irama jantung regular, suhu
dengan menggunakan teknik non
perifer hangat, CRT < 3 detik.
farmakologik yaitu dengan teknik relaksasi.
- Pasien mau melakukan teknik
- Memberikan morfin 10 mikro/kgBB/jam
relaksasi.
- Mendorong pasien untuk menggunakan
pengobatan anti nyeri secara adekuat. A : Nyeri terkontrol
P:
Pencegahan tersier
- Lanjutkan intervensi, tetap
- Memberikan informasi yang akurat pada
monitor perubahan
keluarga untuk meningkatkan pengetahuan
hemodinamik
dan respon pengalaman nyeri.
- Pasien diinstruksikan pulang,
- Membantu pasien dan keluarga untuk
selanjutnya berobat jalan.
mendapatkan dukungan.
- Menggunakan keluarga dan orang teman
dekat lainnya sebagai sumber support
pasien.
- Melakukan kerja sama dengan keluarga
untuk melaksanakan metode menurunkan
nyeri.
CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/ Tgl : 22 Maret 2018

DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


Pola Nafas Tidak Pencegahan Primer: S:
Efektif - Memposisikan pasien untuk - Pasien mengatakan nafasnya
memaksimalkan ventilasi dengan posiss masih terasa sesak
semi fowler
O:
- Memonitor rata-rata, kedalaman, irama
- Repirasi: 20 x/menit, TD:129/86
dan usaha respirasi
mmHg , Nadi:89 x/menit,
- Monitor status pernafasan dan oksigenasi
Pernafasan masih tampak cepat
tambahan
dan dangkal.
- Mengauskultasi suara nafas
- Memonitor keluhan sesak nafas pasien A:
- Memonitor aliran oksigen - Pola nafas tidak efektif belum
- Memonitor efektifitas pemberian oksigen teratasi, manajemen pola nafas
dan monitoring pernafasan pasien
Pencegahan Sekunder
- Mencatat pergerakan dada P:
- Mengidentifikasi pasien perlunya - Pencegahan primer, sekunder dan
pemasangan alat bantu jalan nafas tersier dipertahankan untuk
mencegah terjadinya
Pencegahan Tersier
penyempitan kembali pada arteri
- Memonitor kecepatan, irama, kedalaman,
koroner
dan kesulitan bernafas
- Memonitor kecemasan pasien.
Penurunan Curah Pencegahan Primer S:
Jantung - Memonitor status kardiovaskuler. - Pasien mengatakan badan tidak
- Memonitor status pernapasan yang merasa lemah, tidak ada sesak
menandakan gagal jantung. nafas,
- Memonitor adanya perubahan tekanan
O:
darah.
- KU tenang, kesadaran compos
- Memonitor respon pasien terhadap efek
mentis, akral hangat, tidak
pengobatan antiaritmia.
ditemukan adanya sianosis, CRT
- Memonitor adanya dispnea, fatique,
< 3 detik, TD : 120-125/80
takipnea dan ortopnea.
mmHg, RR 28 x/m, HR 90 x/m.
Pencegahan sekunder
A:
- Melakukan evaluasi terhadap adanya
- Cardiac output terkontrol dengan
nyeri dada (intensitas, lokasi, dan durasi).
baik, tanda dan gejala perubahan
- Mencatat adanya distritmia jantung.
perfusi tidak ada.
- Mencatat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac output. P:
- Mempertahankan tirah baring selama ada - Pencegahan primer, sekunder,
gangguan irama jantung. tersier dipertahankan untuk
mencegah terjadinya
Pencegahan tersier
penyempitan kembali pada arteri
- Mengatur periode latihan dan istirahat
koroner.
untuk menghindari kelelahan.
- Melakukan kolaborasi dengan dokter jika
terdapat kelebihan cairan pada pasien.
Intoleransi Aktivitas Pencegahan primer S:
- Melakukan pengkajian adanya faktor yang - Pasien mengatakan dapat
menyebabkan kelelahan. beraktivitas minimal tanpa
- Memonitor nutrisi dan sumber energi bantuan.
yang adekuat. - Pasien mengatakan sudah bisa
- Memonitor pasien akan adanya kelelahan berjalan didalam ruangan tanpa
fisik dan emosi secara berlebihan. bantuan.
- Memonitor respon kardiovaskuler
O:
terhadap aktivitas.
- Pasien dapat berjalan dalam
- Memonitor pola tidur dan lamanya
ruangan tanpa bantuan.
tidur/istirahat pasien.
- Pasien bisa berjalan ke kamar
Pencegahan sekunder mandi dengan sendiri.
- Membantu pasien untuk mengidentifikasi - Pasien sudah menjalani program
aktivitas yang mampu dilakukan. rehabilitasi diruang rehabilitasi.
- Membantu pasien untuk memilih aktivitas
A: Intoleransi aktivitas belum
konsisten yang sesuai dengan kemampuan
teratasi.
fisik, psikologi dan sosial.
P:
- Membantu mengidentifikasi sumber-
- Intervensi dilanjutkan dengan
sumber yang diinginkan untuk
membantu memenuhi kebutuhan
beraktivitas.
dasar pasien.
- Membantu mengidentifiasi aktivitas yang
- Memonitor perubahan
disukai.
hemodinamik pada saat pre dan
- Membantu pasien untuk membuat jadwal
post latihan.
latihan dengan menggunakan waktu
luang. - Menjadwalkan pasien untuk
- Membantu pasien/keluarga untuk program rehabilitasi setelah
mengidentifikasi kekurangan dalam pulang.
beraktivitas.
- Memberikan penguatan yang positif bagi
pasien untuk beraktivitas.
- Membantu pasien untuk menumbuhkan
motivasi dalam diri.
- Memonitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual.

