Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

Choriocarcinoma

Disusun oleh :

Dea Karima Purbohadi

20174011121

Pembimbing :

dr. Erick Yuane, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2018
PRESENTASI KASUS

Choriocarcinoma

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian


Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:

Dea Karima Purbohadi

20174011121

Diajukan kepada:

dr. Erick Yuane, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2018
1
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Choriocarcinoma

Disusun oleh :

Dea Karima Purbohadi

20174011121

Telah disetujui dan dipresentasikan pada 24 Januari 2018

Dokter Pembimbing

dr. Erick Yuane, Sp.OG

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil’alamin, hanya itu kalimat pujian yang pantas penulis


persembahkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, petunjuk dan kemudahan yang telah
diberikan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan pesentasi kasus ini yang diberi
judul “Prolaps Uteri “. Shalawat dan salam buat junjungan alam Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Presentasi kasus ini selain disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti ujian akhir di bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi, dan juga untuk memberikan
tambahan ilmu bagi rekan-rekan medis dan para medis mengenai prolaps uteri.

Penulis menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan
saran sangat penulis harapkan. Dalam kesempatan yang sangat baik ini perkenankanlah
penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih yang tidak ternilai kepada:

1. Allah SWT, telah memberikan segala nikmat yang tidak terhingga sehingga mampu
menyelesaikan Presentasi Kasus ini dengan baik.

2. dr. Erick Yuane, Sp.OG selaku dokter pembimbing dalam menyelesaikan presentasi kasus
ini.

3. Teman-teman Co-Assistensi seperjuangan di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Wassalamu’alaikumwarahmatullahwabarakatuh.

Bantul, 24 Januari 2018

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Prolapsus alat-alat genitalia dapat disamakan dengan suatu hernia, di mana suatu
organ genitalia turun ke dalam vagina, bahkan bila mungkin ke luar dari liang vagina.
Keadaan ini dikarenakan kelemahan dari otot, fascia dan ligamentum penyokongnya.
Prolapsus genitalia ini secara umum dapat berupa prolapsus vagina dan atau prolapsus
uteri.1,2Prolapsus genitalia yang sering ditemukan adalah uterosistokel, sistokel, prolapsus
uteri dan rektokel. Uretrokel saja jarang terjadi, sedangkan enterokel lebih sering ditemukan
terutama pada pasien-pasien pasca tindakan histerektomi. Kasus ini sering terdapat pada
wanita dengan paritas yang tinggi dan 40% dari mereka membutuhkan tindakan pengobatan
dan kasus ini jarang sekali ditemukan pada seorang wanita nullipara.1,4,5Diperkirakan 50%
dari wanita yang telah melahirkan akan menderita prolapsus genitalia dan hampir 20% kasus
ginekologi yang menjalani operasi adalah akibat kasus prolapsus genitalia. Angka ini akan
terus meningkat jumlahnya akibat usia harapan hidup wanita Indonesia yang terus
meningkat.1

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Losif dan Bekazzy (1984) ditemukan
hampir 50% wanita terutama wanita pasca menopause yang mengalami prolapsus genitalia
mempunyai masalah urogenital akibat keadaan tersebut, akan tetapi prevalensinya secara
pasti sangat sulit ditentukan dengan tepat. Hal ini disebabkan banyak wanita tersebut yang
tidak mau atau merasa malu, takut ataupun enggan untuk membicarakan masalah–masalah
yang dialaminya, bahkan tabu, baik pada teman, keluarga, tenaga kesehatan, maupun dokter.
Oleh karena itu, pengetahuan dan pemahaman tentang prolapsus urogenital cukup penting
sehingga setiap wanita yang mengalaminya dapat hidup dengan layak tanpa memberikan
beban yang berat pada keluarga maupun pada masyarakat apabila ditatalaksana dengan tepat
dan benar sejak dini.5

Di sisi lain perlu untuk diketahui dan dipahami oleh seluruh ahli ginekologi bahwa
tidak semua prolapsus alat genitalia memerlukan terapi dan jika memang dibutuhkan terapi
dapat dilakukan secara konservatif ataupun operatif. Oleh karena itu pengetahuan tentang
prolapsus genitalia ini termasuk penatalaksanaannya sangatlah penting untuk diketahui
sehingga menjadi alasan yang kuat untuk membuat tulisan ini.

