Anda di halaman 1dari 44

CASE REPORT

GENERAL ANESTESI PADA WANITA USIA 46 TAHUN DENGAN


CARCINOMA MAMMAE DEXTRA

Oleh:

Jihan Vira Yuniar

H1AP20013

Pembimbing

dr. Zulkimaulub Ritonga, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU DAN RS BHAYANGKARA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Jihan Vira Yuniar


NPM : H1AP20013
Fakultas : Kedokteran
Judul : General Anestesi pada Wanita Usia 46 Tahun dengan
Carcinoma Mammae Dextra
Bagian : Anestesi
Pembimbing : dr. Zulkimaulub Ritonga, Sp. An

Bengkulu, 22 Januari 2021

Pembimbing

Ddr. Zulkimaulub Ritonga, Sp. An


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik Anestesi RSUD dr. M. Yunus, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Zulkimaulub Ritonga, Sp. An sebagai
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan
masukan-masukan, petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik
material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, 22 Januari 2021


BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan
payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker
payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, KPD menempati
urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6% dan terdapat
kecenderungan dari tahun ketahun insidensinya meningkat.
Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000
wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan
mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18% dari kematian yang
dijumpai pada wanita. Penyakit ini dapat diderita pada laki-laki dengan
frekuensi sekitar 1 %. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada
pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan.
Tingkat kelangsungan hidup kanker payudara sangat bervariasi di
seluruh dunia, mulai dari 80% atau lebih di Amerika Utara, Swedia dan
Jepang untuk sekitar 60% di negara-negara berpenghasilan menengah dan
bawah 40% di negara-negara berpenghasilan rendah. Tingkat kelangsungan
hidup yang rendah di negara-negara kurang berkembang dapat terjadi oleh
kurangnya program deteksi dini, serta oleh kurangnya kemampuan diagnosis,
pengobatan, dan fasilitas yang memadai. Oleh karena itu perlu pemahaman
tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif
serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat
dilakukan secara optimal.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini sebagai berikut:
1.2.1. Menganalisis persiapan pre-anestesi terhadap pasien dengan
carcinoma mammae.
1.2.2. Menganalisis intra-operatif pasien dengan carcinoma mammae.
1.2.3. Menganalisis post-operatif pasien dengan carcinoma mammae.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat bagi Penulis
1. Laporan kasus ini diharapkan bisa menjadi kesempatan bagi penulis untuk
mengintegrasikan ilmu yang telah didapat selama stase anestesi dan terapi
intensif dengan melakukan pembedahan kasus secara ilmiah.
2. Laporan kasus ini diharapkan bisa menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi penulis mengenai general anestesi pada pasien dengan
carcinoma mammae.

1.3.2. Manfaat bagi Akademisi


1. Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pembelajaran
dan menambah sumber kepustakaan mengenai general anestesi pada
pasien dengan carcinoma mammae.
BAB II. LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS
Nama : Ny. AL
Umur : 46 tahun
Suku bangsa : Bengkulu
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Seluma
MRS : 26 Desember 2020

2.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Muncul benjolan pada payudara kanan sebesar telur puyuh yang semakin
membesar sejak 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke poli bedah onkologi dengan keluhan muncul benjolan
pada payudara kanan sebesar telur puyuh yang semakin membesar sejak 1
tahun yang lalu. Demam (+) saat muncul benjolan. Nyeri kadang-kadang,
perubahan warna kulit payudara (-), kulit seperti jeruk (+), keluar cairan
dari puting (-), nipple inserted (+), dimpling (-), ulkus (-). Riwayat
menarche saa usia 11 tahun, pasien berusia 22 tahun saat melahirkan anak
pertama dan pasien menyusui selama 2 tahun, pemakaian KB suntik (-).
Riwayat penggunaan obat-obatan hormonal (-). Konsumsi alkohol (-),
riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (-), riwayat terpapar radiasi
(-). Pasien sebelumnya sudah melakukan pemeriksaan histopatologi
dengan hasil invasive ductal carcinoma dan sudah melakukan kemoterapi
sebanyak 2 kali.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
- Riwayat eksisi biopsy pada bulan Juni tahun 2020
- Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, asma, kencing manis, alergi
makanan atau obat-obatan
- Riwayat penggunaan gigi palsu disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


R. Asma : (-)
R. Alergi : (-)

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
KU : Tampak sakit sedang
BB/TB : 65 kg/155 cm
Gizi : Baik
2. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,8oC
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Normocephali
b. Mata : Konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor, eksoftalmus (+/+)
c. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret/darah (-) bentuk
normal, septum deviasi (-)
d. Mulut : Bibir tidak kering, gusi tidak berdarah, lidah tidak
kotor, tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hipermis
e. Telinga : Simetris, tidak ada cairan keluar dari liang telinga,
tidak ada nyeri tekan tragus dan mastoid
f. Leher :
Bendungan vena : Tidak terdapat bendungan vena
Kelenjar tiroid : Tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris,
Bising kelenjar tiroid (-)
Trakea : Di tengah, deviasi (-)
JVP : (5-2) cmH2O
KGB : Tidak membesar, tidak ada massa
g. Paru : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,
vesikuler (+/+) wheezing (-), ronkhi (-)
h. Jantung : BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur (-)
i. Abdomen : BU (+)
j. Ekstremitas : Akral teraba hangat, sianosis (-) tremor halus jari
tangan (+), tangan terasa panas (+), tangan terasa
lembab (+)

2.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Hasil laboratorium tanggal 18 Desember 2020
Hb : 12,5 g/dl
Ht : 40%
Leukosit : 9.600 mm3
Trombosit : 253.000 sel/mm3
GDS : 101
HBsAg : non reaktif
HIV : non reaktif
Rapid IgG/IgM COVID 19: non reaktif

Hasil SWAB test COVID 19 tanggal 22 Desember 2020


SWAB : negatif

2.5. KESAN ANESTESI


Wanita 46 tahun dengan carcinoma mammae dextra dengan ASA 1
2.6. PENATALAKSANAAN
 Puasa 6 jam pre op
 Cairan pre op Ringer Laktat 20 tpm
 Konsul ke bagian bedah onkologi rencana mastektomi
 Konsul ke bagian Anastesi
 Informed consent rencana mastektomi dan pembiusan dengan status
ASA 1

