Rhinosinusitis Kronik
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Disusun oleh :
Muhsin Anis
30101507507
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
NIM : 30101507507
Fakultas : Kedokteran
Leher
Mengetahui
Pembimbing Klinik
dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RS Bhakti Wira Tamtama Semarang,
dengan berbekalkan pengetahuan, bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama
Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus ini, dan
Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya, penulis
menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk perbaikan di masa
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Usia : 53 tahun
Pekerjaan : Serabutan
Alamat : Semarang
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 22 Juni 2020, pukul 08.30
Keluhan Utama:
Keluhan utama
Pasien datang ke poli klinik THT RST Semarang dengan keluhan keluar darah saat
membersihkan hidung sejak ± 1 bulan. Keluhan tersebut diawali dengan keluarnya cairan
bening dari kedua hidung lalu berhenti. Setelah itu setiap kali mengorek hidung untuk
membersihkan kotoran akan disertai darah dari hidung kanan, disertai bau yang busuk.
Pasien mengatakan terdapat sedikit sumbatan jalan nafas di lubang hidung kanan namun
tidak begitu mengganggu. Keluhan adanya cairan yang turun dari belakang hidung ke
tenggorokan disangkal. Keluhan penurunan penciuman disangkal. Pasien juga merasakan
nyeri di daerah pipi dan kening kanan, selain itu pasien juga mengeluhkan terkadang
muncul nyeri kepala. Keluhan keluar cairan atau sakit telinga disangkal, keluhan sakit
tenggorokan disangkal, keluhan nyeri atau keluar nanah dari gigi geligi dan gusi disangkal.
Pasien telah mengkonsumsi obat yang di berikan dari puskesmas untuk mengobati
keluhannya, namun apabila obat tersebut habis keluhan tersebut kambuh kembali. Pasien
menyangkal keluhan batuk, demam maupun riwayat alergi. Pasien menyatakan mulai sering
pilek dan hidung tersumbat sejak bekerja di laundry mulai 5 bulan yang lalu.
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 22 Juni 2020 pukul 09.00 WIB di Poli THT RS Bhakti
Status Generalisata
Status Generalis
Berat Badan : 62 kg
Kepala : Normocephal
Wajah : Simetris
Status Lokalisata
Telinga
Telinga Luar
Telinga AD AS
Canalis Akustikus
AD AS
Eksternus
Mukosa DBN DBN
Discharge (-) (-)
Serumen (+) (+)
Granulasi (-) (-)
Furunkel (-) (-)
Jamur (-) (-)
Corpus alienum (-) (-)
Membran Timpani
Membran Timpani AD AS
Warna N N
Reflek cahaya (+) (+)
Perforasi (-) (-)
Bulging (-) (-)
Discharge (-) (-)
Hidung Luar
Bentuk Normal
Massa (-)
Warna Sama dengan kulit sekitar
Deformitas (-)
Tanda radang (-)
Rinoskopi Anterior
inferior
Septum Nasi Deviasi (+) ke kanan
Mukosa Normal Normal
Sekret (-) (-)
Massa (-) (-)
Corpus alienum (-) (-)
Rinoskopi Posterior – tidak dilakukan
Sinus Paranasal
Tenggorokan
Gigi dan ginggiva : Caries (+), missing teeth(+), gusi berdarah (-)
Tonsil
(Nasofaring sinistra)
(Nasofaring dextra)
V. RESUME
Pasien datang ke poli klinik THT RST Semarang mengeluh keluar darah saat
membersihkan hidung di sisi kanan sejak 1 bulan. Pasien juga mengeluh nyeri pada
daerah pipi kanan kadang nyeri dirasakan hingga kepala. Pasien mengeluhkan juga
ingus yang keluar berbau busuk, hal ini disertai dengan sedikit sumbatan jalan nafas
namun tidak sampai mengganggu. Pasien mengatakan sering pilek terkadang disertai
nyeri kepala sejak pindah kerja di laundry sejak 5 bulan yang lalu.
Pada pemerisaan fisik telinga didapatkan dalam batas normal, pemeriksaan fisik hidung
luar didapatkan nyeri tekan pada sinus paranasal dan pemeriksaan hidung dalam
A. DIAGNOSIS BANDING
a. Rhinosinusitis Kronik
b. Rhinologic Headache
c. Rhinosinusitis odontogenic
B. DIAGNOSIS KERJA
Rhinosinusitis Kronik
C. TERAPI
Non Medikamentosa
Medikamentosa
- Lapifed no X/ 2dd1
- Metilprednisolon 4 mg no X/ 2dd1
D. PROGNOSIS
ND : ad bonam
NS : ad bonam
AS : ad bonam
ND : ad bonam
NS : ad bonam
AS : ad bonam
ND : ad bonam
NS : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI HIDUNG
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar
menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar dibedakan
atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya
terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah
lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan
(dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala nasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung
(nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) ,
tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah
hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis
lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior
kartilago septum.(2)
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di
sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari
nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka
media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan
meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media
1. Septum Nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian
posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila, krista palatine serta krista
sfenoid.(2)
2. Kavum Nasi
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal
os palatum.
Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus
atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen
Dinding Lateral
lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os
pterigoideus medial.
Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka
inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media
dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut
yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari
3. Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara
septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid
posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang
besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid
4. Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih
luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila,
sinus frontal dan bagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media
yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk
bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang
membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus
unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang
dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-
sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel
etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila
bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-
5. Meatus Inferior
6. Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares
posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam
oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh
lamina pterigoideus. Di bahgian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus
yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris
merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang
hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung
ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang
berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal
gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina
unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan
ressus frontal.
Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret
yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit
sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi
depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke
infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka
media.(2)
Kompleks Ostiomeatal
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri ethmoidalis anterior dan
posterior sebagai cabang dari arteri oftalmika. Bagian bawah rongga hidung mendapat
pendarahan dari arteri maxilaris interna. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari
cabang-cabang arteri fasialis. Vena hidung memiliki nama yang sama dan berjalan
Pembuluh darah yang membentuknya adalah arteri nasalis septum anterior &
posterior, arteri palatina mayor, dan arteri labialis superior. Pecahnya plexus Kiesselbach
Rongga hidung bagian depan dan atas mendapat persarafan sensoris dari nervus
nasalis anterior cabang dari nervus ethmoidalis anterior. Rongga hidung bagian lainnya
mendapat persarafan sensoris dari nervus maxilla. Persarafan parasimpatis rongga hidung
berasal dari nervus nasalis posterior inferior & superior cabang dari ganglion
persarafan parasimpatis pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan vasodilatasi. Dalam
rongga hidung, terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi sel-sel pembau. Setiap sel
pembau memiliki rambut-rambut halus (silia olfaktoria) di ujungnya dan selaput lendir
FISIOLOGI HIDUNG
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis
hidung dan sinus paranasal adalah: 1) sebagai jalan nafas; 2) pengatur kondisi udara (air
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi
konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran
udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui
koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi
udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara : (4)
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini
bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga
radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri
Silia
Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks
bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
4. Indra penghidu
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung
akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.
(4)
6. Proses bicara
rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran
udara.(4)
7. Refleks nasal
refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar
RHINOSINUSITIS
Definisi
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut
Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical Immunology (BSACI) Rhinosinusitis
Initiative (RI), Joint Task Force on Practice Parameters (JTFPP), dan Clinical Practice
rinosinusitis sebagai pengganti sinusitis, sementara 1 pedoman yakni JTFFP, memilih untuk
tidak menggunakan istilah tersebut. Istilah rinosinusitis dipertimbangkan lebih tepat untuk
digunakan mengingat konka nasalis media terletak meluas secara langsung hingga ke dalam
sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula pada sinus ethmmoid
anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang terjadi tanpa diiringi inflamasi
dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang mengadopsi istilah rinosinusitis tetap
bergantian, mengingat istilah rinosinusitis baru saja digunakan secara umum dalam beberapa
dekade terakhir.10
Klasifikasi
akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila
durasi gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis
minggu, sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4 minggu
hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan rinosinusitis akut berulang
(recurrent) sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa
berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik,
hampir semua pedoman sepakat bahwa rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis
yang menetap selama 12 minggu atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala
rinosinusitis yang menetap selama 8 minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.10
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada
sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi
yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia. 1
Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan
pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis alergi,
polip, diaviasi septum dan lain-lain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi
sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis adalah
infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri penyebab adalah
Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya
Sinusitis Dentogen
maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang
tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau
melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada
sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan
napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan
Kondisi yang merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain
diabetes mellitus, neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah
sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis
Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti berikut
: Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran
kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih keabu-abu
pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk
yang invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif
akut fulminan dan invasif kronik indolen. Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi
jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak
steroid yang lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi
pembuluh darah meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak
dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka
dan septum warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang
Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan
imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa
menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat
gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-
gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan
dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering
mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore
purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum
nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan
Epidemiologi
pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka
yang produktivitas kerjanya menurun. Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di
Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat,
sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel
epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu
lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika
jumlahnya berlebihan. 1
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan
terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk
KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling
bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan
negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga
faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu
dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1
Manifestasi Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain) . nyeri pipi
menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata
menandakan sinusitis etmoida, nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang dapat
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya
b. Post-nasal drip
c. Batuk kronik
d. Ganguan tenggorok
Working Diagonsis
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut,
mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada
kantus medius.Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology –
Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on
Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang dibagi atas
RINOSINUSITIS
Major Symptoms Minor Symptoms
Facial pain/pressure Headache
Facial congestion/fullness Fever (non acute)
Nasal obstruction/blockage Halitosis
Nasal discharge/purulence/discolored Fatique
posterior drainage
Hyposmia/anosmia Dental pain
Purulence on nasal exam Cough
Fever (acute rhinosinusitis only) Ear pain/pressure/fullness
a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for diagnosis
b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history for
mayor dan 2 faktor minor pada pasien dengan gejala lbih dari 7 hari. Ketika adanya 1 faktor
mayor atau 2 atau lebih faktor minor yang ada, ini menunjukkan kemungkinan di mana
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan. Foto polos posisi
Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,air-fluid level , atau penebalan
mukosa. Rontgen sinus dapat menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat akibat
pembengkakan mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan apabila sinus mengandung pus.
Pilihan lain dari rontgen adalah ultrasonografi terutama pada ibu hamil untuk menghindari
paparan radiasi. 3
Gambar 2: Foto rontgen sinus yang menunjukkan air-fluid level pada sinus etmoid 4
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai
secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan
mukosa, air-fluid level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal
hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.3,4
MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena pemeriksaan ini tidak
memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik. Namun, MRI dapat membedakan sisa
mukus dengan massa jaringan lunak dimana nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu,
MRI akan sangat membantu untuk membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,karena akan nampak
perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang
dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya. Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat
digunakan untuk pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus
ethmoid yang sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus media
dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan dengan hati-hati
untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media sesuai dengan aspirasi
sinus yang mana merupakan baku emas. Karena pengobatan harus dilakukan dengan
Differential Diagnosis
bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan sinus. Banyak kondisi yang
mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit kepala yang harus dipertimbangkan. Sindrom
sakit kepala bisa termasuk tension headache, migrain, cluster headache atau arteritis
temporal. Pada keluhan sakit mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi dan
strabismus. Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan gangguan
kontak septum hidung dengan salah satu konka, disebut sakit kepala rhinologic(rhinologic
headache). Kontak tersebut bisa dikurangkan dengan pengobatan vasomotor atau rinitis
alergi, dapat memperbaiki sakit kepala pada beberapa pasien. Pasien yang mempunyai sinus
sejati mungkin memiliki rhinitis alergi atau oklusi sinus karena neoplasma. Neoplasma yang
sering adalah karsinoma epitel nasofaring yang biasanya berasal dari sel skuamosa. Kejadian
ini lebih banyak di negara Mediterania dan Timur Jauh. Faktor genetik dan lingkungan juga
mungkin memainkan peranan. DNA virus Epstein-Barr telah dideteksi pada tumor dan
kondisi premaligna, dan beberapa kelompok antigen limfosit manusia(HLA) juga telah
diidentifikasi.5
rinosinusitis yaitu :6
Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan autosomal resesif
yang terkait dengan infeksi paru berulang dan/atau konsolidasi paru, sinusitis,
Pasien yang hiperalergik mungkin memiliki polip yang tidak terhitung mengisi rongga
hidung dan menghalangi sinus paranasal, hal ini dapat memberikan penampilan
berkarakteristik pada pemeriksaan imaging. Penyakit ini sangat berkait erat dengan
asma.
Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat X-linked, resesif
dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan dengan infeksi berulang saluran
Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada etiologi dari gejala rhinosinus. Tujuan terapi sinusitis
adalah:
a) Mempercepat penyembuhan,
b) Mencegah komplikasi
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-
Medika Mentosa
1. Kebanyakan infeksi sinus akut disebabkan oleh virus, di mana mayoritas pasien dapat
2. Gejala awal dari infeksi saluran pernapasan atas dapat diobati dengan obat-obatan
oral, seperti pseudoephedrine, dapat membantu hidung tersumbat dan untuk drainase.
Pasien dinasihatkan tidak menggunakan vasokonstriktor nasal topikal untuk jangka
masa yang panjang karena adanya risiko rinitis medikamentosa. Drainase medis
adrenergik per oral termasuk pseudoefedrin dan fenilefrin bisa digunakan selama 10-
ini juga dikontraindikasikan pada atlit yang mau berkompetisi karena peraturan
drainase menjadi baik, tetapi harus digunakan maksimal 3-5 hari, dengan peningkatan
5. Untuk rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didapatkan dari komunitas
dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk
sinus. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik
sudah hilang. 1
Antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan gejala yang disebabkan oleh
bakteri. Namun, gejala rinosinusitis bakteri biasanya tidak berbeda dari yang
itu rinosinusitis bakteri juga merupakan tanda komplikasi dini dan terjadi pada pasien
jika gejala memburuk atau gagal untuk membaik dalam 7-10 hari. Karena adanya
peningkatan resistensi penisilin pada bakteri patogen utama pada rinosinusitis, jadi
pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan. Pada pasien yang tidak beresiko resisten,
amoksisilin merupkan terapi lini pertama. Alternatif lini pertama yang lain termasuk
6. Flurokuinolon mungkin juga berguna, tetapi belum disetujui untuk populasi anak.
7. Jika tidak ada perbaikan gejala klinis seperti penurunan batuk, penurunan nanah
adalah dengan antibiotik lini kedua dengan spektrum yang lebih luas dan diberikan
lebih lama. Jika responnya kurang pada antibiotik lini pertama, maka antibiotik harus
beralih ke cakupan yang lebih luas. Antibiotik lini kedua termasuk amoksisilin-asam
9. Parameter praktis oleh Joint Task Force on Practice Parameters for Allergy and
Immunology menetapkan penilaian respons gejala setelah 3-5 hari terapi dan
diteruskan untuk tambahan 7 hari jika ada perbaikan. Namun, jika tiada respon,
10. Tambahan steroid hidung dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan lebih tinggi.
inflamasi, meskipun pada saat ini manfaat mereka masih tidak menyakinkan.
risiko pelepasan buruk disebabkan oleh penyumbatan hidung. Review Cochrane baru-
baru ini yang mengenai terapi kortikosteroid sistemik untuk rinosinusitis akut,
11. Pengobatan tambahan lainnya termasuk mucoevacuants untuk menipis sekresi lendir.
Ini termasuk guaifenesin dan kalium iodida. Golongan mukolitik (guaifenesin) secara
12. Belum data tersedia yang menunjukkan bahwa antihistamin bermanfaat pada sinusitis
ostiomeatal pada pasien dengan alergi dan sinusitis akut; tetapi ia tidak
sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada
13. Peran antibiotik pada rinosinusitis kronis(CRS) masih dipertanyakan. Pada penyakit
ini sangat penting untuk mengidentifikasikan faktor penyebab seperti rinitis alergi,
kerja. Menurut Kelompok Kerja 2008 tentang CRS pada Dewasa, antibiotik harus
disediakan untuk pasien dengan sinus drainase yang purulen. Lama pengobatan
selama 3-6 minggu mungkin lebih efektif daripada jangka waktu yang lebih pendek.