Pencegahan tersier
- Melakukan kolaborasi dengan petugas
rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat.
- Membantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.
Nyeri Akut Pencegahan Primer S:
- Mengkaji nyeri secara komprehensif - Pasien mengatakan dapat
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, mentoleransi nyeri dengan
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor intensitas ringan.
pencetus terjadinya nyeri.
O:
- Melakukan observasi tanda-tanda non
- Skala nyeri 5-6 dari 10
verbal ketidaknyamanan.
- TD sistolik 100/60 mmHg, HR
Pencegahan sekunder 84 x/mnt,
- Mengajarkan teknik mengurangi rasa - Irama jantung regular, suhu
nyeri dengan menggunakan teknik non perifer hangat, CRT < 3 detik.
farmakologik yaitu dengan teknik - Pasien mau melakukan teknik
relaksasi. relaksasi.
- Memberikan morfin 10 mikro/kgBB/jam
A : Nyeri terkontrol
- Mendorong pasien untuk menggunakan
P:
pengobatan anti nyeri secara adekuat.
- Lanjutkan intervensi, tetap
Pencegahan tersier monitor perubahan hemodinamik
- Memberikan informasi yang akurat pada - Pasien diinstruksikan pulang,
keluarga untuk meningkatkan selanjutnya berobat jalan.
pengetahuan dan respon pengalaman
nyeri.
- Membantu pasien dan keluarga untuk
mendapatkan dukungan.
- Menggunakan keluarga dan orang teman
dekat lainnya sebagai sumber support
pasien.
- Melakukan kerja sama dengan keluarga
untuk melaksanakan metode menurunkan
nyeri.

3. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Konsep Model System Neuman (MSN)


a. Kekuatan
Model sistem Neuman digunakan di lembaga pendidikan di Australia Selatan,
Inggris, dan Swedia. Dilaporkan bahwa dari semua program di Universitas di
Australia menunjukkan bahwa empat program sarjana menggunakan model sistem
Neuman sebagai kerangka kurikulum organisasi besar, dan satu lagi dari 16 program
memperkenalkan mahasiswa sarjana dan pasca sarjana untuk model Neuman sebagai
salah satu dari beberapa model. Banyak perawat memilih untuk menggunakan model
dalam melakukan praktek mereka sendiri di Inggris. Mereka juga melaporkan bahwa
menggunakan model Neuman sebagai prinsip di latarbelakang pengembangan
kurikulum. Sebagian besar perguruan tinggi di Swedia menggunakan model Sistem
Neuman sebagai kerangka teori dalam modul kesehatan primer untuk pendidikan
keperawatan.
Di Amerika Model Sistem Neuman digunakan dalam pengaturan praktek
beragam. Model ini digunakan untuk memandu praktek pada pasien dengan gangguan
kognitif, memenuhi kebutuhan keluarga pasien dalam perawatan kritis, menyediakan
kelompok dukungan yang stabil untuk orang tua, disamping itu juga model ini
digunakan dalam keperawatan jiwa, keperawatan gerontik. Neuman menggunakan
diagram yang jelas , diagram ini digunakan dalam semua penjelasan tentang teori
sehingga membuat teori terlihat menarik. Diagram ini mempertinggi kejelasan dan
menyediakan perawat dengan tantangan – tantangan untuk pertimbangan serta Model
system Neuman lebih flexible bisa digunakan pada area keperawatan, pendidikan dan
pelatihan keperawatan
b. Kekurangan