2.7. FOLLOW UP
a. PRE-OPERATIF
Pasien tiba di ruang OK
Kondisi pasien:
- KU : Tampak sakit ringan
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 87 x/menit
- RR : 18 x/menit
- SpO2 : 100%

5 Aman :
 Amankan pasien
 Amankan diri
 Amankan alat anestesi
 Amankan obat-obatan anestesi
 Amankan Lingkungan

1. Amankan Pasien
Anamnesis pasien menanyakan keluhan pasien, riwayat operasi, riwayat
alergi, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat merokok dan mengkonsumsi
alkohol. Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien. Informed Consent
Pembedahan dan Pembiusan dengan status ASA I. Premedikasi yang
diberikan pada pasien yaitu Ondansentron 4 mg. Puasa 6 jam pre operasi.
Cairan infus yang diberikan Ringer Laktat dengan cairan pengganti puasa: 6
jam x 2 ml/kg jam x 65 kg = 780 cc.
Lakukan pemeriksaan 6B pada pasien yang akan dioperasi. Pemeriksaan
6B pada kasus ini sebagai berikut.
B1 (Breath)
Airway : Clear
Frekuensi pernafasan : 18 x/menit
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : (-)
Riw. asma/sesak/batuk/alergi: -/-/-/-

B2 (Blood)
Akral : Hangat/merah/kering
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 87 x/menit
T/V : Cukup
Temperatur : 37oC
Konj.palp inferior pucat/hiperemis/ikterik :-/-/+

B3 (Brain)
Sensorium : Compos Mentis
RC : +/+
Pupil : Isokor
Reflek fisiologis :+
Reflek patologis :-
Riw. kejang/ muntah proyektil/ nyeri kepala/ pandangan kabur :-/ -/
-/-

B4 (Bladder)
Urin :+
Volume : Cukup
Warna : Kuning pekat
Kateter :+

B5 (Bowel)
Abdomen : soepel, nyeri tekan (+) di regio epigastric
dan hipokondrium dextra, murphy sign (+)
Peristaltic : (+) N
Mual/Muntah : +/+
BAB/Flatus : +/+
NGT :-

B6 (Bone)
Fraktur :-
Luka :-
Oedem :-

2. Amankan diri
 Pastikan penolong dalam kondisi sehat
 Menggunakan alat pelindung diri

3. Amankan alat anestesi


Persiapan di ruang operasi
- Meja operasi dan instrumen yang diperlukan
- Mesin anestesi dan sistem aliran gasnya
- Alat-alat resusitasi (STATICS)
S = Scope, untuk mendengarkan suara paru dan jantung
T = Tubes, Pipa trakea. Pilih sesuai usia
A = Airway, Pipa mulut laring (Guedel) atau pipa nasofaring
T = Tape, plester untuk fiksasi pipa
I = Inducer, mandrin atau stilet dari kawat yang terbungkus plastik
C = Connector, Penyambung antara pipa dan alat anestesi.
S = Suction, penyedot lendir, ludah, dan lain lain.

4. Amankan obat anestesi


- Siapkan obat-obatan resusitasi (adrenalin dan atropin)
- Siapkan obat-obatan anestesi
- Memastikan caira infus berjalan lancer

5. Amankan lingkungan
Memastikan lingkungan tempat operasi sudah siap dan lengkap
untuk digunakan.

b. INTRA-OPERATIF
Induksi Anestesi
- Injeksi fentanyl 10 cc (100 mcg), propofol 10 cc (100 mg),
Midazolam 3 mg, Atracurium Besylate 3 cc (30 mg).
- Inhalasi dengan Sevoflurance 3%
- Intubation
- Terpasang ETT no. 7 dan guedel no. 4

Durante Operasi
 Lama operasi 2 jam
 HR: berkisar 80-100 x/menit
 Saturasi oksigen berkisar antara 99%-100%
 Cairan yang keluar: Perdarahan (1.500 cc)

Monitoring Selama Anestesi


Jam Nadi SaO2 Keterangan
11.45 110 100% Masuk ruang operasi, fentanyl 10 cc (100 mcg),
propofol 12 cc (120 mg), Midazolam 3 mg,
Atracurium Besylate 3 cc (30 mg), Sevoflurance 3%
dilakukan intubasi dengan pemasangan ETT no. 7
11.50 101 100% Mulai operasi

12.00 88 100% -

12.15 85 100% -

12.30 87 100% -

12.45 91 100% -

13.00 105 99% -

13.15 95 99% Drip ketorolac 2 amp

13.30 82 100% Antidotum atrofin sulfat + neostigmin

13.45 80 100% Operasi selesai

14.00 86 100% Ekstubasi

Perhitungan terapi cairan


 Cairan pengganti puasa: 6 jam x 2 ml/kg jam x 65 kg = 760 cc
 Maintenance: 2 ml x 65 kg = 130 cc
 Stress operasi: 6 x 65 kg x 1,4 = 546 cc
 EBV: 70 x 65 kg = 4.550 cc

Perdarahan
 Tabung suction: 1.000 cc
 Kassa kecil: 10 x 10 = 100 cc
 Kassa besar: 4 x 100 cc = 400 cc
 Perkiraan total perdarahan: 1.500 cc
 Volume urin: 200 cc
 IWL: 15 X 65 kg/24 jam = 975/24 jam = 40,62/jam = 41 cc/jam

Cara pemberian
 Jam I : (50% x pengganti puasa) + stress operasi
(50% x 760) + 546 = 926 cc kristaloid
 Jam II : (50% x pengganti puasa) + pengganti jumlah pendarahan
o Pengganti jumlah pendarahan sebanyak (1.500 cc)
o 10% pertama dari EBV (455 cc) = 455 cc kristaloid
o 10% kedua dari EBV (455 cc) = 455 cc koloid
Jadi, jam kedua = 380 cc + 455 cc = 835 cc kristaloid, 455 cc koloid

Perhitungan balance cairan


 Input: 2.550 cc
 Output: urin + IWL + Perdarahan + Maintenance + Stress Operasi
Output: 200 cc + 41 cc + 1.500 + 130 cc + 546 cc = 2.417 cc
 Balance cairan: +133 cc

c. PENANGANAN POST OPERATIF


 Dexamethasone (anti inflamasi) 2 ampul, masing-masing 1 ml IV
 Ketorolac (analgesik) 2 ampul masing-masing 1 ml IV bolus dan
drip
 Aldrete score : 10 (layak ditransport ke ruang perawatan)
Motorik : gerak 4 anggota tubuh (2)
Pernapasan : spontan (2)
Tekanan darah : ± 20 mmHg dari pre op (2)
Kesadaran : membuka mata spontan dan verbal normal (2)
Saturasi oksigen : >98% (2)
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 90 kali per menit
Suhu : 36,5 derajat celsius
Pupil : isokor
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Carcinoma Mammae


3.1.1. Definisi
Kanker Payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara
yang dapat berasal dari epittel duktus maupun lobulusnya.

3.1.2. Epidemiologi
Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, KPD
menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data
Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik; Badan
Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)
dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka kejadiannya di
Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar
92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau
18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat
diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1 %.Di Indonesia, lebih dari
80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya
pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya
pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya
rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara
optimal.

3.1.3. Faktor Risiko


Faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat keluarga
dan genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53 (p53)),
riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang sama,
LCIS, densitas tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (< 12 tahun)
atau menarche lambat (>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak memiliki anak
dan tidak menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat radiasi
dinding dada, faktor lingkungan.

3.1.4. Patogenesis
1. Ekspresi Gen Dalam Kanker Payudara
Terdapat 2 jenis reseptor estrogen yang wujud antaranya adalah
alfa (α) dan beta (β) (dikenali sebagai ERα dan ERβ). Berbagai macam
jaringan dalam tubuh manusia mengekspresikan reseptor ERα antaranya
adalah payudara, ovarium, endometrium manakala ginjal, otak paru-paru
dan beberapa organ lain mengekspresikan reseptor ERβ. Peranan ERβ
berhubungan dengan karsiogenesis tetap kontroversi manakala peranan
protein ERα sebagai penyebab kanker sudah jelas.
Kedua subtipe ER memiliki ikatan DNA yang kuat dan bertempat
dalam inti dan sitosol sel. Apabila estrogen masuk kedalam sel, ia akan
berikatan dengan ER dan komplex tersebut akan bermigrasi ke dalam
nucleus dan menyebabkan proses traskripsi protein yang selanjutnya
menyebabkan perubahan pada sel. Oleh karena sifat proliferasi estrogen,
stimulasi selular dapat memberikan efek negative pada pasien yang
memiliki jumlah receptor yang banyak didalam sel.

2. Peranan Estrogen Dalam Perkembangan Kanker Payudara


Dua hipotesa yang dapat menjelaskan efek estrogen dalam pembentukan
tumor :
a) Efek genotoksik hasil estrogen dengan cara memproduksi radikal
(initiator).
b) Peranan hormone estrogen dalam menginduksi proliferasi kanker serta
sel premalignant (promoter).

3. Peranan Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2)


HER 2 termasuk dalam famili epidermal growth factor receptor
(EGFR) dari proto-oncogen dan dipercayai bahwa ia tidak mempunyai
ligan. Walaubagaimanapun protein ini menunjukan sifat untuk membentuk
kluster di dalam membran sel tumor payudara yang ganas. Mekanisme
karsiogenesis HER 2 masih belum diketahui namun ekspresi yang
berlebihan dapat memicu pertumbuhan tumor dengan cepat, menurukan
rentan hidup, meningkatkan risiko rekurensi setelah operasi disertai
dengan respon yang tidak efektif terhadap kemoterapi.

3.1.5. Gejala Klinis


1. Massa Tumor
Sebagian terbesar bermanifestasi sebagai massa payudara yang
tidak nyeri, sering kali ditemukan secara tidak sengaja. Lokasi massa
kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak
keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang. Massa
cenderung membesar bertahap, dalam beberapa bulan bertambah besar
secara jelas.

2. Perubahan Kulit
a. Tanda lesung: ketika tumor mengenai ligament glandula mamae,
ligament itu memendek hingga kulit setempat menjadi cekung.
b. Perubahan kulit jeruk (peau d’orange): ketika vasa limfatik subkutis
tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe menyebabkan udem
kulit, folikel rambut tenggelam ke bawah.
c. Nodul satelit kulit: ketika sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis
masing-masing membentul nodul metastasis, disekitar lesi primer dapat
muncul banyak nodul tersebar.
d. Invasi, ulserasi kulit: ketika tumor menginvasi kulit, tampak perubahan
warna merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar,
lokasi itu dapat menjadi iskemik, ulserasi membentuk bunga terbalik,
ini disebut “tanda kembang kol”.
e. Perubahan inflamatorik: secara klinis disebut “karsinoma mamae
inflamatorik”, tampil sebagai keseluruhan kulit mamae berwarna merah
bengkak, mirip peradangan. Tipe ini sering ditemukan pada kanker
mamae waktu hamil atau laktasi.

3. Perubahan Papilla Mamae


a. Retraksi, distorsi papilla mamae: umumnya akibat tumor menginvasi
jaringan subpapilar.
b. Sekret papilar: sering karena karsinoma papilar dalam duktus besar atau
tumor mengenai duktus besar.
c. Perubahan eksematoid: merupakan manifestasi spesifik dari kanker
eksematoid (penyakit paget). Klinis tampak areola papilla mamae
tererosi, berkrusta, secret, deskuamasi, sangat mirim eskim.
4. Pembesaran Kelenjar Limfe Regional
Pembesaran kelenjar limfe aksilar ipsilateral dapat soliter atau
multiple, pada awalnya mobile, kemudian dapat saling berkoalesensi atau
adhesi dengan jaringan sekitarnya. Dengan perkembangan penyakit,
kelenjar limfe supraklavikular juga dapat membesar.

3.1.6. Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Keluhan Utama
1. Benjolan di payudara
2. Kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit
3. Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta
4. Kelainan kulit, dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
5. Benjolan ketiak dan edema lengan

Keluhan Tambahan
1. Nyeri tulang (vertebra, femur)
2. Sesak dan lain sebagainya

3.1.6.1. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan
sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status generalis
(tanda vital-pemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari kemungkinan
adanya metastase dan atau kelainan medis sekunder.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan
regionalis. Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis, inspeksi dan palpasi.
Inspeksi dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan
posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak pinggang. Inspeksi pada
kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula yang bertujuan untuk
mengidentifikasi tanda tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar
getah bening.
Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang
(supine), lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal. kedua
payudara dipalpasi secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular
ataupun radial. Palpasi aksila dilakukan dilakukan dalam posisi pasien duduk
dengan lengan pemeriksa menopang lengan pasien. Palpasi juga dilakukan
pada infra dan supraklavikula.

Gambar 3.1. Teknik melakukan inspeksi payudara dan daerah sekitarnya dengan lengan
di samping, di atas kepala, dan bertolak pinggang.
Gambar 3.2. Teknik melakukan palpasi parenkim payudara untuk identifikasi tumor
primer dan palpasi aksila, infraklavikula, dan supraklavikula untuk identifikasi
pembesaran getah bening regional.

Kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik berupa :


 Status generalis (Karnofsky Performance Score)
 Status lokalis :
o Payudara kanan atau kiri atau bilateral
o Massa tumor :
 Lokasi
 Ukuran
 Konsistensi
 Bentuk dan batas tumor
 Terfiksasi atau tidak ke kulit, m.pectoral atau dinding
dada
 Perubahan kulit:
- Kemerahan, dimpling, edema/nodul satelit
- Peau de orange, ulserasi
 Perubahan puting susu/nipple
o Tertarik
o Erosi
o Krusta
o Discharge
 Status kelenjar getah bening
- Kgb aksila: Jumlah, ukuran, konsistensi,
terfiksir terhadap sesama atau jaringan sekitar
- Kgb infraklavikula: idem
- Kgb supraklavikula: idem
 Pemeriksaan pada daerah metastasis
- Lokasi : tulang, hati, paru, otak
- Bentuk
- Keluhan
3.1.6.2. Pemeriksaan Penunjang
3.1.6.2.1. Pemeriksaan Laboratorium
Dianjurkan:
- Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai
dengan perkiraan metastasis.
- Tumor marker : apabila hasil tinggi, perlu diulang untuk
follow up.

3.1.6.2.2. Pemeriksaan Pencitraan


1. Mamografi Payudara
Mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan
payudara yang dikompresi. Mamogram adalah gambar hasil mamografi
untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang baik, dibutuhkan dua
posisi mamogram dengan proyeksi berbeda 45 derajat (kraniokaudal dan
mediolateralobligue). Mamografi dapat bertujuan skrining kanker
payudara, diagnosis kanker payudara, dan follow up / kontrol dalam
pengobatan. Mamografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun,
namun karena payudara orang Indonesia lebih padat maka hasil terbaik
mamografi sebaiknya dikerjakan pada usia >40 tahun.
Pemeriksaan Mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10
dihitung dari hari pertama masa menstruasi; pada masa ini akan
mengurangi rasa tidak nyaman pada wanita pada waktu di kompresi dan
akan memberi hasil yang optimal. Untuk standarisasi penilaian dan
pelaporan hasil mamografi digunakan.
BIRADS yang dikembangkan oleh American College of
Radiology.
Tanda primer berupa:
1. Densitas yang meninggi pada tumor
2. Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi
ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign)
3. Gambaran translusen disekitar tumor
4. Gambaran stelata.
5. Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
6. Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder:
1. Retraksi kulit atau penebalan kulit
2. Bertambahnya vaskularisasi
3. Perubahan posisi putting
4. Kelenjar getah bening aksila (+)
5. Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
6. Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.

2. USG Payudara
Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa
kistik.
Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di
antaranya:
o Permukaan tidak rata
o Taller than wider
o Tepi hiperekoik
o Echo interna heterogen
o Vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam
tumor membentuk sudut 90 derajat
Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan
akurasinya sampai 7,4 %. Namun USG tidak dianjurkan untuk
digunakan sebagai modalitas skrining oleh karena didasarkan
penelitian ternyata USG gagal menunjukan efikasinya.

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CT-SCAN


Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada
mamografi, namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan
skrining karena biaya mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang
lama. Akan tetapi MRI dapat dipertimbangkan pada wanita muda
dengan payudara yang padat atau pada payudara dengan implant,
dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk menderita kanker
payudara.

4. Diagnosa Sentinel Node


Biopsi kelenjar sentinel ( Sentinel lymph node biopsy ) adalah
mengangkat kelenjar getah bening aksila sentinel sewaktu operasi.
Kelenjar getah bening sentinel adalah kelenjar getah bening yang
pertama kali menerima aliran limfatik dari tumor, menandakan
mulainya terjadi penyebaran dari tumor primer.
Biopsi kelenjar getah bening sentinel dilakukan menggunakan
blue dye, radiocolloid, maupun kombinasi keduanya. Bahan radioaktif
dan atau blue dye disuntikkan disekitar tumor; Bahan tersebut
mengalir mengikuti aliran getah bening menuju ke kelenjar getah
bening ( senitinel ). Ahli bedah akan mengangkat kelenjar getah
bening tersebut dan memintah ahli patologi untuk melakukan
pemeriksaan histopatologi. Bila tidak ditemukan sel kanker pada
kelenjar getah bening tersebut maka tidak perlu dilakukan diseksi
kelenjar aksila. Teknologi ideal adalah menggunakan teknik kombinasi
blue dye dan radiocolloid.
Perbandingan rerata identifikasi kelenjar sentinel antara blue
dye dan teknik kombinasi adalah 83% vs 92%. Namun biopsi kelenjar
sentinel dapat dimodifikasi menggunakan teknik blue dye saja dengan
isosulfan blue ataupun methylene blue. Methylene blue sebagai teknik
tunggal dapat mengindentifikasi 90% kelenjar sentinel. Studi awal
yang dilakukan RS Dharmais memperoleh identifikasi sebesar 95%.
Jika pada akhir studi ini diperoleh angka identifikasi sekitar 90% maka
methylene blue sebagai teknik tunggal untuk identifikasi kelenjar
sentinel dapat menjadi alternatif untuk rumah sakit di Indonesia yang
tidak memiliki fasilitas radiocoloid.

5. Pemeriksaan Patologi Anatomi


Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi
pemeriksaan sitologi, morfologi (histopatologi), pemeriksaan
immunohistokimia, in situ hibridisasi dan gene array (hanya dilakukan
pada penelitian dan kasus khusus).
Cara Pengambilan Jaringan:
1. Biopsi Jarum Halus, Biopsi Apus dan Analisa Cairan
Biopsi jarum halus, biopsi apus dan analisa cairan akan
menghasilkan penilaian sitologi. Biopsi jarum halus atau yang
lebih dikenal dengan FNAB dapat dikerjakan secara rawat jalan (
ambulatory). Pemeriksaan sitologi merupakan bagian dari triple
diagnostic untuk tumor payudara yang teraba atau pada tumor yang
tidak teraba dengan bantuan penuntun pencitraan. Yang bisa
diperoleh dari pemeriksaan sitologi adalah bantuan penentuan
jinak/ganas; dan mungkin dapat juga sebagai bahan pemeriksaan
ER dan PgR, tetapi tidak untuk pemeriksaan HER2Neu.
2. Tru-cut Biopsi atau Core Biopsy
Tru-cut biopsi dan core biopsyakan menghasilkan penilaian
histopatologi. Tru-cut biopsi atau core biopsy dikerjakan dengan
memakai alat khusus dan jarum khusus no G12-16. Secara prinsip
spesimen dari core biopsysama sahihnya dengan pemeriksaan
biopsi insisi.
3. Biopsi Terbuka dan Spesimen Operasi
Biopsi terbuka dan spesimen operasi akan menghasilkan
penilaian histopatologi. Biopsi terbuka dengan menggunakan irisan
pisau bedah dan mengambil sebagian atau seluruh tumor, baik
dengan bius lokal atau bius umum.
Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas untuk penentuan
jinak/ ganas suatu jaringan; dan bisa dilanjutkan untuk pemeriksaan
imunohistokimia.

6. Pemeriksaan Immunohistokimia
Pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) adalah metode
pemeriksaan menggunakan antibodi sebagai probe untuk mendeteksi
antigen dalam potongan jaringan (tissue sections) ataupun bentuk
preparasi sel lainnya. IHK merupakan standar dalam menentukan
subtipe kanker payudara.Pemeriksaan IHK pada karsinoma payudara
berperan dalam membantu menentukan prediksi respons terapi
sistemik dan prognosis.
Pemeriksaan imunohistokimia yang standar dikerjakan untuk
kanker payudara adalah:
1. Reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen (ER) dan reseptor
progesteron (PR)
2. HER2
3. Ki-67
Pemeriksaan ER dan PR dilakukan pada material dari blok
parafin (spesimen core biopsy dan eksisi), dan dapat juga dari hapusan
sitologi atau cell block. Pemeriksaan harus dilakukan pada spesimen
yang difiksasi dengan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%.Hasil
dinyatakan positif apabila > 1% inti sel terwarnai (baik dengan
intensitas lemah, sedang, ataupun kuat).
Pemeriksaan status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini telah
direkomendasikan untuk karsinoma payudara invasif (DCIS tidak
dievaluasi untuk HER2). Pemeriksaan HER2 harus dilakukan pada
blok paraffin dari jaringan yang difiksasi dengan NBF 10% dan tidak
dapat dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil dinyatakan HER2 positif
pada HER2 +3, sedangkan HER2 +2 memerlukan pemeriksaan
lanjutan berupa hibridisasi in situ.
3.1.6.3. Stadium
Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak dinilai
Tis Carcinoma in situ (LCIS atau DCIS) atau paget’s disease pada puting
tanpa tumor
T1 Tumor ≤2 cm
T1a Tumor ≥0.1 cm, ≤0.5 cm
T1b Tumor >0.5 cm, ≤1 cm
T1c Tumor >1 cm, ≤2 cm
T2 Tumor >2 cm, ≤5 cm
T3 Tumor >5 cm
T4 Tumor dalam berbagai ukuran dengan perluasan sampai ke dinding dada
atau kulit
T4a Tumor meluas sampai dinding dada (termasuk m. pectoralis)
T4b Tumor meluas ke kulit dengan ulserasi, edema dan nodul satelit

Pembuluh Limfe/Node (N)


NX regional kelenjar limfe tidak dapat dinilai.
N0 tidak ada metastasis kelenjar limfe.
N1 metastasis bergerak ke ipsilateral kel.limfe aksila.
N2 metastasis menetap pada ipsilateral kel.limfe aksila, atau pada studi
imaging ipsilateral kel.int.mamary secara klinis tidak ditemukan metastasis
kel.limfe aksila.
N2a metastasis ipsilateral kel.limfe aksila tetap satu sama lain atau terhadap
struktur lain.
N2b metastasis ipsilateral kel.int.mamary hanya pada studi imaging, dan secara
klinis tidak ditemukan metastasis kel.limfe aksila.
N3 metastasis pada ipsilateral kel.limfe infraklavikular, dengan atau tanpa
melibatkan kel.limfe aksila, atau dalam studi imaging kel.limfe mamary int.
Dan secara klinis ditemukan metastasis kel.limfe aksila; atau metastasis
ipsilateral kel.limfe supraklavikular dengan atau tanpa melibatkan kel.limfe
mamary.int.
N3a Metastasis ipsilateral kel.infraklavikular.
N3b Metastasis ipsilateral kel.limfe int.mamary dan kel.limfe aksila.
N3c Metastasis ipsilateral kel.limfe

M (Metastasis)
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

 Klasifikasi stadium klinis:


Stadium 0 : TisN0M0
Stadium 1 : T1N0M0
Stadium IIA : T0N1M0, T1N1M0, T2N0M0
Stadium IIB : T2N1M0, T3N0M0
Stadium IIIA : T0N2M0, T1N2M0, T2N2M0, T3N1-2M0
Stadium IIIB : T4, N apapun, M0; IIIC : T apapun, N3 M0
Stadium IV : T apapun, N apapun, M1

3.1.7. Tatalaksana
Terapi pada kanker payudara harus didahului dengan diagnosa yang
lengkap dan akurat (termasuk penetapan stadium). Diagnosa dan terapi pada
kanker payudara haruslah dilakukan dengan pendekatan humanis dan
komprehensif.
Terapi pada kanker payudara sangat ditentukan luasnya penyakit atau
stadium dan ekspresi dari agen biomolekuler atau biomolekuler-
signaling.Terapi pada kanker payudara selain mempunyai efek terapi yang
diharapkan, juga mempunyai beberapa efek yang tak diinginkan (adverse
effect), sehingga sebelum memberikan terapi haruslah dipertimbangkan untung
ruginya dan harus dikomunikasikan dengan pasien dan keluarga. Selain itu
juga harus dipertimbangkan mengenai faktor usia, co-morbid, evidence-based,
cost effective, dan kapan menghentikan seri pengobatan sistemik termasuk end
of life isssues.