4
BAB II

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

a. Nama : Siti F.

b. Umur : 32 tahun

c. Pendidikan : SMK

d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

e. Agama : Islam

f. Alamat : Depok Maguwoharjo Sleman

g. Tanggal masuk : 11 Januari 2018

h. Tanggal Keluar : 14 Januari 2018

i. No. RM : 617027

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Pasien mengalami perdarahan berlebihan dari jalan lahir dan sering


mual berlebihan

2. Riwayat Penyakit Sekarang.

Pasien P1A1 dirujuk dari RSUP Sarjito ke IGD RSUD Panembahan


Senopati Bantul untuk tranfusi darah dan persiapan kemoterapi. Pasien
mengeluh ada darah dari jalan lahir dan sering mual berlebihan. Pasien merasa
sering terjadi perdarahan di vagina. Pasien juga mengeluh nyeri pada bagian
abdomen. Pasien mengatakan pernah melakukan kuretase sebelumnya di
rumah sakit lain. Pasien merasa lemas dan hilang selera makan. Pasien takut

5
berhubungan seksual dengan suaminya karena takut akan memperparah
penyakitnya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu.

- DM, Hipertensi, Jantung, Asma, batuk lama disangkal


- Mola Hidatidosa

4. Riwayat Penyakit Keluarga.

- DM, Hipertensi, Jantung, Asma, dan kanker disangkal

5. Riwayat menstruasi

Menarche : 12 tahun

Menopause : - tahun

Siklus : 30 hari

Lama : 7 hari

Sakit waktu menstruasi :-

6. Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali dengan suami sekarang selama 6 tahun.

7. Riwayat Obstetri

No Kehamilan,persalinan,abortus, Tahun Keadaan Penolong


BBL anak

1. Hamil aterm, spontan 2013 Hidup Dukun


pervaginam, 3300 gram

6
2. Hamil 16 minggu 2017 - Kuretase
PKU Bantul

8. Riwayat Operasi dan penyakit yang pernah dijalani

Disangkal.

9. Riwayat KB.

IUD

10. Riwayat Psikososial


Pasien tinggal bersama suaminya dan anak-anaknya. Pasien sehari-hari
beraktivitas di rumah seperti mencuci baju, mengangkat ember air, menyapu,
dan pekerjaan rumah tangga lainnya yang dikerjakan sendiri.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Lemas

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : T : 120/80 mmHg

N : 86 x/menit

S : 370 C

R : 20 x/menit

Berat Badan : 53 Kg.

Tinggi Badan : 149 cm

Gizi : Cukup

Kulit : Turgor dan elastisitas cukup

7
Status Generalis

Kepala : konjunctiva sedikit anemis, Sklera tidak ikterik, bibir tampak pucat,
mukosa kering

Leher : JVP tidak meningkat, Limfonodi tidak membesar

Dada :

Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, tidak ada bising

Paru : Suara dasar vesikuler

Suara Tambahan : Ronkhi tidak ada

Wheezing tidak ada

Abdomen : tidak ada massa, hepar/lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan pada
abdomen, bising usus normal (kesan normal)

Genital : perdarahan dari jalan lahir

Ekstremitas : Akral hangat, oedema (-), varises (-)

Status Ginekologi :

- Inspeksi : tampak perdarahan dan flek keluar dari vagina, bentuk seperti
buah pir, warna merah muda, tanpa erosi
- Palpasi :
- Inspekulo : -
- VT : massa dapat dimasukkan.
IV. Diagnosis Klinis
Choriocarcinoma, P1A1 dengan anemia
V. Penatalaksanaan
- Kemoterapi
- Transfusi 1 Kantong PRC
- Inj. Ondansetron 4 mg/12 jam IV
- SF 2x1
8
VI. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
10-4-2017 (Post Kuretase)

Pemeriksaan Hasil Satuan


Beta HCG 10997 mIU/mL

Nilai rujukan : Perempuan Hamil


3 minggu : 5-50
4 minggu : 5-426
5 minggu : 18-7340
6 minggu : 1080-56500
7-8 minggu :7650-229000
9-12 minggu : 25700-288000
13-16 minggu : 13300-254000
17-24 minggu : 4060-165400
25-40 minggu : 3640-117000
Perempuan tidak hamil: < 5
Post Menopause: < 9.5
10-1-2018

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 9.5 12.0-16.0 g/dl
Lekosit 10.28 4.00-11.00 10^3/ul
Eritrosit 4.95 4.50-5.50 10^6/ul
Trombosit 290 150-450 10^3/ul
Hematokrit 31.7 35.0-49.0 Vol%

9
Fungsi Hati
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Albumin 3.45 3.97-4.94 Mg/dl
SGOT 23 32 U/L
SGPT 42 33 U/L

Fungsi Ginjal
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
BUN 4 6-20 Mg/dl
Creatinin 0.53 0.5-1.9 Mg/dl