1) Model Sistem Neuman dapat digunakan oleh semua profesi kesehatan,


sehingga untuk profesi keperawatan menjadi tidak spesifik
2) Penjelasan tentang perbedaan stressor interpersonal dan ekstrapersonal masih
dirasakan belum ada perbedaan yang jelas
3) Model system Neuman tidak membahas secara detail tentang perawat –
Pasien, padahal hubungan perawat Pasien merupakan domain penting dalam
Asuhan Keperawatan
4) Model sistem Neuman berguna untuk pasien tapi tidak mudah untuk dapat
memprediksi atau menggambarkan hubungan interaksi pasien dalam setiap
faktor
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka model sistem Neuman dapat
digunakan oleh mahasiswa keperawatan baik dalam praktek keperawatan,
pendidikan dan penelitian. Sedangkan kelemahan dari teori ini dapat dijadikan
dasar bagi mahasiswa untuk dapat dikembangkan lewat penelitian-penelitian
dibidang keperawatan.
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan


jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan
akan oksigen dan nutrisi. Adapun penyebab gagal jantung ini meliputi: kelainan otot
jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal, peradangan dan
penyakit miokardium degenerative, penyakit jantung lain dan faktor sistemik
(Brunner & Suddarth, 2013).

Setelah melakukan asuhan keperawatan dengan pengkajian menggunakan


model Sistem Neuman, didapatkan masalah keperawatan yakni diagnose utama
adalah Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, diagnosa kedua adalah penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakadekutan kontraktilitas ventrikuler, sedangkan diagnose ketiga adalah
intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan
nutrisi dijaringan dan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis.

Secara garis besar intervensi yang dilakukan pada Pasien dengan CHF adalah
meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2
melalui istirahat atau pembatasan aktivitas, serta penerapan evidence based nursing
“terapi pijat” untuk meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi kecemasan pasien.

B. Saran
Setelah melakukan studi kasus, kami mengalami beberapa hambatan dalam
penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak kami mampu
69

menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Selanjutnya maka kami


menyarankan kepada pembaca agar mencari dan membaca referensi terbaru tentang
penatalaksanaan keperawatan pada pasien CF.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, zakieh & Sadeghi, Tabandeh . (2017).Application of the Betty Neuman


systems model in the nursing care of patients/clients with multiple
sclerosis. Multiple Sclerosis Journal Experimental, Translational and
Clinical. Diakses pada tgl 12 Nov 2017 melalui DOI:
10.1177/2055217317726798.

Albert, N. M., Gillinov, A. M., Lytle, B. W., Feng, J., Cwynar, R., & Blackstone, E.
H. (2009). A randomized trial of massage therapy after heart surgery. YMHL,
38(6), 480–490. https://doi.org/10.1016/j.hrtlng.2009.03.001
Hamid, Achir Yani S. Ibrahim, K. (2017). Pakar Teori Keperawatan dan Karya
Mereka. 8th. Vol. 2. Elsevier : Indonesia

Holland, R., Rechel, B., Stepien, K., Harvey, I. (2010) Patients Self Assessed
Functional Status in Heart Failure by New York Heart Association Class :
A Prognostic Predictor of Hospitalization, Quality of Life and Death.
Journal of Cardiac Failure (16) : 150-156
Liu, G., & Yeh, S. (2013). Effect of Back Massage Intervention on Anxiety ,
Comfort , and Physiologic Responses in Patients with Congestive Heart
Failure, 19(5), 464–470. https://doi.org/10.1089/acm.2011.0873 massage.
(n.d.).

70
71

Neuman, B. (2012). The Neuman system model definition, dalam Betty N. & Jean
F. (Eds), The Neuman system model. Edisi 5 (hlm.322-324). Pearson, NJ:
Prentice-Hall.

Priscilla. Wallingford, R. N., M. S. N.( 2014). The Neurologically Impaired And


Dying Child: Applying The Neuman Systems Model. Chulalongkorn
University: Kansas City, Missouri.

Tomey & Alligood. (2017). Nursing Theories and Their Work. 8h Edition. St Louis,
Missouri : Mosby, Inc

Thaler, M. S. (2013). Buku EKG (7th ed.). Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare.(2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.EGC:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai