Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD JENDERAL AHMAD YANI METRO
A. IDENTITAS
Istri

Suami

Nama

Ny. M

Tn. A

Umur

38 thn

40 thn

Suku / Bangsa

Jawa

Jawa

Agama

Islam

Islam

Pendidikan

SMP

SMP

Pekerjaan

IRT

Petani

Toto Projo, Way Bungur,

Toto Projo, Way Bungur,

Lampung Timur

Lampung Timur

24 Agustus 2012

Alamat

Masuk RSUD

Pukul : 11.45 WIB

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan tanggal 24 Agustus 2012 pukul 13.45 WIB
I.

Keluhan Utama :
Perut terasa kencang sejak 2 hari SMRS

II.

Keluhan tambahan :
Keluar air-air dan lendir

III.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke RSAY Metro dengan keluhan utama perut terasa
kencang sejak 2 hari SMRS. Sebelumnya pasien tidak pernah
1

merasa perutnya kencang seperti ini. Sejak 1 hari SMRS telah


keluar air-air dan lendir dari liang kemaluannya, berwarna bening,
lengket, tidak ada darah. Pasien merasa tidak ada gerakan bayinya
sejak satu minggu terakhir. Pasien merasa perutnya tidak
bertambah besar. Pasien juga merasa mules-mules seperti mau
melahirkan sejak tadi siang (10 jam SMRS), hilang timbul dan
tidak teratur.
Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga
tidak ada riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat
minum alkohol dan merokok, minum obat-obatan lama disangkal.
IV.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat darah tinggi, kencing manis, alergi dan asma disangkal

oleh pasien
V.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat darah tinggi, kencing manis, alergi dan asma disangkal

oleh pasien
VI.

VII.

Riwayat Menstruasi :
a.

Menarche

: 12 tahun

b.

Siklus

c.

Lama haid

: 7 hari

d.

Banyak

: 3-4x ganti pembalut

e.

Dismenorrhea

: (-)

f.

HPHT

: 27 / 01 / 2012

g.

TP

: 28 hari

: 03 / 10 / 2012

Riwayat Perkawinan :
Menikah satu kali, usia perkawinan 20 tahun, status masih menikah

VIII.

Riwayat obstetri (kehamilan, persaliana,nifas) :

Hamil

Tanggal

Jenis

Jenis

ke

lahir anak

kelamin

Persalinan

Penyulit Penolong BB.


Lahir

Keadaan

Masa

anak

Nifas

03 Februari Perempuan
1999

Aterm

Tidak

Pervaginam

ada

Bidan

3,2 kg

Sehat

Dbn

Bidan

3,4 kg

Sehat

Dbn

spontan
2

20 April

Laki- laki

2001

Aterm

Tidak

Pervaginam

ada

spontan
3

Hamil saat ini

IX.

Riwayat KB

: KB suntik selama 9 tahun, sejak 2001-

2010
X.
XI.

Riwayat Operasi

: Pasien belum pernah operasi sebelumnya

Riwayat ANC :
Kontrol ke puskesmas 3x selama kehamilan, tidak rutin: pada
bulan Februari, Mei, Agustus. Hamil saat ini mual (-), muntah (-),
perdarahan (-), riwayat trauma (-), riwayat infeksi (-)

XII.

Riwayat Ginekologi :
Tidak ada.

XIII.

Kebiasaan Hidup : Merokok (-), Alkohol (-), minum obat obatan


& jamu (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
I.

STATUS PRESENT
a.
b.
c.

Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Status Emosional
:
Stabil
Tanda Vital
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Berat Badan
:Tinggi Badan
:Denyut Nadi
: 80x/menit
Pernafasan
: 20x/menit
Suhu
: 36,7 oC

II.

Labil

STATUS GENERALIS
Kepala

: Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok

Mata

: Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema

palpebra -/THT

: Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidakhiperemis,

T1 T1
Leher

: KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba membesar.

Thorax

Mammae : Simetris,

membesar,

areola

mammae

hiperpigmentasi

Pulmo

: Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / -

Cor

: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: Lihat status obstetri


4

Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

III.

STATUS OBSTETRIKUS
Inspeksi

: Perut tampak buncit,striae gravidarum (+), linea nigra


(+), luka bekas SC (-)

Palpasi

a. Leopold I

: TFU 13 cm, teraba satu bagian besar,bulat, keras,


kepala

b. Leopold II

: Kanan : teraba bagian keras melebar seperti papan


Kiri

: teraba bagian bagian kecil janin

c. Leopold III : Teraba satu bagian besar, lunak, bokong


d. Leopold IV : Bagian terbawah janin

masih floating (belum

masuk PAP)
His

: (-)

Auskultasi : DJJ (-)


Kesan

: TFU 13 cm tidak sesuai dengan hamil 28 minggu, letak


sungsang, presentasi bokong, pu-ka, DJJ (-), Janin
intrauterine, tunggal, mati.

Pemeriksaan Genitalia
Inspeksi

: vulva

: hematome (-), oedema (-), varises (-),


hiperemis (-)

Uretra

: muara (+), hematome (-), oedema (-),

Vaginal Tousche : Portio kuncup-kaku, belum ada pembukaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.

Laboratorium

Hematologi
Hb

12,5 g/dL

Ht

38,8 %

MCV

78,3 fL

9.600 /uL

MCH

25,2 pg

237.000/ uL

GDS

104 mg/dl

Leukosit
Trombosit
CT

230

2.

Eritrosit

4,96 jt/uL

BT

13

USG 25 Agustus 2012


Tampak janin tunggal, intra uterin, letak sungsang, gerakan janin
(-), gerakan jantung janin (-), Spalding Sign (+), BPD 15 mm,
ketuban sedikit.
Kesan : Tidak sesuai dengan kehamilan 28 minggu dengan IUFD

D. DIAGNOSIS
G3P2A0, 38 tahun, gravid 28 minggu
Janin tunggal mati, intrauterin, presentasi bokong, letak sungsang,
belum inpartu
IUFD.
E. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad Bonam
Janin : malam
F. PENATALAKSANAAN
a.

Observasi Tanda-tanda vital / jam

b.

Observasi tanda-tanda inpartu

c.

Rencana Terminasi

d.

Merangsang kontaksi uterus dengan uterotonika

e.

Pemberian antibiotik untuk mecegah infeksi

Follow up
6

Tanggal
25/8/2012
7.00

S
Mules (+),
nyeri perut
bagian bawah
gerak janin (-)

Ku / Kes : TTS /
CM

G3P2A0, 38

- Observasi TTV

tahun, gravid

- Observasi TTI

St. Generalis :

28 minggu,

Janin tunggal

T : 110 / 80
mati,
mmHg
N : 72
x/mnt

S : 36,7

P : 20
x/mnt

intrauterin,
letak sungsang,
belum inpartu
dengan IUFD.

26/8/2012
07.00

Perut
tampak
buncit,
TFU 13
cm, letak
sungsang.

DJJ : (-)

His : (-)

S
Nyeri perut
bagian bawah
(+)

O
Ku / kes : TSS /
CM
St. Generalis :

T : 100 / 80

N : 72
x/mnt

- IVFD RL 20
gtt/mnt
- Ampicillin 3 x 1
gr
- Prostaglandin
F2 tab sublingual
- Induksi 20 u :20
tts/menit
- Terminasi
dengan Pro partus
Pervaginam

St. Obstetri :

Tanggal

A
Post partus
pervaginam
dengan IUFD
H-1

P
- IVFD RL 20
gtt/mnt
- Ampicillin 3x
1gr
- Asam
mefenamat
3x500mg

S : 36,7 C

P : 20 x/mnt

St. Puerperalis :

Abdo:

Perut tampak datar,


TFU 2 JBP, NT
(-) Tympani, NK(-)
BU (+) 3x/menit

Genital:

PPV (+) 2x ganti


pembalut

Bayi lahir pada tanggal 25 Agustus 2012 pada pukul 21.00 WIB
Janin tunggal, letak sungsang, dengan BBL 200 gram, PBL 22 cm. Plasenta lahir
spontan lengkap dengan kesan bersih.

Tanggal
27/8/2012
07.00

S
Keluhan (-)

O
Ku / kes : Baik /
CM
St. Generalis :

T : 120/80

N : 80
x/mnt

S : 36,2 C

P : 20 x/mnt

A
Post partus
pervaginam
dengan IUFD
H-2

P
- IVFD RL 20
gtt/mnt
-Ampicillin 3 x 1
gr
- Pasien boleh
pulang

St. Puerperalis :

Abdo:
8

Perut tampak datar,


TFU 2 JBP, NT
(-) Tympani, NK(-)
BU (+) 3x/menit

Genital:

PPV (+) 2x ganti


pembalut

ANALISA KASUS
Pada kasus ini wanita, 38 tahun dengan diagnosa kematian janin intra
uterin. Dalam kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ditegakkan
9

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang


disesuaikan dengan literatur.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G3P2A0 dengan usia
kehamilan 28 minggu datang ke RSAY Metro karena perut terasa tegang sejak 2
hari SMRS. Ibu tidak merasakan gerakan bayi selama satu minggu dan perut tidak
bertambah besar. Keadaan ini sesuai dengan salah satu dasar diagnosis IUFD
yang bersifat subjektif. Selain itu ibu merasa perut bagian bawahnya terasa mules
yang hilang timbul dan tidak teratur sejak 10 jam SMRS. Pasien juga merasakan
keluar air dan lendir dari kemaluannya. Pemeriksaan kehamilan (antenatal care)
tidak teratur 3x selama kehamilan. Pemeriksaan USG tidak pernah dilakukan.
Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi

dalam

kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol,
merokok, dan minum obat- obatan lama. Pasien juga tidak memiliki binatang
peliharaan.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan
tanda- tanda kehamilan pada pasien ini tidak sesuai dengan masa kehamilan.
Ukuran tinggi fundus uteri yang berkurang dari usia kehamilan ditemukan dalam
kasus ini mengingat kematian janin berlangsung 1 minggu sebelum ke rumah
sakit. Pada palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi dengan pemeriksaan
Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan adanya
kematian janin intra uterin. Pada pemeriksaan laboratorium, hanya didapatkan
pemeriksaan darah rutin dalam batas normal pada wanita dengan kehamilan.
Seharusnya dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap yaitu fibrinogen
untuk mengetahui ada tidaknya permasalahan pada faktor pembekuan darah dari
faktor janin terhadap maternal. Pada pemeriksaan USG, ditemukan Janin
Tunggal, Intra uterine dengan letak sungsang. Didapatkan kesan janin IUFD
disertai dengan deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD, seperti tidak
adanya gerakan janin dan DJJ ( - ), Spaldings Sign ( + ) sehingga dapat
ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti.
Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal dan fetal. Berdasarkan
anamnesis, pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi

dalam

kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol,
10

merokok, dan minum obat- obatan lama. Namun melihat usia ibu 38 tahun, dapat
merupakan faktor ibu yang terlalu tua saat kehamilan.
Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan
pemeriksaan autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin.
Pasien tidak memiliki binatang peliharaan, makan daging setengah matang, yang
menurut literatur dapat menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin. Anomali
kromosom biasanya terjadi pada ibu dengan usia diatas 40 tahun, dan dibutuhkan
analisa kromosom. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil kemungkinannya
mengingat pasien dan suaminya dari suku yang sama.
Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan
dengan penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih
melalui induksi persalinan pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan
aterm dan mengurangi gangguan psikologis pada ibu dan keluarganya.
Penanganan secara aktif pada pasien ini juga sudah sesuai dengan prosedur yang
seharusnya. Pada kasus ini persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu,
sehingga perlu pematangkan serviks dengan misoprostol atau prostaglandin F2.
Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu akan mengakibatkan gangguan pembekuan
darah, infeksi dan berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa ibu
Penyebab kematian pada janin dalam kasus ini, kemungkinan besar akibat
dari faktor maternal,dimana usia ibu yang terlalu tua (> 35 tahun)
Edukasi pada pasien ini ialah penjelasan mengenai program KB dan
memotivasi ibu untuk mengikutinya, mengingat sudah memiliki anak 2 dan usia
ibu yang sudah tua. Mengedukasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi
mengenai kehamilan pada usia ibu yang tua. Memberikan dukungan psikologis
agar pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat ini, dan
menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang besar
untuk ibu.

TINJAUAN PUSTAKA
INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD)
A. Definisi

11

Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International


Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah
kematian fetal atau janin pada usia gestasional

22 minggu.

2.

WHO dan

American College of Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan Intra


Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20
minggu atau lebih.

2,3

The US National Center for Health Statistics menyatakan

bahwa Intrauterine fetal death adalah kematian pada fetus dengan berat badan 350
gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
B. Faktor Risiko
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah
faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga
akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 4050% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 2029 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara
dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian risiko
terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan
multiple, diabetes gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada
wanita yang lebih tua.
Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian
fetal. Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok
meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta.
Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth khususnya pada kehamilan
prematur.
Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko
IUFD. Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan
oleh Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap
700 primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang
mengalami kelebihan berat badan(IMT 25-29,9) ternyata memiliki risiko dua kali
lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan IMT 19,9. Risiko ini

12

akan jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT 30). Kenaikan berat badan
yang terjadi selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD. 2
Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi
risiko terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah
ternyata memiliki risiko dua kali lipat menderita IUFD.2
C. Etiologi
Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai
penurunan angka mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik
sangat dibutuhkan untuk perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan
prioritas dalam kesehatan perinatal. 2

Persentase penyebab IUFD. 6

13

Faktor Maternal 3,7

Faktor fetal

Kehamilan post-term ( 42

Kehamilan ganda

minggu).

Intrauterine

Diabetes

Mellitus

tidak

restriction

terkontrol

growth
(Perkembangan

Janin Terhambat)

Kelainan kongenital

erythematosus

Anomali kromosom

Infeksi

Infeksi

Hipertensi

Pre-eklampsia

Eklampsia

Hemoglobinopati

Penyakit rhesus

Ruptura uteri

Antiphospholipid sindrom

Hipotensi akut ibu

Kematian ibu

Umur ibu tua

Systemic

lupus

(Parvovirus

B-19,

CMV, listeria)
Faktor Plasenta

Cord accident (kelainan tali


pusat)

Abruptio Plasenta (lepasnya


plasenta)

Insufisiensi plasenta

Ketuban pecah dini

Vasa previa

Perdarahan Feto-maternal

Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh


dari audit perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai
berikut :
1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal
juga telah ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan
yang kurang dibanding janin normal pada tingkat usia gestasional yang

14

sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan yang


mungkin berbagi kausa yang sama dengan insufisiensi plasenta. 2
IUGR

adalah

penyebab

penting

IUFD.

IUGR

diketahui

berhubungan dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan


kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan
bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan
kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya persalinan prematur.
Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi lebih dari 41 minggu, risiko
IUFD juga semakin meningkat. 2
2. Penyakit Medis Maternal
Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD.
Risiko IUFD pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi
dibandingkan populasi non diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes
terjadi akibat kendali glikemi yang tidak baik dan komplikasi makrosomia,
polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin intrauterine dan preeklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan
angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan
multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian
janin saat dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut.
2

Penyakit

hipertensif

(hipertensi

gestasional,

preeklampsia,

hipertensi kronis dan superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi


medis yang sering dijumpai pada kehamilan dan memicu morbiditas dan
mortalitas yang bermakna. 2
Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada waniita dengan defisiensi
antitrombin herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein
C dan protein S. Sindrom antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid
didapat juga berhubungan erat dan IUFD terkait dengan gangguan
implantasi, trombosis dan infark pada plasenta. Sindrom fosfolipid ini
dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit lain misalnya SLE.
15

Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor


kausatif pada IUFD.
Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan
peningkatan kadar asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko
mortalitas janin. Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome
perinatal dapat ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana. 2
3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin
Aberasi

kromosom

meningkatkan

risiko

terjadinya

IUFD.

Kuleshov dkk melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat


kelainan kariotipe. Sejumlah kelainan yang paling sering dijumpai memicu
IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan 13 sedangkan kelainan kariotipe
yang paling sering ialah 45x. 2
Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun
restriksi pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata
berhubungan dengan confined placental mosaicism (CPM), yang ditandai
oleh adanya ketidaksesuaian antara kariotipe janin dan plasenta. Trisomi
kromosom spesifik lebih sering dijumpai pada CPM daripada kasus
lainnya dengan trisomi 7,16 dan 18 yang makin banyak terjadi. 2
Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat
meninggal akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian
besar janin dengan malformasi lethal mengalami IUFD akibat defek
jantung kongenital, hipoplasia paru, dan penyakit genetik lethal seperti
sindrom Potter, anensefali dan hernia diafragmatika. 2
4. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat
Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada
plasenta, tali pusat dan membran plasenta.
1.

Plasenta ; Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi


dari pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 400 ml/menit. 8

2.

Tali Pusat ; terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis


allantois dan mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 60 cm
16

dengan diameter 12 mm. Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di


dalam dua trimeter pertama.
Tali pusat abnormal :

Tali pusat panjang : > 100 cm


Tali pusat pendek : < 30 cm.

Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya


inflamasi membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular
uteroplasental yang tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan
tanda adanya solusio. Komplikasi tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD
secara langsung. 2
Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke
janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian.

Kompresi tali pusat. 9

Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu


penyebab kematian pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan
perubahan warna pada tubuh janin yang berhubungan dengan keadaan
hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat tertekannya arteri
umbilikalis. 9

17

Lilitan tali pusat. 9

Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan


IUFD dan anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD
akibat FMH sebesar 4%.2 Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta
dapat memicu terjadinya transfusi fetomaternal.
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio
placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya
di uterus, dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD. 10

Abruptio Plasenta. 9

18

5. Infeksi
Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi
transplasental (hematogen) maupun melalui ascending infection dari
vagina. Proporsi IUFD terkait infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari
seluruh kasus IUFD.
Beberapa agen dipertimbangkan berperan penting terhadap
kematian janin. Infeksi virus kongenital oleh parvovirus B19 dan
cytomegalovirus (CMV) juga sering dilaporkan sebagai pemicu kematian
janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan berhubungan dengan
IUFD walaupun lebih jarang.

Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD.


Pada kasus yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi
intrauterine dari herpes simpleks. Infeksi maternal primer oleh
Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin dan memicu
toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin. Beberapa agen bakterial
yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah Streptococcus grup B,
19

Escherichia coli, Listeria monocytogenes, lues, mycoplasma genital dan


Ureaplasma urealyticum. Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga
dipertimbangkan dapat memicu IUFD.
Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin
intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan
parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun
akibat infeksi trans-plasental.
Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis pada
plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan.2

Infeksi dapat memicu

pecahnya ketuban sebelum waktunya yang mengakibatkan persalinan preterm bahkan dapat berakhir dengan kematian janin.

Penyebaran infeksi pada ketuban pecah dini.

6. Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan.


Proporsi

IUFD

yang

tidak

dapat

diidentifikasi

kausanya

diperkirakan berkisar 12-50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak


dapat dijelaskan ini juga berbeda dibandingkan dengan IUFD dengan
kausa yang spesifik. Menurut Froen dkk, IUFD mendadak ini cenderung
20

meningkat seiring usia gestasional, usia maternal, pemakaian rokok yang


tinggi, edukasi yang rendah dan obesitas. Asap rokok telah terbukti
menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko
sindrom kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome,
serta mengakibatkan bibir sumbing, kelainan jantung dan gangguan
lainnya. Primipara dan riwayat IUFD sebelumnya tidak berhubungan
dengan IUFD ini dalam studi tersebut. Huang dkk melaporkan dari 196
studi IUFD dari tahun 1961-1974 dan 1978-1996 bahwa faktor independen
yang terkait dengan IUFD yang tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra
kehamilan lebih dari 68 kg, rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih
dari 1,15, kunjungan antenatal yang lebih jarang, primiparitas, paritas
lebih dari tiga, status sosioekonomi rendah dan usia maternal lebih dari 40
tahun. 2
D. Klasifikasi
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian
janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 3,8
1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh (early fetal death)
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal
death)
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal
death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahanperubahan sebagai berikut : 3,8
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan setengah matang
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
21

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi


kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan
serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai
air ketuban menjadi merah coklat.
.

5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)


Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi.
Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar
dan terdapat oedem dibawah kulit.
E. Diagnosis

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS IUFD1,3,5

22

1)

Anamnesis :
Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan
tidak seperti

biasanya )

Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin


melahirkan
Penurunan berat badan
2)

Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi

: Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah


dari usia kehamilannya. Tidak terlihat gerakangerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada
ibu yang kurus.

Palpasi

: Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid.


Tidak teraba gerakan-gerakan janin.

Auskultasi

: Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah


usia kehamilan 10-12 minggu pada pemeriksaan
ultrasonic Doppler merupakan
bukti kematian janin yang kuat.

3)

Pada foto radiologik dapat dilihat adanya :


a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)
yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang
tengkorak, yang terjadi

akibat likuefaksi massa otak dan

melemahnya struktur ligamentosa yang membentuk tengkorak.


Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian. Namun ciriciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin
dengan janin hidup.

23

Spaldings sign. 11

b. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)


c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)
e. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan
Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan
dari system skelet

Femur Length Chart

24

4)

Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan


hypofibrinogenemia 25%.

5)

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi


janin, pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara
komprehensif

untuk mencari penyebab kematian janin termasuk

hal-hal yang berhubungan dengan penyakit maternal, yaitu perlunya


diperiksa kadar TSH, HbA1c dan

TORCH.

Sehingga

dapat

mengantisipasi pada kehamilan selanjutnya. 7


Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan
Hollier (1997)1:
1. Deskripsi bayi

malformasi

bercak/ noda

warna kulit pucat, pletorik

derajat maserasi

2. Tali pusat

prolaps

pembengkakan - leher, lengan, kaki

hematoma atau striktur

jumlah pembuluh darah

panjang tali pusat

3. Cairan Amnion

warna mekoneum, darah

konsistensi

volume

4. Plasenta

berat plasenta

bekuan darah dan perlengketan


25

malformasi struktur sirkumvalata, lobus aksesorius

edema perubahan hidropik

5. Membran amnion

bercak/noda

ketebalan
Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD

Gejala dan Tanda


yang Selalu Ada

Gejala dan Tanda


yang KadangKadang Ada

Gerakan janin berkurang atau

Syok, uterus tegang/kaku,

hilang, nyeri perut hilang

gawat janin atau DJJ tidak

timbul atau menetap,

terdengar

Kemungkinan
Diagnosis
Solusio Plasenta

perdarahan pervaginam
sesudah hamil 22 minggu

Gerakan janin dan DJJ tidak

Syok, perut kembung/

ada, perdarahan, nyeri perut

cairan bebas intra

hebat

abdominal, kontur uterus

Ruptur Uteri

abnormal, abdomen nyeri,


bagian-bagian janin teraba,
Gerakan janin berkurang atau

denyut nadi ibu cepat


Cairan ketuban bercampur

hilang, DJJ abnormal

mekonium

Gawat Janin

(<100/mnt/>180/mnt)
Gerakan janin/DJJ hilang

Tanda-tanda kehamilan

IUFD

berhenti, TFU berkurang,


pembesaran uterus
berkurang

26

F. Komplikasi 3
Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak.
Plasenta yang rusak akan menghasilkan tromboplastin. Tromboplastin masuk
kedalam peredaran darah ibu yang mengakibatkan pembekuan intravaskuler
yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit sehingga terjadi
pembekuan darah yang meluas (Disseminated intravascular coagulationatau
DIC).
Dampak dari adanya DIC tersebutadalah terjadinya hipofibrinogenemia.
Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu
sesudah IUFD. Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300700mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi perdarahan post
partum. Perdarahan post partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah
janin mati.
Selain dari komplikasi fisik yang serius pada ibu, dampak secara
kejiwaan pun dapat terjadi. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah
lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandungnya. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kesehatan jiwa ibu. Faktor resiko terjadinya depresi pada ibu
hingga psikosis dapat terjadi

G. Penatalaksanaan 8,12
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat
janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati. 8
1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5
hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi
columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.
2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan
ketuban berkurang.

27

3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien


selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan
besar dapat lahir pervaginam.
4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan
hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi
6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif.
7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu
a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi
karena berisiko infeksi
c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6
jam
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali
dan jangan melebihi 4 dosis.
9.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati
11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

28

12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi


plasenta dan infeksi .

SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD2


Non-Interferensi
2 minggu

Kasus refrakter atau kasus

Partus Spontan

dimana terminasi kehamilan

dalam 2 minggu

diindikasikan

(80%)
Psikologis
Infeksi
Penurunan kadar fibrinogen
Retensi janin lebih dari 2 minggu

Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang

Infus Oksitosin

Servik belum matang

Prostaglandin gel
Diulang setelah 6-8 jam

Gagal
Oksitosin diulang dengan

gagal
Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam
29

METODE-METODE TERMINASI
1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :

Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi

pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat
diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,
pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus
dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan
kecepatan 30 tetes per menit.
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan
menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus
dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu
yang sama.
Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan
resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah
pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder
harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan.

Prostaglandin
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior

sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang.
Pemberian dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah
dengan pemberian oksitosin.

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)


Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus
yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.
H. Pencegahan 3, 8
30

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati


aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan
janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya
solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) percegahan
dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care
yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman
beralkohol atau penggunaan obat-obatan.
Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan nonstress test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin
sebelum terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila
terjadi gawat janin.

DAFTAR PUSTAKA
31

1. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in


Latin America. Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 3718
2. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference
to Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science,
Divison of Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge
University Hospital, Stockholm, Sweden 2002.
3. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 73235.
4. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical
Journal 2008, ;23(1)
5. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and
Related Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F
Receptor Deficient Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74
6. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by
Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind
2004;54(6):561-3
7. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of
Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley
Medical Center. 2008
8. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC.,
Wenstrom KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill
2001
9. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 2009
10. Sarah D. McDonald, MD . Risk of Fetal Death Associated With Maternal
Drug Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study.
1Department of Obstetrics and Gynecology, McMaster University,
Hamilton ON. 2007
11. Dr. Joe Antony, MD, 265, Girinagar, Cochin- 20, India. 2007. diakses dari
www.ultrasound-images.com
12. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal
of Gynecology and Obstetrics 2007 99 : S156S159
13. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman
with Intrauterine Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25.

32

Anda mungkin juga menyukai