Seperti pada rinosinusitis akut, perawatan lain termasuk steroid topikal dan irigasi
sinus. Steroid oral jangka pendek mungkin bermanfaat dalam mengobati CRS
diperlukan pada pasien yang gagal terapi medis dan mungkin memerlukan intervensi
bedah.
bedah, diberikan kortikosteroid oral yang biasanya ditampering off secara bertahap ke
dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan simptom. Selain itu, semprotan
16. Pasien sinusitis dengan penyebabnya dental atau mereka dengan discharge yang
17. Pasien dengan sinusitis nosokomial akut memerlukan pengobatan intravena yang
merupakan drug of choice karena mempunyai cakupan yang baik pada gram negatif
dan penetrasi sinus. Seleksi antibiotik biasanya berdasarkan hasil kultur yang diambil
18. Selain dari pembedahan, komplikasi sinusitis akut ditangani dengan antibiotik
pertama.6
19. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1
Non Medika Mentosa
1. Pembedahan umumnya dicadangkan untuk pasien dengan kelainan anatomi dan hanya
setelah terapi medis maksimal gagal. Kriteria mutlak untuk operasi meliputi setiap
perluasan infeksi atau adanya tumor di rongga hidung atau sinus. Indikasi relatif
termasuk sinusitis bakteri akut berulang, obstruksi oleh poliposis hidung, rinosinusitis
kronis yang tidak responsif terhadap pengobatan dan penyakit penyerta seperti asma
memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih
2. Jika perlu, dapat diberikan terapi seperti analgetik, pencucian rongga hidung dengan
Pencegahan
cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang menderita pilek atau flu .
4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti mengurangi durasi
gejala pilek.
5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan segar dan
a. Jika infeksi sinus disebabkan oleh alergi musiman atau lingkungan, menghindari
alergen sangat penting. Jika tidak dapat menghindari alergen, obat bebas atau obat
resep dapat membantu. OTC antihistamin atau semprot dekongestan hidung dapat
c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama musim alergi.
Menutup jendela rumah dan bila mungkin, pendingin udara dapat digunakan
atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan dikelola oleh ahli alergi
secara teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi sering terjadi pengurangan remisi
a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan supaya sekresi
hidung tipis.
b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu menjaga saluran
dari semangkuk air mendidih atau mandian panas beruap juga dapat membantu.
menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi seperti asap rokok
Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik
dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Komplikasi infeksi
rinosinusitis sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak dan imunocompromised.
Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi
Komplikasi mungkin timbul dengan cepat. Komplikasi yang sering adalah selulitis
atau abses pada daerah preseptal atau orbita. Infeksi preseptal diobati dengan antibiotik dan
pembedahan segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari penyebaran infeksi
melalui lamina papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada sinus ethmoid. Sinus yang
paling sering terkena adalah sinus ethmoid, kemudian sinus frontal dan maksila. Penyebaran
edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika tidak diobati,
dapat berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan. Perluasan pada intrakranial termasuk
terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau sagital, atau trombosis
sinus cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan
sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus dicurigai memiliki komplikasi
intrakranial.1,5
puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal menyebabkan dahi edema.
Hal ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan bedah drainase. Osteomelitis dan
abses subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada
anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada
pipi.1,5
Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles. Mereka
merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus. Sinus frontal adalah yang paling
sering terlibat. Mereka lambat tumbuh dan mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun
sebelum gejala terjadi. Keterlibatan sinus frontal dapat menyebabkan perubahan pada mata,
oleh mucopyocele dapat menyebabkan infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak dengan
cystic fibrosis.5
Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis.
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis. Selain
itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan.1
Prognosis
dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan
tanpa antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %. Pasien dengan sinusitis
akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat.
Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak
adanya respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali.
Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan
komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan
abses otak.6
Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-tanda
edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat mengurangkan
sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat
tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.150-4.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit
6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
Suppl 1:24-7
8. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM, Sachs APE. Systemic
http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#sinus_infection_pr
10. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician:
a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-43
11. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute
treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-sinusitis,-rhinosinusitis.aspx , 23 April
2014.