Glukosa darah sewaktu

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan


GDS 105 80-140 Mg/dl

Elektrolit

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Natrium 136 136.0-145.0 Mmol/l
Kalium 4.11 3.5-5.10 Mmol/l
Klorida 101 98.0-107.0 Mmol/l

Hemostasis
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
PPT 12.1 12.0-16.0 Detik
APTT 27.9 27.9-37.0 Detik
Control PPT 14.5 11.0-16.0 Detik
Control APTT 29.5 28.0-36.5 Detik

Hormon Reproduksi

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan


Beta HCG 670.800 <1.0 mIU/ml

10
Rujukan nilai Beta HCG

12-1-2017

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 12.5 12.0-16.0 g/dl
Lekosit 9.39 4.00-11.00 10^3/ul
Eritrosit 5.0 4.50-5.50 10^6/ul
Trombosit 308 150-450 10^3/ul
Hematokrit 38.1 35.0-49.0 Vol%

Golongan darah

Pemeriksaan Hasil
Golongan Darah B

Hemostasis
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
PPT 12.1 12.0-16.0 Detik
APTT 33.6 27.9-37.0 Detik
Control PPT 14.4 11.0-16.0 Detik
Control APTT 3 28.0-36.5 Detik

Hepatitis : Hbsag Titer Negatif


11
HIV Screening : Non-Reaktif
Tes Kehamilan : Negatif

USG

12
VII. Follow Up Pasien
Tabel 1. Follow up Pasien

Tanggal Follow up Terapi

11/1/2018 Menerima pasien dari IGD P : Perbaikan KU


S : pasien mengeluh keluar Rencana Transfusi PRC
darah dari jalan lahir, ada s/d Hb>10 ( 1 Kantong
nyeri tekan, dan mual PRC)
berlebihan SF 2x1
O : KU tampak lemas Inj. Ondansetron 4 mg/12
TD 120/80 N 80 kpm jam IV
R 20kpm T 36,5oC
Hb: 9.5
A : Choriocarcinoma
P1A1 dengan Anemia

12/1/2018 S : pasien mengatakan P : Transfusi 1 Kolf PRC


keluhan mual berkurang dalam perjalanan
dan sedikit keluar darah SF 2x1
dari jalan lahir
Nyeri tekan (+)
O : Ku agak lem
TD : 130/70 R : 20 kpm
N : 90 kpm T : 36,8oC
Hb: 9.5
A : Choriocarcinoma
P1A1 dengan Anemia
13/1/2018 S: pasien mengatakan P: Observasi perdarahan
sudah tidak lemas, flek Obsv KU/VS
pada pembalut, dan merasa SF 2x1
tidak mual

13
Nyeri tekan (+)

O : KU sedang compos
mentis.
TD:130/90 R:20 kpm
N:89 kpm T:36,7oC
Hb:12.5
A: Choriocarcinoma P1A1
14/1/2018 S : pasien mengatakan P: BLPL
masih ada flek namun SF2x1
sedikit, sudah tidak ada
mual, dan masih ada nyeri
tekan bagian abdomen
O : KU baik
Perdarahan (+)
Defekasi (-)
Flatus (+)
Miksi (+)
TD 120/90 R 18X
N 90 kpm T 37oC
Hb 12.5
A: Choriocarcinoma P1A1

14
BAB I

Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Prolaps uteri adalah suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus ke dalam atau
keluar melalui vagina.1 Hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari
ligamentum cardinal dan uterosakral serta struktur penyangga pelvis mengalami
kerusakan dan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut turun.

B. Epidemiologi
Prolaps uteri atau POP (Pelvic Organ Prolaps) dapat terjadi pada wanita diberbagai
usia. Namun usia tua lebih sering ditemukan. Prevalensi POP meningkat sekitar 40% tiap
penambahan 1 dekade usia seorang wanita.2 Pada studi Women’s Health Initiative
(Amerika), 41 % wanita usia 50-79 tahun mengalami Prolapsus Organ Panggul (POP),
diantaranya 34% mengalami cystocele, 19% mengalami rectocele dan 14% mengalami
prolapsus uteri.4 Prolapsus terjadi di Amerika sebanyak 52% setelah wanita melahirkan
anak pertama, sedangkan di Indonesia prolapsus terjadi sebanyak 3,4-56,4% pada wanita
yang telah melahirkan. Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan setiap
tahun ada 47-67 kasus prolapsus, dan sebanyak 260 kasus pada tahun 2005-2010 yang
mendapat tindakan operasi.5Dalam Penelitian yang dilakukan Darshan, et al tentang
penyebaran distribusi usia pada wanita dengan prolaps uteri menunjukkan bahwa angka
prevalensi terbesar pada kelompok usia 41-50 tahun yakni 34,85% dari semua kelompok
usia.3
C. Etiologi

Penyebab prolaps uteri adalah multifaktorial. Faktor risiko yang telah diteiliti antara
lain adalah kehamilan, persalinan pervaginam, menopause, defisiensi estrogen,
peningkatan tekanan intra abdomen jangka waktu panjang yang menekan levator plate
(konstipasi, mengangkat barang-barang berat, penyakit paru obstruktif kronik,
mengedan), ras, indeks massa tubuh (IMT),2,7,8 faktor genetik9,10, faktor anatomi11,
biokimiawi dan metabolism jaringan penunjang, dan riwayat pembedahan.

15
Tabel 2. Faktor Resiko Prolaps Uteri. AFP (American Family Physician). Pelvic Organ
Prolaps

Gambar 1. Levator Plate

Jumlah Persalinan Risiko Relatif (RR) Interval Kepercayaan 95%

1 2,48 0,69-9,38

2 4,58 1,64-13,77

3 8,4 2,84-26,44

4 11,75 3,84-38,48

Tabel 3. Jumlah Persalinan dengan RR terjadinya POP12

Persalinan per vaginam diduga sebagai penyebab utama POP, melalui mekanisme
kerusakan otot levator ani, nervus pudenda, dan fasia penyokong organ panggul. Risiko

16
POP meningkat 1,2 kali pada setiap penambahan jumlah persalinan per vaginam. Risiko
relatif terjadinya prolaps berdasarkan jumlah persalinan terdapat pada tabel 3 di atas.

D. Anatomi Uterus
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng kearah
muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya
terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di
atas 5, 25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding uterus adalah 1,25 cm. Bentuk dan
ukuran uterus sangat berbeda-beda, tergantung pada usia dan pernah melahirkan anak
atau belumnya. Terletak di rongga pelvis antara kandung kemih dan rectum. Letak
uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteve rsiofleksio (serviks kedepan dan
membentuk sudut dengan serviks uteri ).

Gambar2. Anatomi Uterus. WebMD

17
Bagian-bagian uterus terdiri atas :

1. Fundus uteri

B a g i a n u t e r u s p r o k s i m a l d i a t a s m u a r a t u b a u t e r i n a ya n g m i r i p
dengan kubah, di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus.

2. Korpus uteri

bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri menyempit di bagian inferior
dekat ostium internum dan berlanjut sebagai serviks. Pada kehamilan, bagian ini
mempunyai fungsi utama sebagai tempat janain berkembang.

3. Serviks uteri
Serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding anteriornya dan
bermuara ke dalam ostium ekternum. Serviks uteri terdiri dari
a. Pars Vaginalis servisis uteri (portio)
b. Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada diatas vagina

Uterus sebenarnya terapung didalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan
ligamentum yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Ligamentum yang
memfiksasi uterus adalah
1. Ligamentum cardinal (sinistra dan dextra) : ligamentum terpenting mencegah
supaya uterus tidak turun
2. Ligamentum sakrouterina (sinistra dan dextra) : ligamentum yang menahan uterus
supaya tidak banyak bergerak. Di kiri dan kanan serviks sebelah belakang ke
sacrum dinding panggul
3. Ligamentum rotundum (sinistra dan dextra) : yang menahan uterus dalam
antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kanan dan kiri, ke daerah inguinal
4. Ligamentum latum (sinistra dan dextra) : berupa lipatan peritoneum sebelah
lateral kanan kiri dari pada uterus, meluas sampai ke dinding pangggul dan dasar
panggul, sehingga seolah-olah menggantung pada tubae
5. Ligamentum infundibulo pelvikum (lig. suspensorium uteri) : Ligamentum ini
menggantungkan uterus pada dinding panggul. Antara sudut tuba dan ovariumm
terdapat ligamentum ovarii propium

18
6. Ligamentum vesico uterinum : dari uterus ke kandung kemih

E. Fisiologi dan Patofisiologi Dasar Panggul

Dasar panggul terdiri atas otot levator ani, uretra dan otot sfingter ani serta jaringan
ikat endopelvis. Lapisan pertama dukungan otot terdiri dari otot iliococcygeus serta
fascia obturator internus. Lapisan kedua terdiri dari otot puboviseralis yaitu m.
puborectalis dan m.pubococcygeus yang mengelilingi hiatus urogenitalis dimana uretra,
vagina, anorectum berjalan melaluinya.