3.1.7.1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk
pengobatan kanker payudara.
Terapi pembedahan dikenal sebagai berikut :
 Terapi atas masalah lokal dan regional : Mastektomi, breast conserving
surgery, diseksi aksila dan terapi terhadap rekurensi lokal/regional.
 Terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal : ovariektomi,
adrenalektomi, dsb.
 Terapi terhadap tumor residif dan metastase.
 Terapi rekonstruksi, terapi memperbaiki kosmetik atas terapi
lokal/regional, dapat dilakukan pada saat bersamaan, dapat dilakukan
pada saat bersamaan (immediate) atau setelah beberapa waktu (delay).
Jenis pembedahan pada kanker payudara:
1. Mastektomi
a. Mastektomi Radikal Modifikasi (MRM)
MRM adalah tindakan pengangkatan tumor payudara dan
seluruh payudara termasuk kompleks puting-areola, disertai
diseksi kelenjar getah bening aksilaris level I sampai II secara
en bloc. Indikasi: Kanker payudara stadium I, II, IIIA dan IIIB.
Bila diperlukan pada stadium IIIb, dapat dilakukan setelah
terapi neoajuvan untuk pengecilan tumor.
b. Mastektomi Radikal Klasik (Classic Radical Mastectomy)
Mastektomi radikal adalah tindakan pengangkatan
payudara, kompleks putting-areola, otot pektoralis mayor dan
minor, serta kelenjar getah bening aksilaris level I, II, III secara
en bloc. Jenis tindakan ini merupakan tindakan operasi yang
pertama kali dikenal oleh Halsted untuk kanker payudara,
namun dengan makin meningkatnya pengetahuan biologis dan
makin kecilnya tumor yang ditemukan maka makin
berkembang operasi operasi yang lebih minimal. Indikasi:
- Kanker payudara stadium IIIb yang masih operable
- Tumor dengan infiltrasi ke muskulus pectoralis major
c. Total (Simple) Mastectomy
Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan
seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.
d. Skin Sparing Mastectomy
Skin sparing mastectomy adalah operasi pengangkatan
seluruh jaringan payudara beserta tumor dan nipple areola
komplek dengan mempertahankan kulit sebanyak mungkin
serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini harus disertai
rekonstruksi payudara dan dilakukan pada tumor stadium dini
dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2 cm) atau stadium dini
yang tidak memenuhi sarat untuk BCT.
e. Nipple Sparing Mastectomy
Nipple sparing mastectomy adalah operasi pengangkatan
seluruh jarungan payudara beserta tumor dengan
mempertahankan nipple areola kompleks dan kulit serta diseksi
aksila level I-II. Operasi ini juga harus disertai rekonstruksi
payudara dan dilakukan pada tumor stadium dini dengan
ukuran 2cm atau kurang, lokasi perifer dan potong beku sub
areola: bebas tumor.
f. Breast Concerving Treatment
Breast concerving treatment adalah terapi yang
komponennya terdiri dari lumpektomi atau segmentektomi atau
kuadrantektomi dan diseksi aksila serta radioterapi.
g. Mastektomi dengan Teknik Onkoplasti
Rekonstruksi bedah dapat dipertimbangkan pada institusi
yang mampu ataupun ahli bedah yang kompeten dalam hal
rekonstruksi payudara tanpa meninggalkan prinsip bedah
onkologi. Rekonstruksi dapat dilakukan dengan menggunakan
jaringan autolog seperti latissimus dorsi (LD) flap atau
transverse rectus abdominis myocutaneous (TRAM) flap; atau
dengan prosthesis seperti silikon. Rekonstruksi dapat
dikerjakan satu tahap ataupun dua tahap, misal dengan
menggunakan tissue expander sebelumnya.

3.1.7.2. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk
menghancurkan sel kanker. Obat ini umumnya bekerja dengan menghambat
atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi
bersifat sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebih bersifat
lokal/setempat. Obat sitostotika dibawa melalui aliran darah atau diberikan
langsung ke dalam tumor, jarang menembus blood-brain barrier sehingga obat
ini sulit mencapai sistem saraf pusat. Ada 3 jenis kemoterapi yaitu adjuvant,
neoadjuvan, dan primer (paliatif).
1) Terapi adjuvant diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti
pembedahan atau radiasi. Tujuan terapi adalah untuk memusnahkan sel-sel
kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro
metastasis).
2) Terapi neoadjuvan diberikan mendahului/ sebelum pengobatan/ tindakan
yang lain seperti pembedahan atau penyinaran. Tujuannya adalah untuk
mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan
lebih berhasil.
3) Terapi primer sebagai pengobatan utama pada tumor ganas yang diberikan
pada kanker yang bersifat kemosensitif.
Regimen yang sering digunakan mengandung kombinasi siklofosfamid
(C), metotreksat (M), dan 5-FU (F). Oleh karena doksorubisin merupakan
salah satu zat tunggal yang paling aktif, zat ini sering digunakan dalam
kombinasi tersebut.
3.1.7.3. Radioterapi
Mekanisme utama kematian sel karena radiasi adalah kerusakan DNA
dengan gangguan proses replikasi dan menurunkan risiko rekurensi lokal dan
berpotensi untuk menurunkan mortalitas jangka panjang penderita kanker
payudara.

3.1.7.4. Terapi Hormonal


Adjuvan hormonal terapi diindikasikan hanya pada payudara yang
menunjukkan ekspresi positif dari estrogen reseptor (ER) dana atau
progesterone reseptor (PR) tanpa memandang usia, status menopause, status
kgb aksila maupun ukuran tumor.

3.1.7.5. Terapi Target (Biologi)


Terapi ini ditujukan untuk menghambat proses yang berperan dalam
pertumbuhan sel-sel kanker. Terapi untuk kanker payudara adalah tra
stuzumab (Herceptin), Bevacizumab (Avastin) dan Lapatinib ditosylate
(Tykerb).