Otot levator ani mempunyai dua fungsi terpenting yaitu menjaga tegangan otot basal
yang konstan sehingga hiatus urogenitalis tetap tertutup dan juga menjadi lempengan
otot penyokong. Bila tegangan atau tonus basal ini hilang atau menurun, hiatus genitalis
dapat melebar sehingga menyebabkan penurunan organ pelvis. Fungsi kedua dari otot
levator ani adalah secara reflek berkontraksi terhadap peningkatan tekanan
intraabdominal seperti saat batuk atau berdiri sehingga membuat keseimbangan tekanan
intraabdominal dan tekanan luar. Otot levator ani dipersarafi oleh serabut saraf anterior

19
S2-S4, dimana cabang motorik dari saraf ini mempunyai kemungkinan untuk tertekan
dan teregang selama persalinan pervaginam.

Selain otot dan serabut saraf, dasar panggul juga memiliki sistem ligamen dan
jaringan ikat kompleks yang dikenal dengan fascia endopelvis. Fascia ini menampung
organ pelvis dan melekat pada dinding panggul. Terdapat tiga tingkatan dukungan
terhadap uterus dan vagina, yaitu :

a. Tingkat pertama dimana apeks vagina dipertahankan di lateral ke arah dinding


pelvis dan ke arah sakrum di bagian posterior (oleh ligamentum kardinal dan
sakrouterina). Posterior serviks dipertahankan oleh ligamentum uterosakral yang
membentang dari bagian serviks sampai vertebra sakral kedua-keempat.
Ligamentum kardinal menyokong bagian lateral serviks dan merupakan
penyokong utama serviks dan uterus.
b. Tingkatan kedua akan memfiksasi vagina secara tranversal di antara kandung
kemih dan rectum
c. Tingkatan ketiga melekatkan vagina dengan membran dan otot perineum

Jaringan ikat, dukungan otot dan persarafan di daerah pelvis dapat mengalami trauma
penekanan saat kehamilan dan juga menjelang persalinan dimana regangan, robekan dan
ruptur jaringan ikat, otot dan saraf dapat terjadi. Hal ini dapat memberikan efek jangka
pendek dan jangka panjang berupa prolapsus organ pelvis.

Telah dibahas sebelumnya bahwa kejadian prolaps uteri lebih sering ditemukan pada
usia tua (Periode post menopause). Hal ini berkaitan dengan berkurangnya kolagen,
terjadi kelemahan fascia dan jaringan penyangga, dan berkurangnya hormon estrogen.
Estrogen mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin dan prolin
sebagai penyusun jaringan kolagen. Berkurangnya jaringan kolagen menyebabkan
lemahnya otot-otot dasar panggul.13

F. Klasifikasi Prolaps Uteri

Terdapat beberapa cara dalam mengklasifikasikan Prolapss organ panggul. Tahun


1996, International Continence Society, the American Urogynecologic Society, and the
Society of Gynecologic Surgeons memperkenalkan metode POP-Q (Pelvic Organ
Prolaps Quantification). Metode penilaian prolapss organ pelvis ini memberikan

20
penilaian yang objektif, deskriptif sehingga dapat memberikan nilai kuantifikasi atau
derajat ringan beratnya prolapss yang terjadi. Penilaian yang lain menurut Baden-Walker,
dimana keuntungan penilaian ini adekuat untuk keperluan praktik klinik.

Tabel 4. Derajat Prolaps Uteri


21
Staging Criteria by Baden-Walker

Stage 0 Posisi normal untuk setiap


lokasi

Stage 1 Penurunan sampai dengan


setengah jarak (halfway)
menuju hymen

Stage 2 Turun sampai dengan hymen

Stage 3 Turun setengah jarak melewati


hymen

Stage 4 Penurunan maksimum setiap


lokasi

G. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang ditimbulkan oleh POP terdiri atas gejala vagina, berkemih,buang air
besar (BAB), dan seksual.
Tabel 5. Gejala pada Prolaps Uteri. POGI 201312

22
Beberapa hal yang menjadi catatan untuk gejala POP adalah:

a. Gejala benjolan dipengaruhi oleh gravitasi sehingga makin berat pada posisi
berdiri.
b.Semakin lama, benjolan akan terasa semakin menonjol terutama setelah adanya
aktifitas fisik berat jangka panjang seperti mengangkat benda berat atau berdiri.
c. Derajat prolaps tidak berhubungan dengan gejala urgensi, frekuensi atau
inkontinensia urin.
d.Pada studi yang menilai korelasi antara gejala dengan lokasi dan derajat prolaps,
ditemukan bahwa korelasi antara gejala BAB dan prolaps posterior lebih kuat
dibandingkan korelasi antara gejala berkemih dengan prolaps anterior.
e. Gejala seperti rasa tekanan, ketidaknyamanan, benjolan yang terlihat dan
gangguan seksual tidak spesifik untuk kompartemen tertentu.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dalam posisi litotomi pada meja ginekologi
a. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain
b. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
- Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus yang
bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.
- Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
- Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk mengetahui
derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dahulu sebelum dimasukkan
inspekulum.
c. Manuver Valsava.
Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan maneuver
Valsava.
- Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior vagina,
serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum perlu
dievaluasi secara sistematis dan terpisah.
- Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan pada posisi
berdiri di atas meja periksa.
- Tes valsava dan cough stress testing (uji test) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stress pasca operasi prolaps.
23
d. Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan
otot levator ani
e. Pemeriksaan rektovagina

- untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolaps uteri.

3. Pemerikasaan Penunjang
a. Urin residu pasca berkemih

-Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan mengukur


volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih yang penuh,
kemudian diikuti dengan pengukuran volume urin residu pasca berkemih
dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
b. Skrining infeksi saluran kemih
c. Pemeriksaan urodinamik, apabila dianggap perlu.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi
- Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif mudah
dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan informasi
real-time. Pencitraan akan membuat klinisi lebih mudah dalam memeriksa
pasien secara klinis.
- Pada pasien POP ditemukan hubungan yang bermakna antara persalinan,
dimensi hiatus levator, avulsi levator ani dengan risiko terjadinya prolaps.
Namun belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan
dasar panggul.
H. Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Pesarium
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan prolaps
tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolaps. Alat ini digunakan
oleh 75%-77% ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini pertama
prolaps. Pesarium tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta
dapat dikategorikan menjadi suportif (seperti pesarium ring) atau desakruang
(seperti pesarium donat). Pesarium yang biasa digunakan pada
prolaps adalah pesarium ring (dengan dan tanpa penyokong), Gellhorn,
donat, dan pesarium cube.
24
Tabel 6. Macam-macam pesarium(POGI,2013)

Komplikasi tersering dari pemasangan pesarium adalah iritasi dari


mukosa vagina yang bersifat hipoestrogen sehingga menimbulkan duh
tubuh, bau busuk, ulserasi atau perdarahan
b. Symtom-direct theraphy
 Penurunan berat badan dan olah raga
 Terapi perilaku : BAB dan BAK terjadwal untuk pasien yang mengalami gejala
defekasi dan inkontinensia urin
 Modifikasi diet
 Pembatasan cairan
 Laksatif
c. Rehabilitasi Otot Dasar Panggul
- Pada sebuah telaah sistematik disebutkan bahwa latihan dasar panggul
memberikan efek relatif terhadap kualitas hidup pada wanita yang
memiliki prolaps.( International Urogynecology Journal. Jul 20, 2013)15
- Pada telaah sistematik sebelumnya disebutkan bahwa tidak ada bukti yang
kuat untuk mendukung pelaksanaan otot dasar panggul pada tatalaksana
konservatif POP.16
- Sehingga disimpulkan, latihan dasar panggul tidak mengobati dan
mencegah POP, namun direkomendasikan sebagai terapi tambahan pada
wanita yang memiliki prolaps dan gejala terkait (inkontinensia urin dan
fekal), bersamaan dengan symptom directed therapy.15

25
d. Estrogen
- Estrogen diduga dapat mencegah atau membantu penatalaksanaan POP
bila dikombinasikan dengan intervensi lainnya melalui mekanisme
penguatan struktur penunjang dan mencegah penipisan jaringan vagina
dan panggul.
- Penggunaan estrogen lokal bersamaan dengan latihan otot dasar panggul
sebelum operasi dapat menurunkan insidensi sistitis pasca-operasi dalam 4
jam pasca operasi.
- Raloxifen oral dapat menurunkan kejadian operasi POP pada
wanita di atas 60 tahun, namun hal ini belum dapat dijadikan
dasar rekomendasi praktik.
2. Operatif
a. Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapss uteri tingkat lanjut (derajat III dan
IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah
menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada
ligamentum rotundum kanan dan kiri atas pada ligamentum infundibulo
pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala saluran
pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi tinja, kesulitan
dalam mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan dengan gangguan
buang air besar dan untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari.
b. Kolpokleisis (kolpektomi)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi wanita yang tidak menginginkan fungsi
vagina (aktivitas seksual dan memiliki anak) dan memiliki komplikasi tinggi.
Dilakukan apabila sebelumnya telah dilakukan histerektomi. Operasi ini
dilakukan dengan menjahit dinding vagina depan dengan dinding vagina
belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak di atas vagina.
Keuntungan utama dari prosedur ini adalah waktu pembedahan singkat dan
pemulihan cepat dengan tingkat keberhasilan 90 – 95%.14
c. Ventrofikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak. Cara melakukannya adalah dengan memendekkan ligamentum

26
rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan
cara operasi Purandare (membuat uterus ventrofiksasi)
d. Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolaps yang masih muda, tetapi
biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum
kardinale yang telah dipotong, di depan serviks dilakukan pula kolporafi
anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk
memperpendek serviks yang memanjang (elongasio koli). Tindakan ini dapat
menyebabkan infertilitas, partus prematurus, abortus . Bagian yang penting
dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan
serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek,
sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus
dapat dicegah.
e. Prolaps anterior
Sistokel dapat ditatalaksana dengan kolporasi anterior tradisonal
dengan atau tanpa menambahan jaring sintetik (mesh) atau materi
tandur (graft)

27
BAB II

PEMBAHASAN

Pasien Ny. K 69 tahun P6A0 datang dari IGD mengeluh adanya benjolan yang keluar
dari jalan lahir. Keluhan dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu. Pasien mengatakan
bahwa pada awalnya benjolan keluar sedikit dan bisa masuk sendiri ketika pasien
berbaring. Namun akhirnya benjolan dirasakan makin besar keluar. Bila telah direposisi,
benjolan kembali turun jika pasien batuk atau BAB. Ny.K mempunyai riwayat obstetri
melahirkn pervaginam sebanyak 6 kali dan mengaku lupa berat bayi masing-masing.
Pasien mengaku mengalami menarche pada usia 11 tahun dan menopause pada usia 50
tahun.

Adanya keluhan benjolan dari jalan lahir sebesar buah peer merupakan ciri khas pada
prolaps uteri. Dalam Panduan Penatalaksanaan Prolaps Uteri, POGI 2013 disebutkan
bahwa gejala pada prolaps uteri meliputi :

1. Gejala pada vagina : terasa benjolan


2. Gejala defekasi : BAB tidak lampias, inkontinensia alvi, Perlunya penekanan pada
perineum atau vagina posterior
untuk membantu BAB
3. Gejala berkemih : sulit memulai berkemih, berkemih tidak lampias, inkontinensia
urin, ISK berulang
Pada pasien ini selama follow up suspect ISK, pasien mengaku bahwa sebelumnya
memang ada keluhan dengan pola BAKnya, yakni dari segi frequensi maupun adanya
rasa tidak lampias ketika BAK. Hal ini diduga karena pasien juga mengalami prolaps
organ panggul yang lain (Vesica urinari).

28
Mekanisme Patofisiologi Prolaps Uteri yang terjadi pada Ny. K ini dijelaskan pada
bagan dibawah ini

Riwayat Melahirkan
Usia Menopause
Pervaginam 6X

Kadar Estrogen Trauma regangan


yang Rendah pada nervus pudenda
dan otot dasar
panggul

Berkurangnya
Jaringan Kolagen

Kelemahan Otot
dasar panggul

Prolaps Uteri dan Organ Panggul lainnya.

Faktor etiologi utama terjadinya POP diduga kuat karena persalinan pervaginam yang
menciderai otot dasar panggul serta trauma neuropatik melalui peregangan yang maksimal
baik saat mengandung dan melahirkan (Freeman., 2013; Giarenis., 2014; Rortveit., 2014)
16,17,18
. Sebuah Family Planning Studytahun 1997, dengan mengikuti perjalanan 17.000
wanita selama 17 tahun, didapatkan wanita yang melahirkan satu anak memiliki risiko empat
kali menderita POP, wanita dengan dua anak risiko menjadi delapan kali dan tiga anak
menjadi sepuluh kali menderita POP, sehingga upaya pencegahan dengan merencanakan
sectio cesarean menjadi salah satu upaya yang dapat ditempuh, walaupun masih menuai
kontroversi.

Upaya pencegahan dapat dilakukan berupa perencanaan sectio cesarean pada pasien yang
memiliki indikasi, mengurangi berat badan dengan menjalani pola hidup sehat karena dengan
29
berat badan ideal maka akan mengurangi tekanan dan trauma pada otot dasar panggul,
melakukan secara teratur senam Kegel untuk memperkuat otot dasar panggul dan pemberian
terapi Hormone Replacement Therapy (HRT) berupa estrogen dan konjugasinya yang akan
memperkuat ligament, otot dan mukosa vagina.

Terapi pilihan yang bisa digunakan untuk Ny. K dengan prolaps uteri grade IV dan
sistokel ini adalah TVH (Transvaginal Hysterectomy) dan Kolporafi. Selain itu pilihan terapi
konservatif bisa dilakukan seperti latihan otot dasar panggul.

30
BAB IV

KESIMPULAN

Diagnosis pada prolaps uteri dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang bila perlu. Pada anamnesis ditekankan pada riwayat obstetri dan riwayat
mentruasi dan menopause pasien. Pada pemeriksaan fisik yaitu dengan inspeksi dan
palpasi untuk menilai derajat prolaps uteri dan pada massa apakah diikuti dengan prolaps
organ panggul yang lain. Pada NY.K didiagnosis dengan Prolaps Uteri grade IV karena
telah terjadi eversi komplit total panjang traktus genitalia bawah. Bagian distal prolaps
uteri menurun sampai (TVL-2) (POP-Q kriteria). Faktor resiko yang menyebabkan
Ny.Kmengalami Prolaps uteri adalah usia menopause yang berkaitan dengan homon dan
riwayat obstetri dengan persalinan pervaginam 6 kali.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC; 2012.
2. Tsikouras P, Dafopoulos A, Vrachnis N, et al. Uterine Prolaps in Pregnancy : Risk
Factors, Complication and management. Journal of Maternal-Fetal and Neonatal
Medicine. Jul 09 2013:1-6
3. Darshan,Ava, et al. Prevalence of Uterine Prolaps amongst Gynecology OPD Patients
in Tribhuvan University Teaching Hospital in Nepal and its Socio‐Cultural
Determinants
4. Pratiwi M, Yoga K, Putra IGM. Pelvic Organ Prolaps. E-Jurnal Medika Udayana
[internet]. 2013 [cited 2014 Des 10]; 2(4):709-736
5. Kasiati K, Lestari D, Hardianto G. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Prolaps Uteri pada Pasien Kunjungan Baru di Poli Kandungan RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. Wahana Riset Kesehatan; 2011.
6. Kuncharapu, Indumathi. 2010. Pelvic Organ Prolaps. AFP (American Family
Physician)
7. Slieker-ten Hove MCP, Bloembergen H, Vierhout ME, Schoenmaker G. Distribution
of Pelvic organ prolaps (POP) in the general population. International Congress
Series. May 2005 ; 1279:383-386
8. Hove MCPS-t, Pool-Goudzwaard AL, Eijkemans MJC, Streegers-Theunissen RPM,
Burger CW, Viehout ME. Symptomatic pelvic organ prolaps and possible risk factors
in general population. YMOB. Mar 01 2008;200(2):184-185
9. Altman D, Forsman M, Falconer C, Lichtenstein P. Genetic Influence on Stress
Urinary Incontinence and Pelvic Organ Prolaps. European Urology. Oct
2008;54(4):918-923.
10. Lemack GE. Editorial Comment on: Genetic Influence on Stress Urinary
Incontinence and Pelvic Organ Prolaps. European Urology. Oct 2008;54(4):923
11. Odell K, Morse A. It’s Not All About Birth: Biomechanics Applied to Pelvic Organ
Prolaps Prevention. Journal of Midwifery & Women&apos;s Health. Feb
2008;53(1):28-36
12. Panduan Penatalaksanaan Prolaps Organ Panggul.2013. Himpunan Uroginekologi-
POGI.2013 vol VII:23 halaman
32
13. Noerpramana, Noor Pramono, Hadijono, R Soerjo, Iskandar, T. Mirza, Kristanto
Herman, Hidayat, Syarief Thaufik, Erwinanto. Praktis Klinis Obstetri Ginekologi.
Semarang: Cakrawala Media; 2013.
14. International Urogynecological Association. Pelvic Organ Prolaps: A Guide for
Women; 2011
15. Doaee M, Moradi-Lakeh M, Nourmohammadi A, Razavi-Ratki SK, Nojomi M.
Management of pelvic organ prolaps and quality of life: a systematic review and
meta-analysis. International Urogynecology Journal. Jul 20 2013
16. Freeman R. Can we prevent childbirth-related pelvic floor dysfunction?. BJOG
2013;120:137–140
17. Giarenis I and Robinson D. Prevention and Management of Pelvic Organ Prolaps.
F1000Prime Reports 2014, 6:77
18. Rortveit G dan Hannestad Y.S.Association between mode of delivery and pelvic
floor dysfunction.Tidsskr Nor Legeforen nr. 19, 2014; 134: 1848 –52

33

Anda mungkin juga menyukai