Penatalaksanaan menurut stadium:


1. Kanker payudara stadium 0 (TIS / T0, N0M0)
Terapi definitif pada T0 bergantung pada pemeriksaan histopatologi.
Lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan radiologik.
2. Kanker payudara stadium dini dini / operabel (stadium I dan II, tumor <= 3
cm) dilakukan tindakan operasi :
 Mastektomi
 Breast Conserving Therapy (BCT) (harus memenuhi persyaratan
tertentu)

Terapi adjuvan operasi (Kemoterapi adjuvant) bila :


 Grade III
 TNBC
 Ki 67 bertambah kuat
 Usia muda
 Emboli lymphatic dan vascular
 KGB > 3

Radiasi bila :
 Setelah tindakan operasi terbatas (BCT)
 Tepi sayatan dekat / tidak bebas tumor
 Tumor sentral / medial
 KGB (+) > 3 atau dengan ekstensi ekstrakapsuler
Radiasi eksterna diberikan dengan dosis awal 50 Gy. Kemudian diberi
booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan kelenjar 10 Gy. 6

Indikasi BCT :
 Tumor tidak lebih dari 3 cm
 Atas permintaan pasien
 Memenuhi persyaratan sebagai berikut: • Tidak multipel dan/atau
mikrokalsifikasi luas dan/atau terletak sentral • Ukuran T dan payudara
seimbang untuk tindakan kosmetik • Bukan ductal carcinoma in situ
(DCIS) atau lobular carcinoma in situ (LCIS) • Belum pernah diradiasi
dibagian dada • Tidak ada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau
skleroderma • Memiliki alat radiasi yang adekuat
3. Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)
a) Operabel (IIIA)
 Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi adjuvant
dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi target
 Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan kemoterapi
adjuvant, dengan/tanpa hormonal, dengan/ tanpa terapi target
 Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau tanpa BCT atau
mastektomi simple, dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi
target
b) Inoperabel (IIIB)
 Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi + hormonal
terapi
 Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi +
kemoterapi + radiasi + terapi hormonal + dengan/tanpa terapi
target
 Kemoradiasi preoperasi dengan/tanpa operasi dengan/ tanpa radiasi
adjuvan dengan/ kemoterapi + dengan/ tanpa terapi target
Radiasi eksterna pasca mastektomi diberikan dengan dosis awal 50 Gy.
Kemudian diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan kelenjar 10
Gy.
4. Kanker payudara stadium lanjut
Prinsip :
 Sifat terapi paliatif
 Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi
hormonal)
 Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan

3.1.8. Pencegahan
Pencegahan (primer) adalah usaha agar tidak terkena kanker payudara.
Pencegahan primer berupa mengurangi atau meniadakan faktor-faktor risiko
yang diduga sangat erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara. Pencegahan primer atau supaya tidak terjadinya kanker secara
sederhana adalah mengetahui faktor -faktor risiko kanker payudara, seperti
yang telah disebutkan di atas, dan berusaha menghindarinya. Prevensi primer
agar tidak terjadi kanker payudara saat ini memang masih sulit; yang bisa
dilakukan adalah dengan meniadakan atau memperhatikan beberapa faktor
risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara.
Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara. Skrining
kanker payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk menemukan
abnormalitas yang mengarah pada kanker payudara pada seseorang atau
kelompok orang yang tidak mempunyai keluhan. Tujuan dari skrining adalah
untuk menurunkan angka morbiditas akibat kanker payudara dan angka
kematian.Pencegahan sekunder merupakan primadona dalam penanganan
kanker secara keseluruhan.
Skrining untuk kanker payudara adalah mendapatkan orang atau
kelompok orang yang terdeteksi mempunyai kelainan/abnormalitas yang
mungkin kanker payudara dan selanjutnya memerlukan diagnosa konfirmasi.
Skrining ditujukan untuk mendapatkan kanker payudara dini sehingga hasil
pengobatan menjadi efektif; dengan demikian menurunkan kemungkinan
kekambuhan, menurunkan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup.
Beberapa tindakan untuk skrining adalah :
1. Periksa Payudara Sendiri (SADARI)
2. Periksa Payudara Klinis (SADANIS)
3. Mammografi skrining

3.1.9. Prognosis
Seperti keganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara
ditunjukkan oleh angka harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis
penderita keganasan payudara diperkirakan buruk juka usianya muda,
menderita kanker payudara bilateral, mengalami mutasi genetik, dan adanya
triple negatif yaitu grade tumor tinggi dan seragam, reseptor ER dan PR
negatif, dan respon reseptor permukaan sel HER-2 juga negatif. Persentase
harapan hidup lima tahun penderita payudara dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.

Stadium Persentasi harapan hidup 5 tahun


0 100%
I 100%
IIA 92%
IIB 81%
IIIA 67%
IIIB 54%
IIIC ??
IV 20%

3.2. General Anestesi


3.2.1. Definisi
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara
sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi
terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi
denggan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan inhalasi yaitu
dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu
pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan
intravena.

3.2.2. Teknik General Anestesi


General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat
dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
a) General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh
darah vena.
b) General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan
kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang
mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara
inspirasi.
c) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi
obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi
atau kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia regional
untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang, yaitu:
(1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum
atau obat anestesi umum yang lain.
(2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik
opiat atau obat general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
(3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh
otot atau general anestesi, atau dengan cara analgesia regional.

3.2.3. Obat-obat General Anestesi


Pada tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat
dilakukan adalah general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan
general anestesi dengan inhalasi, berikut obat-obat yang dapat digunakan pada
kedua teknik tersebut.
- Obat-obat Anestesi Intravena
1. Atropine Sulfat
2. Pethidin
3. Atrakurium
4. Ketamine HCL
5. Midazolam
6. Fentanyl
7. Rokuronium bromide
8. Prostigmin

- Obat-obat Anestesi Inhalasi


1. Nitrous Oxide
2. Halotan
3. Enfluren
4. Isofluran
5. Sevoflurance

3.2.4. Monitoring Anestesi


Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama periode intraoperatif
adalah sama pentingnya dengan pengontrolan hipertensi pada periode
preoperatif. Pada hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran kekanan
autoregulasi dari serebral dan ginjal. Sehingga pada penderita hipertensi ini
akan mudah terjadi penurunan aliran darah serebral dan iskemia serebral jika
TD diturunkan secara tiba-tiba. Terapi jangka panjang dengan obat
antihipertensi akan menggeser kembali kurva autregulasi kekiri kembali ke
normal. Dikarenakan kita tidak bisamengukur autoregulasi serebral sehingga
ada beberapa acuan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu:
- Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang
maksimal yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.
- Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala
hipoperfusi otak.
- Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka
kejadian stroke. Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi
ginjal, kurang lebih sama dengan yang terjadi pada serebral. Anestesia
aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi dengan
memperhatikan kestabilan hemodinamik yang kita inginkan.
Anestesia dengan volatile (tunggal atau dikombinasikan dengan N2O),
anestesia imbang (balance anesthesia) dengan analgetik + N2O +
pelumpuh otot, atau anestesia total intravena bias digunakan untuk
pemeliharaan anestesia. EKG diperlukan untuk mendeteksi terjadinya
iskemia jantung. Produksi urine diperlukan terutama untuk penderita
yang mengalami masalah dengan ginjal, dengan pemasangan kateter
urine, untuk operasi-operasi yang lebih dari 2 jam. Salah satu tugas
utama dokter anestesi adalah menjaga pasien yang dianestesi selama
operasi. Parameter yang biasanya digunakan untuk monitor pasien
selama anestesi adalah:
1. Frekuensi nafas, kedalaman dan karakter
2. Heart rate, nadi, dan tekanan darah
3. Warna membran mukosa, dan capillary refill time
4. Kedalaman / stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas
reflek palpebra)
5. Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi
6. Pulse oximetry: saturasi oksigen, suhu.
Pada kasus ini selama proses anestesi, saturasi oksigen pasien tidak
pernah < 95%.

 Aldrete Scoring System


No Kriteria Skor
.
1 Aktivitas  Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas 2
motorik atas perintah atau secara sadar.
 Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas
perintah atau secara sadar. 1

 Tidak mampu menggerakkan ekstremitas 0


atas perintah atau secara sadar.
2 Respirasi  Nafas adekuat dan dapat batuk 2
 Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi 1
 Apneu/tidak bernafas 0
3 Sirkulasi  Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula 2
 Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari
1
semula
 Tekanan darah berbeda >50% dari semula 0
4 Kesadaran  Sadar penuh 2
 Bangun jika dipanggil 1
 Tidak ada respon atau belum sadar 0
5 Warna kulit  Kemerahan atau seperti semula 2
 Pucat 1
 Sianosis 0
Aldrete score ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.

 Steward Scoring System


No Kriteria Skor
.
1 Kesadaran  Bangun 2
 Respon terhadap stimuli 1
 Tak ada respon 0
2 Jalan napas  Batuk atas perintah atau menangis 2
 Mempertahankan jalan nafas dengan baik 1
 Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan 0
nafas
3 Gerakan  Menggerakkan anggota badan dengan tujuan 2
 Gerakan tanpa maksud 1
 Tidak bergerak 0
Steward score ≥5 boleh dipindah ruangan.

3.2.5. Penanganan Operatif


a) Mastektomi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara, dimana
dilakukan pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh
payudara yang terserang kanker payudara. Pembedahan paling utama
dilakukan pada kanker payudara stadium I dan II. Pembedahan dapat
bersifat kuratif (menyembuhkan) maupun paliatif (menghilangkan gejala-
gejala penyakit).
BAB IV. PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini termasuk dalam kategori ASA I, pasien menderita
carcinoma mammae dextra tanpa adanya penyakit sistemik lain.

Pada pasien ini penatalaksanaan preoperatifnya berupa pre op visite yang


bertujuan untuk mengetahui kondisi umum pasien serta komplikasi yang mungkin
terjadi bila ada penyakit penyulit. Pasien telah dipuasakan selama 6 jam sebelum
operasi, dilakukan tindakan general anestesi dengan teknik intubasi. Operasi
berlangsung selama 2 jam. Pasien menjalani operasi sedang sehingga kebutuhan
cairan akibat stress operasi yakni 6cc/kgBB/jam, adalah 546 cc. EBV pasien
berkisar sekitar 4.550 cc, perdarahan sekitar 1.500 cc sehingga harus diganti
dengan cairan kristaloid 835 cc dan cairan koloid 455 cc. Selama operasi
berlangsung tidak ada hambatan berarti baik dari segi anestesi maupun tindakan
operasinya. Untuk rumatan post operasi, pasien diberikan cairan kristaloid berupa
ringer laktat dengan drip ketorolac 30 mg dalam 500 cc RL 30 tetes per menit.
Setelah dilakukan operasi, Aldrete score pada pasien ini yaitu 10 sehingga layak
untuk dipindahkan ker ruang perawatan.
BAB V. KESIMPULAN

Pasien dengan diagnosis Carcinoma mammae dextra dilakukan tindakan


mastektomi dengan general anestesi menggunakan teknik intubasi. Penilaian
preoperative, didapatkan bahwa pasien dengan ASA I yaitu
1. Pasien tidak memiliki penyakit sistemik
2. Pasien tidak memiliki: factor risiko asma, hipertensi, diabetes maupun
alergi. Selama monitoring durante operatif status neurologis,
kardiopulmonar, hemodinamik, dan urologis pasien cukup stabil.
3. Pada penilaian post operatif, Aldrete score pasien 10, yang
mengidentifikasikan bahwa pasein layak dipindahkan ke ruang perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan nasional penanganan


kanker: Kanker payudara. 2015. Jakarta: Bakti husada; hal.1-22.
2. Suyatno & Pasaribu ET. Bedah Onkologi : Diagnosis dan Terapi. Edisi ke-2.
Jakarta: Sagung Seto. 2014.
2. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2011.
3. Chalasani, P. (2016). Breast Cancer. Medscape. Retrieved June 19, 2016, from
http://emedicine.medscape.com/article/1947145-overview#a6
4. Wong, E., Chaudhry , S., & Rossi , M. (2015, April 24). Breast Cancer.
Retrieved June Sunday, 2016, from McMaster Pathophysiology Review:
http://www.pathophys.org/breast-cancer/
5. Mintian, Yang, Wang Yi. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis. Ed.2. Jakarta:
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
6. Manuaba, Wibawa Tjakra. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid.
Jakarta: Sagung Seto.
7. Brunicardi F. Charles, et al.2010. Schwartz’s Priciple of Surgery. Ed 10. New
York: Mc-GrawHill
8. Sjamsuhidajat R, et al. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3.Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai